a pun mampu menyandangnya; Allah menamakan diri-Nya dengan isim ini.
Di dalam hadis Ummu Salamah disebutkan bahwa Rasulullah SAW memutus-mutuskan bacaannya dari suatu kalimat ke kalimat lain seperti berikut:
*بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ . اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ*
#Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.#
Maka sebagian dari kalangan ulama ada yang membacanya seperti bacaan di atas; mereka terdiri atas sejumlah ulama. Di antara mereka ada yang. meneruskan bacaan basmalah dengan firman-Nya:
*اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ*
#Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.#
Menurut jumhur ulama, huruf mim dibaca kasrah hingga menjadi
#ar-rahīmil hamdu#
, karena ada dua huruf sukun bertemu.
Akan tetapi, Imam Kisai' meriwayatkan dari ulama Kufah dari sebagian orang-orang Arab, bahwa huruf mim dibaca fathah karena disambungkan dengan hamzah alhamdu. Mereka mengucapkannya
#ar-rahīmal hamdu lillāhi#
, memindahkan harakat fathah hamzah
#al-hamdu#
kepada huruf mim
#ar-rahīm#
setelah disukunkan, sebagaimana dibaca demikian firman Allah SWT
*الۤمّۤ اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ*
#Alif lam mim. Allah, tiada Tuhan selain Dia.#
(Ali Imran, [3:1]-[3:2])
Ibnu Atiyyah mengatakan bahwa sepengetahuannya qiraah ini belum pernah ia dengar dari seorang pun.
Sumber: https://elevendream.com/quran
Di dalam hadis Ummu Salamah disebutkan bahwa Rasulullah SAW memutus-mutuskan bacaannya dari suatu kalimat ke kalimat lain seperti berikut:
*بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ . اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ*
#Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.#
Maka sebagian dari kalangan ulama ada yang membacanya seperti bacaan di atas; mereka terdiri atas sejumlah ulama. Di antara mereka ada yang. meneruskan bacaan basmalah dengan firman-Nya:
*اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ*
#Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.#
Menurut jumhur ulama, huruf mim dibaca kasrah hingga menjadi
#ar-rahīmil hamdu#
, karena ada dua huruf sukun bertemu.
Akan tetapi, Imam Kisai' meriwayatkan dari ulama Kufah dari sebagian orang-orang Arab, bahwa huruf mim dibaca fathah karena disambungkan dengan hamzah alhamdu. Mereka mengucapkannya
#ar-rahīmal hamdu lillāhi#
, memindahkan harakat fathah hamzah
#al-hamdu#
kepada huruf mim
#ar-rahīm#
setelah disukunkan, sebagaimana dibaca demikian firman Allah SWT
*الۤمّۤ اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ*
#Alif lam mim. Allah, tiada Tuhan selain Dia.#
(Ali Imran, [3:1]-[3:2])
Ibnu Atiyyah mengatakan bahwa sepengetahuannya qiraah ini belum pernah ia dengar dari seorang pun.
Sumber: https://elevendream.com/quran
HugeDomains
ElevenDream.com is for sale | HugeDomains
Great prices on a large selection of domains. Find the pefect domain for your new startup.
elisihkan dan dipertentangkan. Adapun orang-orang Arab ingkar terhadap nama Ar-Rahman karena kebodohan mereka terhadap Allah dan apa-apa yang diwajibkannya.
Selanjutnya Al-Qurtubi mengatakan bahwa menurut pendapat lain lafaz Ar-Rahmān dan Ar-Rahīm mempunyai makna yang sama; perihalnya sama dengan lafaz
#nadmana#
dan
#nadim#
, menurut Abu Ubaid.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, sebuah isim yang ber-wazan fa'lana tidak sama dengan yang ber-wazan fa'ilun, karena wazan fa'-lana hanya dilakukan untuk tujuan mubalagah fi'il, yang dimaksud misalnya seperti ucapanmu
#rajulun gadhbanu#
ditujukan kepada seorang lelaki yang pemarah. Sedangkan wazan fa'ilun adakalanya menunjukkan makna fa'il dan adakalanya menunjukkan makna maf'ul.
Abu Ali Al-Farisi mengatakan bahwa Ar-Rahmān adalah isim yang mengandung makna umum dipakai untuk semua jenis rahmat yang khusus dimiliki oleh Allah SWT, sedangkan Ar-Rahīm hanya dikhususkan buat orang-orang mukmin saju, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
*وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا*
#Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.#
(Al-Ahzab, [33:43])
Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya merupakan isim yang menunjukkan makna lemah lembut, sedangkan salah satu di antaranya lebih lembut daripada yang lainnya, yakni lebih kuat makna rahmat-nya daripada yang lain.
Kemudian diriwayatkan dari Al-Khattabi dan lain-lainnya bahwa mereka merasa kesulitan dalam mengartikan sifat ini, dan mereka mengatakan barangkali makna yang dimaksud ialah lembut, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam sebuah hadis, yaitu:
*اِنَّ اللّٰهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الْاَمْرِ كُلِّهٖ وَاِنَّهٗ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ*
#Sesungguhnya Allah Mahalembut, Dia mencintai sikap lembut dalam semua perkara, dan Dia memberi kepada sikap yang lembut pahala yang tidak pernah Dia berikan kepada sikap yang kasar.#
Ibnul Mubarak mengatakan makna Ar-Rahmān ialah "bila diminta memberi", sedangkan makna Ar-Rahīm ialah "bila tidak diminta marah", sebagaimana pengertian dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abu Saleh Al-Farisi Al-Khauzi, dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
*مَنْ لَمْ يَسْاَلِ اللّٰهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ*
#Barang siapa yang tidak pernah meminta kepada Allah, niscaya Allah murka terhadapnya.#
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Yahya At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Zufar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Azrami berkata sehubungan dengan makna ar-rahmānir rahīm, "Ar-Rahmān artinya Maha Pemurah kepada semua makhluk (baik yang kafir ataupun yang mukmin), sedangkan Ar-Rahīm Maha Penyayang kepada kaum mukmin."
Mereka (para ulama ahli tafsir) mengatakan, mengingat hal tersebut dinyatakan di dalam firman-Nya:
*ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ اَلرَّحْمٰنُ*
#kemudian Dia ber-istiwa di atas Arasy, (Dia-lah) Yang Maha Pemurah.#
(Al-Furqan, [25:59])
Di dalam firman lainnya disebutkan pula:
*اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى*
#Tuhan Yang Maha Pemurah bersemayam di atas 'Arsy.#
(Thaha, [20:5])
Allah menyebut nama Ar-Rahmān untuk diri-Nya dalam peristiwa ini agar semua makhluk memperoleh kemurahan rahmat-Nya. Dalam ayat lain Allah SWT telah berfirman:
*وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا*
#Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.#
(Al-Ahzab, [33:43])
Maka Dia mengkhususkan nama Ar-Rahīm untuk mereka. Mereka mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa lafaz
#ar-rahmān#
mempunyai pengertian mubalagah dalam kasih sayang, mengingat kasih sayang bersifat umum (baik di dunia maupun di akhirat) bagi semua makhluk-Nya. Sedangkan lafaz
#ar-rahīm#
dikhususkan bagi hamba-Nya yang beriman. Akan tetapi, memang di dalam sebuah doa yang ma'sur disebut "Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, Yang Maha Penyayang di dunia dan di akhirat".
Nama Ar-Rahmān hanya khusus bagi Allah SWT semata, tiada selain-Nya yang berhak menyanda
Selanjutnya Al-Qurtubi mengatakan bahwa menurut pendapat lain lafaz Ar-Rahmān dan Ar-Rahīm mempunyai makna yang sama; perihalnya sama dengan lafaz
#nadmana#
dan
#nadim#
, menurut Abu Ubaid.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, sebuah isim yang ber-wazan fa'lana tidak sama dengan yang ber-wazan fa'ilun, karena wazan fa'-lana hanya dilakukan untuk tujuan mubalagah fi'il, yang dimaksud misalnya seperti ucapanmu
#rajulun gadhbanu#
ditujukan kepada seorang lelaki yang pemarah. Sedangkan wazan fa'ilun adakalanya menunjukkan makna fa'il dan adakalanya menunjukkan makna maf'ul.
Abu Ali Al-Farisi mengatakan bahwa Ar-Rahmān adalah isim yang mengandung makna umum dipakai untuk semua jenis rahmat yang khusus dimiliki oleh Allah SWT, sedangkan Ar-Rahīm hanya dikhususkan buat orang-orang mukmin saju, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
*وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا*
#Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.#
(Al-Ahzab, [33:43])
Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya merupakan isim yang menunjukkan makna lemah lembut, sedangkan salah satu di antaranya lebih lembut daripada yang lainnya, yakni lebih kuat makna rahmat-nya daripada yang lain.
Kemudian diriwayatkan dari Al-Khattabi dan lain-lainnya bahwa mereka merasa kesulitan dalam mengartikan sifat ini, dan mereka mengatakan barangkali makna yang dimaksud ialah lembut, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam sebuah hadis, yaitu:
*اِنَّ اللّٰهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الْاَمْرِ كُلِّهٖ وَاِنَّهٗ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ*
#Sesungguhnya Allah Mahalembut, Dia mencintai sikap lembut dalam semua perkara, dan Dia memberi kepada sikap yang lembut pahala yang tidak pernah Dia berikan kepada sikap yang kasar.#
Ibnul Mubarak mengatakan makna Ar-Rahmān ialah "bila diminta memberi", sedangkan makna Ar-Rahīm ialah "bila tidak diminta marah", sebagaimana pengertian dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abu Saleh Al-Farisi Al-Khauzi, dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
*مَنْ لَمْ يَسْاَلِ اللّٰهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ*
#Barang siapa yang tidak pernah meminta kepada Allah, niscaya Allah murka terhadapnya.#
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Yahya At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Zufar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Azrami berkata sehubungan dengan makna ar-rahmānir rahīm, "Ar-Rahmān artinya Maha Pemurah kepada semua makhluk (baik yang kafir ataupun yang mukmin), sedangkan Ar-Rahīm Maha Penyayang kepada kaum mukmin."
Mereka (para ulama ahli tafsir) mengatakan, mengingat hal tersebut dinyatakan di dalam firman-Nya:
*ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ اَلرَّحْمٰنُ*
#kemudian Dia ber-istiwa di atas Arasy, (Dia-lah) Yang Maha Pemurah.#
(Al-Furqan, [25:59])
Di dalam firman lainnya disebutkan pula:
*اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى*
#Tuhan Yang Maha Pemurah bersemayam di atas 'Arsy.#
(Thaha, [20:5])
Allah menyebut nama Ar-Rahmān untuk diri-Nya dalam peristiwa ini agar semua makhluk memperoleh kemurahan rahmat-Nya. Dalam ayat lain Allah SWT telah berfirman:
*وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا*
#Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.#
(Al-Ahzab, [33:43])
Maka Dia mengkhususkan nama Ar-Rahīm untuk mereka. Mereka mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa lafaz
#ar-rahmān#
mempunyai pengertian mubalagah dalam kasih sayang, mengingat kasih sayang bersifat umum (baik di dunia maupun di akhirat) bagi semua makhluk-Nya. Sedangkan lafaz
#ar-rahīm#
dikhususkan bagi hamba-Nya yang beriman. Akan tetapi, memang di dalam sebuah doa yang ma'sur disebut "Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, Yang Maha Penyayang di dunia dan di akhirat".
Nama Ar-Rahmān hanya khusus bagi Allah SWT semata, tiada selain-Nya yang berhak menyanda
cukup dengan menyebut
#ar-rahmān#
saja?" Telah diriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani yang maknanya sebagai berikut: Mengingat ada yang menamakan dirinya dengan sebutan
#ar-rahmān#
selain Dia, maka didatangkanlah lafaz
#ar-rahīm#
untuk membantah dugaan yang tidak benar itu, karena sesungguhnya tiada seorang pun yang berhak disifati dengan julukan
#ar-rahmānir rahīm#
kecuali hanya Allah semata.
Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ata, selanjutnya Ibnu Jarirlah yang mengulasnya.
Tetapi sebagian dari kalangan mereka ada yang menduga bahwa orang-orang Arab pada mulanya tidak mengenal kata
#ar-rahmān#
sebelum Allah memperkenalkan diri-Nya dengan sebutan itu melalui firman-Nya:
*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*
#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahmān. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])
Karena itulah orang-orang kafir Quraisy di saat Perjanjian Hudaibiyyah dilaksanakan -yaitu ketika Rasulullah SAW bersabda, "Bolehkah aku menulis (pada permulaan perjanjian) kata bismillāhir rahmānir rahīm (dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)?"- mereka mengatakan, "Kami tidak mengenal ar-rahmān, tidak pula ar-rahīm." Demikian menurut riwayat Imam Bukhari. Sedangkan menurut riwayat lain, jawaban mereka adalah, "Kami tidak mengenal ar-rahman kecuali Rahman dari Yamamah" (maksudnya Musailamah Al-Kazzab).
Allah SWT telah berfirman:
*وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اسْجُدُوْا لِلرَّحْمٰنِ قَالُوْا وَمَا الرَّحْمٰنُ اَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُوْرًا*
#Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Sujudlah kalian kepada Yang Maha Rahman (Pemurah)," mereka menjawab, "Siapakah Yang Maha Penyayang ihi? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud iru) menambah mereka jauh (dari iman).#
(Al-Furqan, [25:60])
Menurut pengertian lahiriahnya ingkar yang mereka lakukan itu hanya merupakan sikap membangkang, ingkar, dan kekerasan hati mereka dalam kekufuran. Karena sesungguhnya telah ditemukan pada syair-syair Jahiliah mereka penyebutan Allah dengan istilah Ar-Rahman. Ibnu Jarir menyebutkan bahwa ada seseorang Jahiliah yang bodoh mengatakan syair berikut:
*اَلَا ضَرَبَتْ تِلْكَ الْفَتَاةُ هَجِيْنَهَا..اَلَا قَضَبَ الرَّحْمٰنُ رَبِّيْ يَمِيْنَهَا*
#Mengapa gadis itu tidak memukul (menghardik) untanya, bukankah tongkat rahman Rabbku berada di tangan kanannya?#
Salamah ibnu Jundub At-Tahawi mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
*عَجَّلْتُمْ عَلَيْنَا اِذْ عَجِّلْنَا عَلَيْكُمُ..وَمَا يَشَأِ الرَّحْمٰنُ يَعْقِدُ وَيُطْلِقِ*
#Kalian terlalu tergesa-gesa terhadap kami di saat kami tergesa-gesa terhadap kalian, padahal Tuhan Yang Maha Pemurah tidak menghendaki adanya akad, lalu talak (putus hubungan).#
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, telah menceritakan kepada kami Abu Rauq, dari Dahhak, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
#ar-rahmān#
adalah wazan fa'lana dari lafaz
#ar-rahmah#
, dan ia termasuk kata-kata Arab.
Ibnu Jarir mengatakan, ar-rahmānir rahīm artinya "Yang Maha Lemah Lembut lagi Maha Penyayang kepada orang yang Dia suka merahmatinya, dan jauh lagi keras terhadap orang yang Dia suka berlaku keras terhadapnya". Demikian pula semua asma-Nya, yakni mempunyai makna yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Mas'adah, dari Auf, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa
#ar-rahmān#
adalah isim yang dilarang bagi selain Dia menyandangnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Abul Asyhab, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa
#ar-rahmān#
adalah isim yang tiada seorang manusi
#ar-rahmān#
saja?" Telah diriwayatkan dari Ata Al-Khurrasani yang maknanya sebagai berikut: Mengingat ada yang menamakan dirinya dengan sebutan
#ar-rahmān#
selain Dia, maka didatangkanlah lafaz
#ar-rahīm#
untuk membantah dugaan yang tidak benar itu, karena sesungguhnya tiada seorang pun yang berhak disifati dengan julukan
#ar-rahmānir rahīm#
kecuali hanya Allah semata.
Demikian yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ata, selanjutnya Ibnu Jarirlah yang mengulasnya.
Tetapi sebagian dari kalangan mereka ada yang menduga bahwa orang-orang Arab pada mulanya tidak mengenal kata
#ar-rahmān#
sebelum Allah memperkenalkan diri-Nya dengan sebutan itu melalui firman-Nya:
*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*
#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahmān. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])
Karena itulah orang-orang kafir Quraisy di saat Perjanjian Hudaibiyyah dilaksanakan -yaitu ketika Rasulullah SAW bersabda, "Bolehkah aku menulis (pada permulaan perjanjian) kata bismillāhir rahmānir rahīm (dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)?"- mereka mengatakan, "Kami tidak mengenal ar-rahmān, tidak pula ar-rahīm." Demikian menurut riwayat Imam Bukhari. Sedangkan menurut riwayat lain, jawaban mereka adalah, "Kami tidak mengenal ar-rahman kecuali Rahman dari Yamamah" (maksudnya Musailamah Al-Kazzab).
Allah SWT telah berfirman:
*وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اسْجُدُوْا لِلرَّحْمٰنِ قَالُوْا وَمَا الرَّحْمٰنُ اَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُوْرًا*
#Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Sujudlah kalian kepada Yang Maha Rahman (Pemurah)," mereka menjawab, "Siapakah Yang Maha Penyayang ihi? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?", dan (perintah sujud iru) menambah mereka jauh (dari iman).#
(Al-Furqan, [25:60])
Menurut pengertian lahiriahnya ingkar yang mereka lakukan itu hanya merupakan sikap membangkang, ingkar, dan kekerasan hati mereka dalam kekufuran. Karena sesungguhnya telah ditemukan pada syair-syair Jahiliah mereka penyebutan Allah dengan istilah Ar-Rahman. Ibnu Jarir menyebutkan bahwa ada seseorang Jahiliah yang bodoh mengatakan syair berikut:
*اَلَا ضَرَبَتْ تِلْكَ الْفَتَاةُ هَجِيْنَهَا..اَلَا قَضَبَ الرَّحْمٰنُ رَبِّيْ يَمِيْنَهَا*
#Mengapa gadis itu tidak memukul (menghardik) untanya, bukankah tongkat rahman Rabbku berada di tangan kanannya?#
Salamah ibnu Jundub At-Tahawi mengatakan dalam salah satu bait syairnya:
*عَجَّلْتُمْ عَلَيْنَا اِذْ عَجِّلْنَا عَلَيْكُمُ..وَمَا يَشَأِ الرَّحْمٰنُ يَعْقِدُ وَيُطْلِقِ*
#Kalian terlalu tergesa-gesa terhadap kami di saat kami tergesa-gesa terhadap kalian, padahal Tuhan Yang Maha Pemurah tidak menghendaki adanya akad, lalu talak (putus hubungan).#
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, telah menceritakan kepada kami Abu Rauq, dari Dahhak, dari Abdullah ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
#ar-rahmān#
adalah wazan fa'lana dari lafaz
#ar-rahmah#
, dan ia termasuk kata-kata Arab.
Ibnu Jarir mengatakan, ar-rahmānir rahīm artinya "Yang Maha Lemah Lembut lagi Maha Penyayang kepada orang yang Dia suka merahmatinya, dan jauh lagi keras terhadap orang yang Dia suka berlaku keras terhadapnya". Demikian pula semua asma-Nya, yakni mempunyai makna yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Mas'adah, dari Auf, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa
#ar-rahmān#
adalah isim yang dilarang bagi selain Dia menyandangnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepadaku Abul Asyhab, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa
#ar-rahmān#
adalah isim yang tiada seorang manusi
ng nama ini, sebagaimana dinyatakan di dalam firman-Nya:
*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*
#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahmān. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])
Dalam ayat lainnya lagi Allah SWT telah berfirman:
*وَسْـَٔلْ مَنْ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُّسُلِنَآ اَجَعَلْنَا مِنْ دُوْنِ الرَّحْمٰنِ اٰلِهَةً يُّعْبَدُوْنَ*
#Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?"#
(Az-Zukhruf, [43:45])
Ketika Musailamah Al-Kazzab (si pendusta) melancarkan provokasinya, dia menamakan dirinya dengan julukan "Rahmanul Yamamah". Maka Allah mendustakannya dan membuatnya terkenal dengan julukan Al-Kazzab (si pendusta); tidak sekali-kali ia disebut melainkan dengan panggilan Musailamah Al-Kazzab, sehingga dia dijadikan sebagai peribahasa dalam hal kedustaan di kalangan penduduk perkotaan dan penduduk perkampungan serta kalangan orang-orang Badui yang bertempat tinggal di Padang Sahara.
Sebagian ulama menduga bahwa lafaz
#ar-rahīm#
lebih balig dari-pada lafaz
#ar-rahmān#
, karena lafaz
#ar-rahīm#
dipakai sebagai kata penguat sifat, sedangkan suatu lafaz yang berfungsi sebagai taukid (penguat) tiada lain kecuali lafaz yang bermakna lebih kuat daripada lafaz yang dikukuhkan. Sebagai bantahannya dapat dikatakan bahwa dalam masalah ini subyeknya bukan termasuk ke dalam Bab "Taukid", melainkan Bab "Na'at" (Sifat); dan apa yang mereka sebutkan tentangnya tidak wajib diakui. Berdasarkan ketentuan ini, maka lafaz
#ar-rahmān#
tidak layak disandang selain Allah SWT Karena Dialah yang pertama kali menamakan diri-Nya Ar-Rahmān hingga selain-Nya tidak boleh menyandang sifat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam firman-Nya:
*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*
#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])
Sesungguhnya Musailamah Al-Kazzab dari Yamamah secara kurang ajar berani menamakan dirinya dengan sebutan "Ar-Rahmān" hanya karena dia sesat, dan tiada yang mau mengikutinya kecuali hanya orang-orang sesat seperti dia.
Adapun lafaz
#ar-rahīm#
, maka Allah SWT menyifati selain diri-Nya dengan sebutan ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
*لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ*
#Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.#
(At-Taubah, [9:128])
Sebagaimana Dia pun menyifatkan selain-Nya dengan sebagian dari asma-asma-Nya. seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
*اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًا بَصِيْرًا*
#Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.#
(Al-Insan, [76:2])
Dapat disimpulkan bahwa sebagian dari asma-asma Allah ada yang dapat disandang oleh selain-Nya dan ada yang tidak boleh dijadikan nama selain-Nya, seperti lafaz Allah, Ar-Rahmān, Ar-Raziq, dan Al-Khāliq serta lain-lainnya yang sejenis. Karena itulah dimulai dengan sebutan nama Allah, kemudian disifati dengan ar-rahman karena lafaz ini lebih khusus dan lebih makrifat daripada lafaz
#ar-rahīm#
. Karena penyebutan nama pertama harus dilakukan dengan nama paling mulia, maka dalam urutannya diprioritaskan yang lebih khusus.
Jika ditanyakan, "Bila lafaz ar-rahmān lebih kuat mubalagah-nya, mengapa lafaz
#ar-rahīm#
juga disebut, padahal sudah
*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*
#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahmān. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])
Dalam ayat lainnya lagi Allah SWT telah berfirman:
*وَسْـَٔلْ مَنْ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُّسُلِنَآ اَجَعَلْنَا مِنْ دُوْنِ الرَّحْمٰنِ اٰلِهَةً يُّعْبَدُوْنَ*
#Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?"#
(Az-Zukhruf, [43:45])
Ketika Musailamah Al-Kazzab (si pendusta) melancarkan provokasinya, dia menamakan dirinya dengan julukan "Rahmanul Yamamah". Maka Allah mendustakannya dan membuatnya terkenal dengan julukan Al-Kazzab (si pendusta); tidak sekali-kali ia disebut melainkan dengan panggilan Musailamah Al-Kazzab, sehingga dia dijadikan sebagai peribahasa dalam hal kedustaan di kalangan penduduk perkotaan dan penduduk perkampungan serta kalangan orang-orang Badui yang bertempat tinggal di Padang Sahara.
Sebagian ulama menduga bahwa lafaz
#ar-rahīm#
lebih balig dari-pada lafaz
#ar-rahmān#
, karena lafaz
#ar-rahīm#
dipakai sebagai kata penguat sifat, sedangkan suatu lafaz yang berfungsi sebagai taukid (penguat) tiada lain kecuali lafaz yang bermakna lebih kuat daripada lafaz yang dikukuhkan. Sebagai bantahannya dapat dikatakan bahwa dalam masalah ini subyeknya bukan termasuk ke dalam Bab "Taukid", melainkan Bab "Na'at" (Sifat); dan apa yang mereka sebutkan tentangnya tidak wajib diakui. Berdasarkan ketentuan ini, maka lafaz
#ar-rahmān#
tidak layak disandang selain Allah SWT Karena Dialah yang pertama kali menamakan diri-Nya Ar-Rahmān hingga selain-Nya tidak boleh menyandang sifat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam firman-Nya:
*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*
#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])
Sesungguhnya Musailamah Al-Kazzab dari Yamamah secara kurang ajar berani menamakan dirinya dengan sebutan "Ar-Rahmān" hanya karena dia sesat, dan tiada yang mau mengikutinya kecuali hanya orang-orang sesat seperti dia.
Adapun lafaz
#ar-rahīm#
, maka Allah SWT menyifati selain diri-Nya dengan sebutan ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
*لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ*
#Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.#
(At-Taubah, [9:128])
Sebagaimana Dia pun menyifatkan selain-Nya dengan sebagian dari asma-asma-Nya. seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
*اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًا بَصِيْرًا*
#Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.#
(Al-Insan, [76:2])
Dapat disimpulkan bahwa sebagian dari asma-asma Allah ada yang dapat disandang oleh selain-Nya dan ada yang tidak boleh dijadikan nama selain-Nya, seperti lafaz Allah, Ar-Rahmān, Ar-Raziq, dan Al-Khāliq serta lain-lainnya yang sejenis. Karena itulah dimulai dengan sebutan nama Allah, kemudian disifati dengan ar-rahman karena lafaz ini lebih khusus dan lebih makrifat daripada lafaz
#ar-rahīm#
. Karena penyebutan nama pertama harus dilakukan dengan nama paling mulia, maka dalam urutannya diprioritaskan yang lebih khusus.
Jika ditanyakan, "Bila lafaz ar-rahmān lebih kuat mubalagah-nya, mengapa lafaz
#ar-rahīm#
juga disebut, padahal sudah