Tauhid Corner
599 subscribers
89 photos
38 videos
6 files
751 links
Catatan Teologi Islam Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah

https://linktr.ee/tauhidcorner
Download Telegram
IMAN DENGAN PARA RASUL ALLAH
(Bagian 9 / 9) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

4. Kisah dusta tentang Nabi Ayyub

Cerita ini menyebutkan bahwa suatu ketika Iblis meniup pada Nabi Ayyub hingga beliau terjangkit penyakit kusta akut hingga mengeluarkan belatung-belatung dari luka-lukanya. Saat belatung-belatung tersebut berjatuhan dari tubuhnya, beliau mengambilnya satu persatu dan meletakannya kembali pada bagian tubuhnya seraya berkata: “Wahai makhluk Tuhanku, makanlah rizki yang telah diberikan Allah kepadamu”.

Cerita ini jelas tidak berdasar sama sekali. Tidak mungkin seorang Nabi memiliki penyakit yang menjijikan seperti itu. Karena penyakit semacam itu akan menghilangkan hikmah-hikmah kenabian. Artinya, tidak ada hikmah seorang Nabi diutus dalam keadaan “berpenyakitan” seperti ini, karena siapapun umatnya akan manjauh dan menghidar darinya. Juga mustahil Nabi Ayyub mengembalikan belatung-belatung tersebut ke tubuhnya agar menyakiti dirinya sendiri dan memakan daging-daging pada tubuhnya. Karena perbuatan semacam ini sama dengan bunuh diri. Allah berfirman:

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ (البقرة: 195)

“Dan jangalah kalian menjerumuskan diri kalian ke dalam kebinasaan”. (QS. al-Baqarah: 195).

Adapun cerita yang benar tentang Nabi Ayyub, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Imam Ibn Hibban dan dishahihkannya, adalah bahwa beliau ditimpa musibah sakit selama 18 tahun. Namun Nabi Ayyub sabar dalam sakitnya tersebut, karena beliau tahu bahwa hal tersebut dapat meninggikan derajat seseorang. Dalam hadits ini tidak disebutkan macam penyakit yang telah menimpa Nabi Ayyub tersebut. Yang jelas bahwa penyakit tersebut bukan sesuatu yang menjijikan dan merendahkan derajat kenabian.

Katalog Buku >>> https://wa.me/c/6287878023938

5. Sebagian kitab menceritakan kisah dusta tentang Nabi Muhammad

Menurut cerita ini bahwa suatu ketika lidah Rasulullah dikuasai oleh setan, kemudian setan berkata-kata dengan lidah beliau: “Tilka al-Gharaniq al-‘Ula Wa Inna Syafa’atahunna Laturtaja…”. (Artinya, itulah berhala-berhala yang agung, dan sesungguhnya pertolongan mereka benar-benar sangat diharapkan). Setelah mendengar perkataan ini orang-orang kafir menjadi sangat gembira. Cerita ini sama sekali tidak memiliki dasar dan benar-benar sebuah kebatilan belaka. Mustahil Allah memberikan kemampuan kepada setan untuk menguasai lidah para Nabi-Nya, terlebih menggunakannya untuk memuji berhala-berhala.

Cerita yang benar tentang ini ialah bahwa suatu ketika Rasulullah membacakan QS. an-Najm. Ketika bacaan beliau sampai kepada ayat 19-20, beliau berhenti sejenak. Ayat tersebut ialah:

أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى، وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى (النجم: (19-20)

Kesempatan diamnya Rasulullah ini kemudian dimanfaatkan oleh setan untuk memperdengarkan suara yang dimirip-miripkan dengan suara Rasulullah kepada orang-orang musyrik yang saat itu berada dekat dengan Rasulullah sendiri. Saat terdengar suara tersebut orang-orang musyrik menganggap bahwa itu adalah suara Rasulullah. Setan itu berkata: “Itulah berhal-berhala yang agung, dan sesungguhnya pertolongan mereka benar-benar sangat diharapkan”. Seketika itu orang-orang musyrik menjadi sangat bersuka-ria. Mereka berkata: “Sebelum hari ini Muhammad tidak pernah memuji-muji tuhan-tuhan kita, dan hari ini ia telah memberikan pujiannya kepada mereka”. Kemudian Allah menurunkan ayat al-Qur’an QS. al-Hajj: 52 yang membantah dan mendustakan perkataan mereka:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آَيَاتِه (الحج: 52)

“Dan Kami (Allah) tidak mengutus sebelum engkau (Wahai Muhammad) seorang Rasul dan tidak pula seorang Nabi, melainkan apa bila ia mengajak kaumnya untuk mengikuti ajarannya maka setan akan menambah-nambahkan perkataan sesat yang bukan perkataan Nabi, dan ia (setan) memberikan sangkaan bahwa Nabi-lah yang mengucapkan perkataan rusak dan sesat tersebut.
Maka Allah memberikan penjelasan bahwa perkataan rusak dan sesat itu bukan berasal dari Nabi. Kemudian Allah menguatkan ayat-ayat-Nya”. (QS. al-Hajj: 52)
__
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN HARI AKHIR
(Bagian 1 / 4) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Di antara dasar-dasar dan pokok-pokok iman yang enam ialah beriman kepada hari akhir, yaitu hari kiamat. Peristiwa hari kiamat ini dari mulai dibangkitkannya seluruh jasad manusia dari kubur atau dari kematiannya dan berakhir setelah ditempatkannya penduduk surga di surga dan penduduk neraka di neraka. Makna “kehidupan akhirat” yang dimaksud adalah kehidupan pada hari kiamat, dan kehidupan setelah menetapnya penduduk surga di surga dan penduduk neraka di neraka yang tidak berpenghabisan. Artinya, bahwa kehidupan abadi setelah kematian tersebut disebut dengan kehidupan akhirat.

Seluruh manusia dan makhluk hidup lainnya akan mengalami kematian. Setelah Malaikat Israfil melaksanakan perintah Allah untuk meniup sangkakala (ash-Shur) maka seluruh makhluk hidup akan mengalami kematian. Kemudian, pada hari kebangkitan, Allah akan mengembalikan seluruh jasad, baik yang masih utuh atau yang telah hancur dimakan tanah, menjadi seperti sediakala dengan ruhnya masing-masing.

Katalog Buku >>> https://wa.me/c/6287878023938

Proses peristiwa kiamat ini, yaitu dari mulai dibangkitkannya seluruh makhluk yang telah mati hingga berakhir dengan menetapnya penduduk surga di surga dan penduduk neraka di neraka, berlangsung dalam waktu yang sangat panjang. Yaitu dalam waktu 50.000 (lima puluh ribu) tahun dalam hitungan kita. Tentang ini Allah berfirman:

فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ (المعارج:4)

“(Kiamat itu) terjadi dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun”. (QS. al-Ma’arij: 4)

Di saat itu seluruh makhluk dikumpulkan di atas bumi yang telah diganti oleh Allah (al-Ardl al-Mubaddalah). Bumi yang kita tempati sekarang ini dihari kiamat nanti akan dihancurkan, akan diseret keneraka Jahannam dan dimasukan ke dalamnya. Allah akan menggantikannya dengan bumi yang lain. Pada bumi yang baru ini tidak ada pepohonan, tidak ada sungai-sungai, tidak ada gunung-gunung, serta bumi tersebut berbentuk datar dan berwarna putih. Seluruh makhluk yang pernah hidup dari bangsa manusia, bangsa jin, hingga seluruh binatang akan dibangkitkan dan dikumpulkan pada bumi yang baru ini. Di bumi yang baru ini, bintang-bintang akan saling membalas (Qishah) antara mereka atas perlakuan sesamanya ketika mereka hidup di dunia. Setelah itu kemudian mereka akan menjadi debu. Dan di saat itulah orang-orang kafir akan mendapatkan penyesalan yang tiada tara, mereka akan berkata: “Seandainya saja kami seperti binatang-binatang tersebut dan menjadi debu…!”. Mereka berangan-angan demikian karena sangat beratnya pertanggungjawaban yang ada di hadapan mereka. Sementara bintang-bintang tersebut telah menjadi debu dan terbebas dari segala pertanggungjawaban.
_
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa _share_ jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
Al Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan:

"مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك" رواه أبو الفضل التميمي

Maknanya:
_"Apapun yang terlintas dalam benak kamu (tentang Allah), maka Allah tidak seperti itu"_ (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi).

Jika ditanyakan:
_Bagaimana hal demikian itu bisa terjadi (bahwa ada sesuatu yang ada tetapi tidak bisa dibayangkan dan digambarkan dengan benak)?_

Maka jawabannya adalah:
Bahwa di antara makhluk ada yang tidak bisa kita bayangkan akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tidak ada. Tidak ada satupun di antara kita yang bisa membayangkan pada dirinya bagaimana ada suatu waktu atau masa yang berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya ?!. Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yang berlalu tanpa dibarengi dengan cahaya dan kegelapan, karena Allah ta'ala berfirman :

[وجعل الظلمات والنور] (سورةالأنعام : 1)

Maknanya:
_"… dan yang telah menjadikan kegelapan dan cahaya"_ (Q.S. al An'am: 1)

yakni menjadikan kegelapan dan cahaya setelah sebelumnya tidak ada.

Jika demikian halnya yang terjadi pada makhluk, maka lebih utama kita beriman dan percaya tentang Allah Yang mengatakan tentang Dzat-Nya ليس كمثله شىء"", jadi Allah tidak tergambar dalam benak dan tidak diliputi oleh akal, Allah ada, maha suci dari bentuk dan ukuran, ada tanpa tempat dan arah.
____
#freetoshare #freetocopy

📌

Follow medsos kami @tauhidcorner
https://linktr.ee/tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

ℹ️ Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!
📚 Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
📌

Tauhid Corner 🥰 Download Ebook Gratis 💯% Halal 🥰

💪🏻 Didedikasikan bagi para pejuang ajaran Ahlussunnah Wal Jama'ah; koleksi ebook karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA (Dosen pasca sarjana PTIQ Jakarta dan Pengasuh Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Nurul Hikmah www.nurulhikmah.ponpes.id). Tersedia 27 judul ebook dalam berbagai tema. Semoga bermanfaat!

📥 Link download koleksi ebook 👇🏻
https://archive.org/details/kholilaboufateh

📚 Tersedia buku cetak bagi yang berminat:

WhatsApp https://wa.me/c/6287878023938
Shopee https://shopee.co.id/nurulhikmahpress

#freetoshare #freedownload #ebook #islamicbooks #islamic #theology #aqidah #tauhid #salafi #islam
_
Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Allah Ada Tanpa Tempat dan Tanpa Arah

🖥️ youtube.com/ustadzkholilaboufateh

Follow medsos kami @tauhidcorner
https://linktr.ee/tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube
Yaitu telaga yang telah disediakan bagi penduduk surga sebelum mereka memasuki tempat masing-masing di dalam surga. Orang-orang mukmin akan minum dari air telaga tersebut sebelum mereka masuk ke dalam surga, setelah itu mereka tidak akan merasakan haus selamanya. Setiap Nabi dianugerahi satu telaga oleh Allah, dan telaga yang paling luas adalah telaga nabi Muhammad. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Amr bahwa Rasulullah bersabda:

حَوْضِيْ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ، مَاؤُهُ أبْيَضُ مِنَ اللّبَن، وَرِيْحُهُ أطْيَبُ مِنَ الِمسْكِ، وَكَيْزَانُهُ كَنُجُوْمِ السّمَاءِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهَا لَا يَظْمَأ أبَدًا (رواه البخاري)

“Luas telagaku sejarak perjalanan satu bulan, airnya lebih putih dari pada air susu, wanginya lebih semerbak dari pada minyak misik, gelas-gelasnya tersedia seperti ribuan bintang di langit, orang mukmin yang telah minum darinya tidak akan merasakan hausselamanya”. (HR. al-Bukhari).
_
#freetoshare

*Follow medsos kami @tauhidcorner*
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

*Jangan lupa _share_ jika tulisan ini bermanfaat!*

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN HARI AKHIR
(Bagian 2 / 4) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Pada hari kiamat yang terjadi dalam jangka lima puluh ribu tahun dalam hitungan kita tersebut, seluruh manusia akan melewati lima puluh peristiwa (Mauqif). Di antaranya adalah sebagai berikut:

*1. al-Ba’ats.*

Yaitu peristiwa kebangkitan dan keluarnya seluruh makhluk yang mati dari kubur mereka atau dari kematian masing-masing setelah jasad mereka yang hancur dimakan tanah dikembalikan oleh Allah seperti sediakala dengan ruh-ruhnya. Namun demikian ada beberapa golongan yang jasad mereka tidak hancur dimakan tanah. Di antaranya jasad para Nabi Allah, para Syuhada (yaitu orang-orang yang meninggal dalam peperangan membela agama Allah), dan sebagian para wali Allah. Tentang peristiwa al-Ba’ts ini Allah berfirman:

ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ (المؤمنون: 16)

“Kemudian sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan dibangkitkan”. (QS. al-Mu’minun: 16)

*Lihat katalog buku yang tersedia >>>* https://wa.me/c/6287878023938

*2. al-Hasyr.*

Yaitu peristiwa dikumpulkan dan digiringnnya manusia setelah keluar dan dibangkitkan dari kematian mereka masing-masing ke suatu tempat. Manusia saat itu terbagi kepada tiga golongan. Golongan pertama dalam keadaan kesenangan, mereka dalam keadaan makan, minum, berpakaian indah, serta berkendaraan di atas unta-unta yang pelananya terbuat dari emas. Mereka adalah orang-orang yang bertakwa. Golongan kedua dalam keadaan telanjang tanpa pakaian dan tanpa alas kaki. Mereka adalah orang-orang fasik atau para pelaku dosa-dosa besar dari orang-orang Islam. Dan golongan ketiga dalam keadaan telanjang tanpa pakaian dan tanpa alas kaki, dan dengan diseret di atas wajah-wajah mereka oleh para Malaikat. Artinya diseret dengan posisi badan terbalik, kepala mereka dibawah dan bagian kaki mereka berada di arah atas. Golongan ketiga ini adalah orang-orang kafir. Tentang golongan ketiga ini Allah berfirman:

وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًاوَصُمًّا (الإسراء: 97)

“Dan Kami (Allah) akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (dengan diseret) di atas wajah-wajah mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli”. (QS. al-Isra: 97).

*3. al-Hisab.*

Peristiwa ini ialah proses di mana seluruh manusia akan diperlihatkan kepada mereka segala apa yang telah mereka perbuat di duania. Allah akan memperdengarkan Kalam-Nya kepada mereka semua; Kalam Allah yang bukan huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa. Orang-orang beriman akan sangat bergembira saat itu. Sementara orang-orang kafir akan ditimpa kesedihan, kesengsaraan dan ketakutan yang luar biasa, karena sama sekali mereka tidak memiliki amal kebaikan.
_
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa _share_ jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN HARI AKHIR
(Bagian 3 / 4) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

4. al-Mizan.

Yaitu neraca dengan dua mata timbangan. Bila sebelah mata timbangan yang berisi kebaikan dari seorang mukmin lebih berat dari mata timbangan yang berisi keburukannya maka ia akan langsung masuk ke surga tanpa mendapatkan adzab sedikitpun. Namun bila sebaliknya, yaitu mata timbangan keburukannya lebih berat dari pada mata timbangan kebaikannya, maka ia memiliki dua kemungkinan keadaan. Kemungkinan pertama, ia akan dimasukan ke dalam neraka, namun pada akhirnya setelah menjalani siksaan yang dikehendaki oleh Allah atasnya, ia akan dikeluarkan dari neraka tersebut dan akan dimasukan ke dalam surga. Atau kemungkinan kedua, ia akan diampuni dari dosa-dosanya tersebut oleh Allah, dan dengan demikian ia akan langsung dimasukan ke dalam surga tanpa terlebih dahulu masuk ke neraka. Tentang al-Mizan Allah berfirman:

وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ (الأعراف: 8)

“Dan timbangan pada hari itu adalah sesuatu yang hak adanya”. (QS. al-A’raf: 8).

Adapun orang-orang kafir sama sekali tidak memiliki kebaikan. Saat itu hanya keburukan mereka saja yang akan diletakan di sebelah neraca timbangan. Walaupun mereka sedikitpun tidak memiliki kebaikan, namun proses penimbangan amalan ini tetap diberlakukan terhadap mereka agar mereka bertambah menyesal.

Adapun kebaikan yang pernah dilakukan oleh orang-orang kafir tersebut di dunia, seperti menolong orang-orang yang sedang kesulitan, memberi makan fakir miskin, dan lainnya, maka semua kebaikan tersebut sepenuhnya dibalas langsung oleh Allah di dalam kehidupan dunia pula. Hingga ketika mereka datang ke akhirat kelak mereka tidak mendapati sedikitpun balasan dari kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan. Dalam sebuah hadits Shahih, Rasulullah bersabda:

وَأمّا الكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَناتِهِ حَتّى إذَا أفْضَى إلَى الآخِرَةِ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِنْهَا نَصِيْبٌ (رواه مسلم)

“Adapun orang kafir maka ia diberi makan (rizki) dari kebaikan-kebaikan yang ia perbuat, hingga bila datang ke akhirat nanti ia sedikit pun tidak mendapatkan balasan dari kebaikan-kebaikan tersebut”. (HR. Muslim).

Orang-orang kafir tersebut akan dimasukan ke dalam neraka, dan mereka akan tetap selamanya berada di dalam neraka tersebut hingga waktu yang tidak terbatas.

5. ash-Shirath.

Yaitu jembatan yang dibentang di atas neraka. Satu ujungnya berada di bumi yang telah diganti oleh Allah (al-Ardl al-Mubaddalah), dan ujung lainnya berada pada suatu tempat menuju ke surga. Sebagian orang-orang mukmin ada yang melewati jembatan tersebut tanpa menginjaknya, tetapi terbang di atasnya dengan sangat cepat. Sebagian lainnya dari orang-orang mukmin tersebut ada yang menginjaknya. Dan dari golongan ini ada sebagian mereka yang selamat melewati jembatan tersebut, namun ada sebagian lainnya yang tidak selamat dan jatuh ke dalam neraka. Adapun orang-orang kafir tidak ada yang melewati jembatan tersebut, namun semuanya akan diseret olah para Malaikat dan langsung dimasukan ke dalam neraka.

Tentang ash-Shirath,Allah berfirman:

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا (مريم: 71)

“Dan sesungguhnya setiap orang dari kalian akan mendatanginya (Neraka)”. (QS. Maryam: 71)

Yang dimaksud ayat ini bukanberarti seluruh manusia akan masuk ke dalam neraka Jahannam. Karena kata “al-Wurud” (yang secara harfiyah bermakna datang) dalam penggunaan bahasa Arab memiliki dua makna. Pertama, Wurud ‘Ubur; artinya datang dan melewati. Kedua, Wurud Dukhul, artinya datang dan masuk.

Adapun tentang apa yang disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa jembatan (Ash-Shirath) ini bentuknya lebih kecil dari pada sehelai rambut dan lebih tajam dari pada pedang, seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim, maka yang dimaksud bukan dalam pengertian hakekat. Tapi itu semua sebagai gambarang metaporis, untuk menunjukan bahwa jembatan tersebut sangat berbahaya. Hal ini karena untuk melewati jembatan tersebut tergantung kepada kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan di dunia.

6. al-Haudl.
Yaitu telaga yang telah disediakan bagi penduduk surga sebelum mereka memasuki tempat masing-masing di dalam surga. Orang-orang mukmin akan minum dari air telaga tersebut sebelum mereka masuk ke dalam surga, setelah itu mereka tidak akan merasakan haus selamanya. Setiap Nabi dianugerahi satu telaga oleh Allah, dan telaga yang paling luas adalah telaga nabi Muhammad. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Amr bahwa Rasulullah bersabda:

حَوْضِيْ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ، مَاؤُهُ أبْيَضُ مِنَ اللّبَن، وَرِيْحُهُ أطْيَبُ مِنَ الِمسْكِ، وَكَيْزَانُهُ كَنُجُوْمِ السّمَاءِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهَا لَا يَظْمَأ أبَدًا (رواه البخاري)

“Luas telagaku sejarak perjalanan satu bulan, airnya lebih putih dari pada air susu, wanginya lebih semerbak dari pada minyak misik, gelas-gelasnya tersedia seperti ribuan bintang di langit, orang mukmin yang telah minum darinya tidak akan merasakan hausselamanya”. (HR. al-Bukhari).
_
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN HARI AKHIR
(Bagian 4 / 4) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Tanda-Tanda Hari Kiamat

Tanda-tanda hari kiamat ada dua, tanda-tanda kecil dan tanda-tanda besar. Diantara tanda-tanda kecil, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, adalah menyebarnya para penceramah yang memperdengarkan materi-materi yang buruk (Khuthaba’ as-Su’), banyak terjadi gempa, hilangnya keseimbangan gunung-gunung dari pancangnya, banyak terjadi kebohongan dan penipuan, banyak bangunan-bangungan mencakar langit, banyak orang yang mengaku menjadi nabi, menyebarnya berbagai penyakit yang tidak pernah dikenal sebelumnya, banyak terjadi perubahan cuaca, menyebarnya kebodohan dalam masalah ilmu agama, banyak terjadi kezhaliman dan pembunuhan, pasar-pasar semakin ramai dan saling berdekatan, waktu seakan cepat berlalu, tersebarnya musuh-musuh Islam dari berbagai penjuru yang selalu berusaha menghancurkan umat Islam hingga orang-orang Islam saat itu ibarat sebuah hidangan berada di tengah meja makan yang siap disantap dari berbagai arah, dan banyak menyebarnya perzinahan di berbagai tempat. Yang terakhir disebutkan ini bahkan secara gamblang diriwayatkan dalam hadits riwayat al-Imam Muslim, al-Imam Ahmad ibn Hanbal dan al-Imam al-Baihaqi bahwa mereka adalah wanita-wanita yang hanya menutup sebagian kecil auratnya saja, mereka membiarkan bagian-bagian tubuhnya terbuka untuk mengundang berbagai fitnah. Dan bahkan mereka mengajak kaum laki-laki untuk berbuat zina. Benar, sebagian besar dari tanda-tanda kiamat ini telah terjadi di masa sekarang. Semoga Allah menyelamatkan kita dari fitnah zaman yang rusak ini. Amin

Di antara tanda-tanda kecil lainnya dari hari kiamat adalah munculnya Imam Mahdi. Beliau terlahir dari garis keturunan Rasulullah, memiliki nama yang sama dengan nama Rasulullah sendiri, yaitu Muhammad. Demikian pula nama ayahnya sama dengan nama ayah Rasulullah, yaitu ‘Abdullah. Dalam sebuah Hadits diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah ibn Mas’ud, bahwa Rasulullah bersabda:

لَا تَقُوْمُ السّاعَةُ حَتّى يَمْلِكَ النَّاسَ رَجُلٌ مِنْ أهْلِ بَيْتِيْ يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِيْ وَاسْمُ أبِيْهِ اسْمَ أبِي فيَمْلَأُهَا قِسطاً وَعَدْلًا (رواه ابن حبان وأبو داود والترمذي والحاكم)

“Tidak akan datang hari kiamat hingga manusia akan dipimpin oleh seorang yang berasal dari keturunanku yang namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku, ia akan menjadikan bumi penuh dengan keadilan”. (HR. al-Imam Ibn Hibban dalam kitab Shahih, al-Imam Abu Dawud dalam kitab Sunan, al-Imam at-Tirmidzi dalam kitab Jami’, dan al-Imam al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak).

Adapun tanda-tanda besar dari hari kiamat ada sepuluh. Yaitu; keluar Dajjal, turun Nabi ‘Isa ibn Maryam dari langit, keluar kaum Ya’juj dan Ma’juj, terbit matahari dari arah barat, keluar binatang (ad-Dabbah) yang berasal dari perut bumi, menyebar asap yang akan menutupi bumi, bumi terbelah dan akan menelan segala apa yang berada diatasnya, terjadi gerhana di arah timur dan barat serta di jazirah Arab, dan keluarnya api dari dasar ‘Adn (salah satu wilayah di negara Yaman) yang akan menggiring manusia ke arah terbenamnya matahari.

Dalam beberapa hadits Shahih yang diriwayatkan oleh al-Imam Abu Dawud, al-Imam Ahamd, al-Imam al-Baihaqi dan lainnya disebutkan bahwa Nabi ‘Isa ketika turun beliau akan memerangi orang-orang kafir, akan menegakan hukum-hukum Islam, menghancurkan salib, membunuh seluruh babi, membebaskan segala bentuk pajak, dan menghancurkan semua agama kecuali agama Islam, dan beliau juga akan membunuh Dajjal. Nabi ‘Isa akan hidup di muka bumi ini selama empat puluh tahun, selanjutnya beliau akan meninggal dan jasadnya akan dishalatkan oleh orang-orang Islam.

Wa Allahu A’lam Bi ash-Shawab
_
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
https://linktr.ee/tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN QADLA DAN QADAR
(Bagian 1 / 10) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Iman kepada Qadla dan Qadar adalah pembahasan akhir dari pembahasan pokok-pokok keimanan yang enam (Ushul al-Iman as-Sittah). Dengan pembahasan ini semoga kita dapat memahami makna Qadla dan Qadar Allah dengan keimanan yang benar-benar kuat. Karena sekarang ini telah timbul beberapa orang bahkan beberapa kelompok yang mengingkari Qadla dan Qadar ini dan berusaha mengaburkannya, baik melalui tulisan-tulisan, maupun di bangku-bangku kuliah. Semoga kita selamat dari kekufuran. Amin.

Tentang kewajiban iman kepada Qadla dan Qadar, dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda:

الإيْمَانُ أنْ تُؤمِنَ باللهِ وَمَلاَئكِتَهِ وَكُتُبهِ وَرُسُلِهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرّهِ (رواه مسلم)

“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hariakhir, dan engkau percaya kepada Qadar Allah, yang baik maupun yang buruk”. (HR.Muslim).

Al-Qadla maknanya al-Khalqu, artinya penciptaan. Dan al-Qadar maknanya at-Tadbir, artinya ketentuan. Secara istilah al-Qadar artinya ketentuan Allah atas segala sesuatu sesuai dengan pengetahuan (al-‘Ilm) dan kehendak-Nya (al-Masyi’ah) yang azali (tidak bermula), di mana sesuatu tersebut kemudian terjadi pada waktu yang telah ditentukan dan dikehendaki oleh-Nya terhadap kejadiannya.
___
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
https://linktr.ee/tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN QADLA DAN QADAR
(Bagian 2 / 10) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Penggunaan kata “al-Qadar” terbagi kepada dua bagian.

Pertama; bisa bermaksud bagi sifat “Taqdir” Allah, yaitu sifat menentukannya Allah terhadap segala sesuatu yang ia kehendakinya. al-Qadar dalam pengertian sifat Taqdir Allah ini tidak boleh kita sifati dengan keburukan dan kejelekan. Karena sifat menentukan Allah terhadap segala sesuatu bukan suatu keburukan atau kejelekan. Tetapi sifat menentukannya Allah terhadap segala sesuatu yang Ia kehendakinya adalah sifat yang baik dan sempurna, sebagaimana sifat-sifat Allah lainnya. Sifat-sifat Allah tersebut tidak boleh dikatakan buruk, kurang, atau sifat-sifat jelek lainnya.

Kedua; kata al-Qadar dapat bermaksud bagi segala sesuatu yang terjadi pada makhluk, atau disebut dengan al-Maqdur. Al-Qadar dalam pengertian al-Maqdur ini ialah mencakup segala apapun yang terjadi pada seluruh makhluk ini; dari keburukan dan kebaikan, kesalehan dan kejahatan, keimanan dan kekufuran, ketaatan dan kemaksiatan, dan lain-lain. Makna yang kedua inilah yang maksud dengan hadits Jibril di atas, “Wa Tu’mina Bi al-Qadar, Khirihi Wa Syarrihi”, bahwa di antara pokok keimanan adalah beriman dengan al-Qadar, yang baiknya dan yang buruknya. Al-Qadar dalam hadits ini adalah dalam pengertian al-Maqdur.
___
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN QADLA DAN QADAR
(Bagian 3 / 10) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Pemisahan makna antara sifat Taqdir Allah dengan al-Maqdur adalah sebuah keharusan. Hal ini karena sesuatu yang disifati dengan baik dan juga buruk, atau baik dan jahat, adalah hanya pada makhluk saja. Artinya, siapa yang melakukan kebaikan maka perbuatannya tersebut disebut “baik”, dan siapa yang melakukan keburukan maka perbuatannya tersebut disebut “buruk”. Dan penyebutan “baik dan buruk” seperti ini hanya berlaku pada makhluk saja. Adapun sifat Taqdir Allah, yaitu sifat menentukannya Allah terhadap segala sesuatu yang Ia kehendakinya, maka sifat-Nya ini tidak boleh dikatakan buruk. Sifat Taqdir Allah, sebagaimana sifat-sifat-Nya yang lain, adalah sifat yang baik dan sempurna, ia tidak boleh dikatakan buruk atau jahat. Dengan demikian, bila seorang hamba melakukan keburukan, maka itu adalah perbuatan dan sifat yang buruk dari hamba itu sendiri. Adapun Taqdir Allah terhadap keburukan yang terjadi pada hamba itu bukan berarti Allah menyukai dan memerintahkan kepada keburukan tersebut. Begitu pula, Allah yang menciptakan kejahatan, bukan berarti Allah jahat. Inilah yang dimaksud bahwa kehendak Allah meliputi segala perbuatan hamba, terhadap yang baik maupun yang buruk.

Tauhid Corner >>> https://linktr.ee/tauhidcorner

Segala perbuatan yang terjadi pada alam ini, baik kekufuran dan keimanan, ketaatan dan kemaksiatan, dan berbagai hal lainnya, semuanya terjadi dengan kehendak dan dengan penciptaan Allah. Hal ini menunjukan akan kesempurnaan Allah, serta menunjukan akan keluasan dan ketercakupan kekuasaan dan kehendak-Nya atas segala sesuatu. Karena bila seandainya pada makhluk ini terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki kejadiannya oleh Allah, maka berarti hal itu menafikan sifat ketuhanan-Nya, karena dengan demikian berarti kehendak Allah dikalahkan oleh kehendak makhluk-Nya. Ini adalah sesuatu yang mustahil terjadi. Karena itu dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:

مَا شَاءَ اللهُ كاَنَ وَمَا لَمْ يَشَأ لَمْ يَكُنْ (رواه أبو داود)

“Apa yang dikehendaki oleh Allah -akan kejadiannya- pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehandaki oleh-Nya maka tidak akan pernah terjadi”. (HR. Abu Dawud).

Dengan demikian segala apapun yang dikehendaki oleh Allah terhadap kejadiannya maka semua itu pasti terjadi. Karena bila ada sesuatu yang terjadi di luar kehendak-Nya, maka hal itu menunjukkan akan kelemahan. Sedangkan sifat lemah itu mustahil atas Allah. Bukankah Allah maha kuasa?! Maka di antara bukti kekuasaannya adalah bahwa segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terlaksana. Oleh karena itu, dari sudut pandang syara’ dan akal, terjadinya segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah adalah perkara yang wajib, artinya wajib adanya dan pasti terjadi. Dalam hal ini Allah berfirman:

وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ (يوسف: 21)

“Allah maha mengalahkan (menang) di atas segala urusann-Nya”. (Artinya, segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah pasti akan terjadi, tidak ada siapapun yang menghalangi-Nya). (QS. Yusuf: 21)

_
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>>
https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN QADLA DAN QADAR
(Bagian 4 / 10) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Allah menghendaki orang-orang mukmin dengan ikhtiar mereka untuk beriman kepada-Nya, maka mereka menjadi orang-orang yang beriman. Dan Allah menghendaki orang-orang kafir dengan ikhtiar mereka untuk kufur kepada-Nya, maka mereka semua menjadi orang-orang yang kafir. Seandainya Allah berkehendak semua makhluk-Nya beriman kepada-Nya, maka mereka semua pasti beriman kepada-Nya. Allah berfirman:

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا (يونس: 99)

“Dan seandainya Tuhanmu (Wahai Muhammad) berkehendak, niscaya seluruh yang ada di bumi ini akan beriman”. (QS. Yunus: 99).

Tetapi Allah tidak menghendaki semuanya beriman kepada-Nya. Namun demikian Allah memerintah mereka semua untuk beriman kepada-Nya. Maka di sini harus dipahami, bahwa “kehendak Allah” dan “perintah Allah” adalah dua hal berbeda. Tidak segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah adalah sesuatu yang diperintah oleh-Nya. Dan tidak segala sesuatu yang diperintah oleh Allah adalah sesuatu yang dikehendaki oleh-Nya.

Perkataan sebagian orang “Segala sesuatu adalah atas perintah Allah”, atau “Banyak sekali perbuatan kita yang tidak dikehendaki oleh Allah (maksudnya kemaksiatan-kemaksiatan)”, adalah perkataan yang salah. Karena Allah tidak memerintahkan kepada perbuatan-perbuatan maksiat atau kekufuran. Namun demikian, kejadian kemasiatan atau kekufuran tersebut adalah dengan kehendak Allah.

Perkataan yang benar ialah; Segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya dan dengan Ilmu-Nya. Kebaikan terjadi dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya, dan dengan Ilmu-Nya, serta kebaikan ini juga dengan perintah-Nya, mahabbah-Nya, dan dengan keridlaan-Nya. Sementara keburukan terjadi dengan kehendak Allah, dengan Taqdir-Nya, dan dengan Ilmu-Nya, tapi tidak dengan perintah-Nya, tidak dengan mahabbah-Nya, dan tidak dengan keridlaan-Nya. Artinya keburukan, kejahatan, atau kemaksiatan tidak disukai dan tidak diridlai oleh Allah. Dengan kata lain, segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah, akan tetapi tidak semuanya dengan perintah Allah.

Diantara bukti yang menunjukan bahwa perintah Allah berbeda dengan kehendak-Nya adalah apa yang terjadi dengan Nabi Ibrahim. Beliau diberi wahyu lewat mimpi untuk menyembelih putranya; Nabi Isma’il. Hal ini merupakan perintah dari Allah atas Nabi Ibrahim. Kemudian saat Nabi Ibrahim hendak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah ini, bahkan telah meletakan pisau yang sangat tajam dan menggerak-gerakannya di atas leher Nabi Isma’il, namun Allah tidak berkehendak terjadinya sembelihan terhadap Nabi Isma’il tersebut. Kemudian Allah mengganti Nabi Isma’il dengan seekor domba yang bawa oleh Malaikat Jibril dari surga. Peristiwa ini menunjukan perbedaan yang sangat nyata antara perintah Allah dan kehendak-Nya.

Membongkar Berbagai Kesesatan Ahmad ibn Taimiyah >>> https://id.shp.ee/eoN1ZuY

Contoh lainnya, Allah memerintah kepada seluruh hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Akan tetapi Allah berkehendak tidak semua hamba tersebut beribadah kepada-Nya. Ada sebagian yang dikehendaki oleh Allah untuk menjadi orang-orang beriman, dan ada sebagian yang lain yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang-orang kafir. Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ(56)

“Dan tidaklah Aku (Allah) ciptakan manusia dan jin melainkan Aku perintahkan mereka untuk menyembah-Ku”. (QS. adz-Dzariyat: 56).

Makna firman Allah “Illa Li-Ya’budun”, artinya “Illa Li Amurahum Bi ‘Ibadati”. Bahwa Allah menciptakan manusia dan jin tidak lain ialah untuk Dia perintahkan mereka beribadah kepada-Nya. Makna ayat ini bukan “Aku (Allah) ciptakan manusia dan jin melainkan aku berkehendak pada mereka untuk menyembah-Ku”. Karena jika diartikan bahwa Allah berkehendak dari seluruh manusia dan jin untuk beriman atau beribadah kepada-Nya, maka berarti kehendak Allah dikalahkan oleh kehendak orang-orang kafir.
Karena pada kenyataannya tidak semua hamba beriman dan beribadah kepada Allah, tapi ada di antara mereka yang kafir dan menyembah selain Allah. Tentu mustahil jika kehendak Allah dikalahkan oleh kehendak makhluk-makhluk-Nya sendiri.

___
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN QADLA DAN QADAR
(Bagian 5 / 10) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Kisah Hikmah

Diriwayat kanbahwa suatu ketika seorang Majusi berbincang-bincang dengan seorang Qadari. Seorang Qadari (pengikut faham Qadariyyah) ialah orang yang berkeyakinan bahwa segala perbuatan manusia adalah ciptaan manusia sendiri, bukan ciptaan Allah. Kaum Qadariyyah adalah kaum yang ingkar terhadap Qadar Allah. Mereka mengaku sebagai orang-orang Islam, namun pada hakekatnya mereka adalah orang-orang kafir.

al-Qadari berkata kepada al-Majusi: “Wahai orang Majusi, masuk Islam-lah engkau!”. Al-Majusi ini tahu bahwa Tuhan orang-orang Islam adalah Allah, maka ia menjawab: “Allah tidak berkehendak agar saya masuk Islam…!”.

https://tokopedia.link/bznt4F0jvLb

Al-Qadari berkata: “Tidak begitu. Sesungguhnya Allah berkehendak supaya engkau masuk Islam. Namun engkau sendiri tetap berkehendak dalam kekufuranmu…!”.

Al-Majusi berkata: “Jika demikian, maka berarti kehendakku mengalahkan kehendak Tuhanmu. Karena buktinya sampai saat ini aku tidak berkehendak keluar dari agamaku…!”.

Al-Qadari terdiam seribu bahasa. Ia tidak bisa “menundukkan” orang majusi tersebut karena kesesatannya sendiri. Pertama; al-Qadari sesat karena ia berkeyakinan bahwa segala perbuatan manusia adalah ciptaan manusia itu sendiri. Kedua; ia sesat kerena ia tidak membedakah antara kehendak Allah (Masyi’ah Allah) dengan perintah Allah (Amr Allah).
___
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
Makna Firman Allah: "Kun Fayakun" (QS. Yasin: 82)

Dalam al-Qur'an Allah berfirman: "Inama Amruhu Idza Arada Sya'ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun" (QS. Yasin: 82). Makna ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: "Kun", dengan huruf "Kaf" dan "Nun" yang artinya "Jadilah...!". Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata "Kun", maka dalam setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: "kun, kun, kun...". Hal ini tentu mustahil atas Allah. Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan ombak di lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya, serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan.

Bukan Huruf Bukan Suara Bukan Bahasa >>> https://wa.me/p/4383946308345674/6287878023938

Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi'il) tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan "di masa lampau", "di masa sekarang", atau "di masa mendatang". Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu. Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi'il) tidak boleh dikatakan baharu.

Kemudian dari pada itu, kata "Kun" adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas Allah.

Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin: 82 diatas adalah sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang Ia kehendakinya.

#freetoshare #freetocopy

📌

Follow medsos kami @tauhidcorner
https://linktr.ee/tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

ℹ️ Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

📚 Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
IMAN DENGAN QADLA DAN QADAR
(Bagian 6 / 10) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

Takdir Allah Tidak Berubah

Di atas telah dijelaskan bahwa segala sesuatu terjadi dengan kehendak Allah. Apa bila Allah menghendaki sesuatu akan terjadi pada seorang hamba-Nya, maka pasti sesuatu itu akan menimpanya, sekalipun orang tersebut bersedekah, berdoa, bersilaturrahim, dan berbuat baik kepada sanak kerabatnya; kepada ibunya, dan saudara-saudaranya. Artinya, apa yang telah ditentukan oleh Allah tidak dapat dirubah oleh amalan-amalan kebaikan.

Adapun hadits Rasulullah yang berbunyi:

لَا يَرُدُّ القَضاَءَ شَيءٌ إلّاالدُّعَاءُ (رواه الترمذي)

“Tidak ada sesuatu yang dapat menolak Qadla kecuali doa”. (HR. at-Tirmidzi).

Yang dimaksud dengan Qadla di dalam hadits ini adalah Qadla Mu’allaq. Disini harus kita ketahui bahwa Qadla terbagi kepada dua bagian: Qadla Mubrab dan Qadla Mu’allaq.

Pertama: Qadla Mubram, ialah ketentuan Allah yang pasti terjadi dan tidak dapat berubah. Ketentuan ini hanya ada pada Ilmu Allah, tidak ada siapapun mengetahuinya selain Dia. Seperti ketentuan mati dalam keadaan kufur (asy-Syaqawah), dan mati dalam keadaan beriman (as-Sa’adah). Ketentuan dua hal ini tidak dapat berubah. Seorang yang telah ditentukan oleh Allah baginya mati dalam keadaan beriman maka hanya hal itu yang akan terjadi padanya, tidak akan pernah berubah. Sebaliknya, seorang yang telah ditentukan oleh Allah baginya mati dalam keadaan kufur maka pasti hal tersebut akan terjadi pada dirinya, tidak ada siapapun, dan tidak ada perbuatan apapun yang dapat merubahnya. Allah berfirman:

يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ (النحل: 93)

“Allah menyesatkan terhadap orang yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki”. (QS. an-Nahl: 93).

📚 Mendalami Ilmu Kalam >>> https://wa.me/p/3808024109249877/6287878023938

Kedua: Qadla Mu’allaq, yaitu ketentuan Allah yang berada pada lambaran-lembaran para Malaikat. Para Malaikat tersebut mengutipnya dari al-Lauhal-Mahfuzh. Seperti si fulan misalkan, apa bila ia berdoa maka ia akan berumur seratus tahun, atau akan mendapat rizki yang luas, atau akan mendapatkan kesehatan, dan seterusnya. Namun, misalkan si fulan ini tidak mau berdoa, atau tidak mau bersillaturrahim, maka umurnya hanya enam puluh tahun, ia tidak akan mendapatkan rizki yang luas, dan tidak akan mendapatkan kesehatan. Inilah yang dimaksud dengan Qadla Mu’allaq atau Qadar Mu’allaq, yaitu ketentuan-ketentuan Allah yang berada pada lebaran-lembaran para Malaikat.

Dari uraian ini dapat dipahami bahwa doa tidak dapat merubah ketentuan (Taqdir) Allah yang Azali yang merupakan sifat-Nya. Karena mustahil sifat Allah bergantung kepada perbuatan-perbuatan atau doa-doa hamba-Nya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu, tidak ada yang tersembunyi dari-Nya suatu apapun. Allah maha mengetahui perbuatan manakah yang akan dipilih oleh si fulan dan apa yang akan terjadi padanya sesuai yang telah tertulis di al-Lauh al-Mahfuzh.

Namun demikian doa ini adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah atas para hamba-Nya. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (البقرة: 186)

“Dan jika hamba-hamba-ku bertanya kepadamu (Wahai Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat (bukan dalam pengertian jarak), Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memohon terkabulkan doa kepada-Ku dan beriman kepada-Ku, semoga mereka mendapatkan petunjuk” (QS. al-Baqarah: 187)

Artinya bahwa seorang yang berdoa tidak akan sia-sia belaka. Ia pasti akan mendapatkan salah satu dari tiga kebaikan; dosa yang diampuni, permintaan yang dikabulkan, atau mendapatkan kebaikan yang disimpan baginya untuk di kemudian hari kelak. Semua dari tiga kebaikan ini adalah merupakan kebaikan baginya. Dengan demikian maka tidak mutlak bahwa setiap doa yang dipintakan oleh para hamba pasti dikabulkan oleh Allah.
Akan tetapi ada yang dikabulkan dan ada pula yang tidak dikabulkan. Yang jelas, bahwa setiap doa yang dipintakan oleh seorang hamba kepada Allah adalah sebagai kebaikan bagi dirinya sendiri, artinya bukan sebuah kesia-siaan belaka. Dalam keadaan apapun, seorang yang berdoa paling tidak akan mendapatkan salah satu dari kebaikan yang telah kita sebutkan di atas.
___
#freetoshare

Follow medsos kami @tauhidcorner
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!

Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>> https://id.shp.ee/a3p7Cyk
*IMAN DENGAN QADLA DAN QADAR*
(Bagian 7 / 10) | Oleh Dr. K.H. Kholilurrohman, MA

*Allah Pencipta Segala Kebaikan Dan Keburukan*

Akidah Ahlussunnah menetapkan bahwa Allah yang menciptakan kebaikan dan keburukan. Namun demikian ada beberapa faham yang berusaha mengaburkan kebenaran ini dengan mengutip beberapa ayat yang sering disalahpahami oleh mereka. Di antaranya, mereka mengutip firman Allah:

بِيَدِكَ الْخَيْرُ (ءال عمرا: 26)

“… dengan kekuasaan-Mu (Ya Allah) segala kebaikan”. (QS. Ali ‘Imran: 26).

Mereka berkata: “Dalam ayat ini Allah hanya menyebutkan al-Khair (kebaikan) saja, Dia tidak menyebutkan asy-Syarr (keburukan). Dengan demikian Allah hanya menciptakan kebaikan saja, adapun keburukan bukan ciptaan-Nya?!”.

Jawab:
Kata asy-Syarr (keburukan) tidak disandingkan dengan kata al-Khair (kabaikan) dalam ayat di atas bukan berarti bahwa Allah bukan pencipta keburukan. Ungkapan semacam ini dalam istilah Ilmu Bayan (salah satu cabang Ilmu Balaghah) dinamakan dengan al-Iktifa’. Yaitu meninggalkan penyebutan suatu kata karena telah diketahui padanannya. Contoh semacam ini di dalam al-Qur’an firman Allah:

وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ (النحل: 81)

“Dia (Allah) menjadikan bagi kalian pakaian-pakaian yang memelihara kalian dari dari panas”. (QS. an-Nahl:81)

Yang dimaksud ayat ini adalah pakaian yang memelihara kalian dari panas, dan juga dari dingin. Artinya, tidak khusus memelihara dari panas saja. Demikian pula dengan firman Allah dalam QS. Ali ‘Imran:26 di atas bukan berarti Allah khusus menciptakan kebaikan saja, tapi yang yang dimaksud adalah menciptakan segala kebaikan dan juga segala keburukan.

Kemudian dari pada itu, dalam ayat lain dalam al-Qur’an Allah berfirman:

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ (الفرقان: 2)

“Dan Dia (Allah) yang telah menciptakan segala sesuatu”. (QS. al-Furqan: 2)

*Membela Kedua Orang Tua Rasulullah Dari Tuduhan Keji Kaum Wahhabi Yang Mengkafirkan Keduanya >>>* https://wa.me/p/3215328888509592/6287878023938

Kata “Syai’”, yang secara hafiyah bermakna “sesuatu”, dalam ayat ini mencakup segala suatu apapun selain Allah. Mencakup segala benda dan semua sifat benda, termasuk segala perbuatan manusia, juga termasuk segala kebaikan dan segala keburukan Artinya, segala apapun selain Allah adalah ciptaan Allah.

Dalam ayat lain Allah berfirman:

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ (ءال عمران: 26)

“Katakanlah (Wahai Muhammad), Ya Allah yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki”. (QS.Ali ‘Imran: 26)

Dari makna firman Allah: “Engkau (Ya Allah) berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki”, kita dapat memahami bahwa Allah adalah Pencipta kebaikan dan keburukan. Allah yang memberikan kerajaan kepada raja-raja kafir seperti Fir’aun, dan Allah pula yang memberikan kerajaan kepada raja-raja mukmin seperti Dzul Qarnain.

Adapun firman Allah:

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ (النساء: 79)

Makna ayat ini bukan berarti kebaikan ciptaan Allah, sementara keburukan ciptaan manusia. Pemaknaan seperti ini adalah pemaknaan yang rusak dan merupakan kekufuran. Makna yang benar ialah -sebagaimana telah ditafsirkan oleh para ulama- bahwa kata “Hasanah” dalam ayat di atas artinya nikmat, sedangkan kata “Sayyi’ah” artinya musibah atau bala (bencana). Dengan demikian makna ayat di atas ialah: “Segala apapun dari nikmat yang kamu peroleh adalah berasal dari Allah, dan segala apapun dari musibah dan bencana yang menimpamu adalah balasan dari kesalahanmu”. Artinya, amal buruk yang kamu lakukan dibalas oleh Allah dengan musibah dan bala.
___
#freetoshare

*Follow medsos kami @tauhidcorner*
Facebook | Instagram | TikTok | YouTube

*Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat!*

*Buku-Buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA Tema Aqidah Tauhid Tasawuf Fiqih >>>* https://id.shp.ee/a3p7Cyk