SunnahEduOfficial
665 subscribers
189 photos
54 files
211 links
Web: sunnahedu(dot)com
| Jalan Para Perindu Akhirat
Download Telegram
SYARAH BIDAYATUL ABID (1): MUKADIMAH
#fikih_hambali

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

الحَمْدُ للَّهِ الذي فَقَّه في دينهِ مَنْ شَاءَ مِنَ العِبَادِ، وَوَفَّقَ أَهَلَ طَاعَتِهِ لِلْعِبَادَةِ والسَّدَادِ، والصَّلاَةُ والسلامُ على سيِّدنا مُحمدٍ الهَادِي إِلى طريقِ الرَّشَادِ، وعَلَى آله وأصحابهِ السَّادَةِ القَادَةِ الأَمْجَادِ، وعَلَى تَابِعيهم بإِحسانٍ صَلاَةً دَائِمَةً مُتَّصِلَة إِلى يَومِ المَعَادِ

أَمَّا بَعْد

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pemahaman agama-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan telah memberikan taufik bagi orang yang menaati-Nya untuk beribadah dan berada diatas kebenaran. Shalawat serta salam atas Baginda Muhammad ﷺ sebagai manusia yang memberikan petunjuk menuju jalan kebenaran, kepada keluarganya, kepada para shabatnya yang mulia, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik – dengan shalawat yang tidak pernah putus sampai hari kiamat.

Amma ba’du:

SYARAH

Pembahasan fikih itu mencakup empat hal yakni ibadah, jual beli, rumah tangga, dan jinayat.

Ibadah terdiri atas thaharah, shalat, zakat, puasa, manasik, dan jihad.

Jual beli maksudnya muamalah dalam perkara harta terdiri atas jual beli, riba, gadai, syirkah, dan sebagainya.

Rumah tangga terdiri atas nikah, talak, li’an, persusuan, dan sebagainya.

Jinayat terdiri atas tindak pidana, hudud, peradilan, dan sebagainya.

Nah, kitab yang kita bahas ini hanya membahas poin yang pertama saja yakni ibadah. Dan ini pun disajikan secara ringkas. Harapannya agar para pemula dapat memahami perkara ini dan mengamalkan isinya. Oleh karena itu, dalam menjelaskan kitab ini, kami akan menyajikannya secara ringkas saja tidak panjang lebar. Karena ini sebagai pengantar untuk mengetahui fikih ibadah dalam mazhab Hanbali.

Penulis memulai dengan basmallah karena meneladani apa yang ada di Al-Quran yang mulia, yakni Al-Quran diawali dengan basmallah, dan mengamalkan hadits,

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَقْطَعُ

“Setiap perkara yang tidak dimulai dengan bismillaahirrahmaanirrahiim, maka terputus.” (HR Ibnu Hibban dari dua jalan periwayatan. Ibnu Ash-Shalah berkata, hadits hasan)

Kemudian beliau memuji Allah dan menyanjungkan shalawat dan salam atas rasul-Nya yang mulia, pun kepada keluarga, para sahabat beliau, dan kepada orang-orang yang mengikuti mereka.

Read More https://sunnahedu.com/2020/06/23/syarah-bidayatul-abid-1-mukadimah/

Dinginnya Merbabu, 2 Dzulqa’dah 1441

Al-Faqir Abu ‘Aashim asy-Syibindunji

📚 Referensi:

Bidaayatul ‘Aabid wa Kifaayatuz Zaahid. Al-‘Allamah Al-Faqih Abdurrahman al-Ba’li al-Hanbali. Penerbit Darul Basyar al-Islamiyyah, Beirut.
Rezeki ...

Imam Al Muzani rahimahullah berkata,

وَالخَلْقُ مَيِّتُوْنَ بِآجاَلِهِمْ عِنْدَ نَفَادِ أَرْزَاقِهِمْ وَانْقِطَاعِ آثَارِهِمْ

“Makhluk itu akan mati dan punya ajal masing-masing. Bila ajal tiba berarti rezekinya telah habis dan amalannya telah berakhir.”

Kata Syekh Abdurrazzaq Al Badr hafizhahullah,

‘’Tidaklah seorang hamba itu meninggal dunia sampai tuntas semua rezekinya baik dari harta, anak, atau ilmunya. Tidak kurang dan tidak juga lebih.’’ (Ta’liqot ‘ala Syarhis Sunnah, hal. 100)

010142
Abahnya 'Aashim
Wudu ...

Fardu wudu ada enam:
1. Membasuh wajah, dan termasuk darinya adalah al madhmadhah (berkumur-kumur) dan al istinsyaaq (menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya).
2. Membasuh kedua tangan sampai siku.
3. Mengusap kepala seluruhnya beserta kedua telinga.
4. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
5. Tertib.
6. Berurutan. (Lihat Daliil Ath Thaalib, hal. 10 karya Al Allamah Mar'i al Karmi al Hanbali)

Pada fardu wudu di atas ada empat anggota badan yang dikhususkan yakni no 1 - 4. Apa hikmah dikhususkannya empat anggota badan tersebut?

Syekh Saleh al Fawzan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi hal. 25 - 26 beliau mengatakan:

"Hikmah -wallahu a'lam- dalam mengkhususkan empat anggota badan ini dalam wudu, karena yang paling cepat bergerak untuk melakukan dosa. Maka, dengan menyucikan lahirnya merupakan peringatan agar segera menyucikan batinnya.

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa seorang muslim itu setiap kali menyucikan salah satu anggota badan tersebut, dihilangkan darinya kesalahan yang menimpanya lantaran anggota badan tersebut. Semua kesalahannya akan keluar bersama air atau tetes terakhir dari air itu.

Kemudian, Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam membimbing kita setelah membasuh anggota-anggota tersebut kepada pembaharuan iman dengan dua kalimat syahadat, sebagai isyarat kepada penggabungan antara dua macam taharah yakni lahir dan batin.

Lahir adalah disucikan dengan air yang tata caranya telah diterangkan oleh Allah Ta'ala dalam Kitab-Nya.

Batin adalah dengan dua kalimat syahadat yang mampu menyucikan orang dari kesyirikan.

Di akhir ayat wudu, Allah Ta'ala berfirman,

مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

" ... Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." (QS Al Maidah: 6)

Demikianlah -wahai muslim- Allah Ta'ala mensyariatkan wudu kepadamu untuk membersihkan semua kesalahanmu, dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu.

Renungkanlah pembukaan ayat wudu yang menggunakan panggilan mulia,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟

"Wahai orang-orang yang beriman ..."

Allah Ta'ala mengarahkan firman-Nya kepada orang-orang yang memiliki sifat beriman. Karena sesungguhnya hanya merekalah yang siap menyimak perintah-perintah Allah dan mengambil manfaat darinya. Oleh karena itu, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Tidak ada orang yang selalu memelihara wudu, kecuali seorang mukmin." (HR Ibnu Hibban (1037), Ahmad (5/282), Ibnu Majah (278), disahihkan matannya oleh Adz Dzahabi dalam Al Miizaan (6/560))."

020142
Abahnya 'Aashim
Al-'Allamah Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam risalahnya yang berjudul "Risalah At-Tabukiyyah" berkata,

" Adapun hakekat takwa adalah melakukan ketaatan kepada Allah dengan keimanan dan mengharap pahala, (dengan melaksanakan) perintah dan (menjauhi) larangan. Maka melakukan apa-apa yang Allah perintahkan dengan keimanan dan membenarkan janji-Nya, dan meninggalkan apa-apa yang Allah larang dengan keimanan dan rasa takut dari ancaman-Nya.

Sebagaimana Tholaq bin Habib berkata: 'Jika terjadi fitnah maka berlindunglah dengan ketakwaan.' Mereka bertanya: 'Apa itu takwa?' Dia berkata: 'Engkau melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah dengan mengharap pahala dari Allah. Dan engkau menjauhi kemaksiatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah karena engkau takut azab dari Allah.'" [Selesai]

Dikutip dari footnote Al-Washiyah Ash-Shugro karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal. 29. Penerbit Maktabah Darul Hamidhi, Riyadh.
Siapakah Pahlawan?

"Seorang pahlawan adalah sosok yang selalu berusaha untuk memberi dan bukan minta diberi; yang bersedekah dan bukan minta disedekahi."

Ibnul Jauzi al-Hambali dalam Shoidul Khothir hal. 39.
"Aku wasiatkan bagi kalian dan diriku agar bertakwa kepada Allah Yang Maha Agung agar senantiasa bersama dengan sunnah dan jama'ah.

Kalian telah mengetahui keadaan orang-orang yang menyelisihinya dan pahala yang akan datang bagi orang-orang yang mengikutinya.

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya seorang hamba benar-benar akan dimasukkan oleh Allah ke dalam surga dengan sunnah dan berpegang teguh dengannya.' (HR Ad-Daruquthni)"

Sumber:
Al-Madkhol ilaa Madzhab Al-Imam Ahmad ibn Hanbal. Karya Ibnu Badran ad-Dimasyqi al-Hambali.
Self reminder ...

"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang maka Dia akan membukakan untuknya pintu amalan dan menutup pintu perdebatan darinya. Dan jika Allah menghendaki keburukan bagi seseorang, maka Dia akan membukakan baginya pintu perdebatan dan menutup pintu amalan darinya." (Iqtidho-ul 'Ilmi, hal. 123)

"Jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum, Allah buka untuk mereka pintu perdebatan dan menghalangi mereka dari melakukan amalan." (Dzammul Kalam, hal. 916)

====
Tweet Syekh Dr. Muthlaq al Jasir, ulama dari Kuwait.

"Barangsiapa yang banyak berdebat, sedikit amalnya."
Memulaikan-Ilmu-Ustadz-Abdullah-Zaen.pdf
3.9 MB
Memulaikan-Ilmu-Ustadz-Abdullah-Zaen.pdf
Syarah Bidayatul Abid (2): Jenis-Jenis Air

oleh Abu 'Aashim asy Syibindunji

Berkata Al-‘Allamah Abdurrahman al-Ba’li al-Hanbali rahimahullah,

كتاب الطهارة
وهي ارتفاع الحَدَث وزَوَالُ الخَبَثِ
والمياه ثَلاَثَة
طَهورٌ، وطَاهِرٌ، ونَجِسٌ

Kitab Thoharoh

Yakni mengangkat hadats dan menghilangkan khobats.

Air terbagi menjadi:
- Air thohur
- Air thohir
- Air najis

SYARAH
(كتاب)
Kitaab maknanya adalah kumpulan masalah yang ditulis, jika berkaitan dengan thoharoh maka masalah tersebut segala hal yang berkaitan dengan bersuci.

(الطهارة)
At-Thoharoh makna secara bahasa adalah membersihkan dan mensucikan dari kotoran.

(وهي)
Yakni definisi thoharoh secara istilah.

(ارتفاع الحَدَث)
Mengangkat hadats. Hadats yakni suatu sifat yang ada di badan, yang dapat menghalangi dari melakukan shalat dan sejenisnya.

(وزَوَالُ الخَبَثِ)
Membersihkan khobats, yakni najis.

(والمياه ثَلاَثَة)
Dan jenis air itu ada tiga.

(طَهورٌ، وطَاهِرٌ، ونَجِسٌ)
Yakni air thohur, air thohir, dan air najis. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ

‘’ … dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengannya …’’ (QS Al-Anfal: 11)

Read More https://sunnahedu.com/2020/10/21/syarah-bidayatul-abid-2-jenis-jenis-air/
Syarah Bidayatul Abid (3): Penjelasan Jenis-Jenis Air

oleh Abu 'Aashim asy Syibindunji

Berkata Al-‘Allamah Abdurrahman al-Ba’li al-Hanbali rahimahullah,

فالطهورُ: هو الباقي على خِلْقتِهِ طَهُورٌ في نفسِهِ مُطهِّر لغيره، يَجُوزُ استعمالُهُ مطلقًا

Air thohur, yakni air yang sifatnya tetap sesuai asal penciptaannya. Air ini suci zatnya dan dapat menyucikan untuk selainnya. Boleh digunakan secara mutlak.

SYARAH

Jenis air yang pertama ialah air thohur

(هو)
Yakni definisi air thohur.

(الباقي على خِلْقتِهِ)
Air yang sifatnya tetap atas penciptaannya, yakni sesuai asal penciptaannya, baik ditinjau secara hakikat ataupun hukumnya. Ditinjau secara hakekatnya ialah seperti air hujan, es yang mencair, air embun, air sungai, air danau, air telaga, air laut, dan lainnya. Adapun yang dimaksud secara hukumnya ialah seperti air yang tercampur dengan benda suci yang tidak mendominasi kesucian air.

(طَهُورٌ في نفسِهِ مُطهِّر لغيره)
Air yang suci secara zatnya dan dapat menyucikan untuk selainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً لِّيُطَهِّرَكُم بِهِ

“… dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu …” (QS Al-Anfal: 11)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata, ‘Sesungguhnya kami telah berlayar di lautan, dan kami hanya membawa sedikit air. Jika kami gunakan air tersebut, maka kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu menggunakan air laut?’ lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Air laut itu, airnya suci menyucikan dan bangkai hewan laut, halal dimakan.’’’ (HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa`I, dan Ibnu Majah)

(يَجُوزُ استعمالُهُ مطلقًا)
Boleh digunakan secara mutlak, baik untuk mengangkat hadats ataupun untuk menghilangkan najis, dan selain keduanya.

Mu’allif berkata,

والطاهرُ: ما تَغَيَّرَ كثير من لَوْنِهِ أو طَعْمِهِ أَوْ ريحِهِ بِطَاهِرِ، وهو طَاهِر في نفسه غيرُ مطهِّرِ لِغَيْرِهِ، يَجوزُ استعمَالُهُ في غَيْرِ رَفْعِ حَدَثِ وزَوَالِ خَبَثِ

Air thohir ialah air yang sifatnya mengalami perubahan yang banyak dari warna, rasa, dan baunya. Air ini suci zatnya tetapi tidak dapat menyucikan untuk selainnya. Boleh digunakan untuk selain mengangkat hadats dan menghilangkan khabats.

Read More https://sunnahedu.com/2020/10/26/syarah-bidayatul-abid-3-penjelasan-jenis-jenis-air/
Hukuman Mati bagi Penghina Nabi

oleh Abu 'Aashim asy Syibindunji

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan kepada umat Islam untuk menaati, mencintai, mengagungkan, menghormati, menolong, meneladani, dan menjaga kedudukan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan Allah ‘Azza wa Jalla telah menetapkan syariat-Nya yang mulia bagi orang-orang yang menghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka menjaga kedudukan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan menegakkan hukuman yang pantas bagi mereka. Menghina Rasul-Nya merupakan suatu kekufuran yang nyata.

Berikut pernyataan para ulama terkati hukum syari bagi orang yang menghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Menghinanya Merupakan Kekafiran Zahir dan Batin

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

إن سب الله أو سب رسوله كفرٌ ظاهرًا و باطنًا، وسواءٌ كان السابُّ يعتقد أن ذلك محرم، أو كان مستحلاً له، أو كان ذاهلاً عن اعتقاده، هذا مذهب الفقهاء وسائر أهل السنة القائلين بأن الإيمان قول وعمل

“Sesungguhnya menghina Allah dan Rasul-Nya merupakan kekafiran zahir dan batin. Sama saja ketika menghinanya dia berkeyakinan hal itu haram atau menghalalkannya, atau dia lupa dari keyakinannya. Ini adalah madzhab fuqoha dan semua Ahlussunnah yang mengatakan bahwa iman itu perkataan (hati dan lisan, -pen) dan amalan (hati dan anggota tubuh, -pen).”

Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah berkata:

من سب الله أو سب رسوله فإنه يكفر، سواء استحل سبه أو لم يستحله

“Siapa saja yang menhina Allah dan Rasul-Nya maka dia telah kafir. Sama saja dia menghalalkan perbuatannya ataupun tidak.”

Read More https://sunnahedu.com/2020/10/27/hukuman-mati-bagi-penghina-nabi/
Pernyataan_dan_Himbauan_MUI_untuk_Memboikot_Semua_Produk_Perancis.pdf
593.5 KB
Pernyataan dan Himbauan MUI untuk Memboikot Semua Produk Perancis.pdf
Syarah Bidayatul Abid (4): Bejana

oleh Abu 'Aashim asy-Syibindunji

Berkata Al-‘Allamah Abdurrahman al-Ba’li al-Hanbali rahimahullah,

وكلُّ إِنَاءٍ طَاهِرٍ يُبَاحُ اتخاذُهُ واستعمَالُهُ غَيْرَ ذَهبٍ وفضةٍ

“Dan setiap bejana yang suci boleh dimanfaatkan dan digunakan selain emas dan perak.”

SYARAH

Hukum asal bejana itu suci, karena asal segala sesuatu itu semuanya suci. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu …” (QS Al-Baqarah: 29)

(وكلُّ إِنَاءٍ طَاهِرٍ)
Dan setiap bejana yang suci, seperti yang terbuat dari kayu, walaupun yang berharga seperti permata.

(يُبَاحُ اتخاذُهُ واستعمَالُهُ)
Boleh dimanfaatkan dan digunakan, tanpa makruh, karena hukum asal segala sesuatu itu halal, boleh dimanfaatkan dan digunakan.

(الاتخاذ  )
Maksudnya adalah mengambilnya semata-mata untuk sarana, meskipun tidak memanfaatkannya secara langsung.

(الاستعمال)
Maksudnya adalah menggunakannya dengan memanfaatkannya secara langsung.

(غَيْرَ) 
Selain, yakni adanya pengecualian.

(ذَهبٍ وفضةٍ)
Emas dan perak, maksudnya bejana yang terbuat dari emas dan perak, baik emas dan perak murni atau tidak. Haram menggunakannya. Ini yang pertama. Sebagaimana dalam hadits Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تشربوا في آنيةِ الذهبِ والفضةِ ولا تأكلوا في صحافِهما فإنها لهم في الدنيا ولكم في الآخرةِ

“Janganlah kalian minum menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kalian makan menggunakan piring yang terbuat dari keduanya, karena itu untuk mereka
(orang-orang kafir) di dunia dan untuk kalian kelak di akhirat.’” (HR Al-Bukhari dan Muslim)


Read More https://sunnahedu.com/2020/11/02/syarah-bidayatul-abid-4-bejana/
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:

"Jika Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- ditanya tentang jarh wa ta'dil, beliau menyebutkannya seperti membaca Al-Fatihah (hafal di luar kepala, -pen). Barangsiapa yang memperhatikan dalam kitab Al-'Ilal karya Abi Bakr al-Khalal -rahimahullah- maka dia akan mengetahuinya dan tidak ada seorang pun seperti ini dari para imam yang ada."

Sumber:
Al-Madkhal ila Madzhabi Al-Imam Ahmad bin Hanbal karya Ibnu Badran hal. 105.

===
Qultu:
Saya mah apa atuh dibandingkan beliau rahimahullah dan ulama lainnya, baik yang terdahulu, kemarin, kini, dan nanti.

Lihatlah kapasitas diri. Agar lebih banyak instrospeksi dan terus belajar. Jangan sibuk menilai si Fulan demikian, si Alan demikian. Padahal kapasitas kita gak pernah ada seujung kuku pun dari keilmuan yang mereka miliki.

Gambar cuma pemanis saja.
Terkadang Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu 'anhu diam (tidak memberikan sikap, -pen) dalam fatwa ketika ada dalil-dalil yang menurut beliau bertentangan, ada perselisihan para sahabat di dalamnya, dan tidak mengetahui atsarnya atau tidak ada perkataan salah seorang dari sahabat dan tabi'in.

Beliau tidak menyukai dan melarang seseorang berfatwa dengan perkara yang di dalamnya tidak ada atsar dari salaf. Sebagaimana disebutkan oleh sebagian sahabatnya, "Hati-hatilah kamu dari berbicara tentang suatu masalah yang tidak ada imam di dalamnya."

Sumber:
Al-Madkhal ila Madzhabi Al-Imam Ahmad bin Hanbal karya Ibnu Badran hal. 119.

===
Qultu:
Adapun netizen? Ah sudahlah.
Jika ingin menjadi seorang abid
Mulailah dengan Bidayatul Abid
Jangan lupa barengi dengan Akhshor Al-Mukhtashorot
Agar mantap meniti shirot

Daripada membicarakan aib
Sibukkanlah membaca Umdatuth Tholib
Lalu naik menelaah Daliluth Tholib
Agar fikih tidak raib

Agar paham permasalahan dengan pasti
Bukalah Zadul Mustaqni
Kan kau dapati banyak masalah inti
Yang bisa dicari penjelasannya di Roudhul Murbi

Itulah tahap awal
Dalam fikih Imam Al-Mubajjal
Abu Abdillah Ahmad bin Hambal

===
Dikasih judul apa ya "nazhom"nya?
Sebenarnya lagi iseng saja menunggu hujan reda.
SunnahEduOfficial
Jika ingin menjadi seorang abid Mulailah dengan Bidayatul Abid Jangan lupa barengi dengan Akhshor Al-Mukhtashorot Agar mantap meniti shirot Daripada membicarakan aib Sibukkanlah membaca Umdatuth Tholib Lalu naik menelaah Daliluth Tholib Agar fikih tidak raib…
Dapat balasan dri Abu Najla Fariz Zainal 👇👇

Bagi mencapai maksud seorang Abid
Ditekuni helai demi helai Bulugh Al Qasid

Hidup memburu cahaya menjauhi zulumat
Tenang jiwa hamba berteman Kashf Al Mukhaddarat

Dahulu lembar kini layarlah kawan karib
Petunjuk dipohon saat membuka Hidayat Al Raghib

Ilmu sebelum amal sandaran penuntut berpandukan dalil,
Teguh di atas sabil dihiasi mutiara Al Salsabil fi Sharh Al Dalil

Di timur dan barat manusia diasak pemodenan,
Berbekal Al Sharh Al Mumti' fiqih tak luput dimakan zaman

Di Syam, Mesir dan Hijaz fuqaha' menjelaskan isu dengan rinci,
Keringat dicurahkan ulama' di balik syuruhat dan hawasyi,

Berbahagialah mereka yang iltizam dan mujahadah,
Insaf, adil dan tekun dengan khazanah Hanabilah

Kepada Allah dipohon ikhlas dan istiqamah menempuh mehnah,
Di atas jalannya Ahmad bin Hanbal Imam Ahli Sunnah wal Jama'ah
أوَّلُ ما يُحاسَبُ بِهِ العبدُ الصلاةُ ، وأوَّلُ ما يُقْضَى بينَ الناسِ في الدماءِ

"Yang pertama kali dihisab (di akhirat) bagi seorang hamba ialah shalat dan yang pertama kali diadili antara manusia (di akhirat) ialah urusan darah." (Silsilah ash-Shahihah, Syekh Al-Albani)

Mengapa shalat dan darah?

Sebab shalat berkaitan dengan ibadah dan haknya Allah Ta'ala. Adapun darah (seperti pembunuhan dan melukai) berkaitan dengan haknya seseorang terhadap orang lain. Jadi, jangan bermain-main dengan urusan shalat dan jiwa orang.

Abahnya 'Aashim
👍1
Channel name was changed to «sunnahedu.com»