(Catatan 4) Membongkar Kesesatan Ahmad Ibn Taimiyah; Imam Wahabi
******************
Komentar Sebagian Ulama Ahlussunnah Tentang Ibnu Taimiyah
******************
Al Hafizh Ibnu Hajar (W. 852 H) menukil dalam kitab ad-Durar al Kaminah juz I, hal. 154-155 bahwa para ulama menyebut Ibnu Taimiyah dengan tiga sebutan: Mujassim, Zindiq, Munafiq .
Ibnu Hajar menyatakan; Ibnu Taimiyah menyalahkan sayyidina ‘Umar ibn al Khaththab –semoga Allah meridlainya-, dia menyatakan tentang sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq – semoga Allah meridlainya - bahwa beliau masuk Islam di saat tua renta dan tidak menyadari betul apa yang beliau katakan (layaknya seorang pikun). Sayyidina Utsman ibn ‘Affan –semoga Allah meridlainya- , -masih kata Ibnu Taimiyah- mencintai dan gandrung harta dunia dan sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib –semoga Allah meridlainya- , -menurutnya- salah dan menyalahi nash al Qur’an dalam 17 permasalahan, 'Ali menurut Ibnu Taimiyah tidak pernah mendapat pertolongan dari Allah ke manapun beliau pergi, dia sangat gandrung dan haus kekuasaan dan dia masuk Islam di waktu kecil padahal anak kecil itu Islamnya tidak sah.
Ibnu Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam karyanya
Hasyiyah al Idlah fi Manasik al Hajj Wa al 'Umrah li an-Nawawi, hal. 214 menyatakan tentang pendapat Ibnu Taimiyah yang mengingkari kesunnahan safar (perjalanan) untuk ziarah ke makam Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam:
ﻭَﻻَ ﻳُﻐْـﺘَﺮُّ ﺑِﺈِﻧْﻜَﺎﺭِ ﺍﺑْﻦِ ﺗَﻴْﻤِﻴَﺔَ ﻟِﺴَﻦِّ ﺯِﻳَﺎﺭَﺗِﻪِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻋَﺒْﺪٌ ﺃَﺿَﻠَّﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻛَﻤَﺎ ﻗَﺎﻟَﻪُ ﺍﻟﻌِﺰُّ ﺍﺑْﻦُ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔَ، ﻭَﺃَﻃَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﻘِﻲُّ ﺍﻟﺴُّﺒْﻜِﻲُّ ﻓِﻲ ﺗَﺼْﻨِﻴْﻒٍ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻞٍّ، ﻭَﻭُﻗُﻮْﻋُﻪُ ﻓِﻲ ﺣَﻖِّ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍلله ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﻌَﺠَﺐٍ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻭَﻗَﻊَ ﻓِﻲ ﺣَﻖِّ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮْﻥَ ﻭَﺍﻟْﺠَﺎﺣِﺪُﻭْﻥَ ﻋُﻠُﻮًّﺍ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ، ﻓَﻨَﺴَﺐَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟﻌَﻈَﺎﺋِﻢَ ﻛَﻘَﻮْﻟِﻪِ ﺇِﻥَّ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺟِﻬَﺔً ﻭَﻳَﺪًﺍ ﻭَﺭِﺟْﻼً ﻭَﻋَﻴْﻨًﺎ ﻭَﻏَﻴْﺮَ ﺫﻟِﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘَﺒَﺎﺋِﺢِ ﺍﻟﺸَّﻨِﻴْﻌَﺔِ، ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﻛَﻔَّﺮَﻩُ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ، ﻋَﺎﻣَﻠَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﻌَﺪْﻟِﻪِ ﻭَﺧَﺬَﻝَ ﻣُﺘَّﺒِﻌِﻴْﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻧَﺼَﺮُﻭْﺍ ﻣَﺎ ﺍﻓْﺘَﺮَﺍﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻌَﺔِ ﺍﻟﻐَﺮَّﺍﺀِ .
"Janganlah tertipu dengan pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah, karena sesungguhnya ia adalah seorang hamba yang disesatkan oleh Allah seperti dikatakan oleh al ‘Izz ibn Jama’ah. At-Taqiyy as-Subki dengan panjang lebar juga telah membantahnya dalam sebuah tulisan tersendiri. Perkataan Ibnu Taimiyah yang berisi celaan dan penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad ini tidaklah aneh karena dia bahkan telah mencaci Allah, Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang kafir dan atheis. Ibnu Taimiyah menisbatkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah, ia menyatakan Allah memiliki arah, yad, rijl, ‘ayn (dengan makna anggota badan) dan hal-hal buruk yang lain. Karenanya, Ibnu Taimiyah telah dikafirkan oleh banyak para ulama, semoga Allah memperlakukannya dengan keadilan-Nya dan tidak menolong pengikutnya yang mendukung dusta-dusta yang dilakukannya terhadap Syari’at Allah yang mulia ini.”
******************
Catatan masih panjang, buka link berikut https://mobile.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-4-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609986269018286?_rdc=1&_rdr
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
******************
Komentar Sebagian Ulama Ahlussunnah Tentang Ibnu Taimiyah
******************
Al Hafizh Ibnu Hajar (W. 852 H) menukil dalam kitab ad-Durar al Kaminah juz I, hal. 154-155 bahwa para ulama menyebut Ibnu Taimiyah dengan tiga sebutan: Mujassim, Zindiq, Munafiq .
Ibnu Hajar menyatakan; Ibnu Taimiyah menyalahkan sayyidina ‘Umar ibn al Khaththab –semoga Allah meridlainya-, dia menyatakan tentang sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq – semoga Allah meridlainya - bahwa beliau masuk Islam di saat tua renta dan tidak menyadari betul apa yang beliau katakan (layaknya seorang pikun). Sayyidina Utsman ibn ‘Affan –semoga Allah meridlainya- , -masih kata Ibnu Taimiyah- mencintai dan gandrung harta dunia dan sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib –semoga Allah meridlainya- , -menurutnya- salah dan menyalahi nash al Qur’an dalam 17 permasalahan, 'Ali menurut Ibnu Taimiyah tidak pernah mendapat pertolongan dari Allah ke manapun beliau pergi, dia sangat gandrung dan haus kekuasaan dan dia masuk Islam di waktu kecil padahal anak kecil itu Islamnya tidak sah.
Ibnu Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam karyanya
Hasyiyah al Idlah fi Manasik al Hajj Wa al 'Umrah li an-Nawawi, hal. 214 menyatakan tentang pendapat Ibnu Taimiyah yang mengingkari kesunnahan safar (perjalanan) untuk ziarah ke makam Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam:
ﻭَﻻَ ﻳُﻐْـﺘَﺮُّ ﺑِﺈِﻧْﻜَﺎﺭِ ﺍﺑْﻦِ ﺗَﻴْﻤِﻴَﺔَ ﻟِﺴَﻦِّ ﺯِﻳَﺎﺭَﺗِﻪِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻋَﺒْﺪٌ ﺃَﺿَﻠَّﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﻛَﻤَﺎ ﻗَﺎﻟَﻪُ ﺍﻟﻌِﺰُّ ﺍﺑْﻦُ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔَ، ﻭَﺃَﻃَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺩِّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺘَّﻘِﻲُّ ﺍﻟﺴُّﺒْﻜِﻲُّ ﻓِﻲ ﺗَﺼْﻨِﻴْﻒٍ ﻣُﺴْﺘَﻘِﻞٍّ، ﻭَﻭُﻗُﻮْﻋُﻪُ ﻓِﻲ ﺣَﻖِّ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍلله ﻟَﻴْﺲَ ﺑِﻌَﺠَﺐٍ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻭَﻗَﻊَ ﻓِﻲ ﺣَﻖِّ ﺍﻟﻠﻪِ، ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻪُ ﻭَﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻋَﻤَّﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮْﻥَ ﻭَﺍﻟْﺠَﺎﺣِﺪُﻭْﻥَ ﻋُﻠُﻮًّﺍ ﻛَﺒِﻴْﺮًﺍ، ﻓَﻨَﺴَﺐَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺍﻟﻌَﻈَﺎﺋِﻢَ ﻛَﻘَﻮْﻟِﻪِ ﺇِﻥَّ ﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺟِﻬَﺔً ﻭَﻳَﺪًﺍ ﻭَﺭِﺟْﻼً ﻭَﻋَﻴْﻨًﺎ ﻭَﻏَﻴْﺮَ ﺫﻟِﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻘَﺒَﺎﺋِﺢِ ﺍﻟﺸَّﻨِﻴْﻌَﺔِ، ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﻛَﻔَّﺮَﻩُ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ، ﻋَﺎﻣَﻠَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺑِﻌَﺪْﻟِﻪِ ﻭَﺧَﺬَﻝَ ﻣُﺘَّﺒِﻌِﻴْﻪِ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻧَﺼَﺮُﻭْﺍ ﻣَﺎ ﺍﻓْﺘَﺮَﺍﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻌَﺔِ ﺍﻟﻐَﺮَّﺍﺀِ .
"Janganlah tertipu dengan pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah, karena sesungguhnya ia adalah seorang hamba yang disesatkan oleh Allah seperti dikatakan oleh al ‘Izz ibn Jama’ah. At-Taqiyy as-Subki dengan panjang lebar juga telah membantahnya dalam sebuah tulisan tersendiri. Perkataan Ibnu Taimiyah yang berisi celaan dan penghinaan terhadap Rasulullah Muhammad ini tidaklah aneh karena dia bahkan telah mencaci Allah, Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang kafir dan atheis. Ibnu Taimiyah menisbatkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah, ia menyatakan Allah memiliki arah, yad, rijl, ‘ayn (dengan makna anggota badan) dan hal-hal buruk yang lain. Karenanya, Ibnu Taimiyah telah dikafirkan oleh banyak para ulama, semoga Allah memperlakukannya dengan keadilan-Nya dan tidak menolong pengikutnya yang mendukung dusta-dusta yang dilakukannya terhadap Syari’at Allah yang mulia ini.”
******************
Catatan masih panjang, buka link berikut https://mobile.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-4-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609986269018286?_rdc=1&_rdr
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
(Catatan 5) Membongkar Kesesatan Ahmad Ibn Taimiyah; Imam Wahabi
******************
Para Ulama, Ahli Fiqh Dan Para Qadli Yang Mendebat Atau Membantah Ibnu Taimiyah
******************
Berikut adalah nama-nama para ulama yang semasa dengan Ibnu Taimiyah (W. 728 H) dan berdebat dengannya atau yang hidup setelahnya dan membantah serta menyerang pendapat-pendapatnya. Mereka adalah para ulama dari empat madzhab; Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali:
Al Qadli al Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama’ah asy-Syafi’i (W. 733 H).
Al Qadli Muhammad ibn al Hariri al Anshari al Hanafi.
Al Qadli Muhammad ibn Abu Bakr al Maliki
Al Qadli Ahmad ibn ‘Umar al Maqdisi al Hanbali. Dengan fatwa empat Qadli (hakim) dari empat madzhab ini, Ibnu Taimiyah dipenjara pada tahun 726 H. Peristiwa ini diuraikan dalam ‘Uyun at-Tawarikh karya Ibnu Syakir al Kutubi, Najm al Muhtadi wa Rajm al Mu’tadi karya Ibn al Mu’allim al Qurasyi.
Syekh Shalih ibn Abdillah al Batha-ihi, pimpinan para ulama di Munaybi’ ar-Rifa’i, kemudian menetap di Damaskus dan wafat tahun 707 H. Beliau adalah salah seorang yang menolak pendapat Ibnu Taimiyah dan membantahnya seperti dijelaskan oleh Ahmad al-Witri dalam karyanya Raudlah an-Nazhirin wa Khulashah Manaqib ash-Shalihin.
Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani juga menuturkan biografi Syekh Shalih ini dalam ad-Durar al Kaminah.
Syekh Kamaluddin Muhammad ibn Abu al Hasan Ali as-Siraj ar-Rifa’i al Qurasyi dalam Tuffah al Arwah Wa Fattah al Arbah. Beliau ini semasa dengan Ibnu Taimiyah.
Qadli al Qudlah (Hakim Agung) di Mesir; Ahmad ibn Ibrahim as-Surruji al Hanafi (W. 710 H) dalam I’tiraadlat ‘Ala Ibn Taimiyah fi ‘Ilm al Kalam.
******************
Catatan masih sangat panjang, silahkan buka link berikut https://mobile.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-5-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609987102351536?_rdc=1&_rdr
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
******************
Para Ulama, Ahli Fiqh Dan Para Qadli Yang Mendebat Atau Membantah Ibnu Taimiyah
******************
Berikut adalah nama-nama para ulama yang semasa dengan Ibnu Taimiyah (W. 728 H) dan berdebat dengannya atau yang hidup setelahnya dan membantah serta menyerang pendapat-pendapatnya. Mereka adalah para ulama dari empat madzhab; Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali:
Al Qadli al Mufassir Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Jama’ah asy-Syafi’i (W. 733 H).
Al Qadli Muhammad ibn al Hariri al Anshari al Hanafi.
Al Qadli Muhammad ibn Abu Bakr al Maliki
Al Qadli Ahmad ibn ‘Umar al Maqdisi al Hanbali. Dengan fatwa empat Qadli (hakim) dari empat madzhab ini, Ibnu Taimiyah dipenjara pada tahun 726 H. Peristiwa ini diuraikan dalam ‘Uyun at-Tawarikh karya Ibnu Syakir al Kutubi, Najm al Muhtadi wa Rajm al Mu’tadi karya Ibn al Mu’allim al Qurasyi.
Syekh Shalih ibn Abdillah al Batha-ihi, pimpinan para ulama di Munaybi’ ar-Rifa’i, kemudian menetap di Damaskus dan wafat tahun 707 H. Beliau adalah salah seorang yang menolak pendapat Ibnu Taimiyah dan membantahnya seperti dijelaskan oleh Ahmad al-Witri dalam karyanya Raudlah an-Nazhirin wa Khulashah Manaqib ash-Shalihin.
Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani juga menuturkan biografi Syekh Shalih ini dalam ad-Durar al Kaminah.
Syekh Kamaluddin Muhammad ibn Abu al Hasan Ali as-Siraj ar-Rifa’i al Qurasyi dalam Tuffah al Arwah Wa Fattah al Arbah. Beliau ini semasa dengan Ibnu Taimiyah.
Qadli al Qudlah (Hakim Agung) di Mesir; Ahmad ibn Ibrahim as-Surruji al Hanafi (W. 710 H) dalam I’tiraadlat ‘Ala Ibn Taimiyah fi ‘Ilm al Kalam.
******************
Catatan masih sangat panjang, silahkan buka link berikut https://mobile.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-5-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609987102351536?_rdc=1&_rdr
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
(Catatan 6) Membongkar Kesesatan Ahmad Ibn Taimiyah; Imam Wahabi
******************
Beberapa Penyimpangan Ibnu Taimiyah (Tokoh Panutan Wahhabi)
******************
Berikut ini beberapa penyimpangan Ibnu Taimiyah dalam bidang akidah dan lainnya, di antaranya adalah:
Ibnu Taimiyah meyakini jenis alam adalah azali seperti halnya Allah azali.
( Muwafaqah Sharih al Ma’qul Li Shahih al Manqul 1/64, 1/245, 2/75, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/109, 224, Naqd Mara-tib al Ijma’ 168,
Syarh Hadits ‘Imran bin Hushain 193, Majmu’ al Fatawa 18/239, Syarh Hadits an-Nuzul 161, al Fataawa 6/300, Majmu’ah Tafsir 12-13).
******************
Bantahan:
Az-Zarkasyi dalam Tasynif al Masa-mi’ menegaskan:
ﻭَﻫﺬَﺍ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢُ ﺑَﺠُﻤْﻠَﺘِﻪِ ﻋُﻠْﻮِﻳُّﻪُ ﻭَﺳُﻔْﻠِﻴُّﻪُ ﺟَﻮَﺍﻫِﺮُﻩُ ﻭَﺃَﻋْﺮَﺍﺿُﻪُ ﻣُﺤْﺪَﺙٌ ﺃَﻱْ ﺑِﻤَﺎﺩَّﺗِﻪِ ﻭَﺻُﻮْﺭَﺗِﻪِ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﺪَﻣًﺎ ﻓَﺼَﺎﺭَ ﻣَﻮْﺟُﻮْﺩًﺍ، ﻭَﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺇِﺟْﻤَﺎﻉُ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤِﻠَﻞِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻒْ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻔَﻼَﺳِﻔَﺔُ ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺍﻟﻔَﺎﺭَﺍﺑِﻲْ ﻭَﺍﺑْﻦُ ﺳِـﻴْﻨَﺎ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﺇِﻧَّﻪُ ﻗَﺪِﻳْﻢٌ ﺑِﻤَﺎﺩَّﺗِﻪِ ﻭَﺻُﻮْﺭَﺗِﻪِ، ﻭَﻗِﻴْﻞَ ﻗَﺪِﻳْﻢُ ﺍﻟْﻤَﺎﺩَّﺓِ ﻣُﺤْﺪَﺙُ ﺍﻟﺼُّﻮْﺭَﺓِ، ﻭَﺣَﻜَﻰ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﻄَﺎﻟِﺐِ ﻗَﻮْﻻً ﺭَﺍﺑِﻌًﺎ ﺑِﺎﻟﻮَﻗْﻒِ ﻭَﻋَﺪَﻡِ ﺍﻟﻘَﻄْﻊِ ﻭَﻋَﺰَﺍﻩُ ﻟِﺠَﺎﻟِﻴْﻨُﻮْﺱ " ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : " ﻭَﻛُﻞُّ ﻫﺬِﻩِ ﺍﻷَﻗْﻮَﺍﻝِ ﺑَﺎﻃِﻠَﺔٌ، ﻭَﻗَﺪْ ﺿَﻠَّﻠَﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻭَﻛَﻔَّﺮُﻭْﻫُﻢْ ﻭَﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻣَﻦْ ﺯَﻋَﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺪِﻳْﻢٌ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ ﻋَﻦْ ﻛَﻮْﻧِﻪِ ﻣَﺨْﻠُﻮْﻗًﺎ ﻟﻠﻪِ .
“ Dan alam ini seluruhnya; alam atas, alam bawah, jawahir dan ‘aradlnya adalah baharu (makhluk), yakni jenis dan masing-masing individunya, semuanya tadinya tidak ada kemudian ada, hal ini disepakati semua agama dan tidak ada yang menyalahinya kecuali para filsuf, yang di antara mereka adalah al Farabi dan Ibnu Sina, mereka mengatakan alam itu qadim (ada tanpa permulaan) dengan jenis dan masing-masing individunya, ada juga yang mengatakan: jenisnya qadim dan masing-masing individunya baharu. Dalam al Mathalib ar-Razi menceritakan pendapat ke empat, yaitu tawaqquf dan tidak memastikan alam baharu atau qadim, pendapat ini dinisbatkan oleh ar-Razi kepada Galinous ”, kemudian az-Zarkasyi menegaskan: “ Pendapat-pendapat ini semuanya batil, dan ummat Islam telah menyesatkan dan mengkafirkan mereka dalam masalah ini, ummat Islam menyatakan: barang siapa mengatakan bahwa alam itu qadim maka ia telah mengeluarkan alam dari status diciptakan (makhluk) oleh Allah .”
Al Qadli ‘Iyadl dalam asy-Syifa menyatakan:
ﻭَﻛَﺬﻟِﻚَ ﻧَﻘْﻄَﻊُ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻔْﺮِ ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺑِﻘِﺪَﻡِ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢِ ﺃَﻭْ ﺑَﻘَﺎﺋِﻪِ ﺃَﻭْ ﺷَﻚَّ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺬْﻫَﺐِ ﺑَﻌْﺾِ ﺍﻟﻔَﻼَﺳِﻔَﺔِ ﻭَﺍﻟﺪَّﻫْﺮِﻳَّﺔِ .
“Demikian pula kita memastikan kekafiran orang yang meyakini keqadiman alam dan kekalnya alam atau ragu dalam masalah ini seperti aliran sebagian para filsuf dan golongan Dahriyyah .”
Al Imam as-Subki menegaskan:
ﺍﻋْﻠَﻢْ ﺃَﻥَّ ﺣُﻜْﻢَ ﺍﻟْﺠَﻮَﺍﻫِﺮِ ﻭَﺍﻷَﻋْﺮَﺍﺽِ ﻛُﻠِّﻬَﺎ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙُ، ﻓَﺈِﺫًﺍ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢُ ﻛُﻠُّﻪُ ﺣَﺎﺩِﺙٌ، ﻭَﻋَﻠَﻰ ﻫﺬَﺍ ﺇِﺟْﻤَﺎﻉُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺑَﻞْ ﻭَﻛُﻞِّ ﺍﻟْﻤِﻠَﻞِ، ﻭَﻣَﻦْ ﺧَﺎﻟَﻒَ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﻛَﺎﻓِﺮٌ ﻟِﻤُﺨَﺎﻟَﻔَﺔِ ﺍﻹِﺟْﻤَﺎﻉِ ﺍﻟﻘَﻄْﻌِﻲِّ .
“Ketahuilah bahwa hukum Jawahir dan A’radl semuanya adalah huduts, jadi alam seluruhnya baharu, hal ini disepakati (ijma’) oleh ummat Islam bahkan semua agama, barang siapa menyalahi dalam masalah ini maka dia telah kafir karena menyalahi ijma’ yang qath’i .”
Hal yang sama ditegaskan oleh al Hafizh Ibn Daqiq al ‘Id, al Hafizh Zaynuddin al ‘Iraqi, al Hafizh Ibnu Hajar dan lainnya.[1]
Al Hafizh az-Zabidi dalam Syarh al Ihya’ menegaskan:
ﻭَﻣِﻦْ ﺫﻟِﻚَ ﻗَﻮْﻟُﻬُﻢْ ﺑِﻘِﺪَﻡِ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢِ ﻭَﺃَﺯَﻟِﻴَّـﺘِﻪِ، ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺬْﻫَﺐْ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺇِﻟَﻰ ﺷَﻰْﺀٍ ﻣِﻦْ ﺫﻟِﻚَ .
“Di antaranya adalah pendapat para filsuf bahwa alam qadim dan azali, karena sama sekali tidak ada seorang-pun dari ummat Islam yang mengikuti pendapat tersebut”.
******************
Catatan masih panjang, buka link berikut https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-6-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609991869017726
******************
on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
******************
Beberapa Penyimpangan Ibnu Taimiyah (Tokoh Panutan Wahhabi)
******************
Berikut ini beberapa penyimpangan Ibnu Taimiyah dalam bidang akidah dan lainnya, di antaranya adalah:
Ibnu Taimiyah meyakini jenis alam adalah azali seperti halnya Allah azali.
( Muwafaqah Sharih al Ma’qul Li Shahih al Manqul 1/64, 1/245, 2/75, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/109, 224, Naqd Mara-tib al Ijma’ 168,
Syarh Hadits ‘Imran bin Hushain 193, Majmu’ al Fatawa 18/239, Syarh Hadits an-Nuzul 161, al Fataawa 6/300, Majmu’ah Tafsir 12-13).
******************
Bantahan:
Az-Zarkasyi dalam Tasynif al Masa-mi’ menegaskan:
ﻭَﻫﺬَﺍ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢُ ﺑَﺠُﻤْﻠَﺘِﻪِ ﻋُﻠْﻮِﻳُّﻪُ ﻭَﺳُﻔْﻠِﻴُّﻪُ ﺟَﻮَﺍﻫِﺮُﻩُ ﻭَﺃَﻋْﺮَﺍﺿُﻪُ ﻣُﺤْﺪَﺙٌ ﺃَﻱْ ﺑِﻤَﺎﺩَّﺗِﻪِ ﻭَﺻُﻮْﺭَﺗِﻪِ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﺪَﻣًﺎ ﻓَﺼَﺎﺭَ ﻣَﻮْﺟُﻮْﺩًﺍ، ﻭَﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺇِﺟْﻤَﺎﻉُ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤِﻠَﻞِ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻒْ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻔَﻼَﺳِﻔَﺔُ ﻭَﻣِﻨْﻬُﻢْ ﺍﻟﻔَﺎﺭَﺍﺑِﻲْ ﻭَﺍﺑْﻦُ ﺳِـﻴْﻨَﺎ ﻗَﺎﻟُﻮْﺍ ﺇِﻧَّﻪُ ﻗَﺪِﻳْﻢٌ ﺑِﻤَﺎﺩَّﺗِﻪِ ﻭَﺻُﻮْﺭَﺗِﻪِ، ﻭَﻗِﻴْﻞَ ﻗَﺪِﻳْﻢُ ﺍﻟْﻤَﺎﺩَّﺓِ ﻣُﺤْﺪَﺙُ ﺍﻟﺼُّﻮْﺭَﺓِ، ﻭَﺣَﻜَﻰ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﻄَﺎﻟِﺐِ ﻗَﻮْﻻً ﺭَﺍﺑِﻌًﺎ ﺑِﺎﻟﻮَﻗْﻒِ ﻭَﻋَﺪَﻡِ ﺍﻟﻘَﻄْﻊِ ﻭَﻋَﺰَﺍﻩُ ﻟِﺠَﺎﻟِﻴْﻨُﻮْﺱ " ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ : " ﻭَﻛُﻞُّ ﻫﺬِﻩِ ﺍﻷَﻗْﻮَﺍﻝِ ﺑَﺎﻃِﻠَﺔٌ، ﻭَﻗَﺪْ ﺿَﻠَّﻠَﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮْﻥَ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻭَﻛَﻔَّﺮُﻭْﻫُﻢْ ﻭَﻗَﺎﻟُﻮْﺍ : ﻣَﻦْ ﺯَﻋَﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺪِﻳْﻢٌ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ ﻋَﻦْ ﻛَﻮْﻧِﻪِ ﻣَﺨْﻠُﻮْﻗًﺎ ﻟﻠﻪِ .
“ Dan alam ini seluruhnya; alam atas, alam bawah, jawahir dan ‘aradlnya adalah baharu (makhluk), yakni jenis dan masing-masing individunya, semuanya tadinya tidak ada kemudian ada, hal ini disepakati semua agama dan tidak ada yang menyalahinya kecuali para filsuf, yang di antara mereka adalah al Farabi dan Ibnu Sina, mereka mengatakan alam itu qadim (ada tanpa permulaan) dengan jenis dan masing-masing individunya, ada juga yang mengatakan: jenisnya qadim dan masing-masing individunya baharu. Dalam al Mathalib ar-Razi menceritakan pendapat ke empat, yaitu tawaqquf dan tidak memastikan alam baharu atau qadim, pendapat ini dinisbatkan oleh ar-Razi kepada Galinous ”, kemudian az-Zarkasyi menegaskan: “ Pendapat-pendapat ini semuanya batil, dan ummat Islam telah menyesatkan dan mengkafirkan mereka dalam masalah ini, ummat Islam menyatakan: barang siapa mengatakan bahwa alam itu qadim maka ia telah mengeluarkan alam dari status diciptakan (makhluk) oleh Allah .”
Al Qadli ‘Iyadl dalam asy-Syifa menyatakan:
ﻭَﻛَﺬﻟِﻚَ ﻧَﻘْﻄَﻊُ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻔْﺮِ ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺑِﻘِﺪَﻡِ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢِ ﺃَﻭْ ﺑَﻘَﺎﺋِﻪِ ﺃَﻭْ ﺷَﻚَّ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺬْﻫَﺐِ ﺑَﻌْﺾِ ﺍﻟﻔَﻼَﺳِﻔَﺔِ ﻭَﺍﻟﺪَّﻫْﺮِﻳَّﺔِ .
“Demikian pula kita memastikan kekafiran orang yang meyakini keqadiman alam dan kekalnya alam atau ragu dalam masalah ini seperti aliran sebagian para filsuf dan golongan Dahriyyah .”
Al Imam as-Subki menegaskan:
ﺍﻋْﻠَﻢْ ﺃَﻥَّ ﺣُﻜْﻢَ ﺍﻟْﺠَﻮَﺍﻫِﺮِ ﻭَﺍﻷَﻋْﺮَﺍﺽِ ﻛُﻠِّﻬَﺎ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙُ، ﻓَﺈِﺫًﺍ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢُ ﻛُﻠُّﻪُ ﺣَﺎﺩِﺙٌ، ﻭَﻋَﻠَﻰ ﻫﺬَﺍ ﺇِﺟْﻤَﺎﻉُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺑَﻞْ ﻭَﻛُﻞِّ ﺍﻟْﻤِﻠَﻞِ، ﻭَﻣَﻦْ ﺧَﺎﻟَﻒَ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﻛَﺎﻓِﺮٌ ﻟِﻤُﺨَﺎﻟَﻔَﺔِ ﺍﻹِﺟْﻤَﺎﻉِ ﺍﻟﻘَﻄْﻌِﻲِّ .
“Ketahuilah bahwa hukum Jawahir dan A’radl semuanya adalah huduts, jadi alam seluruhnya baharu, hal ini disepakati (ijma’) oleh ummat Islam bahkan semua agama, barang siapa menyalahi dalam masalah ini maka dia telah kafir karena menyalahi ijma’ yang qath’i .”
Hal yang sama ditegaskan oleh al Hafizh Ibn Daqiq al ‘Id, al Hafizh Zaynuddin al ‘Iraqi, al Hafizh Ibnu Hajar dan lainnya.[1]
Al Hafizh az-Zabidi dalam Syarh al Ihya’ menegaskan:
ﻭَﻣِﻦْ ﺫﻟِﻚَ ﻗَﻮْﻟُﻬُﻢْ ﺑِﻘِﺪَﻡِ ﺍﻟﻌَﺎﻟَﻢِ ﻭَﺃَﺯَﻟِﻴَّـﺘِﻪِ، ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺬْﻫَﺐْ ﺃَﺣَﺪٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﺇِﻟَﻰ ﺷَﻰْﺀٍ ﻣِﻦْ ﺫﻟِﻚَ .
“Di antaranya adalah pendapat para filsuf bahwa alam qadim dan azali, karena sama sekali tidak ada seorang-pun dari ummat Islam yang mengikuti pendapat tersebut”.
******************
Catatan masih panjang, buka link berikut https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-6-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609991869017726
******************
on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
(Catatan 7) Membongkar Kesesatan Ahmad Ibn Taimiyah; Imam Wahabi
******************
Ibnu Taimiyah meyakini berlakunya sifat-sifat baharu bagi Allah. ( Muwafaqah Sharih al Ma’qul Li Shahih al Manqul 1/64, 142, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/210, 224, Majmu’ al Fatawa 6/299,
Majmu’ah Tafsir hal. 309, 312-314)
******************
Bantahan:
Al Imam Abu al Muzhaffar al Asfarayini menegaskan:[1]
" ﻫُﻮَ ﺃَﻥْ ﺗَﻌْﻠَﻢَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻮَﺍﺩِﺙَ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﺣُﻠُﻮْﻟُﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺫَﺍﺗِـﻪِ ﻭَﺻِﻔَﺎﺗِـﻪِ ﻷَﻥَّ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺤَﻼًّ ﻟِﻠْﺤَﻮَﺍﺩِﺙِ ﻟَﻢْ ﻳَﺨْﻞُ ﻣِﻨْﻬَﺎ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﺨْﻞُ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺪَﺛًﺎ ﻣِﺜْﻠَﻬَﺎ ،
ﻭَﻟِﻬﺬَﺍ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺨَﻠِﻴْﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﻭَﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ : ﻓَﻠَﻤَّﺂ ﺃَﻓَﻞَ ﻗَﺎﻝَ ﻵﺃُﺣِﺐُّ ﺍْﻷَﻓِﻠِﻴﻦَ [ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ 76: ] ﺑَﻴَّﻦَ ﺑِﻪِ ﺃَﻥَّ ﻣَﻦْ ﺣَﻞِّ ﺑِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﻌَﺎﻧِﻲ ﻣَﺎ ﻳُﻐَﻴِّﺮُﻩُ ﻣِﻦْ ﺣَﺎﻝٍ ﺇِﻟَﻰ ﺣَﺎﻝٍ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺪَﺛًﺎ ﻻَ ﻳَﺼِﺢُّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺇِﻟـﻬًﺎ .”
“ Yaitu engkau mesti tahu bahwa sesuatu yang baharu (makhluk) mustahil bertempat pada Dzat dan sifat-sifat-Nya, karena sesuatu yang menjadi tempat perkara-perkara baharu tidak akan pernah sepi (kosong) darinya, dan jika tidak pernah terlepas darinya maka ia baharu seperti halnya perkara-perkara tersebut, oleh karenanya al Khalil Ibrahim ‘alayhissalam berkata: “Aku tidak meyakini sebagai tuhan perkara-perkara yang terbenam.” Al Khalil menegaskan bahwa perkara yang berlaku padanya sesuatu yang merubahnya dari satu keadaan ke keadaan lain maka ia baharu dan tidak sah menjadi tuhan".
Az-Zarkasyi dalam Tasynif al Masa-mi’ menegaskan:
ﻭَﻗَﺪْ ﺑَﺮْﻫَﻦَ ﺍﻷَﺋِﻤَّﺔُ ﻋَﻠَﻰ ﺣُﺪُﻭْﺛِﻪِ ﺍﻟﺒَﺮَﺍﻫِﻴْﻦَ ﺍﻟﻘَﺎﻃِﻌَﺔَ، ﻭَﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺘَﻐَﻴَّﺮُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺼِّﻔَﺎﺕُ ﻭَﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻣِﻦْ ﺣَﺎﻝٍ ﺇِﻟَﻰ ﺣَﺎﻝٍ ﻭَﻫُﻮَ ﺀَﺍﻳَـﺔُ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙِ، ﻭَﺍﻗْﺘَـﻔَﻮْﺍ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻃَﺮِﻳْﻘَﺔَ ﺍﻟْﺨَﻠِﻴْﻞِ ﺻَﻠَﻮَﺍﺕُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳَﻤَّﺎﻫَﺎ ﺣُﺠَّﺔً ﻭَﺃَﺛْﻨَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ، ﻓَﺎﺳْﺘَﺪَﻝَّ ﺑِﺄُﻓُﻮْﻝِ ﺍﻟﻜَﻮَﺍﻛِﺐِ ﻭَﺷُﺮُﻭْﻗِﻬَﺎ ﻭَﺯَﻭَﺍﻟِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻋْﺘِﺪَﺍﻟِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺣُﺪُﻭْﺛِﻬَﺎ، ﻭَﺍﺳْﺘَﺪَﻝَّ ﺑِﺤُﺪُﻭْﺙِ ﺍﻵﻓِﻞِ ﻋَﻠَﻰ ﻭُﺟُﻮْﺩِ ﺍﻟْﻤُﺤْﺪِﺙِ، ﻭَﺍﻟْﺤُﻜْﻢُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺴَّﻤﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽِ ﺑِﺤُﻜْﻢِ ﺍﻟﻨَّـﻴِّﺮَﺍﺕِ ﺍﻟﺜَّﻼَﺙِ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙُ ﻃَﺮْﺩًﺍ ﻟِﻠﺪَّﻟِﻴْﻞِ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﻣَﺪْﻟُﻮْﻟُﻪُ ﻟِﺘَﺴَﺎﻭِﻳْﻬَﺎ ﻓِﻲ ﻋِﻠَّﺔِ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙِ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﺠِﺴْﻤَﺎﻧِﻴَّﺔُ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻭَﺟَﺐَ ﺍﻟﻘَﻀَﺎﺀُ ﺑِﺤُﺪُﻭْﺙِ ﺟِﺴْﻢٍ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﺇِﻧَّﻪُ ﺟِﺴْﻢٌ ﻭَﺟَﺐَ ﺍﻟﻘَﻀَﺎﺀُ ﺑِﺤُﺪُﻭْﺙِ ﻛُﻞِّ ﺟِﺴْﻢٍ ﻭَﻫﺬَﺍ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻤَﻘْﺼُﻮْﺩُ ﻣِﻦْ ﻃَﺮْﺩِ ﺍﻟﺪَّﻟِﻴْﻞِ .
“Para ulama telah membuktikan kebaharuan alam dengan bukti-bukti yang qath’i, di antaranya bahwa alam itu berlaku baginya sifat-sifat yang berubah dan berganti keadaannya dari satu keadaan ke keadaan lain dan itu adalah ciri kebaharuan (kemakhlukan). Dalam hal ini mereka mengikuti metode al Khalil Ibrahim –Shalawatullah ‘alayhi-, karena Allah menamakan metode tersebut sebagai hujjah dan Allah memujinya. Al Khalil berdalil dengan terbenam dan terbitnya bintang-bintang dan tergelincirnya bintang setelah sebelumnya tegak bahwa itu semua menunjukan bahwa bintang-bintang tersebut baharu, dan ketika sesuatu yang terbenam itu baharu berarti ada yang memunculkannya. Ini berarti bahwa status langit dan bumi sama dengan bintang, bulan dan matahari tersebut yaitu sama-sama baharu, sebagai bentuk berlakunya dalil tersebut pada semua madlulnya karena langit, bumi, bintang, bulan dan matahari sama alasan kebaharuannya, yaitu kebendaannya (masing-masing sama-sama memiliki ukuran), jadi wajib diputuskan jika setiap jism pasti baharu dari sisi bahwa ia jisim maka wajib dikatakan bahwa setiap jisim itu baharu, inilah yang dimaksud Thard ad-Dalil (pemberlakuan secara konsisten terhadap dalil pada semua cakupannya)”.
******************
Catatan masih panjang, buka link ini https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-7-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609993482350898
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
******************
Ibnu Taimiyah meyakini berlakunya sifat-sifat baharu bagi Allah. ( Muwafaqah Sharih al Ma’qul Li Shahih al Manqul 1/64, 142, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/210, 224, Majmu’ al Fatawa 6/299,
Majmu’ah Tafsir hal. 309, 312-314)
******************
Bantahan:
Al Imam Abu al Muzhaffar al Asfarayini menegaskan:[1]
" ﻫُﻮَ ﺃَﻥْ ﺗَﻌْﻠَﻢَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﺤَﻮَﺍﺩِﺙَ ﻻَ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﺣُﻠُﻮْﻟُﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺫَﺍﺗِـﻪِ ﻭَﺻِﻔَﺎﺗِـﻪِ ﻷَﻥَّ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺤَﻼًّ ﻟِﻠْﺤَﻮَﺍﺩِﺙِ ﻟَﻢْ ﻳَﺨْﻞُ ﻣِﻨْﻬَﺎ، ﻭَﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳَﺨْﻞُ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺪَﺛًﺎ ﻣِﺜْﻠَﻬَﺎ ،
ﻭَﻟِﻬﺬَﺍ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺨَﻠِﻴْﻞُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﻭَﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ : ﻓَﻠَﻤَّﺂ ﺃَﻓَﻞَ ﻗَﺎﻝَ ﻵﺃُﺣِﺐُّ ﺍْﻷَﻓِﻠِﻴﻦَ [ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ 76: ] ﺑَﻴَّﻦَ ﺑِﻪِ ﺃَﻥَّ ﻣَﻦْ ﺣَﻞِّ ﺑِﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﻌَﺎﻧِﻲ ﻣَﺎ ﻳُﻐَﻴِّﺮُﻩُ ﻣِﻦْ ﺣَﺎﻝٍ ﺇِﻟَﻰ ﺣَﺎﻝٍ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﺤْﺪَﺛًﺎ ﻻَ ﻳَﺼِﺢُّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺇِﻟـﻬًﺎ .”
“ Yaitu engkau mesti tahu bahwa sesuatu yang baharu (makhluk) mustahil bertempat pada Dzat dan sifat-sifat-Nya, karena sesuatu yang menjadi tempat perkara-perkara baharu tidak akan pernah sepi (kosong) darinya, dan jika tidak pernah terlepas darinya maka ia baharu seperti halnya perkara-perkara tersebut, oleh karenanya al Khalil Ibrahim ‘alayhissalam berkata: “Aku tidak meyakini sebagai tuhan perkara-perkara yang terbenam.” Al Khalil menegaskan bahwa perkara yang berlaku padanya sesuatu yang merubahnya dari satu keadaan ke keadaan lain maka ia baharu dan tidak sah menjadi tuhan".
Az-Zarkasyi dalam Tasynif al Masa-mi’ menegaskan:
ﻭَﻗَﺪْ ﺑَﺮْﻫَﻦَ ﺍﻷَﺋِﻤَّﺔُ ﻋَﻠَﻰ ﺣُﺪُﻭْﺛِﻪِ ﺍﻟﺒَﺮَﺍﻫِﻴْﻦَ ﺍﻟﻘَﺎﻃِﻌَﺔَ، ﻭَﻣِﻨْﻬَﺎ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﺘَﻐَﻴَّﺮُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺼِّﻔَﺎﺕُ ﻭَﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻣِﻦْ ﺣَﺎﻝٍ ﺇِﻟَﻰ ﺣَﺎﻝٍ ﻭَﻫُﻮَ ﺀَﺍﻳَـﺔُ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙِ، ﻭَﺍﻗْﺘَـﻔَﻮْﺍ ﻓِﻲ ﺫﻟِﻚَ ﻃَﺮِﻳْﻘَﺔَ ﺍﻟْﺨَﻠِﻴْﻞِ ﺻَﻠَﻮَﺍﺕُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳَﻤَّﺎﻫَﺎ ﺣُﺠَّﺔً ﻭَﺃَﺛْﻨَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ، ﻓَﺎﺳْﺘَﺪَﻝَّ ﺑِﺄُﻓُﻮْﻝِ ﺍﻟﻜَﻮَﺍﻛِﺐِ ﻭَﺷُﺮُﻭْﻗِﻬَﺎ ﻭَﺯَﻭَﺍﻟِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻋْﺘِﺪَﺍﻟِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺣُﺪُﻭْﺛِﻬَﺎ، ﻭَﺍﺳْﺘَﺪَﻝَّ ﺑِﺤُﺪُﻭْﺙِ ﺍﻵﻓِﻞِ ﻋَﻠَﻰ ﻭُﺟُﻮْﺩِ ﺍﻟْﻤُﺤْﺪِﺙِ، ﻭَﺍﻟْﺤُﻜْﻢُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺴَّﻤﻮَﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽِ ﺑِﺤُﻜْﻢِ ﺍﻟﻨَّـﻴِّﺮَﺍﺕِ ﺍﻟﺜَّﻼَﺙِ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙُ ﻃَﺮْﺩًﺍ ﻟِﻠﺪَّﻟِﻴْﻞِ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﻣَﺎ ﻫُﻮَ ﻣَﺪْﻟُﻮْﻟُﻪُ ﻟِﺘَﺴَﺎﻭِﻳْﻬَﺎ ﻓِﻲ ﻋِﻠَّﺔِ ﺍﻟْﺤُﺪُﻭْﺙِ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﺠِﺴْﻤَﺎﻧِﻴَّﺔُ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻭَﺟَﺐَ ﺍﻟﻘَﻀَﺎﺀُ ﺑِﺤُﺪُﻭْﺙِ ﺟِﺴْﻢٍ ﻣِﻦْ ﺣَﻴْﺚُ ﺇِﻧَّﻪُ ﺟِﺴْﻢٌ ﻭَﺟَﺐَ ﺍﻟﻘَﻀَﺎﺀُ ﺑِﺤُﺪُﻭْﺙِ ﻛُﻞِّ ﺟِﺴْﻢٍ ﻭَﻫﺬَﺍ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻤَﻘْﺼُﻮْﺩُ ﻣِﻦْ ﻃَﺮْﺩِ ﺍﻟﺪَّﻟِﻴْﻞِ .
“Para ulama telah membuktikan kebaharuan alam dengan bukti-bukti yang qath’i, di antaranya bahwa alam itu berlaku baginya sifat-sifat yang berubah dan berganti keadaannya dari satu keadaan ke keadaan lain dan itu adalah ciri kebaharuan (kemakhlukan). Dalam hal ini mereka mengikuti metode al Khalil Ibrahim –Shalawatullah ‘alayhi-, karena Allah menamakan metode tersebut sebagai hujjah dan Allah memujinya. Al Khalil berdalil dengan terbenam dan terbitnya bintang-bintang dan tergelincirnya bintang setelah sebelumnya tegak bahwa itu semua menunjukan bahwa bintang-bintang tersebut baharu, dan ketika sesuatu yang terbenam itu baharu berarti ada yang memunculkannya. Ini berarti bahwa status langit dan bumi sama dengan bintang, bulan dan matahari tersebut yaitu sama-sama baharu, sebagai bentuk berlakunya dalil tersebut pada semua madlulnya karena langit, bumi, bintang, bulan dan matahari sama alasan kebaharuannya, yaitu kebendaannya (masing-masing sama-sama memiliki ukuran), jadi wajib diputuskan jika setiap jism pasti baharu dari sisi bahwa ia jisim maka wajib dikatakan bahwa setiap jisim itu baharu, inilah yang dimaksud Thard ad-Dalil (pemberlakuan secara konsisten terhadap dalil pada semua cakupannya)”.
******************
Catatan masih panjang, buka link ini https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/catatan-7-membongkar-kesesatan-ahmad-ibn-taimiyah-imam-wahabi/609993482350898
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
Ahli hadits terkemuka di daratan Maroko, al-Muhaddits al-Ghumari (w 1413 H), dalam Qashash al-Anbiya'; ALLAH ADA TEMPAT
******************
Ahli hadits terkemuka di daratan Maroko, asy-Syaikh al-‘Allâmah al-Muhaddits Abdullah ibn Muhammad ibn ash-Shiddiq al-Ghumari (w 1413 H) dalam karyanya berjudul Qashash al-Anbiyâ’ menuliskan sebagai berikut:
" ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺷﻰﺀ ﻏﻴﺮﻩ، ﻓﻠﻢ ﻳﻜﻦ ﺯﻣﺎﻥ ﻭﻻ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻗﻄﺮ ﻭﻻ ﺃﻭﺍﻥ، ﻭﻻ ﻋﺮﺵ ﻭﻻ ﻣﻠﻚ، ﻭﻻ ﻛﻮﻛﺐ ﻭﻻ ﻓﻠﻚ، ﺛﻢ ﺍﻭﺟﺪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺍﺣﺘﻴﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ، ﻭﻟﻮ ﺷﺎﺀ ﻣﺎ ﺃﻭﺟﺪﻩ . ﻓﻬﺬﺍ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻛﻠﻪ ﺑﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺟﻮﺍﻫﺮ ﻭﺃﻋﺮﺍﺽ ﺣﺎﺩﺙ ﻋﻦ ﻋﺪﻡ، ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺷﺎﺋﺒﺔ ﻣﻦ ﻗِﺪﻡ، ﺣﺴﺒﻤﺎ ﺍﻗﺘﻀﺘﻪ ﻗﻀﺎﻳﺎ ﺍﻟﻌﻘﻮﻝ، ﻭﺃﻳﺪﺗﻪ ﺩﻻﺋﻞ ﺍﻟﻨﻘﻮﻝ، ﻭﺃﺟﻤﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻤِﻠِّﻴُّﻮْﻥ ﻗﺎﻃﺒﺔ ﺇﻻ ﺷُﺬﺍﺫﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻼﺳﻔﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﺑﻘﺪﻡ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ، ﻭﻫﻢ ﻛﻔﺎﺭ ﺑﻼ ﻧﺰﺍﻉ "
“Allah ada tanpa permulaan dan tidak ada suatu apapun selain-Nya, tidak ada waktu, tidak ada tempat, tidak ada arah, tidak ada zaman, tidak ada arsy, tidak ada Malaikat, tidak ada bintang-bintang, dan tidak ada cakrawala. Kemudian Allah menciptakan alam ini tanpa sedikitpun Dia membutuhkan kepadanya. Jika Allah berkehendak untuk tidak menciptakannya maka alam ini tidak akan pernah ada. Dengan demikian alam ini dengan segala sesuatu yang ada padanya dari segala benda dan sifat benda adalah makhluk Allah, semua itu baharu; ada dari tidak ada. Tidak ada sedikitpun dari bagian alam tersebut memiliki sifat Qidam (tidak bermula) sebagaimana perkara ini telah ditetapkan oleh oleh argumen-argumen akal sehat dan dalil-dali syara’ yang kuat. Kecuali kelompok kecil saja yaitu kaum filsafat yang mengatakan bahwa alam ini qadim; tidak memiliki permulaan. Dan mereka yang berpendapat demikian adalah orang-orang kafir sebagimana telah disepakati di kalangan ulama haq tanpa ada perbedaan pendapat sedikitpun di antara mereka” (Qashash al-Anbiyâ’, h. 11).
******************
Ahli hadits terkemuka di daratan Maroko, asy-Syaikh al-‘Allâmah al-Muhaddits Abdullah ibn Muhammad ibn ash-Shiddiq al-Ghumari (w 1413 H) dalam karyanya berjudul Qashash al-Anbiyâ’ menuliskan sebagai berikut:
" ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺷﻰﺀ ﻏﻴﺮﻩ، ﻓﻠﻢ ﻳﻜﻦ ﺯﻣﺎﻥ ﻭﻻ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻗﻄﺮ ﻭﻻ ﺃﻭﺍﻥ، ﻭﻻ ﻋﺮﺵ ﻭﻻ ﻣﻠﻚ، ﻭﻻ ﻛﻮﻛﺐ ﻭﻻ ﻓﻠﻚ، ﺛﻢ ﺍﻭﺟﺪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺍﺣﺘﻴﺎﺝ ﺇﻟﻴﻪ، ﻭﻟﻮ ﺷﺎﺀ ﻣﺎ ﺃﻭﺟﺪﻩ . ﻓﻬﺬﺍ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻛﻠﻪ ﺑﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺟﻮﺍﻫﺮ ﻭﺃﻋﺮﺍﺽ ﺣﺎﺩﺙ ﻋﻦ ﻋﺪﻡ، ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺷﺎﺋﺒﺔ ﻣﻦ ﻗِﺪﻡ، ﺣﺴﺒﻤﺎ ﺍﻗﺘﻀﺘﻪ ﻗﻀﺎﻳﺎ ﺍﻟﻌﻘﻮﻝ، ﻭﺃﻳﺪﺗﻪ ﺩﻻﺋﻞ ﺍﻟﻨﻘﻮﻝ، ﻭﺃﺟﻤﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻤِﻠِّﻴُّﻮْﻥ ﻗﺎﻃﺒﺔ ﺇﻻ ﺷُﺬﺍﺫﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻼﺳﻔﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﺑﻘﺪﻡ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ، ﻭﻫﻢ ﻛﻔﺎﺭ ﺑﻼ ﻧﺰﺍﻉ "
“Allah ada tanpa permulaan dan tidak ada suatu apapun selain-Nya, tidak ada waktu, tidak ada tempat, tidak ada arah, tidak ada zaman, tidak ada arsy, tidak ada Malaikat, tidak ada bintang-bintang, dan tidak ada cakrawala. Kemudian Allah menciptakan alam ini tanpa sedikitpun Dia membutuhkan kepadanya. Jika Allah berkehendak untuk tidak menciptakannya maka alam ini tidak akan pernah ada. Dengan demikian alam ini dengan segala sesuatu yang ada padanya dari segala benda dan sifat benda adalah makhluk Allah, semua itu baharu; ada dari tidak ada. Tidak ada sedikitpun dari bagian alam tersebut memiliki sifat Qidam (tidak bermula) sebagaimana perkara ini telah ditetapkan oleh oleh argumen-argumen akal sehat dan dalil-dali syara’ yang kuat. Kecuali kelompok kecil saja yaitu kaum filsafat yang mengatakan bahwa alam ini qadim; tidak memiliki permulaan. Dan mereka yang berpendapat demikian adalah orang-orang kafir sebagimana telah disepakati di kalangan ulama haq tanpa ada perbedaan pendapat sedikitpun di antara mereka” (Qashash al-Anbiyâ’, h. 11).
Imam Ibnu Hibban (w 354 H) berkeyakinan ALLAH ADA TANPA TEMPAT
******************
Al-Hâfizh al-Imâm Muhammad ibn Hibban (w 354 H), penulis kitab hadits yang sangat mashur; Shahîh Ibn Hibbân , dalam pembukaan salah satu kitab karyanya; at-Tsiqât, menuliskan sebagai berikut:
" ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺣﺪ ﻣﺤﺪﻭﺩ ﻓﻴﺤﺘﻮﻯ، ﻭﻻ ﻟﻪ ﺃﺟﻞ ﻣﻌﺪﻭﺩ ﻓﻴﻔﻨﻰ، ﻭﻻ ﻳﺤﻴﻂ ﺑﻪ ﺟﻮﺍﻣﻊ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻳﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺗﻮﺍﺗﺮ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ "
“Segala puji bagi Allah, Dzat yang bukan merupakan benda yang memiliki ukuran. Dia tidak terikat oleh hitungan waktu maka Dia tidak punah. Dia tidak diliputi oleh semua arah dan tempat. Dan Dia tidak terikat oleh perubahan zaman” (at-Tsiqât, j. 1, h. 1).
Dalam kitab yang lain Ibn Hibban menuliskan:
" ﻛﺎﻥ - ﺍﻟﻠﻪ - ﻭﻻ ﺯﻣﺎﻥ ﻭﻻ ﻣﻜﺎﻥ "
“Allah ada tanpa permulaan, Allah ada sebelum ada tempat dan waktu” (Shahîh Ibn Hibbân, j. 8, h. 4).
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
******************
Al-Hâfizh al-Imâm Muhammad ibn Hibban (w 354 H), penulis kitab hadits yang sangat mashur; Shahîh Ibn Hibbân , dalam pembukaan salah satu kitab karyanya; at-Tsiqât, menuliskan sebagai berikut:
" ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﺣﺪ ﻣﺤﺪﻭﺩ ﻓﻴﺤﺘﻮﻯ، ﻭﻻ ﻟﻪ ﺃﺟﻞ ﻣﻌﺪﻭﺩ ﻓﻴﻔﻨﻰ، ﻭﻻ ﻳﺤﻴﻂ ﺑﻪ ﺟﻮﺍﻣﻊ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻳﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﺗﻮﺍﺗﺮ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ "
“Segala puji bagi Allah, Dzat yang bukan merupakan benda yang memiliki ukuran. Dia tidak terikat oleh hitungan waktu maka Dia tidak punah. Dia tidak diliputi oleh semua arah dan tempat. Dan Dia tidak terikat oleh perubahan zaman” (at-Tsiqât, j. 1, h. 1).
Dalam kitab yang lain Ibn Hibban menuliskan:
" ﻛﺎﻥ - ﺍﻟﻠﻪ - ﻭﻻ ﺯﻣﺎﻥ ﻭﻻ ﻣﻜﺎﻥ "
“Allah ada tanpa permulaan, Allah ada sebelum ada tempat dan waktu” (Shahîh Ibn Hibbân, j. 8, h. 4).
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
(Catatan 8) Membongkar Kesesatan Ahmad Ibn Taimiyah; Imam Wahabi
******************
Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah adalah jism.
(Syarh Hadits an-Nuzul hal. 80, Muwafaqah Sharih al Ma’qul Li Shahih al Manqul 1/162, 148, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/197, 180, 204, Majmu’ al Fatawa 4/152, Bayan Talbis al Jahmiyyah 1/101)
******************
Bantahan:
Al Imam Abu Hanifah dalam al Fiqh al Akbar menyatakan:
ﻭَﻫُﻮَ ﺷَﻰْﺀٌ ﻻَ ﻛَﺎﻷَﺷْﻴَﺎﺀِ، ﻭَﻣَﻌْﻨَﻰ ﺍﻟﺸَّﻰْﺀِ ﺇِﺛْـﺒَﺎﺗُـﻪُ ﺑِﻼَ ﺟِﺴْﻢٍ ﻭَﻻَ ﺟَﻮْﻫَﺮٍ ﻭَﻻَ ﻋَﺮَﺽٍ، ﻭَﻻَ ﺣَﺪَّ ﻟَـﻪُ ﻭَﻻَ ﺿِﺪَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻻَ ﻧِﺪَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻻَ ﻣِﺜْﻞَ ﻟَﻪُ .
“Allah adalah sesuatu yang ada tapi tidak seperti semua yang ada, makna syai’ adalah menetapkan adanya Allah tanpa berupa jism, jauhar dan ‘aradl, tidak berlaku hadd bagi-Nya, tidak ada lawan, bandingan dan serupa bagi-Nya .”
Al Imam asy-Syafi’i menegaskan:[1]
ﺍَﻟْﻤُﺠَﺴِّﻢُ ﻛَﺎﻓِﺮٌ .
“al Mujassim (orang yang meyakini bahwa Allah adalah jism) maka ia telah keluar dari Islam .”
Al Imam Abu al Fadll Abdul Wahid ibn Abdul Aziz at-Tamimi al Baghdadi menegaskan:[2]
ﻭَﺃَﻧْﻜَﺮَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺑِﺎﻟْﺠِﺴْﻢِ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﺍﻷَﺳْﻤَﺎﺀَ ﻣَﺄْﺧُﻮْﺫَﺓٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻌَﺔِ ﻭَﺍﻟﻠُّﻐَﺔِ، ﻭَﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟﻠُّﻐَﺔِ ﻭَﺿَﻌُﻮْﺍ ﻫﺬَﺍ ﺍﻻﺳْﻢَ ﻋَﻠَﻰ ﺫِﻱْ ﻃُﻮْﻝٍ ﻭَﻋَﺮْﺽٍ ﻭَﺳَﻤْﻚٍ ﻭَﺗَﺮْﻛِﻴْﺐٍ ﻭَﺻُﻮْﺭَﺓٍ ﻭَﺗَﺄْﻟِﻴْﻒٍ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺧَﺎﺭِﺝٌ ﻋَﻦْ ﺫﻟِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ، ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺠُﺰْ ﺃَﻥْ ﻳُﺴَﻤَّﻰ ﺟِﺴْﻤًﺎ ﻟِﺨُﺮُﻭْﺟِﻪِ ﻋَﻦْ ﻣَﻌْﻨَﻰ ﺍﻟْﺠِﺴْﻤِﻴَّﺔِ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺊْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻌَﺔِ ﺫﻟِﻚَ ﻓَﺒَﻄَﻞَ .
“Ahmad mengingkari orang yang mengatakan bahwa Allah adalah jism, Ahmad menegaskan bahwa nama-nama itu diambil dari syari’at dan bahasa, ahli bahasa membuat nama ini (jism) untuk sesuatu yang memiliki panjang, lebar, tebal, ketersusunan, rupa dan gambar serta keterbentukan, dan Allah maha suci dari itu semua maka Allah tidak boleh dinamakan jism karena Allah maha suci dari semua makna-makna kejisiman tersebut, dan penamaan Allah dengan jism tidak ada dalam syari’at sehingga batil-lah penamaan tersebut”.
Imam Ahmad bin Hanbal juga berkata:
ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟِﺴْﻢٌ ﻻَ ﻛَﺎﻷَﺟْﺴَﺎﻡِ ﻛَﻔَﺮَ .
“Orang yang berkata bahwa Allah adalah benda yang tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir” (Riwayat al Hafizh Badruddin az-Zarkasyi dalam Tasyniif al Masaami’ ).
Para ulama pendiri madzhab empat sepakat untuk menafikan bahwa Allah jism sebagaimana ditegaskan oleh al Qarafi, Ibnu Hajar al Haytami dan lainnya.[3]
Al Imam Abu al Hasan al Asy’ari dalam kitabnya an-Nawadir menegaskan:
ﻣَﻦْ ﺍﻋْﺘَﻘَﺪَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺟِﺴْﻢٌ ﻓَﻬُﻮَ ﻏَﻴْﺮُ ﻋَﺎﺭِﻑٍ ﺑِﺮَﺑِّـﻪِ ﻭَﺇِﻧَّـﻪُ ﻛَﺎﻓِﺮٌ ﺑِـﻪِ .
“Barang siapa meyakini bahwa Allah adalah jism maka ia tidak mengenal tuhannya dan kafir terhadap-Nya .”
Al Kamal Ibnu al Humam menyatakan:[4]
ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟِﺴْﻢٌ ﻻَ ﻛَﺎﻷَﺟْﺴَﺎﻡِ ﻛَﻔَﺮَ .
“Orang yang berkata bahwa Allah adalah benda yang tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir.”
Pernyataan yang sama juga ditegaskan oleh al A-midi dalam al Mana-ih , Ibnu Balban ad-Dimasyqi al Hanbali dalam Mukhtasar al Ifa-dat (hal. 490), Syaikhul Azhar Syekh Salim al Bisyri, Syekh Salamah al Qudla’i dalam
Furqan al Qur’an (hal.100) dan lainnya.
Catatan Kaki
[1] Al Hafizh as-Suyuthi, al Asybah Wa an-Nazha-ir , hal. 273.
[2] Abu al Fadll at-Tamimi, I’tiqad al Imam al Mubajjal Ahmad ibn Hanbal, hal.7-8. Pernyataan Imam Ahmad ini juga disebutkan oleh al Bayhaqi dalam Manaqib Ahmad dan lainnya.
[3] Lihat Ibnu Hajar al Haytami asy-Syafi’i, al Minhaj al Qawim , hal.64.
[4] Al Kamal ibnu al Humam, Fath al Qadir , bab al Imamah, jilid I.
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
******************
Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah adalah jism.
(Syarh Hadits an-Nuzul hal. 80, Muwafaqah Sharih al Ma’qul Li Shahih al Manqul 1/162, 148, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/197, 180, 204, Majmu’ al Fatawa 4/152, Bayan Talbis al Jahmiyyah 1/101)
******************
Bantahan:
Al Imam Abu Hanifah dalam al Fiqh al Akbar menyatakan:
ﻭَﻫُﻮَ ﺷَﻰْﺀٌ ﻻَ ﻛَﺎﻷَﺷْﻴَﺎﺀِ، ﻭَﻣَﻌْﻨَﻰ ﺍﻟﺸَّﻰْﺀِ ﺇِﺛْـﺒَﺎﺗُـﻪُ ﺑِﻼَ ﺟِﺴْﻢٍ ﻭَﻻَ ﺟَﻮْﻫَﺮٍ ﻭَﻻَ ﻋَﺮَﺽٍ، ﻭَﻻَ ﺣَﺪَّ ﻟَـﻪُ ﻭَﻻَ ﺿِﺪَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻻَ ﻧِﺪَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻻَ ﻣِﺜْﻞَ ﻟَﻪُ .
“Allah adalah sesuatu yang ada tapi tidak seperti semua yang ada, makna syai’ adalah menetapkan adanya Allah tanpa berupa jism, jauhar dan ‘aradl, tidak berlaku hadd bagi-Nya, tidak ada lawan, bandingan dan serupa bagi-Nya .”
Al Imam asy-Syafi’i menegaskan:[1]
ﺍَﻟْﻤُﺠَﺴِّﻢُ ﻛَﺎﻓِﺮٌ .
“al Mujassim (orang yang meyakini bahwa Allah adalah jism) maka ia telah keluar dari Islam .”
Al Imam Abu al Fadll Abdul Wahid ibn Abdul Aziz at-Tamimi al Baghdadi menegaskan:[2]
ﻭَﺃَﻧْﻜَﺮَ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺑِﺎﻟْﺠِﺴْﻢِ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﺍﻷَﺳْﻤَﺎﺀَ ﻣَﺄْﺧُﻮْﺫَﺓٌ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻌَﺔِ ﻭَﺍﻟﻠُّﻐَﺔِ، ﻭَﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟﻠُّﻐَﺔِ ﻭَﺿَﻌُﻮْﺍ ﻫﺬَﺍ ﺍﻻﺳْﻢَ ﻋَﻠَﻰ ﺫِﻱْ ﻃُﻮْﻝٍ ﻭَﻋَﺮْﺽٍ ﻭَﺳَﻤْﻚٍ ﻭَﺗَﺮْﻛِﻴْﺐٍ ﻭَﺻُﻮْﺭَﺓٍ ﻭَﺗَﺄْﻟِﻴْﻒٍ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺧَﺎﺭِﺝٌ ﻋَﻦْ ﺫﻟِﻚَ ﻛُﻠِّﻪِ، ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺠُﺰْ ﺃَﻥْ ﻳُﺴَﻤَّﻰ ﺟِﺴْﻤًﺎ ﻟِﺨُﺮُﻭْﺟِﻪِ ﻋَﻦْ ﻣَﻌْﻨَﻰ ﺍﻟْﺠِﺴْﻤِﻴَّﺔِ، ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺠِﺊْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺮِﻳْﻌَﺔِ ﺫﻟِﻚَ ﻓَﺒَﻄَﻞَ .
“Ahmad mengingkari orang yang mengatakan bahwa Allah adalah jism, Ahmad menegaskan bahwa nama-nama itu diambil dari syari’at dan bahasa, ahli bahasa membuat nama ini (jism) untuk sesuatu yang memiliki panjang, lebar, tebal, ketersusunan, rupa dan gambar serta keterbentukan, dan Allah maha suci dari itu semua maka Allah tidak boleh dinamakan jism karena Allah maha suci dari semua makna-makna kejisiman tersebut, dan penamaan Allah dengan jism tidak ada dalam syari’at sehingga batil-lah penamaan tersebut”.
Imam Ahmad bin Hanbal juga berkata:
ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟِﺴْﻢٌ ﻻَ ﻛَﺎﻷَﺟْﺴَﺎﻡِ ﻛَﻔَﺮَ .
“Orang yang berkata bahwa Allah adalah benda yang tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir” (Riwayat al Hafizh Badruddin az-Zarkasyi dalam Tasyniif al Masaami’ ).
Para ulama pendiri madzhab empat sepakat untuk menafikan bahwa Allah jism sebagaimana ditegaskan oleh al Qarafi, Ibnu Hajar al Haytami dan lainnya.[3]
Al Imam Abu al Hasan al Asy’ari dalam kitabnya an-Nawadir menegaskan:
ﻣَﻦْ ﺍﻋْﺘَﻘَﺪَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺟِﺴْﻢٌ ﻓَﻬُﻮَ ﻏَﻴْﺮُ ﻋَﺎﺭِﻑٍ ﺑِﺮَﺑِّـﻪِ ﻭَﺇِﻧَّـﻪُ ﻛَﺎﻓِﺮٌ ﺑِـﻪِ .
“Barang siapa meyakini bahwa Allah adalah jism maka ia tidak mengenal tuhannya dan kafir terhadap-Nya .”
Al Kamal Ibnu al Humam menyatakan:[4]
ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟِﺴْﻢٌ ﻻَ ﻛَﺎﻷَﺟْﺴَﺎﻡِ ﻛَﻔَﺮَ .
“Orang yang berkata bahwa Allah adalah benda yang tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir.”
Pernyataan yang sama juga ditegaskan oleh al A-midi dalam al Mana-ih , Ibnu Balban ad-Dimasyqi al Hanbali dalam Mukhtasar al Ifa-dat (hal. 490), Syaikhul Azhar Syekh Salim al Bisyri, Syekh Salamah al Qudla’i dalam
Furqan al Qur’an (hal.100) dan lainnya.
Catatan Kaki
[1] Al Hafizh as-Suyuthi, al Asybah Wa an-Nazha-ir , hal. 273.
[2] Abu al Fadll at-Tamimi, I’tiqad al Imam al Mubajjal Ahmad ibn Hanbal, hal.7-8. Pernyataan Imam Ahmad ini juga disebutkan oleh al Bayhaqi dalam Manaqib Ahmad dan lainnya.
[3] Lihat Ibnu Hajar al Haytami asy-Syafi’i, al Minhaj al Qawim , hal.64.
[4] Al Kamal ibnu al Humam, Fath al Qadir , bab al Imamah, jilid I.
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
Kaedah2 untuk memahami makna bid'ah. Lengkap, catatan panjang. Baca yg sabar dan teliti. bermanfaat in sya Allah.
******************
Al-Imam asy-Syafi’i berkata :
ﺍﻟْﻤُﺤْﺪَﺛَﺎﺕُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ ﺿَﺮْﺑَﺎﻥِ : ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ِﻣﻤَّﺎ ﻳُﺨَﺎﻟـِﻒُ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﺃَﻭْ ﺳُﻨَّﺔً ﺃَﻭْ ﺃَﺛﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﺇِﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ، ﻓﻬَﺬِﻩِ ﺍْﻟﺒِﺪْﻋَﺔُ ﺍﻟﻀَّﻼَﻟـَﺔُ، ﻭَﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻻَ ﺧِﻼَﻑَ ﻓِﻴْﻪِ ﻟِﻮَﺍﺣِﺪٍ ﻣِﻦْ ﻫﺬﺍ ، ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٌ ﻏَﻴْﺮُ ﻣَﺬْﻣُﻮْﻣَﺔٍ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲّ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ " ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲّ )
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
******************
catatan lengkap buka link berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112546762095575&_rdc=1&_rdr
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
******************
Al-Imam asy-Syafi’i berkata :
ﺍﻟْﻤُﺤْﺪَﺛَﺎﺕُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ ﺿَﺮْﺑَﺎﻥِ : ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ِﻣﻤَّﺎ ﻳُﺨَﺎﻟـِﻒُ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﺃَﻭْ ﺳُﻨَّﺔً ﺃَﻭْ ﺃَﺛﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﺇِﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ، ﻓﻬَﺬِﻩِ ﺍْﻟﺒِﺪْﻋَﺔُ ﺍﻟﻀَّﻼَﻟـَﺔُ، ﻭَﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻻَ ﺧِﻼَﻑَ ﻓِﻴْﻪِ ﻟِﻮَﺍﺣِﺪٍ ﻣِﻦْ ﻫﺬﺍ ، ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٌ ﻏَﻴْﺮُ ﻣَﺬْﻣُﻮْﻣَﺔٍ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲّ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ " ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲّ )
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
******************
catatan lengkap buka link berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112546762095575&_rdc=1&_rdr
******************
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
مما ورد عن تبرك الصحابة رضي الله تعالى عنهم بيده الشريفة صلى الله عليه وسلم ما ثبت عن أنس بن مالك رضي الله عنه أنه قال: ((كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا صلى الغداة جاء خدم المدينة بآنيتهم فيها الماء، فما يؤتى بإناء إلا غمس يده فيها، فربما جاءوه في الغداة الباردة، فيغمس يده فيها)). رواه مسلم
Di antara dalil bahwa para sahabat ber-tabarruk dengan tangan mulia Rasulullah adalah hadits dari Anas bin Malik, berkata:
“Adalah Rasulullah apa bila telah selesai dari shalat subuh maka para pembantu di Madinah datang menghadap kepadanya dengan membawa wadah-wadah mereka yang berisi air. Tidak ada satu wadahpun yang didatangkan kepada Rasulullah kecuali Rasulullah mencelupkan tangannya di dalam wadah tersebut. Bahkan terkadang mereka datang di saat pagi yang sangat dingin, dan Rasulullah tetap memasukan tangannya di dalam wadah-wadah tersebut”.
(Hadits Shahih Riwayat Imam Muslim; Kitab al Fadla’il, Bab kedekatan Rasulullah dengan manusia, dan bahwa mereka mencari berkah dengan Rasulullah).
Pertanyaan:
Mengapa orang-orang Wahabi membenci tabarruk/mencari berkah; bahkan tabarruk dengan “ulama” mereka sendiri??
Jawab:
Karena “ulama Wahabi” tidak memiliki berkah 😄
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
Di antara dalil bahwa para sahabat ber-tabarruk dengan tangan mulia Rasulullah adalah hadits dari Anas bin Malik, berkata:
“Adalah Rasulullah apa bila telah selesai dari shalat subuh maka para pembantu di Madinah datang menghadap kepadanya dengan membawa wadah-wadah mereka yang berisi air. Tidak ada satu wadahpun yang didatangkan kepada Rasulullah kecuali Rasulullah mencelupkan tangannya di dalam wadah tersebut. Bahkan terkadang mereka datang di saat pagi yang sangat dingin, dan Rasulullah tetap memasukan tangannya di dalam wadah-wadah tersebut”.
(Hadits Shahih Riwayat Imam Muslim; Kitab al Fadla’il, Bab kedekatan Rasulullah dengan manusia, dan bahwa mereka mencari berkah dengan Rasulullah).
Pertanyaan:
Mengapa orang-orang Wahabi membenci tabarruk/mencari berkah; bahkan tabarruk dengan “ulama” mereka sendiri??
Jawab:
Karena “ulama Wahabi” tidak memiliki berkah 😄
******************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
Catatan sy ini cukup panjang. Baca dan share, semoga bermanfaat
****************************
*Membongkar Kebatilan Ajaran Wahabi Yang Membagi Tauhid kepada 3 Bagian; Aqidah Mereka Ini Nyata Bid'ah Sesat*
****************************
Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yan menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang-pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut.
Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang; mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah:
ﺃﻣِﺮْﺕُ ﺃﻥْ ﺃُﻗَﺎﺗِﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺣَﺘﻰّ ﻳَﺸْﻬَﺪُﻭْﺍ ﺃﻥْ ﻻَ ﺇﻟﻪَ ﺇﻻّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺃﻧّﻲْ ﺭَﺳُﻮْﻝ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻓَﺈﺫَﺍ ﻓَﻌَﻠُﻮْﺍ ﺫَﻟﻚَ ﻋُﺼِﻤُﻮْﺍ ﻣِﻨِّﻲ ﺩِﻣَﺎﺀَﻫُﻢْ ﻭﺃﻣْﻮَﺍﻟَﻬُﻢْ ﺇﻻّ ﺑِﺤَﻖّ ( ﺭﻭَﺍﻩ ﺍﻟﺒُﺨَﺎﺭﻱّ )
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darang-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. (HR al-Bukhari).
Dalam hadits ini Rasulullah tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah maka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari Rasulullah, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah mendapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Sesungguhnya tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang Islam ahi tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad, atau dengan seorang wali Allah dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang yang melakukan tawassul tidak mentauhidkan Allah dari segi tauhid Ulûhiyyah.
Adapun tujuan mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras dalam memegang teguh zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Mereka berkata: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat Allah. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah.
Bagaimana mereka tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rubûbiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits Rasulullah di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah ketika beliau masih hidup. Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah orang tersebut dihukumi
****************************
*Membongkar Kebatilan Ajaran Wahabi Yang Membagi Tauhid kepada 3 Bagian; Aqidah Mereka Ini Nyata Bid'ah Sesat*
****************************
Pendapat kaum Wahabi yang membagi tauhid kepada tiga bagian; tauhid Ulûhiyyah, tauhid Rubûbiyyah, dan tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah bid’ah batil yan menyesatkan. Pembagian tauhid seperti ini sama sekali tidak memiliki dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, dan tidak ada seorang-pun dari para ulama Salaf atau seorang ulama saja yang kompeten dalam keilmuannya yang membagi tauhid kepada tiga bagian tersebut.
Pembagian tauhid kepada tiga bagian ini adalah pendapat ekstrim dari kaum Musyabbihah masa sekarang; mereka mengaku datang untuk memberantas bid’ah namun sebenarnya mereka adalah orang-orang yang membawa bid’ah.
Di antara dasar yang dapat membuktikan kesesatan pembagian tauhid ini adalah sabda Rasulullah:
ﺃﻣِﺮْﺕُ ﺃﻥْ ﺃُﻗَﺎﺗِﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺣَﺘﻰّ ﻳَﺸْﻬَﺪُﻭْﺍ ﺃﻥْ ﻻَ ﺇﻟﻪَ ﺇﻻّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺃﻧّﻲْ ﺭَﺳُﻮْﻝ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻓَﺈﺫَﺍ ﻓَﻌَﻠُﻮْﺍ ﺫَﻟﻚَ ﻋُﺼِﻤُﻮْﺍ ﻣِﻨِّﻲ ﺩِﻣَﺎﺀَﻫُﻢْ ﻭﺃﻣْﻮَﺍﻟَﻬُﻢْ ﺇﻻّ ﺑِﺤَﻖّ ( ﺭﻭَﺍﻩ ﺍﻟﺒُﺨَﺎﺭﻱّ )
“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Ilâh) yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa saya adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan itu maka terpelihara dariku darang-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali karena hak”. (HR al-Bukhari).
Dalam hadits ini Rasulullah tidak membagi tauhid kepada tiga bagian, beliau tidak mengatakan bahwa seorang yang mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh” saja tidak cukup untuk dihukumi masuk Islam, tetapi juga harus mengucapkan “Lâ Rabba Illallâh”. Tetapi makna hadits ialah bahwa seseorang dengan hanya bersaksi dengan mengucapkan “Lâ Ilâha Illallâh”, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah maka orang ini telah masuk dalam agama Islam. Hadits ini adalah hadits mutawatir dari Rasulullah, diriwayatkan oleh sejumlah orang dari kalangan sahabat, termasuk di antaranya oleh sepuluh orang sahabat yang telah mendapat kabar gembira akan masuk ke surga. Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya.
Sesungguhnya tujuan kaum Musyabbihah membagi tauhid kepada tiga bagian ini adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang Islam ahi tauhid yang melakukan tawassul dengan Nabi Muhammad, atau dengan seorang wali Allah dan orang-orang saleh. Mereka mengklaim bahwa seorang yang melakukan tawassul tidak mentauhidkan Allah dari segi tauhid Ulûhiyyah.
Adapun tujuan mereka membagi tauhid kepada tauhid al-Asmâ’ Wa ash-Shifât adalah tidak lain hanya untuk mengkafirkan orang-orang yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat Mutasyâbihât. Oleh karenanya, kaum Musyabbihah ini adalah kaum yang sangat kaku dan keras dalam memegang teguh zhahir teks-teks Mutasyâbihât dan sangat “alergi” terhadap takwil. Mereka berkata: “al-Mu’aw-wil Mu’ath-thil”; artinya seorang yang melakukan takwil sama saja dengan mengingkari sifat-sifat Allah. Na’ûdzu Billâh.
Dengan hanya hadits shahih di atas, cukup bagi kita untuk menegaskan bahwa pembagian tauhid kepada tiga bagian di atas adalah bid’ah batil yang dikreasi oleh orang-orang yang mengaku memerangi bid’ah yang sebenarnya mereka sendiri ahli bid’ah.
Bagaimana mereka tidak disebut sebagai ahli bid’ah, padahal mereka membuat ajaran tauhid yang sama sekali tidak pernah dikenal oleh orang-orang Islam?! Di mana logika mereka, ketika mereka mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, tetapi juga harus dengan pengakuan tauhid Rubûbiyyah?! Bukankah ini berarti menyalahi hadits Rasulullah di atas?! Dalam hadits di atas sangat jelas memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang yang mengakui ”Lâ Ilâha Illallâh” ditambah dengan pengakuan kerasulan Nabi Muhammad maka cukup bagi orang tersebut untuk dihukumi sebagai orang Islam. Dan ajaran inilah yang telah dipraktekan oleh Rasulullah ketika beliau masih hidup. Apa bila ada seorang kafir bersaksi dengan ”Lâ Ilâha Illallâh” dan ”Muhammad Rasûlullâh” maka oleh Rasulullah orang tersebut dihukumi
sebagai seorang muslim yang beriman. Kemudian Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan shalat sebelum memerintahkan kewajiban-kewajiban lainnya; sebagaimana hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh al-Imâm al-Bayhaqi dalam Kitâb al-I’tiqâd. Sementara kaum Musyabbihah di atas membuat ajaran baru; mengatakan bahwa tauhid Ulûhiyyah saja tidak cukup, ini sangat nyata telah menyalahi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Mereka tidak paham bahwa ”Ulûhiyyah” itu sama saja dengan ”Rubûbiyyah”, bahwa ”Ilâh” itu sama saja artinya dengan ”Rabb”.
Kemudian kita katakan pula kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”.
Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rubûbiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Ulûhiyyah!!”. Inilah pemahaman yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang mukmin dikuburnya kelak.
Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan kata ”Ilâh”, demikian pula ”tauhid Ulûhiyyah” sama saja dengan ”tauhid Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:
”Tauhid Ulûhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rubûbiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?”. Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?”. Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rubûbiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Ulûhiyyah.
Di antara yang sangat mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rubûbiyyah dan tauhid Ulûhiyyah. Tauhid Rubûbiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Ulûhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Ulûhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rubûbiyyah saja tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid?! Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Ulûhiyyah dan tauhid Rubûbiyyah?! Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?! Padalah sesungguhnya seorang yang telah mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang telah memusyrikan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang ju
Kemudian kita katakan pula kepada mereka; Di dalam banyak hadits diriwayatkan bahwa di antara pertanyaan dua Malaikat; Munkar dan Nakir yang ditugaskan untuk bertanya kepada ahli kubur adalah: ”Man Rabbuka?”. Tidak bertanya dengan ”Man Rabbuka?” lalu diikutkan dengan ”Man Ilahuka?”.
Lalu seorang mukmin ketika menjawab pertanyaan dua Malaikat tersebut cukup dengan hanya berkata ”Allâh Rabbi”, tidak harus diikutkan dengan ”Allâh Ilâhi”. Malaikat Munkar dan Nakir tidak membantah jawaban orang mukmin tersebut dengan mengatakan: ”Kamu hanya mentauhidkan tauhid Rubûbiyyah saja, kamu tidak mentauhidkan tauhid Ulûhiyyah!!”. Inilah pemahaman yang dimaksud dalam hadits Nabi tentang pertanyaan dua Malaikat dan jawaban seorang mukmin dikuburnya kelak.
Dengan demikian kata ”Rabb” sama saja dengan kata ”Ilâh”, demikian pula ”tauhid Ulûhiyyah” sama saja dengan ”tauhid Rubûbiyyah”.
Dalam kitab Mishbâh al-Anâm, pada pasal ke dua, karya al-Imâm Alawi ibn Ahmad al-Haddad, tertulis sebagai berikut:
”Tauhid Ulûhiyyah masuk dalam pengertian tauhid Rubûbiyyah dengan dalil bahwa Allah telah mengambil janji (al-Mîtsâq) dari seluruh manusia anak cucu Adam dengan firman-Nya ”Alastu Bi Rabbikum?”. Ayat ini tidak kemudian diikutkan dengan ”Alastu Bi Ilâhikum?”. Artinya; Allah mencukupkannya dengan tauhid Rubûbiyyah, karena sesungguhya sudah secara otomatis bahwa seorang yang mengakui ”Rubûbiyyah” bagi Allah maka berarti ia juga mengakui ”Ulûhiyyah” bagi-Nya. Karena makna ”Rabb” itu sama dengan makna ”Ilâh”. Dan karena itu pula dalam hadits diriwayatkan bahwa dua Malaikat di kubur kelak akan bertanya dengan mengatakan ”Man Rabbuka?”, tidak kemudian ditambahkan dengan ”Man Ilâhuka?”. Dengan demikian sangat jelas bahwa makna tauhid Rubûbiyyah tercakup dalam makna tauhid Ulûhiyyah.
Di antara yang sangat mengherankan dan sangat aneh adalah perkataan sebagian pendusta besar terhadap seorang ahli tauhid; yang bersaksi ”Lâ Ilâha Illallâh, Muhammad Rasulullah”, dan seorang mukmin muslim ahli kiblat, namun pendusta tersebut berkata kepadanya: ”Kamu tidak mengenal tahuid. Tauhid itu terbagi dua; tauhid Rubûbiyyah dan tauhid Ulûhiyyah. Tauhid Rubûbiyyah adalah tauhid yang telah diakui oleh oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik. Sementara tauhid Ulûhiyyah adalah adalah tauhid murni yang diakui oleh orang-orang Islam. Tauhid Ulûhiyyah inilah yang menjadikan dirimu masuk di dalam agama Islam. Adapun tauhid Rubûbiyyah saja tidak cukup”. Ini adalah perkataan orang sesat yang sangat aneh. Bagaimana ia mengatakan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sebagai ahli tauhid?! Jika benar mereka sebagai ahli tauhid tentunya mereka akan dikeluarkan dari neraka kelak, tidak akan menetap di sana selamanya, karena tidak ada seorangpun ahli tauhid yang akan menetap di daam neraka tersebut sebagaimana telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Adakah kalian pernah mendengar di dalam hadits atau dalam riwayat perjalanan hidup Rasulullah bahwa apa bila datang kepada beliau orang-orang kafir Arab yang hendak masuk Islam lalu Rasulullah merinci dan menjelaskan kepada mereka pembagian tauhid kepada tauhid Ulûhiyyah dan tauhid Rubûbiyyah?! Dari mana mereka mendatangkan dusta dan bohong besar terhadap Allah dan Rasul-Nya ini?! Padalah sesungguhnya seorang yang telah mentauhidkan ”Rabb” maka berarti ia telah mentauhidkan ”Ilâh”, dan seorang yang telah memusyrikan ”Rabb” maka ia juga berarti telah memusyrikan ”Ilâh”. Bagi seluruh orang Islam tidak ada yang berhak disembah oleh mereka kecuali ”Rabb” yang ju
👍1
ga ”Ilâh” mereka. Maka ketika mereka berkata ”Lâ Ilâha Illallâh”; bahwa hanya Allah Rabb mereka yang berhak disembah; artinya mereka menafikan Ulûhiyyah dari selain Rabb mereka, sebagaimana mereka menafikan Rubûbiyyah dari selain Ilâh mereka. Mereka menetapkan ke-Esa-an bagi Rabb yang juga Ilâh mereka pada Dzat-Nya, Sifat-sifat-Nya, dan pada segala perbuatan-Nya; artinya tidak ada keserupaan bagi-Nya secara mutlak dari berbagai segi”.
(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata:
”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Ulûhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Adapun tauhid Rubûbiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah dalam QS. Luqman:
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢ ﻣَّﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍْﻷَﺭْﺽِ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟَﻦَّ ﺍﻟﻠﻪُ ( ﻟﻘﻤﺎﻥ : 25 )
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rubûbiyyah?!
Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah dan mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Terbukti bahwa mereka menyekutukan Allah, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid?!
Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah!
Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus bertauhid Ulûhiyyah!
Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:
ﺃَﺃَﺭْﺑَﺎﺏٌ ﻣُﺘَﻔَﺮّﻗُﻮْﻥَ ﺧَﻴْﺮٌ ﺃﻡِ ﺍﻟﻠﻪُ ﺍﻟْﻮَﺍﺣِﺪُ ﺍﻟْﻘَﻬّﺎﺭ ( ﻳﻮﺳﻒ : 39
”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum
Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Ulûhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid Rubûbiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas.
Dengan demikian Allah adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah adalah Ilâh yang berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.
Dalam majalah Nur al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan judul *“Kritik atas pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah”* yang telah ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H), sebagai berikut:
[[“Sesungguhnya pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseo
(Masalah): Para ahli bid’ah dari kaum Musyabbihah biasanya berkata:
”Sesungguhnya para Rasul diutus oleh Allah adalah untuk berdakwah kepada umatnya terhadap tauhid Ulûhiyyah; yaitu agar mereka mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Adapun tauhid Rubûbiyyah; yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam ini, dan bahwa Allah adalah yang mengurus segala peristiwa yang terjadi pada alam ini, maka tauhid ini tidak disalahi oleh seorang-pun dari seluruh manusia, baik orang-orang musyrik maupun orang-orang kafir, dengan dalil firman Allah dalam QS. Luqman:
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢ ﻣَّﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍْﻷَﺭْﺽِ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟَﻦَّ ﺍﻟﻠﻪُ ( ﻟﻘﻤﺎﻥ : 25 )
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
(Jawab): Perkataan mereka ini murni sebagai kebatilan belaka. Bagaimana mereka berkata bahwa seluruh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik sama dengan orang-orang mukmin dalam tauhid Rubûbiyyah?!
Adapun pengertian ayat di atas bahwa orang-orang kafir mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi adalah pengakuan yang hanya di lidah saja, bukan artinya bahwa mereka sebagai orang-orang ahli tauhid; yang mengesakan Allah dan mengakui bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Terbukti bahwa mereka menyekutukan Allah, mengakui adanya tuhan yang berhak disembah kepada selain Allah. Mana logikanya jika orang-orang musyrik disebut sebagai ahli tauhid?!
Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa di dalam Islam terdapat dua tauhid; Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah!
Rasulullah tidak pernah berkata kepada seorang kafir yang hendak masuk Islam bahwa tidak cukup baginya untuk menjadi seorang muslim hanya bertauhid Rubûbiyyah saja, tapi juga harus bertauhid Ulûhiyyah!
Oleh karena itu di dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan Nabi Yusuf saat mengajak dua orang di dalam penjara untuk mentauhidkan Allah:
ﺃَﺃَﺭْﺑَﺎﺏٌ ﻣُﺘَﻔَﺮّﻗُﻮْﻥَ ﺧَﻴْﺮٌ ﺃﻡِ ﺍﻟﻠﻪُ ﺍﻟْﻮَﺍﺣِﺪُ ﺍﻟْﻘَﻬّﺎﺭ ( ﻳﻮﺳﻒ : 39
”Adakah rabb-rabb yang bermacam-macam tersebut lebih baik ataukah Allah (yang lebih baik) yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan yang maha menguasai?!” (QS. Yusuf: 39).
Dalam ayat ini Nabi Yusuf menetapkan kepada mereka bahwa hanya Allah sebagai Rabb yang berhak disembah.
Perkataan kaum
Musyabbihah dalam membagi tauhid kepada dua bagian, dan bahwa tauhid Ulûhiyyah (Ilâh) adalah pengakuan hanya Allah saja yang berhak disembah adalah pembagian batil yang menyesatkan, karena tauhid Rubûbiyyah adalah juga pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah, sebagaimana yang dimaksud oleh ayat di atas.
Dengan demikian Allah adalah Rabb yang berhak disembah, dan juga Allah adalah Ilâh yang berhak disembah. Kata “Rabb” dan kata “Ilâh” adalah kata yang memiliki kandungan makna yang sama sebagaimana telah dinyatakan oleh al-Imâm Abdullah ibn Alawi al-Haddad di atas.
Dalam majalah Nur al-Islâm, majalah ilmiah bulanan yang diterbitkan oleh para Masyâyikh al-Azhar asy-Syarif Cairo Mesir, terbitan tahun 1352 H, terdapat tulisan yang sangat baik dengan judul *“Kritik atas pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah”* yang telah ditulis oleh asy-Syaikh al-Azhar al-‘Allamâh Yusuf ad-Dajwi al-Azhari (w 1365 H), sebagai berikut:
[[“Sesungguhnya pembagian tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah adalah pembagian yang tidak pernah dikenal oleh siapapun sebelum Ibn Taimiyah. Artinya, ini adalah bid’ah sesat yang telah ia munculkannya. Di samping perkara bid’ah, pembagian ini juga sangat tidak masuk akal; sebagaimana engkau akan lihat dalam tulisan ini. Dahulu, bila ada seseo
rang yang hendak masuk Islam, Rasulullah tidak mengatakan kepadanya bahwa tauhid ada dua macam. Rasulullah tidak pernah mengatakan bahwa engkau tidak menjadi muslim hingga bertauhid dengan tauhid Ulûhiyyah (selain Rubûbiyyah), bahkan memberikan isyarat tentang pembagian tauhid ini, walau dengan hanya satu kata saja, sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Demikian pula hal ini tidak pernah didengar dari pernyataan ulama Salaf; yang padahal kaum Musyabbihah sekarang yang membagi-bagi tauhid kepada Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah tersebut mengaku-aku sebagai pengikut ulama Salaf. Sama sekali pembagian tauhid ini tidak memiliki arti. Adapun firman Allah:
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢ ﻣَّﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍْﻷَﺭْﺽِ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟَﻦَّ ﺍﻟﻠﻪُ ( ﻟﻘﻤﺎﻥ : 25 )
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah yang berhak disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah?! Benar, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dari mulai perkara-perkara sepele hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah, bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
ﺇِﻥ ﻧَّﻘُﻮﻝُ ﺇِﻻَّ ﺍﻋْﺘَﺮَﺍﻙَ ﺑَﻌْﺾُ ﺀَﺍﻟِﻬَﺘِﻨَﺎ ﺑِﺴُﻮﺀٍ ( ﻫﻮﺩ : 54 )
”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah difirmankah Allah?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
ﻭَﺟَﻌَﻠُﻮﺍ ﻟﻠﻪِ ﻣِﻤَّﺎ ﺫَﺭَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﺮْﺙِ ﻭَﺍْﻷَﻧْﻌَﺎﻡِ ﻧَﺼِﻴﺒًﺎ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﻫَﺬَﺍ ﻟﻠﻪِ ﺑِﺰَﻋْﻤِﻬِﻢْ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻟِﺸُﺮَﻛَﺂﺋِﻨَﺎ ﻓَﻤَﺎﻛَﺎﻥَ ﻟِﺸُﺮَﻛَﺂﺋِﻬِﻢْ ﻓَﻼَﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻣَﺎﻛَﺎﻥَ ﻟﻠﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻰ ﺷُﺮَﻛَﺂﺋِﻬِﻢْ ( ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ : 136 )
”Lalu mereka berkata sesuai dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah dalam perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah berkata kepada mereka:
ﻭ َﻣَﺎﻧَﺮَﻯ ﻣَﻌَﻜُﻢْ ﺷُﻔَﻌَﺂﺀَﻛُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺯَﻋَﻤْﺘُﻢْ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﻓِﻴﻜُﻢْ ﺷُﺮَﻛَﺎﺅُﺍ ( ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ : 94 )
”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu”(QS. al-An’am: 94).
Dalam ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak: ”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar mereka).
Lalu Rasulullah menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini semua mak
ﻭَﻟَﺌِﻦ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢ ﻣَّﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍْﻷَﺭْﺽِ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟَﻦَّ ﺍﻟﻠﻪُ ( ﻟﻘﻤﺎﻥ : 25 )
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan seluruh lapisan langit dan bumi? Maka mereka benar-benar akan menjawab: “Allah” (QS. Luqman: 25)
Ayat ini menceritakan perkataan orang-orang kafir yang mereka katakan hanya di dalam mulut saja, tidak keluar dari hati mereka. Mereka berkata demikian itu karena terdesak tidak memiliki jawaban apapun untuk membantah dalil-dalil kuat dan argumen-argumen yang sangat nyata (bahwa hanya Allah yang berhak disembah). Bahkan, apa yang mereka katakan tersebut (pengakuan ketuhanan Allah) ”secuil”-pun tidak ada di dalam hati mereka, dengan bukti bahwa pada saat yang sama mereka berkata dengan ucapan-ucapan yang menunjukan kedustaan mereka sendiri. Lihat, bukankah mereka menetapkan bahwa penciptaan manfaat dan bahaya bukan dari Allah?! Benar, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dari mulai perkara-perkara sepele hingga peristiwa-peristiwa besar mereka yakini bukan dari Allah, bagaimana mungkin mereka mentauhidkan-Nya?! Lihat misalkan firman Allah tentang orang-orang kafir yang berkata kepada Nabi Hud:
ﺇِﻥ ﻧَّﻘُﻮﻝُ ﺇِﻻَّ ﺍﻋْﺘَﺮَﺍﻙَ ﺑَﻌْﺾُ ﺀَﺍﻟِﻬَﺘِﻨَﺎ ﺑِﺴُﻮﺀٍ ( ﻫﻮﺩ : 54 )
”Kami katakan bahwa tidak lain engkau telah diberi keburukan atau dicelakakan oleh sebagian tuhan kami” (QS. Hud: 54).
Sementara Ibn Taimiyah berkata bahwa dalam keyakinan orang-orang musyrik tentang sesembahan-sesembahan mereka tersebut tidak memberikan manfaat dan bahaya sedikit-pun. Dari mana Ibn Taimiyah berkata semacam ini?! Bukankah ini berarti ia membangkang kepada apa yang telah difirmankah Allah?! Anda lihat lagi ayat lainnya dari firman Allah tentang perkataan-perkataan orang kafir tersebut:
ﻭَﺟَﻌَﻠُﻮﺍ ﻟﻠﻪِ ﻣِﻤَّﺎ ﺫَﺭَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﺮْﺙِ ﻭَﺍْﻷَﻧْﻌَﺎﻡِ ﻧَﺼِﻴﺒًﺎ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﻫَﺬَﺍ ﻟﻠﻪِ ﺑِﺰَﻋْﻤِﻬِﻢْ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻟِﺸُﺮَﻛَﺂﺋِﻨَﺎ ﻓَﻤَﺎﻛَﺎﻥَ ﻟِﺸُﺮَﻛَﺂﺋِﻬِﻢْ ﻓَﻼَﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﻣَﺎﻛَﺎﻥَ ﻟﻠﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻰ ﺷُﺮَﻛَﺂﺋِﻬِﻢْ ( ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ : 136 )
”Lalu mereka berkata sesuai dengan prasangka mereka: ”Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”. Maka sajian-sajian yang diperuntukan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukan bagi Allah maka sajian-sajian tersebut sampai kepada berhala mereka” (QS. al-An’am: 136).
Lihat, dalam ayat ini orang-orang musyrik tersebut mendahulukan sesembahan-sesembahan mereka atas Allah dalam perkara-perkara sepele.
Kemudian lihat lagi ayat lainnya tentang keyakinan orang-orang musyrik, Allah berkata kepada mereka:
ﻭ َﻣَﺎﻧَﺮَﻯ ﻣَﻌَﻜُﻢْ ﺷُﻔَﻌَﺂﺀَﻛُﻢُ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺯَﻋَﻤْﺘُﻢْ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﻓِﻴﻜُﻢْ ﺷُﺮَﻛَﺎﺅُﺍ ( ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ : 94 )
”Dan Kami tidak melihat bersama kalian para pemberi syafa’at bagi kalian (sesembahan/berhala) yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu tuhan di antara kamu”(QS. al-An’am: 94).
Dalam ayat ini dengan sangat nyata bahwa orang-orang kafir tersebut berkeyakinan bahwa sesembahan-sesembahan mereka memberikan mafa’at kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka mengagung-agungkan berhala-berhala tersebut.
Lihat, apa yang dikatakan Abu Sufyan; ”dedengkot” orang-orang musyrik di saat perang Uhud, ia berteriak: ”U’lu Hubal” (maha agung Hubal), (Hubal adalah salah satu berhala terbesar mereka).
Lalu Rasulullah menjawab teriakan Abu Sufyan: ”Allâh A’lâ Wa Ajall” (Allah lebih tinggi derajat-Nya dan lebih Maha Agung).
Anda pahami teks-teks ini semua mak
a anda akan paham sejauh mana kesesatan mereka yang membagi tauhid kepada dua bagian tersebut!! Dan anda akan paham siapa sesungguhnya Ibn Taimiyah yang telah menyamakan antara orang-orang Islam ahli tauhid dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala tersebut, yang menurutnya mereka semua sama dalam tauhid Rubûbiyyah!”]].
wa Allah A'lam Wa ahkam.
****************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
wa Allah A'lam Wa ahkam.
****************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
Sedekah Hari Ini 😍
***************************
Aqidah keluarga Rasulullah; Allah Ada Tanpa Tempat dan tanpa arah
****************************
Al-Imâm Ja’far as-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn ibn Zainal Abidin Ali ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib (w 148 H) berkata:
" ﻣَﻦْ ﺯَﻋَﻢَ ﺃﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻓِﻲ ﺷَﻰﺀٍ، ﺃﻭْ ﻣِﻦْ ﺷَﻰﺀٍ، ﺃﻭْ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﻰﺀٍ ﻓَﻘَﺪْ ﺃﺷْﺮَﻙَ . ﺇﺫْ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﻰﺀٍ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﻣَﺤْﻤُﻮْﻻً، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺷَﻰﺀٍ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﻣَﺤْﺼُﻮْﺭًﺍ، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺷَﻰﺀٍ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﻣﺤﺪَﺛًﺎ ( ﺃﻱ ﻣَﺨْﻠُﻮْﻗًﺎ )"
“Barangsiapa meyakini bahwa Allah berada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu maka ia telah musyrik. Karena jika Allah berada di atas sesuatu maka berarti Dia diangkat, dan bila berada di dalam sesuatu berarti Dia terbatas, dan bila Dia dari sesuatu maka berarti Dia baharu (makhluk)”[1].
_________________
[1] al-Qusyairi, ar-Risâlah al-Qusyairiyyah, h. 6. Al Imam Ja’far ash Shadiq adalah imam terkemuka dalam fiqih, ilmu, dan keutamaan. Lihat ats Tsiqat , Ibn Hibban, j. 6, h. 131
***************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
***************************
Aqidah keluarga Rasulullah; Allah Ada Tanpa Tempat dan tanpa arah
****************************
Al-Imâm Ja’far as-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn ibn Zainal Abidin Ali ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib (w 148 H) berkata:
" ﻣَﻦْ ﺯَﻋَﻢَ ﺃﻥّ ﺍﻟﻠﻪَ ﻓِﻲ ﺷَﻰﺀٍ، ﺃﻭْ ﻣِﻦْ ﺷَﻰﺀٍ، ﺃﻭْ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﻰﺀٍ ﻓَﻘَﺪْ ﺃﺷْﺮَﻙَ . ﺇﺫْ ﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﻰﺀٍ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﻣَﺤْﻤُﻮْﻻً، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺷَﻰﺀٍ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﻣَﺤْﺼُﻮْﺭًﺍ، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﺷَﻰﺀٍ ﻟَﻜَﺎﻥَ ﻣﺤﺪَﺛًﺎ ( ﺃﻱ ﻣَﺨْﻠُﻮْﻗًﺎ )"
“Barangsiapa meyakini bahwa Allah berada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu maka ia telah musyrik. Karena jika Allah berada di atas sesuatu maka berarti Dia diangkat, dan bila berada di dalam sesuatu berarti Dia terbatas, dan bila Dia dari sesuatu maka berarti Dia baharu (makhluk)”[1].
_________________
[1] al-Qusyairi, ar-Risâlah al-Qusyairiyyah, h. 6. Al Imam Ja’far ash Shadiq adalah imam terkemuka dalam fiqih, ilmu, dan keutamaan. Lihat ats Tsiqat , Ibn Hibban, j. 6, h. 131
***************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
Sedekah Malam 😍
******************
Al Imam Abu Nashr al Qusyairi berkata:
شيئان من يعذلني فيهما # فهو على التحقيق مني بري
حب أبي بكر إمام الهدى # واعتقادي مذهب الأشعري
"Siapa yg menyalahiku dlm dua perkara ini maka dia terbebas dari diriku; Cinta terhadap Abu Bakr as-Siddiq sebagai imam pembawa petunjuk, dan akidahku di atas jalan al Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari".
Aku, Abou Fateh berkata: "AKU ADALAH PENGIKUT IMAM SYAFI'I DALAM FIKIH, DAN PENGIKUT IMAM ABU AL-HASAN AL-ASY'ARI DALAM AKIDAH, AKU ANTI AJARAN WAHHABI DAN SYI'AH.
******************
Berikut ini PDF gratis 100% dalam menjabarkan kebenaran akidah Asy'ariyyah sebagai akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah, dengan dalil2 naqliyyah dan 'aqliyyah yg sangat kuat, lebih dari 200 hlm.
Halal diperbanyak/dicetak/diterbitkan/disebarluaskan dgn cara apapun. Mohon dishare supaya saudara2 kita lainnya mengambil manfaat.
Segera download, klik link berikut;
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://inamurrofiq.files.wordpress.com/2017/06/kebenaran-aqidah-asyariyyah-1.pdf&ved=0ahUKEwih6q_Wk9HXAhWMabwKHUlgBGwQFggoMAA&usg=AOvVaw3CvvxeAuUtZYBdAoTOz9EX
******************
Al Imam Abu Nashr al Qusyairi berkata:
شيئان من يعذلني فيهما # فهو على التحقيق مني بري
حب أبي بكر إمام الهدى # واعتقادي مذهب الأشعري
"Siapa yg menyalahiku dlm dua perkara ini maka dia terbebas dari diriku; Cinta terhadap Abu Bakr as-Siddiq sebagai imam pembawa petunjuk, dan akidahku di atas jalan al Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari".
Aku, Abou Fateh berkata: "AKU ADALAH PENGIKUT IMAM SYAFI'I DALAM FIKIH, DAN PENGIKUT IMAM ABU AL-HASAN AL-ASY'ARI DALAM AKIDAH, AKU ANTI AJARAN WAHHABI DAN SYI'AH.
******************
Berikut ini PDF gratis 100% dalam menjabarkan kebenaran akidah Asy'ariyyah sebagai akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah, dengan dalil2 naqliyyah dan 'aqliyyah yg sangat kuat, lebih dari 200 hlm.
Halal diperbanyak/dicetak/diterbitkan/disebarluaskan dgn cara apapun. Mohon dishare supaya saudara2 kita lainnya mengambil manfaat.
Segera download, klik link berikut;
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://inamurrofiq.files.wordpress.com/2017/06/kebenaran-aqidah-asyariyyah-1.pdf&ved=0ahUKEwih6q_Wk9HXAhWMabwKHUlgBGwQFggoMAA&usg=AOvVaw3CvvxeAuUtZYBdAoTOz9EX
Membongkar Kesesatan Sayyid Quthb (Bag. 1)
****************************
*Muqadimah: NASEHAT*
Segalapuji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, waba’du.
Sudah menjadi kesepakatan Ulama Salaf dan Khalaf bahwa ilmu agama tidak diperoleh dengan membaca beberapa literatur agama,melainkan dengan belajar langsung ( talaqqi ) kepada seorang alim yang terpercaya ( tsiqah ) yang pernah berguru kepada seorang alim terpercaya, dan demikian seterusnya hingga berujung kepada Sahabat Nabi. Al Hafizh Abu Bakr al Khatibal Baghdadi berkata:
" ﻻ ﻳﺆﺧﺬ ﺍﻟﻌﻠﻤﺈﻻ ﻣﻦ ﺃﻓﻮﺍﻩ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ "
“ilmu agama tidak boleh diambilkecuali dari lisan Ulama ".
Sebagianulama Salaf mengatakan:
" ﺍﻟﺬﻯ ﻳﺄﺧﺬ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻳﺴﻤﻰ ﺻﺤﻔﻴﺎ ﻭﺍﻟﺬﻯ ﻳﺄﺧﺬ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺼﺤﻔﻴﺴﻤﻰ ﻣﺼﺤﻔﻴﺎ ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﻗﺎﺭﺋﺎ "
“Orang yang mempelajari hadits dari kitab dinamakan
shahafi, sedangkan orang yang mempelajari al Qur'an dari mushaf dinamakan mushafi, tidak disebut qari' ”.
Dan ini sesungguhnya dipahami dari sabda Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam:
ﻣﻦ ﻳﺮﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﺧﻴﺮﺍ ﻳﻔﻘﻬﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎ ﻟﺘﻌﻠﻤﻮﺍﻟﻔﻘﻪ ﺑﺎﻟﺘﻔﻘﻪ / ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ
Maknanya: “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah baginya suatu kebaikan, maka Allah mudahkan baginya seorang guru yang mengajarinya Ilmu-Ilmu Agama, Sesungguhnya ilmu agama (diperoleh) dengan cara belajar kepada seorang alim, begitu pula fiqih ". (H.R. ath-Thabarani).
Di antara mereka yang tidak pernah belajar dengan bergurukepada ulama tsiqat adalah Sayyid Quthb. Dia tidak pernah duduk bersimpuh di depan para ulama untuk belajar ataumembaca ilmu kepada mereka, Sayyid Quthb ini tidak pernah mencium harumnya ilmu agama.
Pada mulanya ia adalah seorang wartawan yang beraliran marxisme, kemudian bergabung dengan Ikhwanul Muslimin sampai menjadi salah seorang tokoh gerakan tersebut. Mulailah ia menulis, dan ternyata ia tergelincir, sesat lagimenyesatkan. Orang yang berilmu dan memiliki tamyiz (mampu membedakan yang hak dan yang batil) jika membaca karya-karya Sayyid quthb akan mendapatkan bahwa buku-buku tersebut penuh dengan fatwa-fatwa yang bertentangan dengan syari’at Allah dan akan mengetahui bahwa karya-karya tersebut menunjukkan kesesatan penulisnya.
Banyak sekali fatwa-fatwanya yang bertentangan dengan ajaran Islam, di antaranya ia menamakan Allah dengan
ar-Risyah al-Mu’jizah (bulu yang melakukan hal yang luar biasa), ar-Risyah al-Khaliqah (bulu yang menciptakan) dan ar-Risyah al Mubdi'ah (bulu yang menciptakan alam dari tidak ada menjadi ada tanpa ada contoh sebelumnya).
Ini semua ia sebutkan dalam beberapa bagian kitabnya yang berjudul "at-Tashwir al fanni fi al Qur'an " dankarya-karyanya yang lain. Ia juga menamakan Allah dengan al 'Aql al Mudabbir (Akal yang mengatur) ketika menafsirkan surat an-Naba’. Ini jelas merupakan Ilhad (penyimpangan dalam menamakan Allah). Allah ta’ala berfirman:
ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻷﺳﻤﺎﺀﺍﻟﺤﺴﻨﻰ ﻓﺎﺩﻋﻮﻩ ﺑﻬﺎ ﻭﺫﺭﻭﺍ ﺍﻟﺬ ﻳﻦ ﻳﻠﺤﺪﻭﻥ ﻓﻰ ﺃﺳﻤﺎﺋﻪ / ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ : 180
Maknanya: “Bagi Allah al asma’ al husna (Nama-nama yang menunjukkan kesempunaan bagi-Nya), maka berdoa-lah kamusekalian kepada-Nya dengan menyebut nama-nama tersebut dan jauhilah mereka yangmenyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya". ( Q.S. al A’raaf : 180 )
Al-Imam Abu Ja’far ath-Thahawi mengatakan dalam kitab 'Aqidahnya yang merupakan ‘Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah:
ﻭﻣﻦ ﻭﺻﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻣﻦ ﻣﻌﺎﻧﻰ ﺍﻟﺒﺸﺮﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ
“Barang siapa menyifati Allah dengan salah sifat manusia maka ia telah kafir ".
****************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
****************************
*Muqadimah: NASEHAT*
Segalapuji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, waba’du.
Sudah menjadi kesepakatan Ulama Salaf dan Khalaf bahwa ilmu agama tidak diperoleh dengan membaca beberapa literatur agama,melainkan dengan belajar langsung ( talaqqi ) kepada seorang alim yang terpercaya ( tsiqah ) yang pernah berguru kepada seorang alim terpercaya, dan demikian seterusnya hingga berujung kepada Sahabat Nabi. Al Hafizh Abu Bakr al Khatibal Baghdadi berkata:
" ﻻ ﻳﺆﺧﺬ ﺍﻟﻌﻠﻤﺈﻻ ﻣﻦ ﺃﻓﻮﺍﻩ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ "
“ilmu agama tidak boleh diambilkecuali dari lisan Ulama ".
Sebagianulama Salaf mengatakan:
" ﺍﻟﺬﻯ ﻳﺄﺧﺬ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻳﺴﻤﻰ ﺻﺤﻔﻴﺎ ﻭﺍﻟﺬﻯ ﻳﺄﺧﺬ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺼﺤﻔﻴﺴﻤﻰ ﻣﺼﺤﻔﻴﺎ ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﻗﺎﺭﺋﺎ "
“Orang yang mempelajari hadits dari kitab dinamakan
shahafi, sedangkan orang yang mempelajari al Qur'an dari mushaf dinamakan mushafi, tidak disebut qari' ”.
Dan ini sesungguhnya dipahami dari sabda Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam:
ﻣﻦ ﻳﺮﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﺧﻴﺮﺍ ﻳﻔﻘﻬﻪ ﻓﻰ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎ ﻟﺘﻌﻠﻤﻮﺍﻟﻔﻘﻪ ﺑﺎﻟﺘﻔﻘﻪ / ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ
Maknanya: “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah baginya suatu kebaikan, maka Allah mudahkan baginya seorang guru yang mengajarinya Ilmu-Ilmu Agama, Sesungguhnya ilmu agama (diperoleh) dengan cara belajar kepada seorang alim, begitu pula fiqih ". (H.R. ath-Thabarani).
Di antara mereka yang tidak pernah belajar dengan bergurukepada ulama tsiqat adalah Sayyid Quthb. Dia tidak pernah duduk bersimpuh di depan para ulama untuk belajar ataumembaca ilmu kepada mereka, Sayyid Quthb ini tidak pernah mencium harumnya ilmu agama.
Pada mulanya ia adalah seorang wartawan yang beraliran marxisme, kemudian bergabung dengan Ikhwanul Muslimin sampai menjadi salah seorang tokoh gerakan tersebut. Mulailah ia menulis, dan ternyata ia tergelincir, sesat lagimenyesatkan. Orang yang berilmu dan memiliki tamyiz (mampu membedakan yang hak dan yang batil) jika membaca karya-karya Sayyid quthb akan mendapatkan bahwa buku-buku tersebut penuh dengan fatwa-fatwa yang bertentangan dengan syari’at Allah dan akan mengetahui bahwa karya-karya tersebut menunjukkan kesesatan penulisnya.
Banyak sekali fatwa-fatwanya yang bertentangan dengan ajaran Islam, di antaranya ia menamakan Allah dengan
ar-Risyah al-Mu’jizah (bulu yang melakukan hal yang luar biasa), ar-Risyah al-Khaliqah (bulu yang menciptakan) dan ar-Risyah al Mubdi'ah (bulu yang menciptakan alam dari tidak ada menjadi ada tanpa ada contoh sebelumnya).
Ini semua ia sebutkan dalam beberapa bagian kitabnya yang berjudul "at-Tashwir al fanni fi al Qur'an " dankarya-karyanya yang lain. Ia juga menamakan Allah dengan al 'Aql al Mudabbir (Akal yang mengatur) ketika menafsirkan surat an-Naba’. Ini jelas merupakan Ilhad (penyimpangan dalam menamakan Allah). Allah ta’ala berfirman:
ﻭﻟﻠﻪ ﺍﻷﺳﻤﺎﺀﺍﻟﺤﺴﻨﻰ ﻓﺎﺩﻋﻮﻩ ﺑﻬﺎ ﻭﺫﺭﻭﺍ ﺍﻟﺬ ﻳﻦ ﻳﻠﺤﺪﻭﻥ ﻓﻰ ﺃﺳﻤﺎﺋﻪ / ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ : 180
Maknanya: “Bagi Allah al asma’ al husna (Nama-nama yang menunjukkan kesempunaan bagi-Nya), maka berdoa-lah kamusekalian kepada-Nya dengan menyebut nama-nama tersebut dan jauhilah mereka yangmenyimpang dari kebenaran dalam menyebut nama-nama-Nya". ( Q.S. al A’raaf : 180 )
Al-Imam Abu Ja’far ath-Thahawi mengatakan dalam kitab 'Aqidahnya yang merupakan ‘Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah:
ﻭﻣﻦ ﻭﺻﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻣﻦ ﻣﻌﺎﻧﻰ ﺍﻟﺒﺸﺮﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ
“Barang siapa menyifati Allah dengan salah sifat manusia maka ia telah kafir ".
****************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
*Penjelasan Panjang Tentang Riddah (Keluar Dari Islam) Dari Berbagai Kitab Para Ulama 4 Madzhab*
Oleh; Dr. H. Abou Fateh, MA
****************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
****************************
*ﺍﻟﺮﺩﺓ*
ﺍﻟﺮﺩﺓ ﻭﻫﻲ ﻗﻄﻊ ﺍﻹﺳﻼﻡ، ﻭﺗﻨﻘﺴﻢ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻗﺴﺎﻡ : ﺃﻓﻌﺎﻝ ﻭﺃﻗﻮﺍﻝٌ ﻭﺍﻋﺘﻘﺎﺩﺍﺕ ﻛﻤﺎ ﺍﺗَّﻔﻖَ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ، ﻛﺎﻟﻨﻮﻭﻱ ( ﺕ 676 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ، ﻭﺍﺑﻦ ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ ( ﺕ 1252 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ، ﻭﻣﺤﻤﺪ ﻋﻠﻴﺶ ( ﺕ 1299 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ، ﻭﺍﻟﺒﻬﻮﺗﻲ ( ﺕ 1051 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ .
*Riddah*
Riddah adalah memutuskan Islam. Riddah terbagi kepada tiga macam; riddah (keluar dari Islam) karena perbuatan, karena perkataan dan karena keyakinan. Pembagian ini telah disepakati oleh para ulama dari empat madzhab dan lainnya; seperti, al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dan lainnya dari ulama madzhab Syafi’i, al-Imam Ibn Abidin (w 1252 H) dan lainnya dari ulama madzhab Hanafi, Syekh Muhammad Illaisy (w 1299 H) dan lainnya dari ulama madzhab Maliki, dan al-Imam al-Buhuti (w 1051 H) dan lainnya dari ulama madzhab Hanbali.
____________________________
ﻭﻛﻞٌّ ﻣﻦ ﺍﻟﺜﻼﺛﺔ ﻛﻔﺮٌ ﺑﻤﻔﺮﺩِﻩِ ﻓﺎﻟﻜﻔﺮُ ﺍﻟﻘﻮﻟﻲُّ ﻛﻔﺮٌ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﺮﻥ ﺑﻪ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩٌ ﺃﻭ ﻓﻌﻞٌ، ﻭﺍﻟﻜﻔﺮُ ﺍﻟﻔِﻌْﻠِﻲُّ ﻛﻔﺮٌ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﺮﻥ ﺑﻪ ﻗﻮﻝ ﺃﻭ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩٌ ﺃﻭ ﺍﻧﺸﺮﺍﺡُ ﺍﻟﺼَّﺪْﺭ ﺑﻪ، ﻭﺍﻟﻜﻔﺮُ ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻱ ﻛﻔﺮٌ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﺮﻥ ﺑﻪ ﻗﻮﻝٌ ﺃﻭ ﻓﻌﻞٌ، ﻭﺳﻮﺍﺀ ﺣﺼﻮﻝ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺟﺎﻫﻞ ﺑﺎﻟﺤﻜﻢ ﺃﻭ ﻫﺎﺯﻝ ﺃﻭ ﻏﻀﺒﺎﻥ .
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : [ ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺁَﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻻ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢْ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ ] } ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ 65-66 } .
Setiap satu dari tiga macam kufur di atas dengan sendirinya merupakan kekufuran (artinya mengeluarkan seseorang dari Islam). Kufur Qawli misalkan, (kufur karena ucapan) dengan sendirinya bila terjadi dapat mengeluarkan seseorang dari Islam sekalipun tidak dibarengi dengan kufur I’tiqadi dan atau kufur Fi’li. Demikian pula kufur Fi’li (kufur karena perbuatan) dengan sendirinya bila terjadi dapat mengeluarkna seseorang dari Islam sekalipun tidak dibarengi dengan kufur Qawli, atau kufur I’tiqadi, dan juga walaupun tidak dibarengi dengan tujuan dalam hati untuk keluar dari Islam itu sendiri. Dan demikian pula dengan kufur I’tiqadi dengan sendirinya ia merupakan kekufuran walaupun tidak dibarengi dengan kufur Qawli dan atau kufur Fi’li. Dengan demikian setiap satu dari tiga macam kufur ini bila terjadi masing-masing maka dengan sendirinya mengeluarkan seseorang dari Islam, sama halnya bila itu terjadi dari seorang yang tidak mengetahui hukumnya, atau orang yang dalam keadaan bercanda, dan atau orang yang dalam keadaan marah.
Allah berfirman:
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : [ ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺁَﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻻ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢْ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ ] } ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ 65-66 }
“Dan bila engkau (Wahai Muhammad) benar-benar bertanya kepada mereka (orang-orang murtad); maka mereka sungguh akan berkata: “Sesungguhnya kami hanya terjerumus dan hanya bermain-main (bercanda)”, katakan (wahai Muhammad); “Adakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian mengolok-olok? Janganlah kalian mencari alasan, sungguh kalian telah menjadi kafir setelah kalian beriman”. (QS. At-Taubah; 65-66).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ": ﺇﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟﻞَ ﻟَﻴَﺘَﻜﻠَّﻢُ ﺑﺎﻟﻜﻠﻤﺔِ ﻻ ﻳَﺮﻯ ﺑﻬﺎ ﺑﺄﺳًﺎ ﻳﻬﻮِﻱ ﺑِﻬﺎ ﺳﺒﻌﻴﻦَ ﺧﺮﻳﻔًﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ " ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺣﺴﻨﻪ، ﻭﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ .
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bila seseorang berkata-kata dengan kata-kata (kufur) walaupun dia tidak menganggap hal itu sebagai keburukan maka karena ucapannya tersebut ia akan masuk ke dalam neraka hingga dasarnya --yang jarak permukaan dengan dasarnya- adalah selama 70 tahun”. (HR. at-Tirmidzi dan ia mengatakan ini hadits Hasan. Hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih masing-masing).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ ﺍﻟﻄﺒﺮﻱ ( ﺕ
Oleh; Dr. H. Abou Fateh, MA
****************************
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
****************************
*ﺍﻟﺮﺩﺓ*
ﺍﻟﺮﺩﺓ ﻭﻫﻲ ﻗﻄﻊ ﺍﻹﺳﻼﻡ، ﻭﺗﻨﻘﺴﻢ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻗﺴﺎﻡ : ﺃﻓﻌﺎﻝ ﻭﺃﻗﻮﺍﻝٌ ﻭﺍﻋﺘﻘﺎﺩﺍﺕ ﻛﻤﺎ ﺍﺗَّﻔﻖَ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﻢ، ﻛﺎﻟﻨﻮﻭﻱ ( ﺕ 676 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ، ﻭﺍﺑﻦ ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ ( ﺕ 1252 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ، ﻭﻣﺤﻤﺪ ﻋﻠﻴﺶ ( ﺕ 1299 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ، ﻭﺍﻟﺒﻬﻮﺗﻲ ( ﺕ 1051 ﻫـ ) ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ .
*Riddah*
Riddah adalah memutuskan Islam. Riddah terbagi kepada tiga macam; riddah (keluar dari Islam) karena perbuatan, karena perkataan dan karena keyakinan. Pembagian ini telah disepakati oleh para ulama dari empat madzhab dan lainnya; seperti, al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dan lainnya dari ulama madzhab Syafi’i, al-Imam Ibn Abidin (w 1252 H) dan lainnya dari ulama madzhab Hanafi, Syekh Muhammad Illaisy (w 1299 H) dan lainnya dari ulama madzhab Maliki, dan al-Imam al-Buhuti (w 1051 H) dan lainnya dari ulama madzhab Hanbali.
____________________________
ﻭﻛﻞٌّ ﻣﻦ ﺍﻟﺜﻼﺛﺔ ﻛﻔﺮٌ ﺑﻤﻔﺮﺩِﻩِ ﻓﺎﻟﻜﻔﺮُ ﺍﻟﻘﻮﻟﻲُّ ﻛﻔﺮٌ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﺮﻥ ﺑﻪ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩٌ ﺃﻭ ﻓﻌﻞٌ، ﻭﺍﻟﻜﻔﺮُ ﺍﻟﻔِﻌْﻠِﻲُّ ﻛﻔﺮٌ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﺮﻥ ﺑﻪ ﻗﻮﻝ ﺃﻭ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩٌ ﺃﻭ ﺍﻧﺸﺮﺍﺡُ ﺍﻟﺼَّﺪْﺭ ﺑﻪ، ﻭﺍﻟﻜﻔﺮُ ﺍﻻﻋﺘﻘﺎﺩﻱ ﻛﻔﺮٌ ﻭﻟﻮ ﻟﻢ ﻳﻘﺘﺮﻥ ﺑﻪ ﻗﻮﻝٌ ﺃﻭ ﻓﻌﻞٌ، ﻭﺳﻮﺍﺀ ﺣﺼﻮﻝ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺟﺎﻫﻞ ﺑﺎﻟﺤﻜﻢ ﺃﻭ ﻫﺎﺯﻝ ﺃﻭ ﻏﻀﺒﺎﻥ .
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : [ ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺁَﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻻ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢْ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ ] } ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ 65-66 } .
Setiap satu dari tiga macam kufur di atas dengan sendirinya merupakan kekufuran (artinya mengeluarkan seseorang dari Islam). Kufur Qawli misalkan, (kufur karena ucapan) dengan sendirinya bila terjadi dapat mengeluarkan seseorang dari Islam sekalipun tidak dibarengi dengan kufur I’tiqadi dan atau kufur Fi’li. Demikian pula kufur Fi’li (kufur karena perbuatan) dengan sendirinya bila terjadi dapat mengeluarkna seseorang dari Islam sekalipun tidak dibarengi dengan kufur Qawli, atau kufur I’tiqadi, dan juga walaupun tidak dibarengi dengan tujuan dalam hati untuk keluar dari Islam itu sendiri. Dan demikian pula dengan kufur I’tiqadi dengan sendirinya ia merupakan kekufuran walaupun tidak dibarengi dengan kufur Qawli dan atau kufur Fi’li. Dengan demikian setiap satu dari tiga macam kufur ini bila terjadi masing-masing maka dengan sendirinya mengeluarkan seseorang dari Islam, sama halnya bila itu terjadi dari seorang yang tidak mengetahui hukumnya, atau orang yang dalam keadaan bercanda, dan atau orang yang dalam keadaan marah.
Allah berfirman:
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : [ ﻭَﻟَﺌِﻦْ ﺳَﺄَﻟْﺘَﻬُﻢْ ﻟَﻴَﻘُﻮﻟُﻦَّ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺨُﻮﺽُ ﻭَﻧَﻠْﻌَﺐُ ﻗُﻞْ ﺃَﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﺁَﻳَﺎﺗِﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻬْﺰِﺋُﻮﻥَ ﻻ ﺗَﻌْﺘَﺬِﺭُﻭﺍ ﻗَﺪْ ﻛَﻔَﺮْﺗُﻢْ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﻳﻤَﺎﻧِﻜُﻢْ ] } ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ 65-66 }
“Dan bila engkau (Wahai Muhammad) benar-benar bertanya kepada mereka (orang-orang murtad); maka mereka sungguh akan berkata: “Sesungguhnya kami hanya terjerumus dan hanya bermain-main (bercanda)”, katakan (wahai Muhammad); “Adakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian mengolok-olok? Janganlah kalian mencari alasan, sungguh kalian telah menjadi kafir setelah kalian beriman”. (QS. At-Taubah; 65-66).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ": ﺇﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟﻞَ ﻟَﻴَﺘَﻜﻠَّﻢُ ﺑﺎﻟﻜﻠﻤﺔِ ﻻ ﻳَﺮﻯ ﺑﻬﺎ ﺑﺄﺳًﺎ ﻳﻬﻮِﻱ ﺑِﻬﺎ ﺳﺒﻌﻴﻦَ ﺧﺮﻳﻔًﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ " ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺣﺴﻨﻪ، ﻭﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ .
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bila seseorang berkata-kata dengan kata-kata (kufur) walaupun dia tidak menganggap hal itu sebagai keburukan maka karena ucapannya tersebut ia akan masuk ke dalam neraka hingga dasarnya --yang jarak permukaan dengan dasarnya- adalah selama 70 tahun”. (HR. at-Tirmidzi dan ia mengatakan ini hadits Hasan. Hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih masing-masing).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ ﺍﻟﻄﺒﺮﻱ ( ﺕ
310 ﻫـ ) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ " ﺗﻬﺬﻳﺐ ﺍﻵﺛﺎﺭ :" ﺇﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻘﺼﺪ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻨﻪ ﺍﻫـ .
Salah seorang Imam Mujtahid terkemuka; yaitu Imam Muhammad ibn Jarir ath-Thabari (w 310 H) dalam kitab karyanya berjudul Tahdzib al-Atsar, berkata: “Sesungguhnya ada di antara orang-orang Islam yang keluar dari Islamnya (menjadi kafir) walaupun ia tidak bermaksud untuk keluar darinya”.
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﺃﺑﻮ ﻋﻮﺍﻧﺔ ( ﺕ 316 ﻫـ ) ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻤﻞ ﻣﺴﺘﺨﺮﺟﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ، ﻓﻴﻤﺎ ﻧﻘﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﻓﻲ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﺝ 12/301 ":302- ﻭﻓﻴﻪ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻘﺼﺪ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻨﻪ ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﺨﺘﺎﺭ ﺩﻳﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺩﻳﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ " ﺍﻫـ .
Ahli hadits terkemuka yang telah membuat kitab al-Mustakhraj Ala Shahih Muslim, yaitu al-Hafizh Abu Awanah (w 316 H), berkata: “Sesungguhnya ada di antara orang-orang Islam yang keluar dari Islamnya walaupun ia tidak bermaksud untuk keluar darinya, dan atau walaupun ia tidak bertujuan memilih agama lain selain agama Islam”. (Dikutip oleh al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqlani dalam Fath al-Bari, j. 12, h. 301-302).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺍﻟﺤﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻃﺎﻫﺮ ﺍﻟﺤﻀﺮﻣﻲ ( ﺕ 1272 ﻫـ ) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺳﻠﻢ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ﺇﻟﻰ ﻣﺤﺒﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ": ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ ﺣﻔﻆُ ﺇﺳﻼﻣﻪ ﻭﺻﻮﻧُﻪُ ﻋﻤَّﺎ ﻳﻔﺴﺪﻩ ﻭﻳﺒﻄﻠُﻪُ ﻭﻳﻘﻄﻌُﻪُ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺮّﺩﺓُ ﻭﺍﻟﻌﻴﺎﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻗﺪ ﻛﺜُﺮَ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻟﺘﺴﺎﻫﻞُ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺣﺘﻰ ﺇﻧَّﻪُ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺃﻟﻔﺎﻅٌ ﺗُﺨﺮﺟﻬﻢ ﻋﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻻ ﻳَﺮَﻭْﻥَ ﺫﻟﻚ ﺫﻧﺒًﺎ ﻓﻀﻼً ﻋﻦ ﻛﻮﻧﻪ ﻛﻔﺮًﺍ " ﺍﻫـ
Syekh Abdullah ibn al-Husain ibn Thahir al-Hadlrami (w 1272 H) dalam kitab Sullam at-Taufiq Ila Mahabbah Allah ‘Ala at-Tahqiq, berkata: “Wajib atas setiap orang muslim menjaga Islamnya, dan memeliharanya dari segala perkara yang dapat merusaknya, membatalkannya, dan memutuskannya; yaitu riddah --semoga kita dilindungi oleh Allah darinya--. Dan sungguh di zaman sekarang ini telah banyak orang yang menganggap remeh dalam berkata-kata hingga telah keluar dari sebagian mereka kata-kata yang telah mengeluarkan mereka dari Islam. Ironisnya, mereka tidak menganggap hal itu sebagai dosa, terlebih menganggapnya sebagai kekufuran”.
____________________________
ﻗﺎﻝ ﻣﺨﺘﺼﺮﻩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻤﺤﺪﺙ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺍﻟﻬﺮﺭﻱ ( ﺕ 1429 ﻫـ ) ﺹ :14/ " ﻭﺫﻟﻚ ﻣﺼﺪﺍﻕُ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ": ﺇﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻟﻴﺘﻜﻠﻢ ﺑﺎﻟﻜﻠﻤﺔ ﻻ ﻳﺮﻯ ﺑﻬﺎ ﺑﺄﺳًﺎ ﻳﻬﻮﻱ ﺑﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺧﺮﻳﻔًﺎ " ﺃﻱ ﻣﺴﺎﻓﺔ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﻋﺎﻣًﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨـﺰﻭﻝ ﻭﺫﻟﻚ ﻣﻨﺘﻬﻰ ﺟﻬﻨﻢ ﻭﻫﻮ ﺧﺎﺹٌ ﺑﺎﻟﻜﻔﺎﺭ . ﻭﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺣﺴَّﻨَﻪ . ﻭﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ، ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻗﻮﻉ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻭﻻ ﺍﻧﺸﺮﺍﺡ ﺍﻟﺼﺪﺭ ﻭﻻ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﻣﻌﻨﻰ ﺍﻟﻠﻔﻆ ". ﺍﻫـ
Al-Imam al-Hafizh Abdullah ibn Muhammad al-Harari (w 1429 H), dalam kitab Mukhtashar Sullam at-Taufiq, h. 14, berkata: “--bahwa menganggap remeh kata-kata kufur dapat mengeluarkan seseorang dari Islamnya-- hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah: “Sesungguhnya bila seseorang berkata-kata dengan kata-kata (kufur) walaupun dia tidak menganggap hal itu sebagai keburukan maka karena ucapannya tersebut ia akan masuk ke dalam neraka hingga dasarnya --yang jarak permukaan dengan dasarnya- adalah selama 70 tahun”. Artinya, ia akan masuk ke dalam neraka hingga ke dasarnya yang jarak hingga dasarnya tersebut adalah 70 tahun, dan dasar neraka adalah khusus sebagai tempat bagi orang-orang kafir. Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia mengatakan ini hadits Hasan. Hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Hadits ini merupakan dalil bahwa terjatuh dalam kufur tidak disyaratkan harus mengetahui hukumnya, juga tidak disyaratkan bahwa hatinya benar-benar bertujuan keluar dari Islam, serta juga tidak disyaratkan bahwa ia harus meyakini bahwa kata-kata tersebut dapat mengeluarkan dirinya dari Islam”. (Artinya, secara mutlak dengan hanya berkata-kata kufur; seseorang menjadi kafir/keluar dari Islam).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﺒﻜﺮﻱ ﺍﻟﺪﻣﻴﺎﻃﻲ ( ﺕ 1310 ﻫـ ) ﻓﻲ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺣﻞ ﺃﻟﻔﺎﻅ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ( ﻡ /2 ﺝ 4/133 ) : " ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻰ ﺃﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﺟﻤﻠﺔ ﻣﻦ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻤﻮﺍ ﺃﻧﻬﺎ ﻛﺬﻟﻚ ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﻨﻮﺍ ﻟﻬﻢ ﺫﻟﻚ ﻟﻌﻠﻬﻢ ﻳﺠﺘﻨﺒﻮﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﻋﻠﻤﻮﻩ ﻟﺌﻼ ﺗﺤﺒﻂ ﺃ
Salah seorang Imam Mujtahid terkemuka; yaitu Imam Muhammad ibn Jarir ath-Thabari (w 310 H) dalam kitab karyanya berjudul Tahdzib al-Atsar, berkata: “Sesungguhnya ada di antara orang-orang Islam yang keluar dari Islamnya (menjadi kafir) walaupun ia tidak bermaksud untuk keluar darinya”.
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﺃﺑﻮ ﻋﻮﺍﻧﺔ ( ﺕ 316 ﻫـ ) ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻤﻞ ﻣﺴﺘﺨﺮﺟﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ، ﻓﻴﻤﺎ ﻧﻘﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﻓﻲ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﺒﺎﺭﻱ ﺝ 12/301 ":302- ﻭﻓﻴﻪ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻘﺼﺪ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻣﻨﻪ ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﺨﺘﺎﺭ ﺩﻳﻨﺎ ﻋﻠﻰ ﺩﻳﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ " ﺍﻫـ .
Ahli hadits terkemuka yang telah membuat kitab al-Mustakhraj Ala Shahih Muslim, yaitu al-Hafizh Abu Awanah (w 316 H), berkata: “Sesungguhnya ada di antara orang-orang Islam yang keluar dari Islamnya walaupun ia tidak bermaksud untuk keluar darinya, dan atau walaupun ia tidak bertujuan memilih agama lain selain agama Islam”. (Dikutip oleh al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqlani dalam Fath al-Bari, j. 12, h. 301-302).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺍﻟﺤﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻃﺎﻫﺮ ﺍﻟﺤﻀﺮﻣﻲ ( ﺕ 1272 ﻫـ ) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺳﻠﻢ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ﺇﻟﻰ ﻣﺤﺒﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺤﻘﻴﻖ ": ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ ﺣﻔﻆُ ﺇﺳﻼﻣﻪ ﻭﺻﻮﻧُﻪُ ﻋﻤَّﺎ ﻳﻔﺴﺪﻩ ﻭﻳﺒﻄﻠُﻪُ ﻭﻳﻘﻄﻌُﻪُ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺮّﺩﺓُ ﻭﺍﻟﻌﻴﺎﺫ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻗﺪ ﻛﺜُﺮَ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻟﺘﺴﺎﻫﻞُ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺣﺘﻰ ﺇﻧَّﻪُ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺃﻟﻔﺎﻅٌ ﺗُﺨﺮﺟﻬﻢ ﻋﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻻ ﻳَﺮَﻭْﻥَ ﺫﻟﻚ ﺫﻧﺒًﺎ ﻓﻀﻼً ﻋﻦ ﻛﻮﻧﻪ ﻛﻔﺮًﺍ " ﺍﻫـ
Syekh Abdullah ibn al-Husain ibn Thahir al-Hadlrami (w 1272 H) dalam kitab Sullam at-Taufiq Ila Mahabbah Allah ‘Ala at-Tahqiq, berkata: “Wajib atas setiap orang muslim menjaga Islamnya, dan memeliharanya dari segala perkara yang dapat merusaknya, membatalkannya, dan memutuskannya; yaitu riddah --semoga kita dilindungi oleh Allah darinya--. Dan sungguh di zaman sekarang ini telah banyak orang yang menganggap remeh dalam berkata-kata hingga telah keluar dari sebagian mereka kata-kata yang telah mengeluarkan mereka dari Islam. Ironisnya, mereka tidak menganggap hal itu sebagai dosa, terlebih menganggapnya sebagai kekufuran”.
____________________________
ﻗﺎﻝ ﻣﺨﺘﺼﺮﻩ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻤﺤﺪﺙ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺍﻟﻬﺮﺭﻱ ( ﺕ 1429 ﻫـ ) ﺹ :14/ " ﻭﺫﻟﻚ ﻣﺼﺪﺍﻕُ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ": ﺇﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﻟﻴﺘﻜﻠﻢ ﺑﺎﻟﻜﻠﻤﺔ ﻻ ﻳﺮﻯ ﺑﻬﺎ ﺑﺄﺳًﺎ ﻳﻬﻮﻱ ﺑﻬﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺧﺮﻳﻔًﺎ " ﺃﻱ ﻣﺴﺎﻓﺔ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﻋﺎﻣًﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨـﺰﻭﻝ ﻭﺫﻟﻚ ﻣﻨﺘﻬﻰ ﺟﻬﻨﻢ ﻭﻫﻮ ﺧﺎﺹٌ ﺑﺎﻟﻜﻔﺎﺭ . ﻭﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺣﺴَّﻨَﻪ . ﻭﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺣﺪﻳﺚ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ، ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺸﺘﺮﻁ ﻓﻲ ﺍﻟﻮﻗﻮﻉ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻭﻻ ﺍﻧﺸﺮﺍﺡ ﺍﻟﺼﺪﺭ ﻭﻻ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﻣﻌﻨﻰ ﺍﻟﻠﻔﻆ ". ﺍﻫـ
Al-Imam al-Hafizh Abdullah ibn Muhammad al-Harari (w 1429 H), dalam kitab Mukhtashar Sullam at-Taufiq, h. 14, berkata: “--bahwa menganggap remeh kata-kata kufur dapat mengeluarkan seseorang dari Islamnya-- hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah: “Sesungguhnya bila seseorang berkata-kata dengan kata-kata (kufur) walaupun dia tidak menganggap hal itu sebagai keburukan maka karena ucapannya tersebut ia akan masuk ke dalam neraka hingga dasarnya --yang jarak permukaan dengan dasarnya- adalah selama 70 tahun”. Artinya, ia akan masuk ke dalam neraka hingga ke dasarnya yang jarak hingga dasarnya tersebut adalah 70 tahun, dan dasar neraka adalah khusus sebagai tempat bagi orang-orang kafir. Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia mengatakan ini hadits Hasan. Hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Hadits ini merupakan dalil bahwa terjatuh dalam kufur tidak disyaratkan harus mengetahui hukumnya, juga tidak disyaratkan bahwa hatinya benar-benar bertujuan keluar dari Islam, serta juga tidak disyaratkan bahwa ia harus meyakini bahwa kata-kata tersebut dapat mengeluarkan dirinya dari Islam”. (Artinya, secara mutlak dengan hanya berkata-kata kufur; seseorang menjadi kafir/keluar dari Islam).
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﺒﻜﺮﻱ ﺍﻟﺪﻣﻴﺎﻃﻲ ( ﺕ 1310 ﻫـ ) ﻓﻲ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺣﻞ ﺃﻟﻔﺎﻅ ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ( ﻡ /2 ﺝ 4/133 ) : " ﻭﺍﻋﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻰ ﺃﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﺟﻤﻠﺔ ﻣﻦ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻤﻮﺍ ﺃﻧﻬﺎ ﻛﺬﻟﻚ ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﻨﻮﺍ ﻟﻬﻢ ﺫﻟﻚ ﻟﻌﻠﻬﻢ ﻳﺠﺘﻨﺒﻮﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﻋﻠﻤﻮﻩ ﻟﺌﻼ ﺗﺤﺒﻂ ﺃ
ﻋﻤﺎﻟﻬﻢ ﻭﻳﺨﻠﺪﻭﻥ ﻓﻲ ﺃﻋﻈﻢ ﺍﻟﻌﺬﺍﺏ، ﻭﺃﺷﺪ ﺍﻟﻌﻘﺎﺏ، ﻭﻣﻌﺮﻓﺔ ﺫﻟﻚ ﺃﻣﺮ ﻣﻬﻢّ ﺟﺪًﺍ، ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻌﺮﻑ ﺍﻟﺸﺮّ ﻳﻘﻊ ﻓﻴﻪ ﻭﻫﻮ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ، ﻭﻛﻞ ﺷﺮّ ﺳﺒﺒﻪ ﺍﻟﺠﻬﻞ، ﻭﻛﻞ ﺧﻴﺮ ﺳﺒﺒﻪ ﺍﻟﻌﻠﻢ، ﻓﻬﻮ ﺍﻟﻨﻮﺭ ﺍﻟﻤﺒﻴﻦ، ﻭﺍﻟﺠﻬﻞ ﺑﺌﺲ ﺍﻟﻘﺮﻳﻦ " ﺍﻫـ
As-Sayyid al-Bakri ad-Dimyathi (w 1310 H) dalam kitab I’anah ath-Thalibin ‘Ala Hall Alfazh Fath al-Mu’in, vol. 2, j. 4, h. 133, berkata: “Ketahuilah bahwa banyak orang-orang awam yang dengan lidahnya telah berkata-kata kufur tanpa mereka ketahui bahwa sebenarnya hal itu merupakan kekufuran (dan menjatuhkan mereka di dalamnya). Maka wajib atas seorang yang memiliki ilmu untuk menjelaskan bagi mereka perkara-perkara kufur tersebut supaya bila mereka mengetahinya maka mereka akan menghindarinya, dan dengan demikian maka amalan mereka tidak menjadi sia-sia, serta mereka tidak dikekalkan di dalam neraka (bersama orang-orang kafir) dalam siksaan besar dan adzab yang sangat pedih. Sesungguhnya mengenal masalah-masalah kufur itu adalah perkara yang sangat penting, karena seorang yang tidak mengetahui keburukan maka sadar atau tidak ia pasti akan terjatuh di dalamnya. Dan sungguh setiap keburukan itu pangkalnya (sebab utamnya) adalah kebodohan (tidak memiliki ilmu), dan setiap kebaikan itu pangkalnya adalah ilmu, maka ilmu adalah petunjuk yang sangat nyata terhadap segala kebaikan, dan kebodohan adalah seburuk-buruknya teman (untuk kita hindari)”.
____________________________
ﻭﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺤﺴﻴﻨﻲ ﺍﻟﺰﺑﻴﺪﻱ ﺍﻟﺸﻬﻴﺮ ﺑﻤﺮﺗﻀﻰ ( ﺕ 1205 ﻫـ ) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺍﺗﺤﺎﻑ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﺍﻟﻤﺘﻘﻴﻦ ﺑﺸﺮﺡ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ،ﺝ 5/333 ، ﻣﺎ ﻧﺼﻪ : " ﻭﻗﺪ ﺃﻟﻒ ﻓﻴﻬﺎ ( ﺍﻟﺮﺩﺓ ) ﻏﻴﺮ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﺭﺳﺎﺋﻞ ﻭﺃﻛﺜﺮﻭﺍ ﻓﻲ ﺃﺣﻜﺎﻣﻬﺎ " ﺍﻫـ
Al-Imam al-Hafizh al-Faqih Muhammad ibn Muhammad al-Husaini az-Zabidi yang lebih dikenal dengan sebutan Mutadla az-Zabidi (w 1205 H) dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin, j. 5, h. 333, menuliskan: “Sangat banyak sekali para Imam terkemuka dari ulama empat madzhab yang telah menuliskan berbagai risalah/kitab dalam menjelaskan masalah riddah dan hukum-hukumnya”.
____________________________
*ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ*
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﺍﻟﺤﻨﻔﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺃﻣﻴﻦ ﺍﻟﺸﻬﻴﺮ ﺑﺎﺑﻦ ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ ( ﺕ 1252 ﻫـ ) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺭﺩ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﺭ ﺍﻟﻤﺨﺘﺎﺭ ﺷﺮﺡ ﺗﻨﻮﻳﺮ ﺍﻷﺑﺼﺎﺭ، ﺝ 6/354 ، ﺑﺎﺏ ﺍﻟﻤﺮﺗﺪ : ﺷﺮﻋﺎ ﺍﻟﺮﺍﺟﻊ ﻋﻦ ﺩﻳﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ، ﻭﺭﻛﻨﻬﺎ ﺇﺟﺮﺍﺀ ﻛﻠﻤﺔ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ . ﻫﺬﺍ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻪ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ، ﻭﺇﻻ ﻓﻘﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﺑﺪﻭﻧﻪ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻋﺮﺽ ﻟﻪ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺑﺎﻃﻞ ﺃﻭ ﻧﻮﻯ ﺃﻥ ﻳﻜﻔﺮ ﺑﻌﺪ ﺣﻴﻦ " ﺍﻫـ .
*Penjelasan Para Ulama Madzhab Hanafi*
Salah seorang ahli fiqih terkemuka dalam madzhab Hanafi; yaitu al-Imam Muhmammad Amin yang lebih dikenal dengan nama Ibn Abidin (w 1252 H) dalam kitab karyanya berjudul Radd al-Muhtar ‘Ala ad-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar, j. 6, h. 354, berkata: “Bab menjelaskan seorang yang murtad. Dalam tinjauan syari’at orang yang murtad adalah orang yang memutuskan/keluar Islam. Sebab utamanya adalah karena kata-kata kufur yang diucapkan dengan lidahnya. Inilah penyebab utama yang nampak secara zahir; di mana seorang hakim harus menetapkan hukum kafir terhadap orang yang mengucapkan kata-kata kufur tersebut. Selain dengan kata-kata kufur kekufuran ini dapat terjadi karena sebab lainnya, seperti orang yang berkeyakinan rusak, atau seorang yang berniat (dalam hati) untuk menjadi kafir di masa mendatang; maka ia menjadi kafir saat itu pula (artinya saat ia meletakan niat untuk menjadi kafir)”.
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﺭ ﺍﻟﺮﺷﻴﺪ ﺍﻟﺤﻨﻔﻲ ( ﺕ 768 ﻫـ ) ﻓﻲ ﺭﺳﺎﻟﺔ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻷﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻜﻔﺮﻳﺔ ﺹ ":19/ ﻣﻦ ﻛﻔﺮ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ﻃﺎﺋﻌﺎ ﻭﻗﻠﺒﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﺇﻧﻪ ﻛﺎﻓﺮ ﻭﻻ ﻳﻨﻔﻌﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺆﻣﻨﺎ ﻷﻥ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻌﺮﻑ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻤﺎ ﻳﻨﻄﻖ ﺑﻪ ﻓﺈﻥ ﻧﻄﻖ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ ﻛﺎﻥ ﻛﺎﻓﺮﺍ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻭﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ " ﺍﻫـ .
Al-Imam Badr ar-Rasyid al-Hanafi (w 768 H) dalam karyanya berjudul Risalah Fi Bayan al-Alfazh al-Kufriyyah, h. 19, berkata: “Barangsiapa mengucapkan kata-kata kufur dengan lidahnya dan tanpa ada yang memaksanya (artinya bukan dibawah ancaman bunuh), walaupun hatinya merasa tetap dalam iman; maka sesungguhnya orang ini adalah seorang kafir. Dan apa yang ada dalam hatinya tidak dapat memberikan manfaat apapun bagi dirinya. Orang semacam ini bagi Allah adal
As-Sayyid al-Bakri ad-Dimyathi (w 1310 H) dalam kitab I’anah ath-Thalibin ‘Ala Hall Alfazh Fath al-Mu’in, vol. 2, j. 4, h. 133, berkata: “Ketahuilah bahwa banyak orang-orang awam yang dengan lidahnya telah berkata-kata kufur tanpa mereka ketahui bahwa sebenarnya hal itu merupakan kekufuran (dan menjatuhkan mereka di dalamnya). Maka wajib atas seorang yang memiliki ilmu untuk menjelaskan bagi mereka perkara-perkara kufur tersebut supaya bila mereka mengetahinya maka mereka akan menghindarinya, dan dengan demikian maka amalan mereka tidak menjadi sia-sia, serta mereka tidak dikekalkan di dalam neraka (bersama orang-orang kafir) dalam siksaan besar dan adzab yang sangat pedih. Sesungguhnya mengenal masalah-masalah kufur itu adalah perkara yang sangat penting, karena seorang yang tidak mengetahui keburukan maka sadar atau tidak ia pasti akan terjatuh di dalamnya. Dan sungguh setiap keburukan itu pangkalnya (sebab utamnya) adalah kebodohan (tidak memiliki ilmu), dan setiap kebaikan itu pangkalnya adalah ilmu, maka ilmu adalah petunjuk yang sangat nyata terhadap segala kebaikan, dan kebodohan adalah seburuk-buruknya teman (untuk kita hindari)”.
____________________________
ﻭﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺤﺴﻴﻨﻲ ﺍﻟﺰﺑﻴﺪﻱ ﺍﻟﺸﻬﻴﺮ ﺑﻤﺮﺗﻀﻰ ( ﺕ 1205 ﻫـ ) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺍﺗﺤﺎﻑ ﺍﻟﺴﺎﺩﺓ ﺍﻟﻤﺘﻘﻴﻦ ﺑﺸﺮﺡ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ،ﺝ 5/333 ، ﻣﺎ ﻧﺼﻪ : " ﻭﻗﺪ ﺃﻟﻒ ﻓﻴﻬﺎ ( ﺍﻟﺮﺩﺓ ) ﻏﻴﺮ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﺭﺳﺎﺋﻞ ﻭﺃﻛﺜﺮﻭﺍ ﻓﻲ ﺃﺣﻜﺎﻣﻬﺎ " ﺍﻫـ
Al-Imam al-Hafizh al-Faqih Muhammad ibn Muhammad al-Husaini az-Zabidi yang lebih dikenal dengan sebutan Mutadla az-Zabidi (w 1205 H) dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin, j. 5, h. 333, menuliskan: “Sangat banyak sekali para Imam terkemuka dari ulama empat madzhab yang telah menuliskan berbagai risalah/kitab dalam menjelaskan masalah riddah dan hukum-hukumnya”.
____________________________
*ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ*
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻔﻘﻴﻪ ﺍﻟﺤﻨﻔﻲ ﻣﺤﻤﺪ ﺃﻣﻴﻦ ﺍﻟﺸﻬﻴﺮ ﺑﺎﺑﻦ ﻋﺎﺑﺪﻳﻦ ( ﺕ 1252 ﻫـ ) ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺭﺩ ﺍﻟﻤﺤﺘﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﺭ ﺍﻟﻤﺨﺘﺎﺭ ﺷﺮﺡ ﺗﻨﻮﻳﺮ ﺍﻷﺑﺼﺎﺭ، ﺝ 6/354 ، ﺑﺎﺏ ﺍﻟﻤﺮﺗﺪ : ﺷﺮﻋﺎ ﺍﻟﺮﺍﺟﻊ ﻋﻦ ﺩﻳﻦ ﺍﻹﺳﻼﻡ، ﻭﺭﻛﻨﻬﺎ ﺇﺟﺮﺍﺀ ﻛﻠﻤﺔ ﺍﻟﻜﻔﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ . ﻫﺬﺍ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻪ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ، ﻭﺇﻻ ﻓﻘﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﺑﺪﻭﻧﻪ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻋﺮﺽ ﻟﻪ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺑﺎﻃﻞ ﺃﻭ ﻧﻮﻯ ﺃﻥ ﻳﻜﻔﺮ ﺑﻌﺪ ﺣﻴﻦ " ﺍﻫـ .
*Penjelasan Para Ulama Madzhab Hanafi*
Salah seorang ahli fiqih terkemuka dalam madzhab Hanafi; yaitu al-Imam Muhmammad Amin yang lebih dikenal dengan nama Ibn Abidin (w 1252 H) dalam kitab karyanya berjudul Radd al-Muhtar ‘Ala ad-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar, j. 6, h. 354, berkata: “Bab menjelaskan seorang yang murtad. Dalam tinjauan syari’at orang yang murtad adalah orang yang memutuskan/keluar Islam. Sebab utamanya adalah karena kata-kata kufur yang diucapkan dengan lidahnya. Inilah penyebab utama yang nampak secara zahir; di mana seorang hakim harus menetapkan hukum kafir terhadap orang yang mengucapkan kata-kata kufur tersebut. Selain dengan kata-kata kufur kekufuran ini dapat terjadi karena sebab lainnya, seperti orang yang berkeyakinan rusak, atau seorang yang berniat (dalam hati) untuk menjadi kafir di masa mendatang; maka ia menjadi kafir saat itu pula (artinya saat ia meletakan niat untuk menjadi kafir)”.
____________________________
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﺭ ﺍﻟﺮﺷﻴﺪ ﺍﻟﺤﻨﻔﻲ ( ﺕ 768 ﻫـ ) ﻓﻲ ﺭﺳﺎﻟﺔ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻷﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻜﻔﺮﻳﺔ ﺹ ":19/ ﻣﻦ ﻛﻔﺮ ﺑﻠﺴﺎﻧﻪ ﻃﺎﺋﻌﺎ ﻭﻗﻠﺒﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﺇﻧﻪ ﻛﺎﻓﺮ ﻭﻻ ﻳﻨﻔﻌﻪ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻗﻠﺒﻪ ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺆﻣﻨﺎ ﻷﻥ ﺍﻟﻜﺎﻓﺮ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻌﺮﻑ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻤﺎ ﻳﻨﻄﻖ ﺑﻪ ﻓﺈﻥ ﻧﻄﻖ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ ﻛﺎﻥ ﻛﺎﻓﺮﺍ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻭﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ " ﺍﻫـ .
Al-Imam Badr ar-Rasyid al-Hanafi (w 768 H) dalam karyanya berjudul Risalah Fi Bayan al-Alfazh al-Kufriyyah, h. 19, berkata: “Barangsiapa mengucapkan kata-kata kufur dengan lidahnya dan tanpa ada yang memaksanya (artinya bukan dibawah ancaman bunuh), walaupun hatinya merasa tetap dalam iman; maka sesungguhnya orang ini adalah seorang kafir. Dan apa yang ada dalam hatinya tidak dapat memberikan manfaat apapun bagi dirinya. Orang semacam ini bagi Allah adal