UiTO Channel: Bicara CR
542 subscribers
415 photos
168 videos
137 files
1.25K links
Berkongsi apa yang ada dalam pemikiran dan apa yang dirasa dalam hati. Kita sama2 menuju kepadaNya. Dunia penuh tipu daya yg membelenggu manusia menyebab mereka lupa Allah.

Web rasmi www.uito.org
Channel rasmi @UiTO2017
CR @RektorUiTO
Download Telegram
ak ada, seperti lafaz ma'dum (yang tidak ada). Adakalanya sesuatu itu mempunyai banyak isim (nama), seperti lafaz mutaradif (sinonim). Adakalanya isim-nya satu, sedangkan mu-samma-nya berbilang, seperti lafaz yang musytarak (satu lafaz yang mempunyai dua makna yang bertentangan). Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara isim dan musamma, dan isim merupakan lafaz, sedangkan musamma adalah penampilannya; musamma itu adakalanya merupakan zat yang mungkin atau wajib keberadaan zatnya. Lafaz an-nar (api) dan as-salj (es) seandainya merupakan musamma, niscaya orang yang menyebutnya akan merasakan panasnya api dan dinginnya es. Akan tetapi, tentu saja hal seperti ini tidak akan dikemukakan oleh orang yang berakal waras. Juga karena Allah SWT telah berfirman:


*وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَا*


#Allah mempunyai asma'ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma'ul husna itu.#
(Al-A'raf, [7:180])

Nabi SAW telah bersabda:


*اِنَّ لِلّٰهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا*


#Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama.#


Ini adalah nama yang banyak, tetapi musamma-nya adalah esa, yaitu Allah SWT Allah pun telah berfirman: Allah mempunyai nama-nama. (Al-A'raf, [7:180]) Allah telah meng-idafah-kan nama-nama itu kepada dirinya, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:


*فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ*


#Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.#
(Al-Waqi'ah, [56:74])

Demikian pula yang lain-lainnya yang semisal; kesimpulannya menyatakan bahwa idafah memberikan pengertian mugayarah (perbedaan antara isim dan musamma). Allah SWT telah berfirman:


*وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَا*


#Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmā-ul husna itu.#
(Al-A'raf, [7:180]).

Hal ini menunjukkan bahwa isim bukanlah zat Allah.

Sedangkan orang yang berpendapat bahwa isim adalah musamma, beralasan dengan firman-Nya:


*تَبٰرَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِى الْجَلٰلِ وَالْاِكْرَامِ*


#Mahaagung nama Tuhanmu Yang mempunyai Kebesaran dan Karunia.#
(Ar-Rahman, [55:78])

Yang Mahaagung adalah Allah SWT, sebagai jawabannya ialah bahwa isim yang diagungkan untuk mengagungkan Zat Yang Mahasuci; demikian pula jika seorang lelaki mengatakan Zainab (yakni istrinya) tertalak, maka Zainab menjadi terceraikan. Seandainya isim bukanlah musamma, niscaya talak tidak akan jatuh kepadanya, dan tentu saja sebagai jawabannya dikatakan bahwa makna yang dimaksud ialah diri yang diberi nama Zainab terkena talak.

Ar-Razi mengatakan bahwa tasmiyah artinya "menjadikan isim ditentukan untuk diri orang yang bersangkutan", maka diri orang tersebut bukanlah isim-nya.

Allah adalah 'alam (nama) yang ditujukan kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Maha Tinggi. Menurut suatu pendapat, Allah adalah Ismul A'zam karena Dia memiliki semua sifat, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


*هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ۝ هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ۝ هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ۝*


#"Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Maha Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang menciptakan, Yang Mengadakan, Yang membentuk Rupa, Yang mempunyai nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana."#
(Al-Hasyr, [59:22]-[59:23]-[59:24])

Semua
asma lainnya dianggap sebagai sifat-Nya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


*وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَا*


#Allah mempunyai asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu.#
(Al-A'raf, [7:180])

Allah SWT berfirman:


*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*


#Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai asma-ul husna."#
(Al-Isra, [17:110])

Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:


*اِنَّ لِلّٰهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا مِائَةٌ اِلَّا وَاحِدًا مَنْ اَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ*


#Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu; barang siapa menghitungnya (menghafalnya), niscaya masuk surga.#


Hal seperti itu disebutkan pula di dalam riwayat Imam Turmuzi dan Ibnu Majah, hanya di antara kedua riwayat terdapat perbedaan mengenai tambahan dan pengurangan lafaz.

Ar-Razi di dalam kitab Tafsir-nya menyebutkan dari sebagian mereka bahwa Allah mempunyai lima ribu isim (nama); seribu nama terdapat di dalam Al-Qur'an dan sunnah yang sahih, seribu terdapat di dalam kitab Taurat, seribu di dalam kitab Injil, seribu di dalam kitab Zabur, dan yang seribu lagi di dalam Lauh Mahfuz.

Allah adalah isim yang tidak dimiliki oleh selain Allah sendiri Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi. Karena itu, maka dalam bahasa Arab tidak terdapat isytiqaq (bentuk asal) dari fi'il-nya. Segolongan kalangan ahli nahwu ada yang berpendapat bahwa lafaz "Allah" merupakan isim jamid yang tidak mempunyai isytiqaq. Pendapat ini dinukil oleh Al-Qurtubi dari sejumlah ulama, antara lain Imam Syafii, Al-Khattabi, Imamul Haramain, Imam Gazali, dan lain-lainnya.

Diriwayatkan dari Imam Khalil dan Imam Sibawaih bahwa huruf alif dan lam yang ada padanya merupakan lazimah. Imam Khattabi mengatakan, "Tidakkah kamu melihat bahwa kamu katakan, 'Ya Allah', tetapi kamu tidak dapat mengatakan, 'Ya Ar-Rahman.' Seandainya huruf alif dan lam ini bukan berasal dari lafaz itu sendiri, niscaya tidak boleh memasukkan huruf nida pada alif dan lam."

Menurut pendapat yang lain, lafaz "Allah" mempunyai akar kata sendiri, dan mereka berpendapat demikian berpegang kepada ucapan seorang penyair, Ru'bah ibnul Ajjaj, yaitu:


*لِلّٰهِ دَرُّ الْغَانِيَاتِ الْمُدَّهِ ... سَبَّحْنَ وَاسْتَرْجَعْنَ مِنْ تَاَلُّهِي*


#Hanya milik Allah-lah semua kebaikan yang dilahirkan oleh budak-budak perempuan penyanyi yang bersuara merdu itu, mereka bertasbih dan ber-istirja' karena menganggapkn sebagai dewa (penolong).#


Penyair menjelaskan bentuk masdar-nya yaitu ta'alluh, berasal dari fi'l aliha ya-lahu ilahah dan ta-alluhan. Sebagaimana pula yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa dia membaca firman-Nya dalam surat Al-A'raf [7:127] dengan bacaan seperti berikut:


*وَيَذَرَكَ وَيْلَهَتَكَ*


#Dan meninggalkanmu serta tidak menganggapmu sebagai tuhan lagi.#


Dikatakan demikian karena Fir'aun disembah, sedangkan dia sendiri tidak menyembah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan yang lainnya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa lafaz "Allah" mempunyai isytiqaq, berdalilkan firman-Nya:


*وَهُوَ اللّٰهُ فِى السَّمٰوٰتِ وَفِى الْاَرْضِ*


#Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi.#
(Al-An'am: [6:3])

Sebagaimana pula yang terdapat di dalam firman-Nya yang lain, yaitu:


*وَهُوَ الَّذِيْ فِى السَّمَاۤءِ اِلٰهٌ وَّفِى الْاَرْضِ*


#Dan Dialah Tuhan (Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi.#
(Az-Zukhruf, [43:84])

Imam Sibawaih menukil dari Imam Khalil bahwa asal lafaz "Allah" adalah illahun berwazan fi'alun, kemudian dimasukkan alif dan lam sebagai ganti hamzah hingga jadilah Allah. Imam Sibawaih mengatakan, perihalnya semisal dengan lafaz nasun, bentuk asalnya adalah unasun.

Menurut pendapat yang lain, asal lafaz "Allah" ialah lahun. kemudian masuklah alif dan lam untuk mengagungkan, hingga jadilah "Allah"; pendapat inilah yang dipilih oleh I
elisihkan dan dipertentangkan. Adapun orang-orang Arab ingkar terhadap nama Ar-Rahman karena kebodohan mereka terhadap Allah dan apa-apa yang diwajibkannya.

Selanjutnya Al-Qurtubi mengatakan bahwa menurut pendapat lain lafaz Ar-Rahmān dan Ar-Rahīm mempunyai makna yang sama; perihalnya sama dengan lafaz
#nadmana#
dan
#nadim#
, menurut Abu Ubaid.

Menurut pendapat yang lainnya lagi, sebuah isim yang ber-wazan fa'lana tidak sama dengan yang ber-wazan fa'ilun, karena wazan fa'-lana hanya dilakukan untuk tujuan mubalagah fi'il, yang dimaksud misalnya seperti ucapanmu
#rajulun gadhbanu#
ditujukan kepada seorang lelaki yang pemarah. Sedangkan wazan fa'ilun adakalanya menunjukkan makna fa'il dan adakalanya menunjukkan makna maf'ul.

Abu Ali Al-Farisi mengatakan bahwa Ar-Rahmān adalah isim yang mengandung makna umum dipakai untuk semua jenis rahmat yang khusus dimiliki oleh Allah SWT, sedangkan Ar-Rahīm hanya dikhususkan buat orang-orang mukmin saju, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:


*وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا*


#Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.#
(Al-Ahzab, [33:43])

Ibnu Abbas mengatakan bahwa keduanya merupakan isim yang menunjukkan makna lemah lembut, sedangkan salah satu di antaranya lebih lembut daripada yang lainnya, yakni lebih kuat makna rahmat-nya daripada yang lain.

Kemudian diriwayatkan dari Al-Khattabi dan lain-lainnya bahwa mereka merasa kesulitan dalam mengartikan sifat ini, dan mereka mengatakan barangkali makna yang dimaksud ialah lembut, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam sebuah hadis, yaitu:


*اِنَّ اللّٰهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الْاَمْرِ كُلِّهٖ وَاِنَّهٗ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ*


#Sesungguhnya Allah Mahalembut, Dia mencintai sikap lembut dalam semua perkara, dan Dia memberi kepada sikap yang lembut pahala yang tidak pernah Dia berikan kepada sikap yang kasar.#


Ibnul Mubarak mengatakan makna Ar-Rahmān ialah "bila diminta memberi", sedangkan makna Ar-Rahīm ialah "bila tidak diminta marah", sebagaimana pengertian dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui hadis Abu Saleh Al-Farisi Al-Khauzi, dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:


*مَنْ لَمْ يَسْاَلِ اللّٰهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ*


#Barang siapa yang tidak pernah meminta kepada Allah, niscaya Allah murka terhadapnya.#


Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Yahya At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Zufar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Azrami berkata sehubungan dengan makna ar-rahmānir rahīm, "Ar-Rahmān artinya Maha Pemurah kepada semua makhluk (baik yang kafir ataupun yang mukmin), sedangkan Ar-Rahīm Maha Penyayang kepada kaum mukmin."

Mereka (para ulama ahli tafsir) mengatakan, mengingat hal tersebut dinyatakan di dalam firman-Nya:


*ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِ اَلرَّحْمٰنُ*


#kemudian Dia ber-istiwa di atas Arasy, (Dia-lah) Yang Maha Pemurah.#
(Al-Furqan, [25:59])

Di dalam firman lainnya disebutkan pula:


*اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى*


#Tuhan Yang Maha Pemurah bersemayam di atas 'Arsy.#
(Thaha, [20:5])

Allah menyebut nama Ar-Rahmān untuk diri-Nya dalam peristiwa ini agar semua makhluk memperoleh kemurahan rahmat-Nya. Dalam ayat lain Allah SWT telah berfirman:


*وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا*


#Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.#
(Al-Ahzab, [33:43])

Maka Dia mengkhususkan nama Ar-Rahīm untuk mereka. Mereka mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa lafaz
#ar-rahmān#
mempunyai pengertian mubalagah dalam kasih sayang, mengingat kasih sayang bersifat umum (baik di dunia maupun di akhirat) bagi semua makhluk-Nya. Sedangkan lafaz
#ar-rahīm#
dikhususkan bagi hamba-Nya yang beriman. Akan tetapi, memang di dalam sebuah doa yang ma'sur disebut "Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, Yang Maha Penyayang di dunia dan di akhirat".

Nama Ar-Rahmān hanya khusus bagi Allah SWT semata, tiada selain-Nya yang berhak menyanda
ng nama ini, sebagaimana dinyatakan di dalam firman-Nya:


*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*


#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahmān. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])

Dalam ayat lainnya lagi Allah SWT telah berfirman:


*وَسْـَٔلْ مَنْ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُّسُلِنَآ اَجَعَلْنَا مِنْ دُوْنِ الرَّحْمٰنِ اٰلِهَةً يُّعْبَدُوْنَ*


#Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: "Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?"#
(Az-Zukhruf, [43:45])

Ketika Musailamah Al-Kazzab (si pendusta) melancarkan provokasinya, dia menamakan dirinya dengan julukan "Rahmanul Yamamah". Maka Allah mendustakannya dan membuatnya terkenal dengan julukan Al-Kazzab (si pendusta); tidak sekali-kali ia disebut melainkan dengan panggilan Musailamah Al-Kazzab, sehingga dia dijadikan sebagai peribahasa dalam hal kedustaan di kalangan penduduk perkotaan dan penduduk perkampungan serta kalangan orang-orang Badui yang bertempat tinggal di Padang Sahara.

Sebagian ulama menduga bahwa lafaz
#ar-rahīm#
lebih balig dari-pada lafaz
#ar-rahmān#
, karena lafaz
#ar-rahīm#
dipakai sebagai kata penguat sifat, sedangkan suatu lafaz yang berfungsi sebagai taukid (penguat) tiada lain kecuali lafaz yang bermakna lebih kuat daripada lafaz yang dikukuhkan. Sebagai bantahannya dapat dikatakan bahwa dalam masalah ini subyeknya bukan termasuk ke dalam Bab "Taukid", melainkan Bab "Na'at" (Sifat); dan apa yang mereka sebutkan tentangnya tidak wajib diakui. Berdasarkan ketentuan ini, maka lafaz
#ar-rahmān#
tidak layak disandang selain Allah SWT Karena Dialah yang pertama kali menamakan diri-Nya Ar-Rahmān hingga selain-Nya tidak boleh menyandang sifat ini, sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam firman-Nya:


*قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى*


#Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai asma-ul husna (nama-nama yang terbaik).#
(Al-Isra, [17:110])

Sesungguhnya Musailamah Al-Kazzab dari Yamamah secara kurang ajar berani menamakan dirinya dengan sebutan "Ar-Rahmān" hanya karena dia sesat, dan tiada yang mau mengikutinya kecuali hanya orang-orang sesat seperti dia.

Adapun lafaz
#ar-rahīm#
, maka Allah SWT menyifati selain diri-Nya dengan sebutan ini, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:


*لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ*


#Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.#
(At-Taubah, [9:128])

Sebagaimana Dia pun menyifatkan selain-Nya dengan sebagian dari asma-asma-Nya. seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:


*اِنَّا خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ مِنْ نُّطْفَةٍ اَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيْهِ فَجَعَلْنٰهُ سَمِيْعًا بَصِيْرًا*


#Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.#
(Al-Insan, [76:2])

Dapat disimpulkan bahwa sebagian dari asma-asma Allah ada yang dapat disandang oleh selain-Nya dan ada yang tidak boleh dijadikan nama selain-Nya, seperti lafaz Allah, Ar-Rahmān, Ar-Raziq, dan Al-Khāliq serta lain-lainnya yang sejenis. Karena itulah dimulai dengan sebutan nama Allah, kemudian disifati dengan ar-rahman karena lafaz ini lebih khusus dan lebih makrifat daripada lafaz
#ar-rahīm#
. Karena penyebutan nama pertama harus dilakukan dengan nama paling mulia, maka dalam urutannya diprioritaskan yang lebih khusus.

Jika ditanyakan, "Bila lafaz ar-rahmān lebih kuat mubalagah-nya, mengapa lafaz
#ar-rahīm#
juga disebut, padahal sudah