Rasulullah bersabda:
إذا رأيتم الذين يتبعون ما تشابه منه فأولئك الذين سمى الله فاحذروهم (رواه أحمد والبخاري ومسلم وأبو داود والترمذي وابن ماجه)
[Maknanya]: _*“Jika kalian menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat Mutasyabihat al-Qur'an, maka mereka inilah yang disebutkan oleh dalam Ali-Imran: 7, waspadai dan jauhi mereka”.*_ (HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Termasuk dalam memahami hadits al-Jariyah, kaum Musyabbihhah *--(variannya di zaman sekarang adalah golongan Wahhabi)--*, memaknainya dalam makna zahirnya. Mereka meyakini “Allah di atas langit”, atau sebagian mereka mengatakan “bertempat di langit” dengan dasar pemahaman keliru terhadap hadits ini. Musibah terbesar kaum Musyabbihah sesungguhnya adalah karena mereka sangat anti terhadap takwil. Bahkan berkembang di kalangan mereka semacam kaedah --yang mereka buat sendiri-- mengatakan “al-Mu’awwil Mu’ath-thil”; (seorang yang melakukan takwil maka ia menginkari teks-teks syari’at).
Wa Allah A’lam.
*Baca selengkapnya :*
https://play.google.com/store/books/details?id=lZeiDwAAQBAJ
Khadim al-‘Ilm Wa al-’Ulama’
*Kholil Abu Fateh*
_Al-Asy’ari asy-Syafi’i al-Rifa’i al-Qadiri_
*UNTUK INFORMASI KOLEKSI BUKU LAINNYA SILAHKAN CHAT WHATSAPP NURUL HIKMAH PRESS, CLICK LINK >>>* https://wa.me/6287878023938
إذا رأيتم الذين يتبعون ما تشابه منه فأولئك الذين سمى الله فاحذروهم (رواه أحمد والبخاري ومسلم وأبو داود والترمذي وابن ماجه)
[Maknanya]: _*“Jika kalian menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat Mutasyabihat al-Qur'an, maka mereka inilah yang disebutkan oleh dalam Ali-Imran: 7, waspadai dan jauhi mereka”.*_ (HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Termasuk dalam memahami hadits al-Jariyah, kaum Musyabbihhah *--(variannya di zaman sekarang adalah golongan Wahhabi)--*, memaknainya dalam makna zahirnya. Mereka meyakini “Allah di atas langit”, atau sebagian mereka mengatakan “bertempat di langit” dengan dasar pemahaman keliru terhadap hadits ini. Musibah terbesar kaum Musyabbihah sesungguhnya adalah karena mereka sangat anti terhadap takwil. Bahkan berkembang di kalangan mereka semacam kaedah --yang mereka buat sendiri-- mengatakan “al-Mu’awwil Mu’ath-thil”; (seorang yang melakukan takwil maka ia menginkari teks-teks syari’at).
Wa Allah A’lam.
*Baca selengkapnya :*
https://play.google.com/store/books/details?id=lZeiDwAAQBAJ
Khadim al-‘Ilm Wa al-’Ulama’
*Kholil Abu Fateh*
_Al-Asy’ari asy-Syafi’i al-Rifa’i al-Qadiri_
*UNTUK INFORMASI KOLEKSI BUKU LAINNYA SILAHKAN CHAT WHATSAPP NURUL HIKMAH PRESS, CLICK LINK >>>* https://wa.me/6287878023938
*Mengungkap Kerancuan (Syubhat) Pendapat Yang Mengingkari Bid’ah Hasanah*
*Bagian 1*
*(Satu):* Kalangan yang mengingkari adanya bid’ah hasanah biasa berkata: “Bukankah Rasulullah dalam hadits riwayat Abu Dawud dari sahabat al-‘Irbadl ibn Sariyah telah bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه أبو داود)
Ini artinya bahwa setiap perkara yang secara nyata tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits atau tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan atau al-Khulafa’ ar-Rasyidun maka perkara tersebut dianggap sebagai bid’ah sesat”?!
*Jawab:* Hadits ini lafazh-nya umum tetapi maknanya khusus. Artinya yang dimaksud oleh Rasulullah dengan bid’ah dalam hadits tersebut adalah bid’ah _sayyi-ah_, yaitu setiap perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, _Sunnah_, _Ijma’_ atau _atsar._ _Al-Imam_ an-Nawawi dalam _Syarh Shahih Muslim_ menuliskan: “Sabda Rasulullah _“Kullu Bid’ah dlalalah”_ ini adalah _‘Amm Makhshush_, artinya; “lafazh umum yang telah dikhususkan kepada sebagian maknanya”. Jadi, yang dimaksud adalah bahwa sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan mutlak semua bid’ah itu sesat” *(1)*
Kemudian _al-Imam_ an-Nawawi membagi bid’ah menjadi lima macam. Beliau berkata: “Jika telah dipahami apa yang telah aku tuturkan, maka dapat diketahui bahwa hadits ini termasuk hadits umum yang telah dikhususkan. Demikian juga pemahamannya dengan beberapa hadits serupa dengan ini. Apa yang saya katakan ini didukung oleh perkataan ‘Umar ibn al-Khaththab tentang shalat Tarawih, beliau berkata: “Ia (Shalat Tarawih dengan berjama’ah) adalah sebaik-baiknya bid’ah”.
Dalam penegasan _al-Imam_ an-Nawawi, meski hadits riwayat Abu Dawud tersebut di atas memakai kata _“Kullu”_ sebagai _ta’kid_ (penguat), namun bukan berarti sudah tidak mungkin lagi di-_takhshish_. Melainkan ia tetap dapat di-_takhshish_. Contoh semacam ini, dalam QS. al-Ahqaf: 25, Allah berfirman:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ (الأحقاف: 25)
Makna ayat ini ialah bahwa angin yang merupakan adzab atas kaum ‘Ad telah menghancurkan kaum tersebut dan segala harta benda yang mereka miliki. Bukan artinya bahwa angin tersebut menghancurkan segala sesuatu secara keseluruhan, karena terbukti hingga sekarang langit dan bumi masih utuh. Padahal dalam ayat ini menggunakan kata _“Kull”_.
Adapun dalil-dalil yang men-_takhshish_ hadits _“Wa Kullu Bid’ah Dlalalah”_ riwayat Abu Dawud ini adalah hadits-hadits dan atsar-atsar yang telah disebutkan dalam dalil-dalil adanya bid’ah _hasanah_ di atas.
(1) An-Nawawi, al-Minhaj Bi Syarah Shahih Muslim, j. 6, h. 154
*Kholil Abou Fateh*
*_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
*Bagian 1*
*(Satu):* Kalangan yang mengingkari adanya bid’ah hasanah biasa berkata: “Bukankah Rasulullah dalam hadits riwayat Abu Dawud dari sahabat al-‘Irbadl ibn Sariyah telah bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه أبو داود)
Ini artinya bahwa setiap perkara yang secara nyata tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits atau tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan atau al-Khulafa’ ar-Rasyidun maka perkara tersebut dianggap sebagai bid’ah sesat”?!
*Jawab:* Hadits ini lafazh-nya umum tetapi maknanya khusus. Artinya yang dimaksud oleh Rasulullah dengan bid’ah dalam hadits tersebut adalah bid’ah _sayyi-ah_, yaitu setiap perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, _Sunnah_, _Ijma’_ atau _atsar._ _Al-Imam_ an-Nawawi dalam _Syarh Shahih Muslim_ menuliskan: “Sabda Rasulullah _“Kullu Bid’ah dlalalah”_ ini adalah _‘Amm Makhshush_, artinya; “lafazh umum yang telah dikhususkan kepada sebagian maknanya”. Jadi, yang dimaksud adalah bahwa sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan mutlak semua bid’ah itu sesat” *(1)*
Kemudian _al-Imam_ an-Nawawi membagi bid’ah menjadi lima macam. Beliau berkata: “Jika telah dipahami apa yang telah aku tuturkan, maka dapat diketahui bahwa hadits ini termasuk hadits umum yang telah dikhususkan. Demikian juga pemahamannya dengan beberapa hadits serupa dengan ini. Apa yang saya katakan ini didukung oleh perkataan ‘Umar ibn al-Khaththab tentang shalat Tarawih, beliau berkata: “Ia (Shalat Tarawih dengan berjama’ah) adalah sebaik-baiknya bid’ah”.
Dalam penegasan _al-Imam_ an-Nawawi, meski hadits riwayat Abu Dawud tersebut di atas memakai kata _“Kullu”_ sebagai _ta’kid_ (penguat), namun bukan berarti sudah tidak mungkin lagi di-_takhshish_. Melainkan ia tetap dapat di-_takhshish_. Contoh semacam ini, dalam QS. al-Ahqaf: 25, Allah berfirman:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ (الأحقاف: 25)
Makna ayat ini ialah bahwa angin yang merupakan adzab atas kaum ‘Ad telah menghancurkan kaum tersebut dan segala harta benda yang mereka miliki. Bukan artinya bahwa angin tersebut menghancurkan segala sesuatu secara keseluruhan, karena terbukti hingga sekarang langit dan bumi masih utuh. Padahal dalam ayat ini menggunakan kata _“Kull”_.
Adapun dalil-dalil yang men-_takhshish_ hadits _“Wa Kullu Bid’ah Dlalalah”_ riwayat Abu Dawud ini adalah hadits-hadits dan atsar-atsar yang telah disebutkan dalam dalil-dalil adanya bid’ah _hasanah_ di atas.
(1) An-Nawawi, al-Minhaj Bi Syarah Shahih Muslim, j. 6, h. 154
*Kholil Abou Fateh*
*_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
*Mengungkap Kerancuan (Syubhat) Pendapat Yang Mengingkari Bid’ah Hasanah*
*Bagian 2*
Kalangan yang mengingkari bid’ah hasanah biasanya berkata:
-*“Hadits “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…” yang telah diriwayatkan oleh al-Imam Muslim adalah khusus berlaku ketika Rasulullah masih hidup. Adapun setelah Rasulullah meninggal maka hal tersebut menjadi tidak berlaku lagi”.*-
*Jawab:*
Di dalam kaedah Ushuliyyah disebutkan:
لاَ تَثْبُتُ الْخُصُوْصِيَّةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
*“Pengkhususan -terhadap suatu nash- itu tidak boleh ditetapkan kecuali harus berdasarkan adanya dalil”.*
Dari sini Kita katakan kepada mereka: “Mana dalil yang menunjukan kekhususan tersebut?! Justru sebaliknya, lafazh hadits riwayat Muslim di atas menunjukkan keumuman, karena Rasulullah tidak mengatakan “Man Sanna Fi Hayati Sunnatan Hasanatan…” (Barangsiapa merintis perkara baru yang baik di masa hidupku…), atau juga tidak mengatakan: “Man ‘Amila ‘Amalan Ana ‘Amiltuh Fa Ahyahu…” (Barangsiapa mengamalkan amal yang telah aku lakukan, lalu ia menghidupkannya…). Sebaliknya Rasulullah mengatakan secara umum: “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…”, dan tentunya kita tahu bahwa Islam itu tidak hanya yang ada pada masa Rasulullah saja”.
Kita katakan pula kepada mereka: “Berani sekali kalian mengatakan hadits ini tidak berlaku lagi setelah Rasulullah meninggal?! Berani sekali kalian menghapus salah satu hadits Rasulullah?! Apakah setiap ada hadits yang bertentangan dengan faham kalian maka berarti hadits tersebut harus di-takhshish, atau harus d-nasakh (dihapus) dan tidak berlaku lagi?! Ini adalah bukti bahwa kalian memahami ajaran agama hanya dengan didasarkan kepada hawa nafsu belaka”.
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
*Bagian 2*
Kalangan yang mengingkari bid’ah hasanah biasanya berkata:
-*“Hadits “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…” yang telah diriwayatkan oleh al-Imam Muslim adalah khusus berlaku ketika Rasulullah masih hidup. Adapun setelah Rasulullah meninggal maka hal tersebut menjadi tidak berlaku lagi”.*-
*Jawab:*
Di dalam kaedah Ushuliyyah disebutkan:
لاَ تَثْبُتُ الْخُصُوْصِيَّةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
*“Pengkhususan -terhadap suatu nash- itu tidak boleh ditetapkan kecuali harus berdasarkan adanya dalil”.*
Dari sini Kita katakan kepada mereka: “Mana dalil yang menunjukan kekhususan tersebut?! Justru sebaliknya, lafazh hadits riwayat Muslim di atas menunjukkan keumuman, karena Rasulullah tidak mengatakan “Man Sanna Fi Hayati Sunnatan Hasanatan…” (Barangsiapa merintis perkara baru yang baik di masa hidupku…), atau juga tidak mengatakan: “Man ‘Amila ‘Amalan Ana ‘Amiltuh Fa Ahyahu…” (Barangsiapa mengamalkan amal yang telah aku lakukan, lalu ia menghidupkannya…). Sebaliknya Rasulullah mengatakan secara umum: “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…”, dan tentunya kita tahu bahwa Islam itu tidak hanya yang ada pada masa Rasulullah saja”.
Kita katakan pula kepada mereka: “Berani sekali kalian mengatakan hadits ini tidak berlaku lagi setelah Rasulullah meninggal?! Berani sekali kalian menghapus salah satu hadits Rasulullah?! Apakah setiap ada hadits yang bertentangan dengan faham kalian maka berarti hadits tersebut harus di-takhshish, atau harus d-nasakh (dihapus) dan tidak berlaku lagi?! Ini adalah bukti bahwa kalian memahami ajaran agama hanya dengan didasarkan kepada hawa nafsu belaka”.
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآَئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (سورة المائدة: 54)
*“Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci”. (QS. Al-Ma’idah: 54)*
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah memberitakannya sambil menepuk pundak sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah kaum orang ini!!” *(1)*. Dari hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa kaum yang dipuji dalam ayat di atas tidak lain adalah kaum Asy’ariyyah, karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari adalah moyang dari al-Imâm Abul Hasan al-Asy’ari.
*_(1) Al-Hakim berkata: “Ini hadits sahih di atas syarat Imam Muslim”. diriwayatkan pula oleh ath-Thabari dalam tafsirnya, ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Awsath, 2/103, al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa’id; dan berkata: “Para perawi hadits ini adalah para perawi sahih”. 7/19_*
🔆🔆🔅🔅🔆🔆
https://www.facebook.com/825625997561567/posts/1283416405115855/
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآَئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (سورة المائدة: 54)
*“Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci”. (QS. Al-Ma’idah: 54)*
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah memberitakannya sambil menepuk pundak sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah kaum orang ini!!” *(1)*. Dari hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa kaum yang dipuji dalam ayat di atas tidak lain adalah kaum Asy’ariyyah, karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari adalah moyang dari al-Imâm Abul Hasan al-Asy’ari.
*_(1) Al-Hakim berkata: “Ini hadits sahih di atas syarat Imam Muslim”. diriwayatkan pula oleh ath-Thabari dalam tafsirnya, ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Awsath, 2/103, al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa’id; dan berkata: “Para perawi hadits ini adalah para perawi sahih”. 7/19_*
🔆🔆🔅🔅🔆🔆
https://www.facebook.com/825625997561567/posts/1283416405115855/
Tawhid Corner (TC), Kajian Tauhid Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, diasuh oleh Ust. Dr. H. Kholil Abou Fateh, Lc, MA.
Untuk bergabung silahkan klik salah satu link berikut;
Tawhid Corner 1
https://chat.whatsapp.com/7st7GHBcOyeH9qOXxKCLyC
Tawhid Corner 2
https://chat.whatsapp.com/CBwvCRXy1adHAWzoyAXOLD
Tawhid Corner 3
https://chat.whatsapp.com/2gt9z3ScLS2HSO1yVuVK9x
Tawhid Corner 4
https://chat.whatsapp.com/KQy9MSSNbUgGaauS6hGFbN
Tawhid Corner 5
https://chat.whatsapp.com/A21cwcRx0OtHNBHhiC8DgL
Tawhid Corner 6
https://chat.whatsapp.com/3eIab0PyWi57v63rlW42Ks
Tawhid Corner 7
https://chat.whatsapp.com/0OsP1yhueMk9w34dNWYYuo
Tawhid Corner 8
https://chat.whatsapp.com/ILMAuMFMDRWG1A6clnpUqC
*******************
Cukup gabung di salah satu grup di atas yg masih kosong. Materi yg diposting sama. Mohon disebar. _Barakallah Fikum._
**************
*Mohon Disebar*
Untuk bergabung silahkan klik salah satu link berikut;
Tawhid Corner 1
https://chat.whatsapp.com/7st7GHBcOyeH9qOXxKCLyC
Tawhid Corner 2
https://chat.whatsapp.com/CBwvCRXy1adHAWzoyAXOLD
Tawhid Corner 3
https://chat.whatsapp.com/2gt9z3ScLS2HSO1yVuVK9x
Tawhid Corner 4
https://chat.whatsapp.com/KQy9MSSNbUgGaauS6hGFbN
Tawhid Corner 5
https://chat.whatsapp.com/A21cwcRx0OtHNBHhiC8DgL
Tawhid Corner 6
https://chat.whatsapp.com/3eIab0PyWi57v63rlW42Ks
Tawhid Corner 7
https://chat.whatsapp.com/0OsP1yhueMk9w34dNWYYuo
Tawhid Corner 8
https://chat.whatsapp.com/ILMAuMFMDRWG1A6clnpUqC
*******************
Cukup gabung di salah satu grup di atas yg masih kosong. Materi yg diposting sama. Mohon disebar. _Barakallah Fikum._
**************
*Mohon Disebar*
WhatsApp.com
Tauhid Corner 1
WhatsApp Group Invite
*Mutiara Indah Dalam Memahami Sifat 20*
(Dalam Bahasa Indonesia Dengan Wazn Bahr Rajaz)
Disusun Oleh Ustadz Kholil Abu Fateh ( @Kiyai Kholil )
*Simak kajiannya :*
*1. https://youtu.be/px6UfZFteqI*
*2. https://youtu.be/kT1THlEN-C4*
Dengan Nama Allah yang maha pengasih # yang maha penyayang yang baik sekali
Tuhan kita Allah yang tidak bermula # Dia tidak punah dan tidak berubah
Shalawat dan Salam atas Nabi Kita # Dia ahli tauhid terbaik manusia
Juga keluarga dan para sahabat # Kelompok yang benar padanya merapat
Kepada Allah wajib tuk mengenal # Sifat dua puluh kita harus hafal
Allah maha ada dan tidak bermula # Sifat wujud qidam inilah maknanya
Sifat baqa’ Allah adalah artinya # Dia tidak punah kekal selamanya
Yakinilah Allah bukan benda katsif # bukan sifat benda, bukan benda lathif
Ini makna sifat mukhalafatun lil # hawaditsi jau-hilah orang jahil
Allah tidak butuh kepada makhluk-Nya # Ada tanpa tempat, batasan dan warna
Ini sifat Qiyamuhu Bi Nafsihi # Tanpa atas, bawah, kanan maupun kiri.
Makna wahdaniyyah Allah maha Esa # tidak ada kesa-maan pada Dzat-Nya
Juga perbuatan dan pada sifat-Nya # Makna Dzat-Nya ada-lah hakekat-Nya
Sifat Qudroh Allah pahami maknanya # Dia maha kuasa atas segalanya
Wajib ‘aqli, jai’z dan mustahil aqli # Tiga hukum akal harus kau pahami
Hanyalah terkait dengan ja’iz aqli # sifat qudroh Allah engkau harus jeli
Makna dari sifat Iradah Allah # Dia berkehendak terhadap yang ada
Baik, buruk, kufur ma-upun iman # dengan Iradah-Nya jangan kau ragukan
Sifat Ilmu Allah mencakup yang tiga # dari hukum akal tetaplah waspada
Dia tahu segala ciptaan-Nya # tanpa kecuali dan rinciannnya
Makna sifat Hayat Allah maha hidup # tanpa tulang daging tanpa makan minum
Sifat Sama’ Allah artinya mendengar # segala suara dari ciptaan-Nya
Sifat Bashar Allah artinya melihat # segala makhluk-Nya tanpa alat-alat
Sifat Kalam Allah bukanlah bahasa # bukan huruf-huruf dan bukan suara
Kitab suci Qur’an adalah kalam-Nya # Kalam Allah dua pengertiannya
Al-Kalamudzatiy bagian pertama # allafzhul munazal bagian kedua
Kitab suci Qur’an yang kita baca # lafazh mengungkapkan bagi kalam Dzat-Nya.
Semua sifat dzat i-ni pahamilah # hafalkanlah ia dan ajarkanlah
Pemahaman lain kau jangan peduli # kau akan selamat dan tidak merugi
Yakinilah ia hingga engkau wafat # supaya selamat dun-ya dan akhirat
Segala puji hanya milik Allah # shalawat dan salam atas Rasulullah
(Dalam Bahasa Indonesia Dengan Wazn Bahr Rajaz)
Disusun Oleh Ustadz Kholil Abu Fateh ( @Kiyai Kholil )
*Simak kajiannya :*
*1. https://youtu.be/px6UfZFteqI*
*2. https://youtu.be/kT1THlEN-C4*
Dengan Nama Allah yang maha pengasih # yang maha penyayang yang baik sekali
Tuhan kita Allah yang tidak bermula # Dia tidak punah dan tidak berubah
Shalawat dan Salam atas Nabi Kita # Dia ahli tauhid terbaik manusia
Juga keluarga dan para sahabat # Kelompok yang benar padanya merapat
Kepada Allah wajib tuk mengenal # Sifat dua puluh kita harus hafal
Allah maha ada dan tidak bermula # Sifat wujud qidam inilah maknanya
Sifat baqa’ Allah adalah artinya # Dia tidak punah kekal selamanya
Yakinilah Allah bukan benda katsif # bukan sifat benda, bukan benda lathif
Ini makna sifat mukhalafatun lil # hawaditsi jau-hilah orang jahil
Allah tidak butuh kepada makhluk-Nya # Ada tanpa tempat, batasan dan warna
Ini sifat Qiyamuhu Bi Nafsihi # Tanpa atas, bawah, kanan maupun kiri.
Makna wahdaniyyah Allah maha Esa # tidak ada kesa-maan pada Dzat-Nya
Juga perbuatan dan pada sifat-Nya # Makna Dzat-Nya ada-lah hakekat-Nya
Sifat Qudroh Allah pahami maknanya # Dia maha kuasa atas segalanya
Wajib ‘aqli, jai’z dan mustahil aqli # Tiga hukum akal harus kau pahami
Hanyalah terkait dengan ja’iz aqli # sifat qudroh Allah engkau harus jeli
Makna dari sifat Iradah Allah # Dia berkehendak terhadap yang ada
Baik, buruk, kufur ma-upun iman # dengan Iradah-Nya jangan kau ragukan
Sifat Ilmu Allah mencakup yang tiga # dari hukum akal tetaplah waspada
Dia tahu segala ciptaan-Nya # tanpa kecuali dan rinciannnya
Makna sifat Hayat Allah maha hidup # tanpa tulang daging tanpa makan minum
Sifat Sama’ Allah artinya mendengar # segala suara dari ciptaan-Nya
Sifat Bashar Allah artinya melihat # segala makhluk-Nya tanpa alat-alat
Sifat Kalam Allah bukanlah bahasa # bukan huruf-huruf dan bukan suara
Kitab suci Qur’an adalah kalam-Nya # Kalam Allah dua pengertiannya
Al-Kalamudzatiy bagian pertama # allafzhul munazal bagian kedua
Kitab suci Qur’an yang kita baca # lafazh mengungkapkan bagi kalam Dzat-Nya.
Semua sifat dzat i-ni pahamilah # hafalkanlah ia dan ajarkanlah
Pemahaman lain kau jangan peduli # kau akan selamat dan tidak merugi
Yakinilah ia hingga engkau wafat # supaya selamat dun-ya dan akhirat
Segala puji hanya milik Allah # shalawat dan salam atas Rasulullah
*(TUNTUTAN DUA KALIMAT SYAHADAT)*
*Simak kajiannya di Abou Fateh YouTube Channel : https://youtu.be/-1cVyGxqDGw*
مقتضى الشهادتين للنابلسي
الحمد لله و صلى الله وسلم على سيدنا محمد و ءاله وأصحابه الطيبين الطاهرين ، أما بعد:
فهذه الأبيات المسماة “مقتضى الشهادتين للنابلسي” التي نظمها الشيخ عبد الغني النابلسي رحمه الله المتوفى سنة 1143 هـ في بيان العقيدة السنية التي كان عليها رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه ومن تبعهم بإحسان .
مَعرِفَةُ اللهِ عليكَ تُفتــرَضْ # بأنَّهُ لا جَوْهَــرٌ ولا عَــــرَضْ
وليسَ يحويهِ مكانٌ لا وَلا # تُدرِكُهُ العُقُـــولُ جَلّ وَعَــــــلا
لا ذاتُهُ يُشْبِهُ للـــــــذَّوَاتِ # ولا حَكَـــت صِفَاتُهُ الصّفَاتِ
فرْدٌ لنا بهِ تتَـِـــــمَ المَعْرِفَةْ # وواحــــدٌ ذاتاً وفِعــْــــلاً وَصِفَةْ
فَهُوَ القَديمُ وَحْدَهُ وَالبَاقِي # في القَيْدِ نَحْنُ وَهُوَ في الإطْلاقِ
وَهُوَ السَّمِيعُ وَالبَصِيرٌ لم يَزَلْ # بِغَيْرِ مَا جَارِحَةٍ وَفِـــي الأَزَلْ
لَهُ كَلامٌ لَيْسَ كَالمَعْرُوفِ # جَلّ عَنِ الأَصْوَاتِ وَالحُرُوفِ
أَرْسَلَ رُسْلَهُ الكِرَامَ فِينَا # مُبَشِّرِينَ بـَـــلْ وَمُنْذِرِيـــــــنَا
أَيَّدَهُمْ بِالصِدْقِ وَالأَمَانَهْ # وَالحِفْظِ وَالعِصْمَةِ وَالصِّيَانَهْ
أَوَّلُهُمْ ءادَمُ ثـُـمَّ الآخِرُ # مُحَمَّدٌ وَهُوَ النبيُ الفَاخِـــرُ
وَصَحْبُهُ جَمِيعُهُمْ عَلَى هُدَى # تَفْضِيلُهُم مُرَتّبٌ بِلا اعتــِـــدَا
فَهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَبَعْدَهُ عُمَرْ # وَبَعْدَهُ عُثْمَانُ ذُو الوَجْهِ الأَغَرْ
ثمَّ عَليٌ ثُمَّ بَاقِي العَشَرَه # وَهِيَ التي في جَنَّةٍ مُبَشَّــــرَهْ
وَكُلُّ مَا عَنْهُ النَّبيُ أخْبَرَا # فَإِنــَّـهُ مُحَقَّـــقٌ بِلا امْتِرا
مِنْ نَحْوِ أمْرِ القَبْرِ وَالقِيَامَهْ # وَكُلِ مَا كَانَ لـَهُ عَلامـَــــــهْ
مِثْلُ طُلُوعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَـا # وَقِصَّةِ الدَّجَّالِ كــُــنْ مُنْتَبِها
هَذَا هُوَ الحَقُّ المُبِينُ الوَاضِحُ # وَبِالذِي فِيهِ الإِنــَاءُ نَاضِحُ
*Simak kajiannya di Abou Fateh YouTube Channel : https://youtu.be/-1cVyGxqDGw*
مقتضى الشهادتين للنابلسي
الحمد لله و صلى الله وسلم على سيدنا محمد و ءاله وأصحابه الطيبين الطاهرين ، أما بعد:
فهذه الأبيات المسماة “مقتضى الشهادتين للنابلسي” التي نظمها الشيخ عبد الغني النابلسي رحمه الله المتوفى سنة 1143 هـ في بيان العقيدة السنية التي كان عليها رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه ومن تبعهم بإحسان .
مَعرِفَةُ اللهِ عليكَ تُفتــرَضْ # بأنَّهُ لا جَوْهَــرٌ ولا عَــــرَضْ
وليسَ يحويهِ مكانٌ لا وَلا # تُدرِكُهُ العُقُـــولُ جَلّ وَعَــــــلا
لا ذاتُهُ يُشْبِهُ للـــــــذَّوَاتِ # ولا حَكَـــت صِفَاتُهُ الصّفَاتِ
فرْدٌ لنا بهِ تتَـِـــــمَ المَعْرِفَةْ # وواحــــدٌ ذاتاً وفِعــْــــلاً وَصِفَةْ
فَهُوَ القَديمُ وَحْدَهُ وَالبَاقِي # في القَيْدِ نَحْنُ وَهُوَ في الإطْلاقِ
وَهُوَ السَّمِيعُ وَالبَصِيرٌ لم يَزَلْ # بِغَيْرِ مَا جَارِحَةٍ وَفِـــي الأَزَلْ
لَهُ كَلامٌ لَيْسَ كَالمَعْرُوفِ # جَلّ عَنِ الأَصْوَاتِ وَالحُرُوفِ
أَرْسَلَ رُسْلَهُ الكِرَامَ فِينَا # مُبَشِّرِينَ بـَـــلْ وَمُنْذِرِيـــــــنَا
أَيَّدَهُمْ بِالصِدْقِ وَالأَمَانَهْ # وَالحِفْظِ وَالعِصْمَةِ وَالصِّيَانَهْ
أَوَّلُهُمْ ءادَمُ ثـُـمَّ الآخِرُ # مُحَمَّدٌ وَهُوَ النبيُ الفَاخِـــرُ
وَصَحْبُهُ جَمِيعُهُمْ عَلَى هُدَى # تَفْضِيلُهُم مُرَتّبٌ بِلا اعتــِـــدَا
فَهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَبَعْدَهُ عُمَرْ # وَبَعْدَهُ عُثْمَانُ ذُو الوَجْهِ الأَغَرْ
ثمَّ عَليٌ ثُمَّ بَاقِي العَشَرَه # وَهِيَ التي في جَنَّةٍ مُبَشَّــــرَهْ
وَكُلُّ مَا عَنْهُ النَّبيُ أخْبَرَا # فَإِنــَّـهُ مُحَقَّـــقٌ بِلا امْتِرا
مِنْ نَحْوِ أمْرِ القَبْرِ وَالقِيَامَهْ # وَكُلِ مَا كَانَ لـَهُ عَلامـَــــــهْ
مِثْلُ طُلُوعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَـا # وَقِصَّةِ الدَّجَّالِ كــُــنْ مُنْتَبِها
هَذَا هُوَ الحَقُّ المُبِينُ الوَاضِحُ # وَبِالذِي فِيهِ الإِنــَاءُ نَاضِحُ
Aku (Ibnul Jawzi) berkata: *“Ketika kitab tulisanku ini diketahui oleh sekelompok dari orang-orang bodoh semacam mereka; sedikitpun mereka tidak menampakan rasa senang [bahkan membencinya], karena mereka telah terbiasa dan sangat akrab dengan faham-faham sesat dari pimpinan-pimpinan mereka yang notabene kaum Mujassimah.* Mereka berkata: _“[Takwil] ini bukan pemahaman madzhab kita (madzhab Hanbali)”_
Aku [Ibnul Jawzi] katakan kepada mereka: *“Benar, ini bukan pemahaman madzhab kalian, juga bukan pemahaman guru-guru yang kalian ikuti. Dengan tulisanku ini aku telah mensucikan madzhab Ahmad bin Hanbal dari kesesatan-kesesatan akidah tasybîh, aku telah membersihkannya dari kutipan-kutipan dusta dan kebohongan-kebohongan yang disandarkan kepadanya, aku bukan seorang yang hanya ikut-ikutan (muqallid) dalam masalah akidah ini; tidak seperti kalian, bagaimana mungkin aku akan meninggalkan “mutiara” (madzhab Hanbali); sementara aku tidak mau menyelamatkannya??”*.
Aku (Ibnul Jawzi) berkata:
سَبَقْتُ بـحَمْد الله مَنْ كَانَ قَبْلِي * فَقُلْ لِلّذِي يَرجُو لِحَـاقِي عَلَى مَهْل
وَإنّكُمْ لَـوْ تَنْقُصُـوْنَ عِتـَابَكُمْ لَعَزّ * عَن التّفـْتِيْشِ أنْ تَـجِدُوا مِثْلِي
_*“Dengan segala pujian Allah; aku telah mengungguli orang-orang terdahuluku, katakan kepada orang-orang yang hendak melampauiku: “Perlahanlah, jangan terburu-buru [engaku tidak dapat melebihiku]”*_
_*“Sungguh sekalipun kalian terus berusaha belajar; maka tetap kalian akan kesulitan untuk mendapatkan [mencapai tingkatan] orang semacam diriku”.*_
🔅🔆 *ISLAMIC THEOLOGY; Ibnu Jauzi Membongkar Kesesatan Aqidah Tasybih Meluruskan Penyimpangan Dalam Memahami Sifat-Sifat Allah* 🔆🔅
Selengkapnya >>> https://play.google.com/store/books/details?id=BX9WDwAAQBAJ
Aku [Ibnul Jawzi] katakan kepada mereka: *“Benar, ini bukan pemahaman madzhab kalian, juga bukan pemahaman guru-guru yang kalian ikuti. Dengan tulisanku ini aku telah mensucikan madzhab Ahmad bin Hanbal dari kesesatan-kesesatan akidah tasybîh, aku telah membersihkannya dari kutipan-kutipan dusta dan kebohongan-kebohongan yang disandarkan kepadanya, aku bukan seorang yang hanya ikut-ikutan (muqallid) dalam masalah akidah ini; tidak seperti kalian, bagaimana mungkin aku akan meninggalkan “mutiara” (madzhab Hanbali); sementara aku tidak mau menyelamatkannya??”*.
Aku (Ibnul Jawzi) berkata:
سَبَقْتُ بـحَمْد الله مَنْ كَانَ قَبْلِي * فَقُلْ لِلّذِي يَرجُو لِحَـاقِي عَلَى مَهْل
وَإنّكُمْ لَـوْ تَنْقُصُـوْنَ عِتـَابَكُمْ لَعَزّ * عَن التّفـْتِيْشِ أنْ تَـجِدُوا مِثْلِي
_*“Dengan segala pujian Allah; aku telah mengungguli orang-orang terdahuluku, katakan kepada orang-orang yang hendak melampauiku: “Perlahanlah, jangan terburu-buru [engaku tidak dapat melebihiku]”*_
_*“Sungguh sekalipun kalian terus berusaha belajar; maka tetap kalian akan kesulitan untuk mendapatkan [mencapai tingkatan] orang semacam diriku”.*_
🔅🔆 *ISLAMIC THEOLOGY; Ibnu Jauzi Membongkar Kesesatan Aqidah Tasybih Meluruskan Penyimpangan Dalam Memahami Sifat-Sifat Allah* 🔆🔅
Selengkapnya >>> https://play.google.com/store/books/details?id=BX9WDwAAQBAJ
_Assalaamu'alaikum._
Selanjutnya silahkan like Facebook Page Nurul Hikmah Press untuk mendapatkan informasi terkait buku-buku terbitan Nurul Hikmah Press.
Terima kasih,
*Tim Nurul Hikmah Press*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
Selanjutnya silahkan like Facebook Page Nurul Hikmah Press untuk mendapatkan informasi terkait buku-buku terbitan Nurul Hikmah Press.
Terima kasih,
*Tim Nurul Hikmah Press*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
Facebook
Log in to Facebook
Log in to Facebook to start sharing and connecting with your friends, family and people you know.
📎
~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~
من ترك أربع كلمات كمل إيمانه، أين وكيف ومتى وكم، فإن قال لك: أين الله؟ فجوابه: ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك: كيف الله؟ فقل ليس كمثله شيء، وإن قال لك: متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء، وإن قال لك قائل: كم الله؟ فقل له: واحد لا من قلة (قل هو الله أحد)
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Syarh Kayifah al-Sajâ ‘Alâ Safînah al-Najâ, Indonesia: Dar Ihya al-kutub al-‘Arabiyyah, t. th. hal. 9)*
_“Barangsiapa meninggalkan empat kalimat maka sempurnalah iman-nya; di mana, bagaimana, kapan, dan berapa. Maka bila seseorang berkata bagimu: *Di mana Allah?* Maka jawabannya: *Ada tanpa tempat dan tidak dilalui oleh zaman*. Jika ia berkata: *Bagaimana Allah?* Maka katakan olehmu: *Dia Allah tidak menyerupai suatu apapun*. Jika ia berkata: *Kapan adanya Allah?* Maka katakan olehmu baginya: *Dia Allah maha Awal tanpa permulaan, dan Dia Allah maha Akhir tanpa penghabisan*. Jika ia berkata bagimu: *Berapa Allah?* Maka katakan baginya: *Allah Esa bukan karena sedikit (Katakan olehmu Dia Allah yang maha Esa; tidak ada keserupaan bagi-Nya)”*._
الأحد أى الذي لا يتجزأ ولا ينقسم فهو واحد في ذاته وصفاته ولا يحل في محل
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Fî Syarh Sullam al-Tawfîq, Semarang: Cet. Usaha Keluarga, t. th. hal. 4)*
_“(Dia Allah) al-Ahad artinya Yang tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah-pisah. Maka Dia Allah maha Esa; tidak ada keserupaan pada Dzat-Nya, pada Sifat-sifat-Nya, dan Dia tidak bertempat pada suatu ruang (ada tanpa tempat)”_
🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸
〰♾🌼 *SUFISME DALAM TAFSIR NAWAWI* 🌼♾〰
Segera download dan share, gratis!!!
Semoga bermanfaat...
📥 *Link :* https://play.google.com/store/books/details?id=PTSCDwAAQBAJ
*Cara download/baca judul buku lainnya :*
📝 Buka Google Play Store ➡ Buku/Book ➡ Klik kotak pencarian/search dan ketik "kholilurrohman" ➡ Scroll untuk melihat judul - judul ebook yang lainnya
*Selanjutnya silahkan like Facebook Page Nurul Hikmah Press untuk mendapatkan informasi terkait buku-buku terbitan Nurul Hikmah Press.*
Terima kasih,
*Tim Nurul Hikmah Press*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH MAHA SUCI DARI DEMIKIAN ITU* ❗
~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~
Simak tulisan Syekh Nawawi al-Bantani dalam karyanya _Syarh Safînah al-Najâ:
من ترك أربع كلمات كمل إيمانه، أين وكيف ومتى وكم، فإن قال لك: أين الله؟ فجوابه: ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك: كيف الله؟ فقل ليس كمثله شيء، وإن قال لك: متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء، وإن قال لك قائل: كم الله؟ فقل له: واحد لا من قلة (قل هو الله أحد)
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Syarh Kayifah al-Sajâ ‘Alâ Safînah al-Najâ, Indonesia: Dar Ihya al-kutub al-‘Arabiyyah, t. th. hal. 9)*
_“Barangsiapa meninggalkan empat kalimat maka sempurnalah iman-nya; di mana, bagaimana, kapan, dan berapa. Maka bila seseorang berkata bagimu: *Di mana Allah?* Maka jawabannya: *Ada tanpa tempat dan tidak dilalui oleh zaman*. Jika ia berkata: *Bagaimana Allah?* Maka katakan olehmu: *Dia Allah tidak menyerupai suatu apapun*. Jika ia berkata: *Kapan adanya Allah?* Maka katakan olehmu baginya: *Dia Allah maha Awal tanpa permulaan, dan Dia Allah maha Akhir tanpa penghabisan*. Jika ia berkata bagimu: *Berapa Allah?* Maka katakan baginya: *Allah Esa bukan karena sedikit (Katakan olehmu Dia Allah yang maha Esa; tidak ada keserupaan bagi-Nya)”*._
Tulisan beliau ini sangat jelas dalam menyatakan bahwa Allah ada tanpa tempat. Ini menunjukkan sikap pundamental beliau dalam memegang ortodoksi, di samping beliau juga seorang sufi.
Dalam karya lainnya; _Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Syarh Sullam al-Tawfîq_, beliau menulis:
الأحد أى الذي لا يتجزأ ولا ينقسم فهو واحد في ذاته وصفاته ولا يحل في محل
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Fî Syarh Sullam al-Tawfîq, Semarang: Cet. Usaha Keluarga, t. th. hal. 4)*
_“(Dia Allah) al-Ahad artinya Yang tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah-pisah. Maka Dia Allah maha Esa; tidak ada keserupaan pada Dzat-Nya, pada Sifat-sifat-Nya, dan Dia tidak bertempat pada suatu ruang (ada tanpa tempat)”_
🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸
〰♾🌼 *SUFISME DALAM TAFSIR NAWAWI* 🌼♾〰
Segera download dan share, gratis!!!
Semoga bermanfaat...
📥 *Link :* https://play.google.com/store/books/details?id=PTSCDwAAQBAJ
*Cara download/baca judul buku lainnya :*
📝 Buka Google Play Store ➡ Buku/Book ➡ Klik kotak pencarian/search dan ketik "kholilurrohman" ➡ Scroll untuk melihat judul - judul ebook yang lainnya
*Selanjutnya silahkan like Facebook Page Nurul Hikmah Press untuk mendapatkan informasi terkait buku-buku terbitan Nurul Hikmah Press.*
Terima kasih,
*Tim Nurul Hikmah Press*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH MAHA SUCI DARI DEMIKIAN ITU* ❗
Penjelasannya singkat oleh Ustadz Kholil Abou Fateh, terkait kesimpulan tiap judul buku karya-karya beliau.
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress/videos/3035874719773952/
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Terkait Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah, Fiqh Syafi’iyyah, Tasawuf Rifa'iyyah dan Qadiriyyah Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Saat ini tersedia buku judul :
1⃣ *Hadits Jibril; Penjelasan Hadits Jibril Memahami Pondasi Iman Yang Enam*
Harga : *Rp. 30.000*
2⃣ *Aqidah Imam Empat Madzhab Menjelaskan Tafsir Istawa Dan Kesucian Allah Dari Tempat Dan Arah*
Harga : *Rp. 20.000*
3⃣ *Ayo, Kita Tahlil!!*
Harga : *Rp. 20.000*
4⃣ *Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah Rububiyyah dan al-Asma Wa ash-Shifat*
Harga : *Rp. 35.000*
5️⃣ *Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadits al-Jariyah) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat*
Harga : *Rp. 20.000*
6️⃣ *Siapakah Ahlussunnah Wal Jama'ah Sebenarnya? Mengenal Golongan Selamat (al-Firqah an-Nâjiyah) Dan Meluruskan Tuduhan Terhadap al-Imâm Abul Hasan al-Asy’ari*
Harga : *Rp. 35.000*
7️⃣ *Memahami Bid’ah Secara Komprehensif Sesuai Pemahaman Ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah*
Harga : *Rp. 25.000*
*Pemesanan whatsapp admin, click link >>> https://wa.me/6287878023938*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress/videos/3035874719773952/
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Terkait Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah, Fiqh Syafi’iyyah, Tasawuf Rifa'iyyah dan Qadiriyyah Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Saat ini tersedia buku judul :
1⃣ *Hadits Jibril; Penjelasan Hadits Jibril Memahami Pondasi Iman Yang Enam*
Harga : *Rp. 30.000*
2⃣ *Aqidah Imam Empat Madzhab Menjelaskan Tafsir Istawa Dan Kesucian Allah Dari Tempat Dan Arah*
Harga : *Rp. 20.000*
3⃣ *Ayo, Kita Tahlil!!*
Harga : *Rp. 20.000*
4⃣ *Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah Rububiyyah dan al-Asma Wa ash-Shifat*
Harga : *Rp. 35.000*
5️⃣ *Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadits al-Jariyah) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat*
Harga : *Rp. 20.000*
6️⃣ *Siapakah Ahlussunnah Wal Jama'ah Sebenarnya? Mengenal Golongan Selamat (al-Firqah an-Nâjiyah) Dan Meluruskan Tuduhan Terhadap al-Imâm Abul Hasan al-Asy’ari*
Harga : *Rp. 35.000*
7️⃣ *Memahami Bid’ah Secara Komprehensif Sesuai Pemahaman Ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah*
Harga : *Rp. 25.000*
*Pemesanan whatsapp admin, click link >>> https://wa.me/6287878023938*
Facebook
Penjelasan singkat kesimpulan isi buku... - Nurul Hikmah Press
Penjelasan singkat kesimpulan isi buku karya-karya beliau.
*AYAT-AYAT MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT*
Untuk memahami tema ini sebagaimana mestinya, harus diketahui terlebih dahulu bahwa di dalam Al Qur'an terdapat ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat. Allah ta'ala berfirman :
هُوَ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَـأَمَّا الَّذِيْنَ فِي قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِـغَاءَ الْفِـتْنَةِ وَابْتِـغَاءَ تَأْوِيْلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِي الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوْا اْلأَلْبَابِ ءال عمران : 7
Maknanya : _*"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada Muhammad. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah Umm Al Qur'an (yang dikembalikan dan disesuaikan pemaknaan ayat-ayat al Qur'an dengannya) dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya sesuai dengan hawa nafsunya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya (seperti saat tibanya kiamat) melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan : "kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal"*_ (Q.S. Al Imran : 7)
*Ayat-ayat Muhkamat :* ayat yang dari sisi kebahasaan memiliki satu makna saja dan tidak memungkinkan untuk ditakwil ke makna lain. Atau ayat yang diketahui dengan jelas makna dan maksudnya. Seperti firman Allah :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ سورة الشورى: ۱۱
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya)”*_ (Q.S. asy-Syura: 11)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ سورة الإخلاص :4
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak ada satupun yang menyekutui-Nya”.*_ (Q.S. al Ikhlash : 4)
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا سورة مريم :65
Maknanya: _*“Allah tidak ada serupa bagi-Nya”.*_ (Q.S. Maryam : 65)
*Ayat-ayat Mutasyabihat :* ayat yang belum jelas maknanya. Atau yang memiliki banyak kemungkinan makna dan pemahaman sehingga perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan ayat-ayat muhkamat. Seperti firman Allah :
الرّحْمٰنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى سورة طه :5
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّـيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ سورة فاطر :10
Makna ayat kedua ini adalah bahwa dzikir seperti ucapan لا إله إلاّ الله akan naik ke tempat yang dimuliakan oleh Allah, yaitu langit. Dzikir ini juga akan mengangkat amal saleh. Pemaknaan seperti ini sesuai dan selaras dengan ayat muhkamat
(لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ) سورة الشورى: ۱۱
Jadi penafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat harus dikembalikan kepada ayat-ayat muhkamat. Ini jika memang berkait dengan ayat-ayat mutasyabihat yang mungkin diketahui oleh para ulama. Sedangkan mutasyabih (hal yang tidak diketahui oleh kita) yang dimaksud dalam ayat
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ سورة ءال عمران : 7
Menurut bacaan waqaf pada lafzh al Jalalah الله adalah seperti saat kiamat tiba, waktu pasti munculnya Dajjal, dan bukan mutasyabih yang seperti ayat tentang istiwa') Q.S. Thaha : 5). Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
" اعْمَلُوْا بِمُحْكَمِهِ وَءَامِنُوْا بِمُتَشَابِهِهِ" حديث ضعيف ضعفا خفيفا
Maknanya: _*“Amalkanlah ayat-ayat muhkamat yang ada dalam Al Qur'an dan berimanlah terhadap yang mutasyabihat dalam Al Qur'an".*_ Artinya jangan mengingkari adanya ayat-ayat mutasyabihat ini melainkan percayai adanya dan kembalikan maknanya kepada ayat-ayat yang muhkamat. Hadits ini dla'if dengan kedla'ifan yang ringan.
Seora
Untuk memahami tema ini sebagaimana mestinya, harus diketahui terlebih dahulu bahwa di dalam Al Qur'an terdapat ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat. Allah ta'ala berfirman :
هُوَ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَـأَمَّا الَّذِيْنَ فِي قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِـغَاءَ الْفِـتْنَةِ وَابْتِـغَاءَ تَأْوِيْلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِي الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُوْا اْلأَلْبَابِ ءال عمران : 7
Maknanya : _*"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada Muhammad. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah Umm Al Qur'an (yang dikembalikan dan disesuaikan pemaknaan ayat-ayat al Qur'an dengannya) dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya sesuai dengan hawa nafsunya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya (seperti saat tibanya kiamat) melainkan Allah serta orang-orang yang mendalam ilmunya mengatakan : "kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu berasal dari Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal"*_ (Q.S. Al Imran : 7)
*Ayat-ayat Muhkamat :* ayat yang dari sisi kebahasaan memiliki satu makna saja dan tidak memungkinkan untuk ditakwil ke makna lain. Atau ayat yang diketahui dengan jelas makna dan maksudnya. Seperti firman Allah :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ سورة الشورى: ۱۱
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya)”*_ (Q.S. asy-Syura: 11)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ سورة الإخلاص :4
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak ada satupun yang menyekutui-Nya”.*_ (Q.S. al Ikhlash : 4)
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا سورة مريم :65
Maknanya: _*“Allah tidak ada serupa bagi-Nya”.*_ (Q.S. Maryam : 65)
*Ayat-ayat Mutasyabihat :* ayat yang belum jelas maknanya. Atau yang memiliki banyak kemungkinan makna dan pemahaman sehingga perlu direnungkan agar diperoleh pemaknaan yang tepat yang sesuai dengan ayat-ayat muhkamat. Seperti firman Allah :
الرّحْمٰنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى سورة طه :5
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّـيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ سورة فاطر :10
Makna ayat kedua ini adalah bahwa dzikir seperti ucapan لا إله إلاّ الله akan naik ke tempat yang dimuliakan oleh Allah, yaitu langit. Dzikir ini juga akan mengangkat amal saleh. Pemaknaan seperti ini sesuai dan selaras dengan ayat muhkamat
(لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ) سورة الشورى: ۱۱
Jadi penafsiran terhadap ayat-ayat mutasyabihat harus dikembalikan kepada ayat-ayat muhkamat. Ini jika memang berkait dengan ayat-ayat mutasyabihat yang mungkin diketahui oleh para ulama. Sedangkan mutasyabih (hal yang tidak diketahui oleh kita) yang dimaksud dalam ayat
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ سورة ءال عمران : 7
Menurut bacaan waqaf pada lafzh al Jalalah الله adalah seperti saat kiamat tiba, waktu pasti munculnya Dajjal, dan bukan mutasyabih yang seperti ayat tentang istiwa') Q.S. Thaha : 5). Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
" اعْمَلُوْا بِمُحْكَمِهِ وَءَامِنُوْا بِمُتَشَابِهِهِ" حديث ضعيف ضعفا خفيفا
Maknanya: _*“Amalkanlah ayat-ayat muhkamat yang ada dalam Al Qur'an dan berimanlah terhadap yang mutasyabihat dalam Al Qur'an".*_ Artinya jangan mengingkari adanya ayat-ayat mutasyabihat ini melainkan percayai adanya dan kembalikan maknanya kepada ayat-ayat yang muhkamat. Hadits ini dla'if dengan kedla'ifan yang ringan.
Seora
ng ahli hadits, pakar bahasa dan fiqh bermadzhab Hanafi, Murtadla az-Zabidi dalam syarh Ihya' 'Ulum ad-Din yang berjudul Ithaf as-Sadah al Muttaqin mengutip perkataan Abu Nashr al Qusyairi dalam kitab _*at-Tadzkirah asy-Syarqiyyah*_
*"Sedang firman Allah :
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ سورة ءال عمران : 7
yang dimaksud adalah waktu tepatnya kiamat tiba, sebab orang-orang musyrik bertanya kepada Nabi shallallahu 'alayhi wasallam tentang kiamat kapan tiba. Jadi mutasyabih dalam konteks ini mengisyaratkan pada pengetahuan tentang hal-hal yang gaib karena memang tidak ada yang mengetahui peristiwa di masa mendatang dan akhir semua hal kecuali Allah. Karenanya Allah berfirman:
هَلْ يَنْظُرُوْنَ إِلاَّ تَأْوِيْلَهُ يَوْم يَـأْتِي تَأْوِيْلُهُ (الأعراف: 53)
maksudnya mereka tidak menunggu kecuali datangnya kiamat”
Dengan demikian, bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan (berdalih ayat tersebut) bahwa terdapat dalam kitabullah hal yang tidak ada jalan bagi seorang makhlukpun untuk mengetahuinya serta tidak ada yang mengetahui hal ini kecuali Allah. Bukankah ini termasuk penghinaan terbesar terhadap misi-misi kenabian ?!. Bahwa Nabi tidak mengetahui takwil sifat-sifat Allah yang ada lalu mengajak orang untuk mengetahui hal yang tidak bisa diketahui ?!, bukankah Allah berfirman (tentang al Qur'an) :
بِلِسَانٍ عَرَبِـيٍّ مُبِيْنٍ سورة الشعراء : 195
Maknanya : _*"Dengan bahasa Arab yang jelas"*_ (Q.S. asy-Syu'ara' : 195)
Berarti kalau menurut logika pendapat mereka ini maka mereka mesti mengatakan bahwa Allah telah berdusta karena mengatakan:
بِلِسَانٍ عَرَبِـيٍّ مُبِيْنٍ
sebab mereka ternyata tidak memahaminya. Jika tidak, lalu di mana letak kebenaran penjelasan ini ?!. Dan jika memang al Qur'an ini berbahasa Arab lalu bagaimana bisa seseorang mengatakan bahwa di dalamnya ada yang tidak diketahui oleh orang Arab padahal al Qur'an berbahasa Arab. Jika demikian halnya apa sebutan yang patut untuk pendapat yang berujung pada pendustaan terhadap Allah ini !?".
Az-Zabidi selanjutnya mengatakan masih menukil dari al Qusyairi :
"Bukankah ada pendapat yang mengatakan bahwa bacaan ayat (tentang takwil) tersebut adalah:
[وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِي الْعِلْمِ]
seakan Allah menyatakan "orang yang mendalam ilmunya juga mengetahui takwilnya serta beriman kepadanya" karena beriman kepada sesuatu itu hanya dapat terwujud setelah mengetahui sesuatu itu, sedang sesuatu yang tidak diketahui tidak akan mungkin seseorang beriman kepadanya. Karenanya, Ibnu Abbas mengatakan : _*"Saya termasuk orang-orang yang mendalam ilmunya".*_
Ada dua metode untuk memaknai ayat-ayat mutasyabihat yang keduanya sama-sama benar :
*Pertama : Metode Salaf.* Mereka adalah orang-orang yang hidup pada tiga abad hijriyah pertama. Yakni kebanyakan dari mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara global (takwil ijmali), yaitu dengan mengimaninya serta meyakini bahwa maknanya bukanlah sifat-sifat jism (sesuatu yang memiliki ukuran dan dimensi), tetapi memiliki makna yang layak bagi keagungan dan kemahasucian Allah tanpa menentukan apa makna tersebut. Mereka mengembalikan makna ayat-ayat mutasyabihat tersebut kepada ayat-ayat muhkamat seperti firman Allah :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ (سورة الشورى: ۱۱)
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya)”*_ (Q.S. asy-Syura: 11)
_*Takwil ijmali*_ ini adalah seperti yang dikatakan oleh imam asy-Syafi'i –semoga Allah meridlainya- :
" ءَامَنْتُ بِمَا جَاءَ عَنِ اللهِ عَلَى مُرَادِ اللهِ وَبِمَا جَاءَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ r عَلَى مُرَادِ رَسُوْلِ اللهِ "
_*"Aku beriman dengan segala yang berasal dari Allah sesuai apa yang dimaksudkan Allah dan beriman dengan segala yang berasal dari Rasulullah sesuai dengan maksud Rasulullah"*_
yakni bukan sesuai dengan yang terbayangkan oleh prasangka dan benak manusia yang merupakan sifa
*"Sedang firman Allah :
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ سورة ءال عمران : 7
yang dimaksud adalah waktu tepatnya kiamat tiba, sebab orang-orang musyrik bertanya kepada Nabi shallallahu 'alayhi wasallam tentang kiamat kapan tiba. Jadi mutasyabih dalam konteks ini mengisyaratkan pada pengetahuan tentang hal-hal yang gaib karena memang tidak ada yang mengetahui peristiwa di masa mendatang dan akhir semua hal kecuali Allah. Karenanya Allah berfirman:
هَلْ يَنْظُرُوْنَ إِلاَّ تَأْوِيْلَهُ يَوْم يَـأْتِي تَأْوِيْلُهُ (الأعراف: 53)
maksudnya mereka tidak menunggu kecuali datangnya kiamat”
Dengan demikian, bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan (berdalih ayat tersebut) bahwa terdapat dalam kitabullah hal yang tidak ada jalan bagi seorang makhlukpun untuk mengetahuinya serta tidak ada yang mengetahui hal ini kecuali Allah. Bukankah ini termasuk penghinaan terbesar terhadap misi-misi kenabian ?!. Bahwa Nabi tidak mengetahui takwil sifat-sifat Allah yang ada lalu mengajak orang untuk mengetahui hal yang tidak bisa diketahui ?!, bukankah Allah berfirman (tentang al Qur'an) :
بِلِسَانٍ عَرَبِـيٍّ مُبِيْنٍ سورة الشعراء : 195
Maknanya : _*"Dengan bahasa Arab yang jelas"*_ (Q.S. asy-Syu'ara' : 195)
Berarti kalau menurut logika pendapat mereka ini maka mereka mesti mengatakan bahwa Allah telah berdusta karena mengatakan:
بِلِسَانٍ عَرَبِـيٍّ مُبِيْنٍ
sebab mereka ternyata tidak memahaminya. Jika tidak, lalu di mana letak kebenaran penjelasan ini ?!. Dan jika memang al Qur'an ini berbahasa Arab lalu bagaimana bisa seseorang mengatakan bahwa di dalamnya ada yang tidak diketahui oleh orang Arab padahal al Qur'an berbahasa Arab. Jika demikian halnya apa sebutan yang patut untuk pendapat yang berujung pada pendustaan terhadap Allah ini !?".
Az-Zabidi selanjutnya mengatakan masih menukil dari al Qusyairi :
"Bukankah ada pendapat yang mengatakan bahwa bacaan ayat (tentang takwil) tersebut adalah:
[وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِي الْعِلْمِ]
seakan Allah menyatakan "orang yang mendalam ilmunya juga mengetahui takwilnya serta beriman kepadanya" karena beriman kepada sesuatu itu hanya dapat terwujud setelah mengetahui sesuatu itu, sedang sesuatu yang tidak diketahui tidak akan mungkin seseorang beriman kepadanya. Karenanya, Ibnu Abbas mengatakan : _*"Saya termasuk orang-orang yang mendalam ilmunya".*_
Ada dua metode untuk memaknai ayat-ayat mutasyabihat yang keduanya sama-sama benar :
*Pertama : Metode Salaf.* Mereka adalah orang-orang yang hidup pada tiga abad hijriyah pertama. Yakni kebanyakan dari mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara global (takwil ijmali), yaitu dengan mengimaninya serta meyakini bahwa maknanya bukanlah sifat-sifat jism (sesuatu yang memiliki ukuran dan dimensi), tetapi memiliki makna yang layak bagi keagungan dan kemahasucian Allah tanpa menentukan apa makna tersebut. Mereka mengembalikan makna ayat-ayat mutasyabihat tersebut kepada ayat-ayat muhkamat seperti firman Allah :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ (سورة الشورى: ۱۱)
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya)”*_ (Q.S. asy-Syura: 11)
_*Takwil ijmali*_ ini adalah seperti yang dikatakan oleh imam asy-Syafi'i –semoga Allah meridlainya- :
" ءَامَنْتُ بِمَا جَاءَ عَنِ اللهِ عَلَى مُرَادِ اللهِ وَبِمَا جَاءَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ r عَلَى مُرَادِ رَسُوْلِ اللهِ "
_*"Aku beriman dengan segala yang berasal dari Allah sesuai apa yang dimaksudkan Allah dan beriman dengan segala yang berasal dari Rasulullah sesuai dengan maksud Rasulullah"*_
yakni bukan sesuai dengan yang terbayangkan oleh prasangka dan benak manusia yang merupakan sifa
t-sifat fisik dan benda (makhluk) yang tentunya mustahil bagi Allah.
Selanjutnya, penafian bahwa ulama salaf mentakwil secara terperinci (takwil tafshili) seperti yang diduga oleh sebagian orang tidaklah benar. Terbukti bahwa dalam Shahih al Bukhari, kitab tafsir al Qur'an tertulis :
" سُوْرَةُ الْقَصَصِ ، كُلُّ شَىْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ ، إِلاَّ مُلْكَهُ وَيُقَالَ مَا يُتَقَرَّبُ بِهِ إِلَيْهِ " اهـ.
"Surat al Qashash
, كُلُّ شَىْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ (Q.S. al Qashash : 88)
yakni kecuali kekuasaan dan pengaturan-Nya terhadap makhluk-Nya atau amal yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada-Nya". Kekuasaan Allah adalah sifat Allah yang azali (tidak memiliki permulaan) , tidak seperti kekuasaan yang Ia berikan kepada makhluk-Nya. Dalam Shahih al Bukhari juga masih terdapat takwil semacam ini di bagian yang lain seperti dlahik yang terdapat dalam hadits ditakwilkan dengan rahmat-Nya yang khusus _(ar-Rahmah al Khashshah)_
Terbukti dengan sahih pula bahwa imam Ahmad yang juga termasuk ulama salaf mentakwil firman Allah :
وَجَاءَ رَبُّكَ
secara _tafshili_ (terperinci), ia mengatakan: _yakni datang kekuasan-Nya (tanda-tanda kekuasaan-Nya) "_. Sanad perkataan imam Ahmad ini disahihkan oleh al Hafizh al Bayhaqi, seorang ahli hadits yang menurut al Hafizh Shalahuddin al 'Ala-i: "Setelah al Bayhaqi dan ad-Daraquthni, belum ada ahli hadits yang menyamai kapasitas keduanya atau mendekati kapasitas keduanya ". Komentar al Bayhaqi terhadap sanad tersebut ada dalam kitabnya Manaqib Ahmad. Sedang komentar al Hafizh Abu Sa'id al 'Ala-i mengenai al Bayhaqi dan ad-Daraquthni terdapat dalam bukunya _al Wasyyu al Mu'lam_. Al Hafizh Abu Sa'id al 'Ala-i sendiri menurut al Hafizh Ibnu Hajar: "Dia adalah guru dari para guru kami", beliau hidup pada abad VII Hijriyah.
Banyak di antara para ulama yang menyebutkan dalam karya-karya mereka bahwa imam Ahmad mentakwil secara terperinci _(tafshili)_, di antaranya al Hafizh Abdurrahman ibn al Jawzi yang merupakan salah seorang tokoh besar madzhab Hanbali. Disebut demikian karena beliau banyak mengetahui nash-nash (teks-teks induk) dalam madzhab Hanbali dan keadaan imam Ahmad.
Abu Nashr al Qusyairi juga telah menjelaskan konsekwensi-konsekwensi buruk yang secara logis akan didapat oleh orang yang menolak takwil. Abu Nashr al Qusyairi adalah seorang ulama yang digelari oleh al Hafizh 'Abdurrazzaq ath-Thabsi sebagai imam dari para imam. Ini seperti dikutip oleh al Hafizh Ibnu 'Asakir dalam kitabnya _Tabyin Kadzib al Muftari._
*Kedua : Metode Khalaf.* Mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara terperinci dengan menentukan makna-maknanya sesuai dengan penggunaan kata tersebut dalam bahasa Arab. Seperti halnya ulama Salaf, mereka tidak memahami ayat-ayat tersebut sesuai dengan zhahirnya. Metode ini bisa diambil dan diikuti, terutama ketika dikhawatirkan terjadi goncangan terhadap keyakinan orang awam demi untuk menjaga dan membentengi mereka dari _tasybih_ (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Sebagai contoh, firman Allah yang memaki Iblis:
مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ )سورة ص : 75)
Ayat ini boleh ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan _al-Yadayn_ adalah _al-'Inayah_ (perhatian khusus) dan _alHifzh_ (pemeliharaan dan penjagaan).
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Ayat ini wajib ditafsirkan dengan selain bersemayam, duduk dan semacamnya. Bahkan orang yang meyakini demikian hukumnya kafir. Berarti ayat ini tidak boleh diambil secara zhahirnya tetapi harus dipahami dengan makna yang tepat dan dapat diterima oleh akal. Bisa dikatakan bahwa makna lafazh istiwa' di sini adalah al Qahr, menundukkan dan menguasai. Dalam bahasa Arab dikatakan:
اسْتَوَى فُلاَنٌ عَلَى الْمَمَالِكِ
Jika dia berhasil menguasai kerajaan, memegang kendali segala urusan dan menundukkan orang, seperti dalam sebuah bait syair:
قَدْ اسْـتَوَى بِشْرٌ عَلَى الْعِرَاقِ مِنْ غَيْرِ سَيْفٍ وَدَمٍ مِهْرَاقِ
_"Bisyr telah menguasai Irak, tanpa senjata dan pertumpahan darah"._
Sedangkan faed
Selanjutnya, penafian bahwa ulama salaf mentakwil secara terperinci (takwil tafshili) seperti yang diduga oleh sebagian orang tidaklah benar. Terbukti bahwa dalam Shahih al Bukhari, kitab tafsir al Qur'an tertulis :
" سُوْرَةُ الْقَصَصِ ، كُلُّ شَىْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ ، إِلاَّ مُلْكَهُ وَيُقَالَ مَا يُتَقَرَّبُ بِهِ إِلَيْهِ " اهـ.
"Surat al Qashash
, كُلُّ شَىْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ (Q.S. al Qashash : 88)
yakni kecuali kekuasaan dan pengaturan-Nya terhadap makhluk-Nya atau amal yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada-Nya". Kekuasaan Allah adalah sifat Allah yang azali (tidak memiliki permulaan) , tidak seperti kekuasaan yang Ia berikan kepada makhluk-Nya. Dalam Shahih al Bukhari juga masih terdapat takwil semacam ini di bagian yang lain seperti dlahik yang terdapat dalam hadits ditakwilkan dengan rahmat-Nya yang khusus _(ar-Rahmah al Khashshah)_
Terbukti dengan sahih pula bahwa imam Ahmad yang juga termasuk ulama salaf mentakwil firman Allah :
وَجَاءَ رَبُّكَ
secara _tafshili_ (terperinci), ia mengatakan: _yakni datang kekuasan-Nya (tanda-tanda kekuasaan-Nya) "_. Sanad perkataan imam Ahmad ini disahihkan oleh al Hafizh al Bayhaqi, seorang ahli hadits yang menurut al Hafizh Shalahuddin al 'Ala-i: "Setelah al Bayhaqi dan ad-Daraquthni, belum ada ahli hadits yang menyamai kapasitas keduanya atau mendekati kapasitas keduanya ". Komentar al Bayhaqi terhadap sanad tersebut ada dalam kitabnya Manaqib Ahmad. Sedang komentar al Hafizh Abu Sa'id al 'Ala-i mengenai al Bayhaqi dan ad-Daraquthni terdapat dalam bukunya _al Wasyyu al Mu'lam_. Al Hafizh Abu Sa'id al 'Ala-i sendiri menurut al Hafizh Ibnu Hajar: "Dia adalah guru dari para guru kami", beliau hidup pada abad VII Hijriyah.
Banyak di antara para ulama yang menyebutkan dalam karya-karya mereka bahwa imam Ahmad mentakwil secara terperinci _(tafshili)_, di antaranya al Hafizh Abdurrahman ibn al Jawzi yang merupakan salah seorang tokoh besar madzhab Hanbali. Disebut demikian karena beliau banyak mengetahui nash-nash (teks-teks induk) dalam madzhab Hanbali dan keadaan imam Ahmad.
Abu Nashr al Qusyairi juga telah menjelaskan konsekwensi-konsekwensi buruk yang secara logis akan didapat oleh orang yang menolak takwil. Abu Nashr al Qusyairi adalah seorang ulama yang digelari oleh al Hafizh 'Abdurrazzaq ath-Thabsi sebagai imam dari para imam. Ini seperti dikutip oleh al Hafizh Ibnu 'Asakir dalam kitabnya _Tabyin Kadzib al Muftari._
*Kedua : Metode Khalaf.* Mereka mentakwil ayat-ayat mutasyabihat secara terperinci dengan menentukan makna-maknanya sesuai dengan penggunaan kata tersebut dalam bahasa Arab. Seperti halnya ulama Salaf, mereka tidak memahami ayat-ayat tersebut sesuai dengan zhahirnya. Metode ini bisa diambil dan diikuti, terutama ketika dikhawatirkan terjadi goncangan terhadap keyakinan orang awam demi untuk menjaga dan membentengi mereka dari _tasybih_ (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Sebagai contoh, firman Allah yang memaki Iblis:
مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ )سورة ص : 75)
Ayat ini boleh ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan _al-Yadayn_ adalah _al-'Inayah_ (perhatian khusus) dan _alHifzh_ (pemeliharaan dan penjagaan).
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Ayat ini wajib ditafsirkan dengan selain bersemayam, duduk dan semacamnya. Bahkan orang yang meyakini demikian hukumnya kafir. Berarti ayat ini tidak boleh diambil secara zhahirnya tetapi harus dipahami dengan makna yang tepat dan dapat diterima oleh akal. Bisa dikatakan bahwa makna lafazh istiwa' di sini adalah al Qahr, menundukkan dan menguasai. Dalam bahasa Arab dikatakan:
اسْتَوَى فُلاَنٌ عَلَى الْمَمَالِكِ
Jika dia berhasil menguasai kerajaan, memegang kendali segala urusan dan menundukkan orang, seperti dalam sebuah bait syair:
قَدْ اسْـتَوَى بِشْرٌ عَلَى الْعِرَاقِ مِنْ غَيْرِ سَيْفٍ وَدَمٍ مِهْرَاقِ
_"Bisyr telah menguasai Irak, tanpa senjata dan pertumpahan darah"._
Sedangkan faed
ah disebutkannya 'arsy secara khusus adalah bahwa 'arsy merupakan makhluk Allah yang paling besar bentuk dan ukurannya. Ini berarti tentunya makhluk-makhluk yang lebih kecil dari 'arsy termasuk di dalamnya. Imam Ali mengatakan:
"إِنَّ اللهَ خَلَقَ الْعَرْشَ إِظْهَارًا لِقُدْرَتِهِ وَلَمْ يَتَّخِذْهُ مَكَانًا لِذَاتِهِ"
_“Sesungguhnya Allah menciptakan ’arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya”._ Diriwayatkan oleh Abu Manshur at-Tamimi, seorang imam serta pakar hadits, fiqh dan bahasa dalam kitabnya at-Tabshirah.
Ayat ini juga boleh ditafsirkan bahwa "Allah memiliki sifat istiwa' yang diketahui oleh-Nya, disertai keyakinan bahwa Allah maha suci dari istiwa'-nya makhluk yang bermakna duduk, bersemayam dan semacamnya".
Ketahuilah bahwa harus diwaspadai orang-orang yang menyandangkan sifat duduk dan bersemayam di atas 'arsy. Mereka menafsirkan firman Allah:
الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Dengan duduk atau berada di atas 'arsy dengan jarak. Mereka juga mengklaim bahwa tidak masuk akal adanya sesuatu tanpa tempat, ini adalah klaim yang bathil. Mereka mengklaim juga bahwa perkataan ulama salaf : Istawa bila kayf sesuai dengan apa yang mereka katakan. Mereka tidak mengerti bahwa kayf yang dinafikan oleh ulama salaf adalah duduk, bersemayam, berada di suatu tempat, berada di atas sesuatu dengan jarak dan semua sifat makhluk seperti bergerak, diam dan semacamnya.
Al Qusyairi berkata: "argumen yang bisa mematahkan syubhah mereka adalah jika dikatakan: *sebelum Allah menciptakan alam atau tempat, apakah Allah ada atau tidak ?!* akal yang sehat akan menjawab: *ya, Allah ada*. Jika demikian halnya maka sekiranya perkataan mereka *"tidak masuk akal adanya sesuatu tanpa tempat" adalah benar*, hanya ada dua pilihan : pertama, mereka akan mengatakan bahwa tempat, 'arsy dan alam adalah qadim (tidak memiliki permulaan) atau pilihan kedua, Tuhan itu baharu. Inilah ujung dari keyakinan golongan Hasyawiyyah yang bodoh itu, sungguh yang Qadim (Allah) tidaklah baharu (muhdats) dan yang baharu tidaklah qadim".
Al Qusyairi juga mengatakan dalam at-Tadzkirah asy-Syarqiyyah : "Jika dikatakan : bukankah Allah berfirman
الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Maka harus diambil zhahir ayat ini. Kita menjawab : Allah juga berfirman
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ (سورة الحديد :4) أَلاَ إِنَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ مُحِيْطٌ سورة فصّلت :54
Jika kaedahnya seperti yang anda katakan berarti harus diambil juga zhahir kedua ayat ini dan itu berarti Allah berada di atas 'arsy, ada di antara kita, ada bersama kita serta meliputi dan mengelilingi alam dengan Dzat-Nya dalam saat yang sama. Padahal –kata al Qusyairi- dzat yang satu mustahil pada saat yang sama berada di semua tempat. Kemudian –kata al Qusyairi- jika mereka mengatakan : firman Allah
( وَهُوَ مَعَكُمْ )
yang dimaksud adalah dengan ilmu-Nya, dan firman Allah
( بِكُلِّ شَىْءٍ مُحِيْطٌ)
maksudnya ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Maka kita katakan : jika demikian, maka
( عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى )
berarti qahara, hafizha dan abqa (menundukkan dan menguasai, memelihara dan menetapkannya)". Maksud al Qusyairi adalah jika mereka di sini mentakwil ayat-ayat Mutasyabihat semacam ini dan tidak memaknainya secara zhahirnya, lalu mengapa mereka mencela orang yang mentakwil ayat istiwa' dengan qahr, Ini adalah bukti bahwa mereka telah berpendapat tanpa disertai dengan dalil.
Selanjutnya, Al Qusyairi mengatakan : "Seandainya perkataan kami bahwa istawa berarti qahara memberi persangkaan bahwa telah terjadi pertarungan dan awalnya Allah dikalahkan lalu pada akhirnya menundukkan dan mengalahkan lawan-Nya niscaya hal yang sama muncul dari persangkaan terhadap ayat
وَهُوَ القَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ (سورة الأنعام : 18)
Sehingga akan dikatakan : Allah sebelum menciptakan hamba-Nya maqhur (dikalahkan), bukankah hamba seluruhnya tidak ada sebelum Allah menciptakan mereka. Justru sebaliknya (lebih parah) jika istiwa' tersebut adalah dengan dzat-Nya akan memberi persangkaan bahwa Allah
"إِنَّ اللهَ خَلَقَ الْعَرْشَ إِظْهَارًا لِقُدْرَتِهِ وَلَمْ يَتَّخِذْهُ مَكَانًا لِذَاتِهِ"
_“Sesungguhnya Allah menciptakan ’arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya”._ Diriwayatkan oleh Abu Manshur at-Tamimi, seorang imam serta pakar hadits, fiqh dan bahasa dalam kitabnya at-Tabshirah.
Ayat ini juga boleh ditafsirkan bahwa "Allah memiliki sifat istiwa' yang diketahui oleh-Nya, disertai keyakinan bahwa Allah maha suci dari istiwa'-nya makhluk yang bermakna duduk, bersemayam dan semacamnya".
Ketahuilah bahwa harus diwaspadai orang-orang yang menyandangkan sifat duduk dan bersemayam di atas 'arsy. Mereka menafsirkan firman Allah:
الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Dengan duduk atau berada di atas 'arsy dengan jarak. Mereka juga mengklaim bahwa tidak masuk akal adanya sesuatu tanpa tempat, ini adalah klaim yang bathil. Mereka mengklaim juga bahwa perkataan ulama salaf : Istawa bila kayf sesuai dengan apa yang mereka katakan. Mereka tidak mengerti bahwa kayf yang dinafikan oleh ulama salaf adalah duduk, bersemayam, berada di suatu tempat, berada di atas sesuatu dengan jarak dan semua sifat makhluk seperti bergerak, diam dan semacamnya.
Al Qusyairi berkata: "argumen yang bisa mematahkan syubhah mereka adalah jika dikatakan: *sebelum Allah menciptakan alam atau tempat, apakah Allah ada atau tidak ?!* akal yang sehat akan menjawab: *ya, Allah ada*. Jika demikian halnya maka sekiranya perkataan mereka *"tidak masuk akal adanya sesuatu tanpa tempat" adalah benar*, hanya ada dua pilihan : pertama, mereka akan mengatakan bahwa tempat, 'arsy dan alam adalah qadim (tidak memiliki permulaan) atau pilihan kedua, Tuhan itu baharu. Inilah ujung dari keyakinan golongan Hasyawiyyah yang bodoh itu, sungguh yang Qadim (Allah) tidaklah baharu (muhdats) dan yang baharu tidaklah qadim".
Al Qusyairi juga mengatakan dalam at-Tadzkirah asy-Syarqiyyah : "Jika dikatakan : bukankah Allah berfirman
الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Maka harus diambil zhahir ayat ini. Kita menjawab : Allah juga berfirman
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ (سورة الحديد :4) أَلاَ إِنَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ مُحِيْطٌ سورة فصّلت :54
Jika kaedahnya seperti yang anda katakan berarti harus diambil juga zhahir kedua ayat ini dan itu berarti Allah berada di atas 'arsy, ada di antara kita, ada bersama kita serta meliputi dan mengelilingi alam dengan Dzat-Nya dalam saat yang sama. Padahal –kata al Qusyairi- dzat yang satu mustahil pada saat yang sama berada di semua tempat. Kemudian –kata al Qusyairi- jika mereka mengatakan : firman Allah
( وَهُوَ مَعَكُمْ )
yang dimaksud adalah dengan ilmu-Nya, dan firman Allah
( بِكُلِّ شَىْءٍ مُحِيْطٌ)
maksudnya ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Maka kita katakan : jika demikian, maka
( عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى )
berarti qahara, hafizha dan abqa (menundukkan dan menguasai, memelihara dan menetapkannya)". Maksud al Qusyairi adalah jika mereka di sini mentakwil ayat-ayat Mutasyabihat semacam ini dan tidak memaknainya secara zhahirnya, lalu mengapa mereka mencela orang yang mentakwil ayat istiwa' dengan qahr, Ini adalah bukti bahwa mereka telah berpendapat tanpa disertai dengan dalil.
Selanjutnya, Al Qusyairi mengatakan : "Seandainya perkataan kami bahwa istawa berarti qahara memberi persangkaan bahwa telah terjadi pertarungan dan awalnya Allah dikalahkan lalu pada akhirnya menundukkan dan mengalahkan lawan-Nya niscaya hal yang sama muncul dari persangkaan terhadap ayat
وَهُوَ القَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ (سورة الأنعام : 18)
Sehingga akan dikatakan : Allah sebelum menciptakan hamba-Nya maqhur (dikalahkan), bukankah hamba seluruhnya tidak ada sebelum Allah menciptakan mereka. Justru sebaliknya (lebih parah) jika istiwa' tersebut adalah dengan dzat-Nya akan memberi persangkaan bahwa Allah
berubah dari keadaan sebelumnya, yaitu bengkok sebelum istiwa' karena Allah ada sebelum 'arsy diciptakan. Orang yang obyektif akan mengetahui bahwa orang yang mengatakan :
العرش بالربّ استوى
_"'Arsy sempurna adanya dengan pengadaan-Nya"_
Lebih tepat dari perkataan :
الربّ بالعرش استوى
Jadi Allah disifati dengan ketinggian derajat dan keagungan, maha suci dari berada di suatu tempat dan berada di atas sesuatu dengan jarak.
Al Qusyairi berkata : "Telah muncul sekelompok orang bodoh, yang seandainya mereka tidak mendekati orang awam dengan keyakinan rusak seiring daya nalar mereka dan terbayangkan oleh benak mereka aku tidak akan mengotori lembaran-lembaran buku ini dengan menyebut mereka. Mereka mengatakan : Kita memahami ayat dengan mengambil zhahirnya, ayat-ayat yang memberi persangkaan bahwa Allah menyerupai makhluk-Nya atau memiliki bentuk dan ukuran serta anggota badan kita pahami secara zhahirnya. Tidak boleh melakukan takwil terhadap ayat-ayat tersebut. Menurut mereka, mereka berpegangan dengan firman Allah :
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ
Demi Allah, mereka ini lebih berbahaya terhadap Islam daripada orang-orang Yahudi, Nashrani, Majusi dan penyembah berhala. Karena kesesatan orang-orang kafir ini jelas, diketahui dan dijauhi oleh semua ummat Islam. Sedangkan orang-orang yang disebut pertama tadi berpenampilan layaknya para ulama dan mengakses kepada orang awam dengan cara yang bisa menarik orang awam agar mengikuti mereka sehingga mereka menyebarkan bid'ah tasybih ini dan menanamkan pada mereka bahwa tuhan yang kita sembah ini memiliki anggota badan, mempunyai sifat naik, turun, bersandar, terlentang, istiwa' dengan dzat-Nya dan datang-pergi dari suatu tempat dan arah ke yang lain. Maka –lanjut al Qusyairi- barangsiapa tertipu oleh penampilan luar mereka akan mempercayai mereka dan membayangkan sesuatu yang dicerna dengan indra dan menyandang sifat-sifat makhluk diyakininya sebagai Allah. Dengan keyakinan semacam ini ia telah jauh tersesat tanpa dia sadari".
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa perkataan orang bahwa takwil tidak boleh adalah kebodohan dan ketidaktahuan terhadap yang benar. Perkataan ini terbantah dengan doa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam untuk Ibnu Abbas :
" اَللّهُمَّ عَلِّمْهُ الْحِكْمَةَ وَتَأْوِيْلَ الْكِتَابِ" رواه البخاريّ وابن ماجه وغيرهما بألفاظ متعدّدة
_“Ya Allah, berilah ia pemahaman tentang agama dan ajarilah ia penafsiran al-Qur'an”_ (H.R. al Bukhari, Ibnu Majah dan lainnya dengan redaksi yang berbeda-beda)
Al Hafizh Ibn al Jawzi dalam kitabnya Al Majalis berkata : "Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengabulkan doa Rasulullah ini". Kemudian beliau mengingkari dengan sangat dan mencela dengan pedas orang yang menolak takwil dan menguraikan dengan panjang lebar hal ini. Bagi yang tertarik silahkan membacanya.
Sedangkan firman Allah
(سورة النحل : 50) ﴿ يَخَافُوْنَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ﴾
maknanya di atas mereka dengan kekuasaan-Nya, bukan dengan tempat dan arah, yakni bukan di atas mereka dari segi tempat dan arah. Firman Allah
﴿ وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا ﴾ سورة الفجر : 22
datang yang dinisbatkan kepada Allah ini maknanya bukan datang dengan bergerak, berpindah, mengosongkan suatu tempat dan mengisi tempat yang lain dan kafir hukumnya orang yang meyakini semacam ini bagi Allah. Karena Allah ta'ala yang menciptakan sifat bergerak, diam dan semua sifat makhluk, maka Allah tidak disifati dengan bergerak dan diam. Jadi yang dimaksud dengan
﴿ وَجَاءَ رَبُّكَ ﴾
adalah datang sesuatu dari Tuhanmu, yakni salah satu tanda kekuasaan-Nya. Inilah takwil yang dikemukakan oleh Imam Ahmad. Diriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa beliau berkata tentang ayat tersebut
﴿ وَجَاءَ رَبُّكَ ﴾
yang datang adalah (tanda) kekuasaan-Nya. Takwil ini diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam Manaqib Ahmad seperti yang sudah pernah disinggung.
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
﴿ مِنْ رُوْحِنَا ﴾ ﴿ مِنْ رُوْحِـيْ ﴾
Hendaklah diketahui bahwa Allah subhanahu wata'
العرش بالربّ استوى
_"'Arsy sempurna adanya dengan pengadaan-Nya"_
Lebih tepat dari perkataan :
الربّ بالعرش استوى
Jadi Allah disifati dengan ketinggian derajat dan keagungan, maha suci dari berada di suatu tempat dan berada di atas sesuatu dengan jarak.
Al Qusyairi berkata : "Telah muncul sekelompok orang bodoh, yang seandainya mereka tidak mendekati orang awam dengan keyakinan rusak seiring daya nalar mereka dan terbayangkan oleh benak mereka aku tidak akan mengotori lembaran-lembaran buku ini dengan menyebut mereka. Mereka mengatakan : Kita memahami ayat dengan mengambil zhahirnya, ayat-ayat yang memberi persangkaan bahwa Allah menyerupai makhluk-Nya atau memiliki bentuk dan ukuran serta anggota badan kita pahami secara zhahirnya. Tidak boleh melakukan takwil terhadap ayat-ayat tersebut. Menurut mereka, mereka berpegangan dengan firman Allah :
وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْـلَهُ إِلاَّ اللهُ
Demi Allah, mereka ini lebih berbahaya terhadap Islam daripada orang-orang Yahudi, Nashrani, Majusi dan penyembah berhala. Karena kesesatan orang-orang kafir ini jelas, diketahui dan dijauhi oleh semua ummat Islam. Sedangkan orang-orang yang disebut pertama tadi berpenampilan layaknya para ulama dan mengakses kepada orang awam dengan cara yang bisa menarik orang awam agar mengikuti mereka sehingga mereka menyebarkan bid'ah tasybih ini dan menanamkan pada mereka bahwa tuhan yang kita sembah ini memiliki anggota badan, mempunyai sifat naik, turun, bersandar, terlentang, istiwa' dengan dzat-Nya dan datang-pergi dari suatu tempat dan arah ke yang lain. Maka –lanjut al Qusyairi- barangsiapa tertipu oleh penampilan luar mereka akan mempercayai mereka dan membayangkan sesuatu yang dicerna dengan indra dan menyandang sifat-sifat makhluk diyakininya sebagai Allah. Dengan keyakinan semacam ini ia telah jauh tersesat tanpa dia sadari".
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa perkataan orang bahwa takwil tidak boleh adalah kebodohan dan ketidaktahuan terhadap yang benar. Perkataan ini terbantah dengan doa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam untuk Ibnu Abbas :
" اَللّهُمَّ عَلِّمْهُ الْحِكْمَةَ وَتَأْوِيْلَ الْكِتَابِ" رواه البخاريّ وابن ماجه وغيرهما بألفاظ متعدّدة
_“Ya Allah, berilah ia pemahaman tentang agama dan ajarilah ia penafsiran al-Qur'an”_ (H.R. al Bukhari, Ibnu Majah dan lainnya dengan redaksi yang berbeda-beda)
Al Hafizh Ibn al Jawzi dalam kitabnya Al Majalis berkata : "Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengabulkan doa Rasulullah ini". Kemudian beliau mengingkari dengan sangat dan mencela dengan pedas orang yang menolak takwil dan menguraikan dengan panjang lebar hal ini. Bagi yang tertarik silahkan membacanya.
Sedangkan firman Allah
(سورة النحل : 50) ﴿ يَخَافُوْنَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ﴾
maknanya di atas mereka dengan kekuasaan-Nya, bukan dengan tempat dan arah, yakni bukan di atas mereka dari segi tempat dan arah. Firman Allah
﴿ وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا ﴾ سورة الفجر : 22
datang yang dinisbatkan kepada Allah ini maknanya bukan datang dengan bergerak, berpindah, mengosongkan suatu tempat dan mengisi tempat yang lain dan kafir hukumnya orang yang meyakini semacam ini bagi Allah. Karena Allah ta'ala yang menciptakan sifat bergerak, diam dan semua sifat makhluk, maka Allah tidak disifati dengan bergerak dan diam. Jadi yang dimaksud dengan
﴿ وَجَاءَ رَبُّكَ ﴾
adalah datang sesuatu dari Tuhanmu, yakni salah satu tanda kekuasaan-Nya. Inilah takwil yang dikemukakan oleh Imam Ahmad. Diriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa beliau berkata tentang ayat tersebut
﴿ وَجَاءَ رَبُّكَ ﴾
yang datang adalah (tanda) kekuasaan-Nya. Takwil ini diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam Manaqib Ahmad seperti yang sudah pernah disinggung.
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
﴿ مِنْ رُوْحِنَا ﴾ ﴿ مِنْ رُوْحِـيْ ﴾
Hendaklah diketahui bahwa Allah subhanahu wata'
ala adalah pencipta roh dan jasad, berarti Ia bukan roh dan bukan jasad. Maka ketika Allah menisbatkan roh Isa kepada dzat-Nya, yang dimaksud adalah Allah memiliki roh Nabi Isa dan memuliakannya. Ini sama sekali tidak berarti bahwa Nabi Isa adalah bagian dari dzat-Nya (al Juz-iyyah). Hal ini terdapat dalam firman Allah
(سورة الأنبياء : 91) ﴿ مِنْ رُوْحِنَا ﴾
Dengan makna yang sama Allah berfirman tentang Nabi Adam _alayhissalam_:
(﴿ مِنْ رُوْحِـيْ ﴾ سورة ص : 72)
Jadi makna firman Allah:
(سورة التحريم : 12)﴿ فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا ﴾
adalah : *"kami memerintahkan pada Jibril _alayhissalam_ untuk meniupkan ke dalam Maryam roh yang merupakan milik kami dan mulia menurut kami".*
Karena roh itu terbagi menjadi dua : roh yang dimuliakan dan roh yang jahat. Roh para nabi termasuk dalam kategori pertama. Karenanya penyandaran (idlafah) roh nabi Isa dan roh nabi Adam kepada Allah adalah penyandaran yang berarti kepemilikan dan pemuliaan Allah terhadap keduanya. Hukum orang yang meyakini bahwa Allah ta'ala adalah roh adalah dikafirkan karena roh adalah makhluk dan Allah maha suci dari menyerupai makhluk.
Begitu pula firman Allah mengenai ka'bah:
﴿ بَيْـتِيَ ﴾ سورة الحجّ : 26
ini juga penyandaran _(idlafah)_ yang berarti kepemilikan dan pemuliaan Allah terhadap ka'bah, bukan menunjukkan bahwa bayt adalah sifat Allah atau tempat bagi Allah karena persinggungan dan bersentuhan antara Allah dan ka'bah adalah mustahil bagi-Nya.
Demikian juga firman Allah:
﴿ رَبُّ العَرْشِ ﴾ سورة المؤمنون : 116
hanyalah menunjukkan bahwa Allah pencipta 'arsy, makhluk Allah yang terbesar ukurannya. Penyandaran ini tidak berarti ada kaitan antara Allah dengan 'arsy bahwa Allah duduk di atasnya atau berada di atasnya dengan jarak. Jadi maknanya bukan bahwa Allah duduk di atas 'arsy dengan menempel, juga bukan berarti Allah berada di atasnya dengan berjarak ruang kosong yang luas atau sempit. Ini semua mustahil bagi Allah. 'Arsy disandarkan kepada Allah karena beberapa keistimewaannya. Di antaranya bahwa 'arsy adalah kiblat para malaikat yang mengelilinginya sebagaimana ka'bah menjadi mulia karena orang-orang mukmin berthawaf mengelilinginya. Di antara keistimewaan 'arsy pula bahwa 'arsy tidak pernah dikotori dengan perbuatan maksiat terhadap Allah karena yang berada di sekelilingnya adalah para malaikat yang mulia, yang tidak pernah berbuat maksiat terhadap Allah sekejappun. Jadi orang yang meyakini bahwa Allah menciptakan 'arsy untuk Ia duduki telah menyerupakan Allah dengan para raja yang membuat ranjang-ranjang besar untuk mereka duduki, dan yang meyakini ini berarti dia belum mengenal Allah. Juga dihukumi kafir orang yang meyakini Allah bersentuhan dengan sesuatu karena hal ini mustahil berlaku bagi Allah.
*TAFSIR AL MA'IYYAH BAGI ALLAH TA'ALA DI DALAM AL QUR'AN*
Makna firman Allah:
وهو معكم أين ما كنتم (سورة الحديد :4)
al ma'iyyah di sini berarti bahwa Allah ilmunya meliputi di manapun seseorang berada. Kadang al ma'iyyah berarti juga pertolongan dan perlindungan Allah seperti dalam ayat
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا (سورة النحل :128)
Al ma'iyyah yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut bukanlah bahwa Allah menempati makhluk-Nya atau menempel. Orang yang meyakini demikian hukumnya kafir karena Allah ta'ala maha suci dari menempel dan berpisah dengan jarak. Karenanya, tidak boleh dikatakan : Allah bersatu atau menempel dengan alam atau berpisah dari alam dengan jarak. Sebab semua ini adalah sifat benda, benda yang bisa disifati dengan menempel dan berpisah. Sedangkan Allah bukan sesuatu yang baharu (makhluk) sebagaimana firman Allah
﴿ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ﴾ (سورة الشورى: ۱۱)
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya)”.*_ Q.S. asy-Syura: 11)
Allah tidak disifati dengan memiliki bentuk dan ukuran besar atau kecil, panjang atau pendek karena Dia berbeda dengan makhluk-Nya. Demikian pula setiap pikiran atau bayangan yang
(سورة الأنبياء : 91) ﴿ مِنْ رُوْحِنَا ﴾
Dengan makna yang sama Allah berfirman tentang Nabi Adam _alayhissalam_:
(﴿ مِنْ رُوْحِـيْ ﴾ سورة ص : 72)
Jadi makna firman Allah:
(سورة التحريم : 12)﴿ فَنَفَخْنَا فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا ﴾
adalah : *"kami memerintahkan pada Jibril _alayhissalam_ untuk meniupkan ke dalam Maryam roh yang merupakan milik kami dan mulia menurut kami".*
Karena roh itu terbagi menjadi dua : roh yang dimuliakan dan roh yang jahat. Roh para nabi termasuk dalam kategori pertama. Karenanya penyandaran (idlafah) roh nabi Isa dan roh nabi Adam kepada Allah adalah penyandaran yang berarti kepemilikan dan pemuliaan Allah terhadap keduanya. Hukum orang yang meyakini bahwa Allah ta'ala adalah roh adalah dikafirkan karena roh adalah makhluk dan Allah maha suci dari menyerupai makhluk.
Begitu pula firman Allah mengenai ka'bah:
﴿ بَيْـتِيَ ﴾ سورة الحجّ : 26
ini juga penyandaran _(idlafah)_ yang berarti kepemilikan dan pemuliaan Allah terhadap ka'bah, bukan menunjukkan bahwa bayt adalah sifat Allah atau tempat bagi Allah karena persinggungan dan bersentuhan antara Allah dan ka'bah adalah mustahil bagi-Nya.
Demikian juga firman Allah:
﴿ رَبُّ العَرْشِ ﴾ سورة المؤمنون : 116
hanyalah menunjukkan bahwa Allah pencipta 'arsy, makhluk Allah yang terbesar ukurannya. Penyandaran ini tidak berarti ada kaitan antara Allah dengan 'arsy bahwa Allah duduk di atasnya atau berada di atasnya dengan jarak. Jadi maknanya bukan bahwa Allah duduk di atas 'arsy dengan menempel, juga bukan berarti Allah berada di atasnya dengan berjarak ruang kosong yang luas atau sempit. Ini semua mustahil bagi Allah. 'Arsy disandarkan kepada Allah karena beberapa keistimewaannya. Di antaranya bahwa 'arsy adalah kiblat para malaikat yang mengelilinginya sebagaimana ka'bah menjadi mulia karena orang-orang mukmin berthawaf mengelilinginya. Di antara keistimewaan 'arsy pula bahwa 'arsy tidak pernah dikotori dengan perbuatan maksiat terhadap Allah karena yang berada di sekelilingnya adalah para malaikat yang mulia, yang tidak pernah berbuat maksiat terhadap Allah sekejappun. Jadi orang yang meyakini bahwa Allah menciptakan 'arsy untuk Ia duduki telah menyerupakan Allah dengan para raja yang membuat ranjang-ranjang besar untuk mereka duduki, dan yang meyakini ini berarti dia belum mengenal Allah. Juga dihukumi kafir orang yang meyakini Allah bersentuhan dengan sesuatu karena hal ini mustahil berlaku bagi Allah.
*TAFSIR AL MA'IYYAH BAGI ALLAH TA'ALA DI DALAM AL QUR'AN*
Makna firman Allah:
وهو معكم أين ما كنتم (سورة الحديد :4)
al ma'iyyah di sini berarti bahwa Allah ilmunya meliputi di manapun seseorang berada. Kadang al ma'iyyah berarti juga pertolongan dan perlindungan Allah seperti dalam ayat
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا (سورة النحل :128)
Al ma'iyyah yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut bukanlah bahwa Allah menempati makhluk-Nya atau menempel. Orang yang meyakini demikian hukumnya kafir karena Allah ta'ala maha suci dari menempel dan berpisah dengan jarak. Karenanya, tidak boleh dikatakan : Allah bersatu atau menempel dengan alam atau berpisah dari alam dengan jarak. Sebab semua ini adalah sifat benda, benda yang bisa disifati dengan menempel dan berpisah. Sedangkan Allah bukan sesuatu yang baharu (makhluk) sebagaimana firman Allah
﴿ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ﴾ (سورة الشورى: ۱۱)
Maknanya: _*“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya)”.*_ Q.S. asy-Syura: 11)
Allah tidak disifati dengan memiliki bentuk dan ukuran besar atau kecil, panjang atau pendek karena Dia berbeda dengan makhluk-Nya. Demikian pula setiap pikiran atau bayangan yang
n tersebut bukan melihat Allah tetap dihukumi haram mengatakannya.
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
اللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
Firman Allah :
اللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ (سورة النور : 35)
maknanya adalah bahwa Allah ta'ala Pemberi petunjuk langit dan bumi kepada cahaya keimanan. Penafsiran ini diriwayatkan oleh al Bayhaqi dari Abdullah ibn 'Abbas. Jadi Allah bukanlah Nur dalam arti cahaya karena Ia yang menciptakan cahaya. Allah ta'ala berfirman :
وَجَعَلَ الظلمات والنور (سورة الأنعام : 1)
Maknanya: _*"dan Ia menciptakan kegelapan dan cahaya"*_ (Q.S. al An'am : 1)
Jadi Allah yang menciptakan kegelapan dan cahaya, bagaimana mungkin ia adalah cahaya seperti halnya makhluk-Nya ?!, maha suci Allah dari hal ini.
Hukum orang yang meyakini bahwa Allah adalah cahaya adalah dikafirkan. Ayat pertama surat al An'am tersebut yang berbunyi:
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ (سورة الأنعام : 1)
adalah dalil paling jelas yang menegaskan bahwa Allah bukan jism (sesuatu yang memiliki bentuk dan ukuran) katsif (yang bisa dipegang dengan tangan) seperti langit dan bumi dan bukan jism lathif (yang tidak bisa dipegang dengan tangan) seperti kegelapan dan cahaya. Maka barang siapa meyakini bahwa Allah adalah benda katsif atau lathif berarti ia telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Ayat ini adalah dalil yang menunjukkan kepada hal itu. Kebanyakan kalangan Musyabbihah (golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) meyakini bahwa Allah adalah benda katsif . Sebagian dari mereka meyakini bahwa Allah adalah benda lathif seperti perkataan mereka bahwa Allah adalah cahaya yang gemerlapan. Ayat ini saja cukup sebagai bantahan terhadap kedua kelompok Musyabbihah tersebut.
Dan masih banyak lagi keyakinan-keyakinan kufur yang lain seperti keyakinan sebagian orang bahwa Allah ta'ala memiliki warna atau bentuk. Karenanya seseorang hendaklah menjauhi keyakinan-keyakinan tersebut sekuat tenaga dan bagaimanapun keadaannya.
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’I ar-Rifa’I al-Qadiri_
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
اللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ
Firman Allah :
اللهُ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ (سورة النور : 35)
maknanya adalah bahwa Allah ta'ala Pemberi petunjuk langit dan bumi kepada cahaya keimanan. Penafsiran ini diriwayatkan oleh al Bayhaqi dari Abdullah ibn 'Abbas. Jadi Allah bukanlah Nur dalam arti cahaya karena Ia yang menciptakan cahaya. Allah ta'ala berfirman :
وَجَعَلَ الظلمات والنور (سورة الأنعام : 1)
Maknanya: _*"dan Ia menciptakan kegelapan dan cahaya"*_ (Q.S. al An'am : 1)
Jadi Allah yang menciptakan kegelapan dan cahaya, bagaimana mungkin ia adalah cahaya seperti halnya makhluk-Nya ?!, maha suci Allah dari hal ini.
Hukum orang yang meyakini bahwa Allah adalah cahaya adalah dikafirkan. Ayat pertama surat al An'am tersebut yang berbunyi:
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّوْرَ (سورة الأنعام : 1)
adalah dalil paling jelas yang menegaskan bahwa Allah bukan jism (sesuatu yang memiliki bentuk dan ukuran) katsif (yang bisa dipegang dengan tangan) seperti langit dan bumi dan bukan jism lathif (yang tidak bisa dipegang dengan tangan) seperti kegelapan dan cahaya. Maka barang siapa meyakini bahwa Allah adalah benda katsif atau lathif berarti ia telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Ayat ini adalah dalil yang menunjukkan kepada hal itu. Kebanyakan kalangan Musyabbihah (golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) meyakini bahwa Allah adalah benda katsif . Sebagian dari mereka meyakini bahwa Allah adalah benda lathif seperti perkataan mereka bahwa Allah adalah cahaya yang gemerlapan. Ayat ini saja cukup sebagai bantahan terhadap kedua kelompok Musyabbihah tersebut.
Dan masih banyak lagi keyakinan-keyakinan kufur yang lain seperti keyakinan sebagian orang bahwa Allah ta'ala memiliki warna atau bentuk. Karenanya seseorang hendaklah menjauhi keyakinan-keyakinan tersebut sekuat tenaga dan bagaimanapun keadaannya.
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’I ar-Rifa’I al-Qadiri_
menyandarkan bentuk dan ukuran kepada Allah harus diusir dan dihilangkan dari benak. Jadi ketika kita mengucapkan : Allahu Akbar maknanya adalah bahwa Allah lebih besar dari segi keagungan, derajat, kekuasaan dan kemahatahuan bukan dari segi panjang dan keluasan bentuk dan ukuran. Ini yang dimaksud oleh ulama salaf ketika menyikapi ayat-ayat mutasyabihat dengan mengatakan:
"أَمِرُّوْهَا كَمَا جَاءَتْ بِلاَ كَيْفِيَّةٍ".
_*"Bacalah ayat-ayat tersebut sebagaimana bunyinya tanpa menyifati Allah dengan sifat-sifat makhluk"*_
Jadi bukan maksudnya bahwa Allah memiliki kaifiyyat tetapi kita tidak mengetahuinya. Dengan demikian tidaklah sesuai dengan ulama salaf orang yang menyatakan berdasarkan pernyataan di atas bahwa istiwa'-nya Allah di atas 'arsy adalah duduk tetapi tidak diketahui bagaimana bentuk duduk-Nya tersebut.
Dahulu, orang-orang Yahudi menyandangkan lelah kepada Allah. Mereka mengatakan: setelah menciptakan langit dan bumi Allah beristirahat dan terlentang. Perkataan mereka ini jelas kekufurannya. Allah maha suci dari ini semua. Ia juga maha suci dari infi'al seperti merasakan kelelahan, sakit dan merasa enak. Karena yang mengalami keadaan-keadaan semacam ini pastilah makhluk yang selalu mengalami perubahan dan ini mustahil bagi Allah. Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوْبٍ ﴾ (سورة ق : 38)
Maknanya: _*"Kami (Allah) menciptakan langit dan bumi dan yang berada di antara keduanya, dan tidaklah sekali-kali kami mengalami kelelahan"*_ (Q.S. Qaf: 38)
Yang akan merasa kelelahan adalah orang yang melakukan perbuatannya dengan anggota badan, sedangkan Allah maha suci dari memiliki anggota badan.
Allah ta'ala berfirman:
﴿ إِنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ﴾ (سورة غافر : 20)
Maknanya: _*"Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat"*_ (Q.S. Ghafir : 20)
Allah ta'ala mendengar dan melihat bukan seperti melihat dan mendengarnya makhluk. Jadi mendengar dan melihatnya Allah ada dua sifat-Nya yang azali yang bukan merupakan anggota badan, artinya bukan dengan telinga atau kelopak mata, kategori dekat , jauh atau berhubungan dengan arah, tanpa munculnya cahaya dari mata atau berhembusnya udara.
Barang siapa mengatakan Allah memiliki telinga maka ia telah kafir, meskipun dia mengatakan Allah memiliki telinga tetapi tidak seperti telinga kita. Ini berbeda dengan orang yang mengatakan : Allah memiliki 'ayn tetapi tidak seperti mata kita, yad tidak seperti tangan kita, melainkan sebagai sifat-Nya. Yang terakhir ini boleh dikatakan karena lafazh 'ayn dan yad memang terdapat dalam al Qur'an sedangkan lafazh udzun (telinga) tidak pernah disandangkan bagi Allah dalam teks agama.
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ
Allah ta'ala berfirman :
﴿ وِللهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ [ (سورة البقرة : 115)
Makna ayat ini adalah bahwa kemanapun kalian menghadapkan muka kalian pada shalat sunnah di perjalanan maka di sanalah kiblat Allah. Yakni Arah yang kalian menghadapkan muka kepadanya adalah kiblat kalian. Maksud wajh di sini bukanlah anggota badan muka.
Orang yang meyakini bahwa Allah memiliki anggota badan jelas dikafirkan. Karena seandainya Allah mempunyai anggota badan berarti dia serupa dengan kita, bisa berlaku bagi-Nya hal yang berlaku bagi kita seperti fana' (kepunahan dan kebinasaan).
Terkadang maksud dari wajh adalah melaksanakan sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai contoh ketika orang mengatakan : saya melakukan perbuatan ini karena wajh Allah, maka maksudnya adalah bahwa aku melakukannya karena melaksanakan perintah Allah.
Haram hukumnya mengatakan seperti orang-orang bodoh katakan : "Bukalah jendela itu supaya kita dapat melihat muka Allah". Ini dikarenakan Allah ta'ala berfirman kepada nabi Musa 'alayhissalam:
لَنْ تَرَانِـيْ (سورة الأعراف : 143)
Maknanya : _*"Engkau tidak akan pernah melihat-Ku (dengan mata di dunia ini)"*_ (Q.S. al A'raf : 143)
Meskipun maksud orang yang mengatakan perkataa
"أَمِرُّوْهَا كَمَا جَاءَتْ بِلاَ كَيْفِيَّةٍ".
_*"Bacalah ayat-ayat tersebut sebagaimana bunyinya tanpa menyifati Allah dengan sifat-sifat makhluk"*_
Jadi bukan maksudnya bahwa Allah memiliki kaifiyyat tetapi kita tidak mengetahuinya. Dengan demikian tidaklah sesuai dengan ulama salaf orang yang menyatakan berdasarkan pernyataan di atas bahwa istiwa'-nya Allah di atas 'arsy adalah duduk tetapi tidak diketahui bagaimana bentuk duduk-Nya tersebut.
Dahulu, orang-orang Yahudi menyandangkan lelah kepada Allah. Mereka mengatakan: setelah menciptakan langit dan bumi Allah beristirahat dan terlentang. Perkataan mereka ini jelas kekufurannya. Allah maha suci dari ini semua. Ia juga maha suci dari infi'al seperti merasakan kelelahan, sakit dan merasa enak. Karena yang mengalami keadaan-keadaan semacam ini pastilah makhluk yang selalu mengalami perubahan dan ini mustahil bagi Allah. Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوْبٍ ﴾ (سورة ق : 38)
Maknanya: _*"Kami (Allah) menciptakan langit dan bumi dan yang berada di antara keduanya, dan tidaklah sekali-kali kami mengalami kelelahan"*_ (Q.S. Qaf: 38)
Yang akan merasa kelelahan adalah orang yang melakukan perbuatannya dengan anggota badan, sedangkan Allah maha suci dari memiliki anggota badan.
Allah ta'ala berfirman:
﴿ إِنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ﴾ (سورة غافر : 20)
Maknanya: _*"Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat"*_ (Q.S. Ghafir : 20)
Allah ta'ala mendengar dan melihat bukan seperti melihat dan mendengarnya makhluk. Jadi mendengar dan melihatnya Allah ada dua sifat-Nya yang azali yang bukan merupakan anggota badan, artinya bukan dengan telinga atau kelopak mata, kategori dekat , jauh atau berhubungan dengan arah, tanpa munculnya cahaya dari mata atau berhembusnya udara.
Barang siapa mengatakan Allah memiliki telinga maka ia telah kafir, meskipun dia mengatakan Allah memiliki telinga tetapi tidak seperti telinga kita. Ini berbeda dengan orang yang mengatakan : Allah memiliki 'ayn tetapi tidak seperti mata kita, yad tidak seperti tangan kita, melainkan sebagai sifat-Nya. Yang terakhir ini boleh dikatakan karena lafazh 'ayn dan yad memang terdapat dalam al Qur'an sedangkan lafazh udzun (telinga) tidak pernah disandangkan bagi Allah dalam teks agama.
*TAFSIR FIRMAN ALLAH TA'ALA*
فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ
Allah ta'ala berfirman :
﴿ وِللهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ [ (سورة البقرة : 115)
Makna ayat ini adalah bahwa kemanapun kalian menghadapkan muka kalian pada shalat sunnah di perjalanan maka di sanalah kiblat Allah. Yakni Arah yang kalian menghadapkan muka kepadanya adalah kiblat kalian. Maksud wajh di sini bukanlah anggota badan muka.
Orang yang meyakini bahwa Allah memiliki anggota badan jelas dikafirkan. Karena seandainya Allah mempunyai anggota badan berarti dia serupa dengan kita, bisa berlaku bagi-Nya hal yang berlaku bagi kita seperti fana' (kepunahan dan kebinasaan).
Terkadang maksud dari wajh adalah melaksanakan sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai contoh ketika orang mengatakan : saya melakukan perbuatan ini karena wajh Allah, maka maksudnya adalah bahwa aku melakukannya karena melaksanakan perintah Allah.
Haram hukumnya mengatakan seperti orang-orang bodoh katakan : "Bukalah jendela itu supaya kita dapat melihat muka Allah". Ini dikarenakan Allah ta'ala berfirman kepada nabi Musa 'alayhissalam:
لَنْ تَرَانِـيْ (سورة الأعراف : 143)
Maknanya : _*"Engkau tidak akan pernah melihat-Ku (dengan mata di dunia ini)"*_ (Q.S. al A'raf : 143)
Meskipun maksud orang yang mengatakan perkataa
*Dalil-Dalil Peringatan Maulid Nabi*
1. Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari’at Islam. Rasulullah bersabda:
مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم في صحيحه)
_*“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya).*_
*Faedah Hadits:*
Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad untuk merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’. Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu-pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi.
2. Hadits riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahih. Bahwa Rasulullah ketika ditanya mengapa beliau puasa pada hari Senin, beliau menjawab:
ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ
_*”Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”. (HR Muslim)*_
*Faedah Hadits:*
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah melakukan puasa pada hari senin karena bersyukur kepada Allah, bahwa pada hari itu beliau dilahirkan. Ini adalah isyarat dari Rasulullah, artinya jika beliau berpuasa pada hari senin karena bersyukur kepada Allah atas kelahiran beliau sendiri pada hari itu, maka demikian pula bagi kita sudah selayaknya pada tanggal kelahiran Rasulullah tersebut untuk melakukan perbuatan syukur, misalkan dengan membaca al-Qur’an, membaca kisah kelahirannya, bersedekah, atau perbuatan baik lainnya.
Kemudian, oleh karena puasa pada hari senin diulang setiap minggunya, maka berarti peringatan maulid juga diulang setiap tahunnya. Dan karena hari kelahiran Rasulullah masih diperselisihkan oleh para ulama mengenai tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka sah-sah saja jika dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi'ul Awwal atau pada tanggal lainnya. Bahkan tidak masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam sebulan penuh sekalipun, sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh as-Sakhawi...
*Share jika bermanfaat*
*Baca Selengkapnya >>> https://play.google.com/books/reader?id=8hNZDwAAQBAJ&hl=id*
----------------------------
*NURUL HIKMAH PRESS*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
Penerbit Buku Terkait Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah Asy’ariyyah – Maturidiyyah, Fiqh Syafi’iyyah dan Tasawuf Rifa’iyyah – Qadiriyyah Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, Lc, MA (Kholil Abu Fateh).
Whatsapp : https://wa.me/6287878023938 (Lihat profil untuk informasi katalog buku – buku)
1. Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari’at Islam. Rasulullah bersabda:
مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم في صحيحه)
_*“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya).*_
*Faedah Hadits:*
Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad untuk merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’. Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu-pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi.
2. Hadits riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahih. Bahwa Rasulullah ketika ditanya mengapa beliau puasa pada hari Senin, beliau menjawab:
ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ
_*”Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”. (HR Muslim)*_
*Faedah Hadits:*
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah melakukan puasa pada hari senin karena bersyukur kepada Allah, bahwa pada hari itu beliau dilahirkan. Ini adalah isyarat dari Rasulullah, artinya jika beliau berpuasa pada hari senin karena bersyukur kepada Allah atas kelahiran beliau sendiri pada hari itu, maka demikian pula bagi kita sudah selayaknya pada tanggal kelahiran Rasulullah tersebut untuk melakukan perbuatan syukur, misalkan dengan membaca al-Qur’an, membaca kisah kelahirannya, bersedekah, atau perbuatan baik lainnya.
Kemudian, oleh karena puasa pada hari senin diulang setiap minggunya, maka berarti peringatan maulid juga diulang setiap tahunnya. Dan karena hari kelahiran Rasulullah masih diperselisihkan oleh para ulama mengenai tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka sah-sah saja jika dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi'ul Awwal atau pada tanggal lainnya. Bahkan tidak masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam sebulan penuh sekalipun, sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh as-Sakhawi...
*Share jika bermanfaat*
*Baca Selengkapnya >>> https://play.google.com/books/reader?id=8hNZDwAAQBAJ&hl=id*
----------------------------
*NURUL HIKMAH PRESS*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
Penerbit Buku Terkait Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah Asy’ariyyah – Maturidiyyah, Fiqh Syafi’iyyah dan Tasawuf Rifa’iyyah – Qadiriyyah Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, Lc, MA (Kholil Abu Fateh).
Whatsapp : https://wa.me/6287878023938 (Lihat profil untuk informasi katalog buku – buku)
Google
WEWANGIAN SEMERBAK DALAM MENJELASKAN TENTANG PERINGATAN MAULID - Google Play
Peringatan Maulid Nabi Muhammad yang dirayakan dengan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur‟an dan menyebutkan sebagian sifat-sifat nabi yang mulia, ini adalah perkara yang penuh dengan berkah dan kebaikan kebaikan yang agung. Tentu jika perayaan tersebut terhindar…