Tauhid Corner
554 subscribers
90 photos
38 videos
6 files
770 links
Catatan Teologi Islam Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah

https://linktr.ee/tauhidcorner
Download Telegram
Sedekah Hari Ini, 5/12/2017 😍

******************
Dari al-Imam al-Ghazali dan Al-Hâfizh Murtadla az-Zabidi al-Hanafi (w 1205 H); ALLAH ADA TANPA TEMPAT

******************
Al-Hâfizh al-Muhaddits al-Imâm as-Sayyid Muhammad Murtadla az-Zabidi al-Hanafi (w 1205 H) dalam kitab Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn menjelaskan panjang lebar perkataan al-Imâm al-Ghazali bahwa Allah mustahil bertempat atau bersemayam di atas arsy. Dalam kitab Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn , al-Imâm al-Ghazali menuliskan sebagai berikut:

" ﺍﻻﺳﺘﻮﺍﺀ ﻟﻮ ﺗﺮﻙ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍﺭ ﻭﺍﻟﺘﻤﻜﻦ ﻟﺰﻡ ﻣﻨﻪ ﻛﻮﻥ ﺍﻟﻤﺘﻤﻜِّﻦ ﺟﺴﻤًﺎ ﻣﻤﺎﺳًﺎ ﻟﻠﻌﺮﺵ : ﺇﻣﺎ ﻣﺜﻠﻪ ﺃﻭ ﺃﻛﺒﺮ ﻣﻨﻪ ﺃﻭ ﺃﺻﻐﺮ، ﻭﺫﻟﻚ ﻣﺤﺎﻝ، ﻭﻣﺎ ﻳﺆﺩﻱ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺤﺎﻝ ﻓﻬﻮ ﻣﺤﺎﻝ "

“Al-Istiwâ’ jika diartikan dengan makna bertempat atau bersemayam maka hal ini mengharuskan bahwa yang berada di atas arsy tersebut adalah benda yang menempel. Benda tersebut bisa jadi lebih besar atau bisa jadi lebih kecil dari arsy itu sendiri. Dan sesuatu yang mustahil (adanya) maka ia itu mustahil (bagi Allah) ”. (Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, j. 1, h. 128)

******************
Catatan dari al-Hafizh az-Zabidi dalam penjelasan perkataan al-Ghazali di atas sangat panjang. Silahkan klik link berikut:

https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/al-hâfizh-murtadla-az-zabidi-al-hanafi-w-1205-h-allah-ada-tanpa-tempat/680337968649782/?__tn__=H-R

******************
Oleh Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA, email: aboufaateh@yahoo.com, WA +6285216284475
Join us on my telegram channel. Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*HADITS JIBRIL; DASAR-DASAR IMAN YANG ENAM (Iman Dengan Qadla Dan Qadar)*
____________________________
Apa bila Allah menghendaki sesuatu akan terjadi pada seorang hamba-Nya, maka pasti sesuatu itu akan menimpanya, sekalipun orang tersebut bersedekah, berdoa, bersilaturrahim, dan berbuat baik kepada sanak kerabatnya; kepada ibunya, dan saudara-saudaranya. Artinya, apa yang telah ditentukan oleh Allah tidak dapat dirubah oleh amalan-amalan kebaikan.
Adapun hadits Rasulullah yang berbunyi:

ﻟَﺎ ﻳَﺮُﺩُّ ﺍﻟﻘَﻀﺎَﺀَ ﺷَﻲﺀٌ ﺇﻟّﺎ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ )

“Tidak ada sesuatu yang dapat menolak Qadla kecuali doa”. (HR. at-Tirmidzi).
Yang dimaksud dengan Qadla di dalam hadits ini adalah
Qadla Mu’allaq. Disini harus kita ketahui bahwa Qadla terbagi kepada dua bagian: Qadla Mubrab dan Qadla Mu’allaq.
____________________________
catatan lengkap silahkan buka link berikut https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/hadits-jibril-dasar-dasar-iman-yang-enam-iman-dengan-qadla-dan-qadar/965813063435603
Join us on my telegram channel. Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Cerita dusta tentang Nabi Ibrahim*
Cerita ini menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim sebelum diangkat menjadi Nabi pernah ragu-ragu terhadap adanya Allah beberapa saat lamanya. Dia menyembah bintang, kemudian menyembah bulan, dan kemudian ia menyembah matahari.
Cerita ini bohong belaka. Karena seorang Nabi wajib selalu terpelihara dari kekufuran dan perbuatan syirik, baik sebelum maupun setelah mereka diangkat menjadi Nabi. Nabi Ibrahim sudah mengetahui dari semenjak kecil bahwa bulan, bintang, dan matahari tidak layak untuk disembah dan dijadikan Tuhan. Karena semua itu adalah benda yang mamiliki bentuk dan ukuran, serta mengalami perubahan dari satu keadaan kepada keadaan lain. Benda-benda tersebut bergerak, terbit, kemudian terbenam dan lenyap. Segala sesuatu yang berubah pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam perubahan tersebut. Demikian pula segala benda yang memiliki ukuran pasti membutuhkan kepada yang menjadikannya pada ukuran tersebut. Dan setiap sesuatu yang membutuhkan maka berarti dia itu lemah. Dansetiap yang lemah sangat tidak patut untuk disembah dan dituhankan.
Nabi Ibrahim telah mengetahui dari semenjak kecil bahwa hanya Allah yang berhakuntuk disembah. Beliau meyakini bahwa Allah tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya. Beliau juga mengetahui bahwa segala sesuatu selain Allah adalah ciptaan Allah, maka mustahil Allah sama dengan yang diciptakan-Nya. Tentang hal ini Allah berfirman:

ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺁَﺗَﻴْﻨَﺎ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﺭُﺷْﺪَﻫُﻤِﻦْ ﻗَﺒْﻞُ ﻭَﻛُﻨَّﺎ ﺑِﻪِ ﻋَﺎﻟِﻤِﻴﻦَ ‏( ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ : 51 )

“Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah menganugerahkan kepada Ibrahim akan kebenaran dari dahulu (artinya dari semenjak kecil), dan sungguh Kami mengetahi segala keadaannya”. (QS. al-Anbiya: 51).
Adapun firman Allah dalam QS. al-An’am tentang perkataan Nabi Ibrahim ketika beliau melihat bintang, bulan, dan matahari:

ﻫَﺬَﺍ ﺭَﺑِّﻲ ‏( ﺍﻷﻧﻌﺎﻡ : 76 ، 77 ، 78 )

adalah gaya bahasa dalam pengertian Istifham Inkari. Artinya, sebuah kalimat dalam bentuk pertanyaan tapi untuk tujuan mengingkari, bukan untuk tujuan menetapkan. Dengan demikian makna ayat di atas adalah: “Inikah tuhanku seperti yang kalian (umat Nabi Ibrahim) sangka?”. Artinya, ini bukan tuhanku seperti yang kalian sangka.
____________________________
catatan lengkap buka link berikut https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/hadits-jibril-dasar-dasar-iman-yang-enam-iman-dengan-para-rasul/965811426769100
Join us on telegram channel. Admin; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
Join us on telegram channel; Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Sebagian orang dalam membuat puji-pujian terhadap Rasulullah mengatakan bahwa Rasulullah mengetahui segala sesuatu yang ghaib. Perkataan semacam ini termasuk kategori al-Ghuluww yang tidak dibenarkan dalam syara’, karena Rasulullah tidak mengetahui segala sesuatu yang ghaib. Benar, beliau mengetahui beberapa perkara ghaib yang diberitakan oleh Allah kepadanya, namun tidak mutlak segala sesuatu yang ghaib. Karena segala sesuatu yang ghaib hanya diketahui oleh Allah saja. Allah berfirman:

ﻗُﻞْ ﻟَﺎ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﻦْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ‏( ﺍﻟﻨﻤﻞ : 65 )

“Katakan –Wahai Muhammad-, tidak ada yang mengetahui, baik penduduk yang ada di langit maupun penduduk yang ada di bumi, terhadap sesuatu yang ghaib kecuali hanya Dia (Allah). (QS. an-Naml: 65).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

ﻭَﻫُﻮَ ﺑِﻜُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻋَﻠِﻴﻢٌ ‏( ﺍﻟﺤﺪﻳﺪ : 3 )

“Dan Dialah (Allah) yang mengetahui segala sesuatu”. (QS. al-Hadid: 3).

Seandainya Rasulullah mengetahui segala sesuatu, serta mengetahui segala perkara yang ghaib, maka berarti beliau sama dengan Allah pada sifat-Nya ini. Jelas ini adalah sebuah kesesatan. Bagaimana mungkin Allah disamakan dengan makhluk-Nya?!

Dalam kitab Shahih al-Bukhari diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah mengirim tujuh puluh orang sahabatnya untuk mengajarkan Islam ke suatu wilayah. Di tengah perjalanan, para sahabat tersebut dihadang segerombolan perampok, dan mereka semua terbunuh. Seandainya Rasulullah mengetahui semua perkara ghaib, maka beliau tidak akan mengirim para sahabatnya tersebut, karena beliau tidak akan membiarkan para sahabatnya dibunuh.

Dalam al-Qur’an Allah menyebutkan secara tegas bahwa Rasulullah tidak mengetahui segala sesatu yang ghaib. Allah berfirman:

ﻭَﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ﻣَﺮَﺩُﻭﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨِّﻔَﺎﻕِ ﻟَﺎ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻬُﻢْ ﻧَﺤْﻦُ ﻧَﻌْﻠَﻤُﻬُﻢْ ‏( ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ : 101)

“Dan di antara penduduk Madinah ada yang sengaja (membangkang) di atas kemunafikan. Engkau (wahai Muhammad) tidak mengetahui mereka, -tapi- Kami (Allah) mengetahui mereka”. (QS. at-Taubah: 101)

Kemudian dalam ayat lain disebutkan bahwa Rasulullah sendiri mengakui tidak mengetahui segala sesuatu yang ghaib. Allah berfirman:

ﻗُﻞْ ﻟَﺎ ﺃَﻣْﻠِﻚُ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻲ ﻧَﻔْﻌًﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺿَﺮًّﺍ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﻟَﻮْ ﻛُﻨْﺖُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐَ ﻟَﺎﺳْﺘَﻜْﺜَﺮْﺕُ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻣَﺎ ﻣَﺴَّﻨِﻲَ ﺍﻟﺴُّﻮﺀ ‏( ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ : 188 )

“Katakanlah (Wahai Muhammad): Saya tidak memiliki suatu apapun bagi diriku dari manfa’at maupun bahaya, kecuali apa yang telah dikehendaki oleh Allah. Dan seandainya saya mengetahui segala yang ghaib maka saya akan benar-benar memperbanyak dari kebaikan, dan keburukan tidak akan menemuiku”. (QS. al-A’raf: 188)
Join us on telegram channel. Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Masalah Dukun Dan Perdukunan*

Dalam fiqih Islam setidaknya ada dua istilah terkait dengan masalah ini:

(1) al-Kahin: yaitu orang yang mengaku-aku mengetahui berbagai peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang. Biasanya mereka bekerja sama dengan jin-jin fasik, atau bersandar kepada bintang-bintang atau kepada sebab-sebab dan pendahuluan-pendahuluan (mukadimah) yang mereka buat sendiri.

(2) al-'Arraf: yaitu orang yang mengaku mengetahui sesuatu yang tersembunyi dari perkara-perkara yang telah terjadi, seperti mengaku mengetahui peristiwa pencurian, atau barang-barang yang telah hilang.

Dua orang ini, baik al-Kahin atau al-‘Arraf haram untuk dibenarkan dalam perkataan-perkataannya (ramalannya). Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:

ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﻋَﺮَّﺍﻓًﺎ ﻓَﺴَﺄَﻟَﻪُ ﻋَﻦْ ﺷَﻴْﺊٍ ﻟَﻢْ ﺗُﻘْﺒَﻞْ ﻟَﻪُ ﺻَﻼَﺓُ ﺃَﺭْﺑَﻌِﻴْﻦَ ﻟَﻴْﻠَﺔً ‏( ﺭﻭﺍﻫﻤﺴﻠﻢ )

(Barang siapa mendatangi 'arraf dan bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam) HR. Muslim.

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:

ﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﻋَﺮَّﺍﻓًﺎ ﺃَﻭْﻛَﺎﻫِﻨًﺎ ﻓَﺼَﺪَّﻗَﻪُ ﺑِﻤَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﻔَﺮَ ﺑِﻤَﺎ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ )

(Barang siapa mendatangi 'Arraf atau Kahin dan membenarkan dengan apa yang ia ucapkan maka ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad). HR. Al-Hakim

Intisari dua hadits di atas sebagai berikut:

1. al-'Arraf maupun al-Kahin , keduanya haram didatangi.
Orang yang datang dan bertanya kepada al-'Arraf atau
al-Kahin maka ia telah melakukan dosa. Orang ini tidak diterima shalatnya selama 40 hari, dan ia tetap sebagai seorang muslim; karena ia hanya datang dan bertanya
saja, artinya tidak membenarkan perkataan keduanya. Demikian pula seorang yang datang dan bertanya saja kemudian dalam hatinya mengatakan: "Ucapan al-Kahin atau al-‘Arraf ini mengkin benar, mungkin pula tidak", orang ini tetap muslim. Hanya saja shalatnya tidak diterima selama 40 hari karena ia telah telah datang dan bertanya. Maksud tidak diterima shalatnya 40 hari, artinya shalat wajib yang ia lakukan tidak menghasilkan pahala. Kewajiban shalat tersebut tetap ada pada dirinya dan harus dilaksanakan, bukan berarti boleh ditinggalkan.

(2) Orang yang datang dan bertanya kemudian
membenarkan al-'Arraf atau al-Kahin , arti membenarkan di sini orang ini menyakini bahwa ucapan al-'Arraf atau
al-Kahin tersebut pasti benar, atau dalam keyakinannya bahwa al-'Arraf dan al-Kahin ini mengetahui hal-hal yang gaib, maka orang tersebut telah menjadi kafir.

(3) Seseorang yang sedang berada di tempatnya kemudian datang al-'Arraf atau al-Kahin kepadanya dan berkata "Akan terjadi peristiwa ini... dan itu... akan menimpa dirimu", kemudian orang tersebut dalam hatinya berkata "Ucapan kahin ini mungkin benar, mungkin tidak", maka orang ini tidak menjadi kafir, ia tetap sebagai muslim dan diterima shalatnya (artinya shalatnya sah selama memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya), karena ia tidak datang dan tidak bertanya , juga tidak membenarkannya .

(4) Orang yang sedang berada di tempatnya, tidak datang dan tidak bertanya, namun dalam hatinya menyakini bahwa al-'Arraf fulan atau al-Kahin fulan mengetahui segala hal yang gaib, atau memastikan kebenaran ucapan al-'Arraf atau al-Kahin tersebut maka orang ini telah menjadi kafir, walaupun ia tidak mendatangi dan tidak bertanya kepada al-‘Arraf atau al-Kahin tersebut.

Dengan demikian seorang yang datang atau bertanya kepada al-‘Arraf atau al-Kahin tidak secara mutlak dikafirkan. Namun dengan dirinci, yaitu dilihat terhadap keyakinan orang ini, apakah dalam keyakinannya
al-‘Arraf atau al-Kahin tersebut mengetahui segala yang gaib atau tidak.

*Kaedah:*
Hanya Allah saja yang mengetahui segala sesuatu yang gaib. Adapun sebagian Nabi Allah ada yang mengetahui beberapa perkara gaib adalah hanya pada sebagiannya saja, yaitu pada apa yang diberitakan oleh Allah kepada mereka lewat wahyu-wahyu-Nya.
Dalam hal ini Allah berfirman:

ﻗُل لا ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﻦْ ﻓِﻰ
ﺍﻟﺴَّﻤَﻮﺍﺕِ ﻭَﺍﻷَﺭْﺽِ ﺍﻟْﻐَﻴْﺐَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ‏( ﺍﻟﻨّﻤﻞ 65: )

(Katakan –WahaiMuhammad- tidak ada yang mengetahui baik mereka yang ada di langit maupun yang ada di bumi terhadap segala yang gaib kecuali Allah) QS. an-Naml: 65
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, DR. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Bukti-Bukti Tekstual Kebenaran Akidah Asy’ariyyah Sebagai Akidah Ahlussunnah (Bag. 1)*
____________________________
Buka link berikut https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/bukti-bukti-tekstual-kebenaran-akidah-asyariyyah-sebagai-akidah-ahlussunnah-bag-/820803634603214/?__tn__=H-R
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Bukti-Bukti Tekstual Kebenaran Akidah Asy’ariyyah Sebagai Akidah Ahlussunnah (Bag. 2)*
____________________________
Klik link berikut https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/bukti-bukti-tekstual-kebenaran-akidah-asyariyyah-sebagai-akidah-ahlussunnah-bag-/820806781269566/?__tn__=H-R
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Al-Imam asy-Syafi’i (w 204 H) berkata:

ﺍﻟْﻤُﺤْﺪَﺛَﺎﺕُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ ﺿَﺮْﺑَﺎﻥِ : ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ِﻣﻤَّﺎ ﻳُﺨَﺎﻟـِﻒُ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﺃَﻭْ ﺳُﻨَّﺔً ﺃَﻭْ ﺃَﺛﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﺇِﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ، ﻓﻬَﺬِﻩِ ﺍْﻟﺒِﺪْﻋَﺔُ ﺍﻟﻀَّﻼَﻟـَﺔُ، ﻭَﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻻَ ﺧِﻼَﻑَ ﻓِﻴْﻪِ ﻟِﻮَﺍﺣِﺪٍ ﻣِﻦْ ﻫﺬﺍ ، ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٌ ﻏَﻴْﺮُ ﻣَﺬْﻣُﻮْﻣَﺔٍ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲّ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ " ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲّ )

“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).

____________________________
catatan lengkap buka link berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112546762095575&_rdc=1&_rdr
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Mengenal Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah*

al-‘Arif Billah al-Imam as-Sayyid Abdullah ibn ‘Alawi al-Haddad (w 1132 H), Shahib ar-Ratib, dalam karyanya berjudul Risalah al-Mu’awanah, h. 14, menuliskan:

“Hendaklah engkau memperbaiki akidahmu dengan keyakinan yang benar dan meluruskannya di atas jalan kelompok yang selamat (al-Firqah an-Najiyah). Kelompok yang selamat ini di antara kelompok-kelompok dalam Islam adalah dikenal dengan sebutan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah kelompok yang memegang teguh ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Dan engkau apa bila berfikir dengan pemahaman yang lurus dan dengan hati yang bersih dalam melihat teks-teks al-Qur’an dan Sunnah-Sunnah yang menjelaskan dasar-dasar keimanan, serta melihat kepada keyakinan dan perjalanan hidup para ulama Salaf saleh dari para sahabat Rasulullah dan para Tabi’in, maka engkau akan mengetahui dan meyakini bahwa kebenaran akidah adalah bersama kelompok yang dinamakan dengan al-Asy’ariyyah. Sebuah golongan yang namanya dinisbatkan kepada asy-Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari -Semoga rahmat Allah selalu tercurah baginya-.

____________________________
Lanjutan catatan buka link berikut: https://m.facebook.com/note.php?note_id=112486792101572
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah*

Al-Imâm al-Hâfizh Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi Bakr as-Suyuthi asy-Syafi’i al-Asy’ari (w 911 H) dalam penjelasan beliau terhadap hadits Nabi:

أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد

yang makna zahirnya seakan bahwa Allah dekat dengan seorang yang sedang dalam posisi sujud, menuliskan sebagai berikut:

ﻗﺎل اﻟﻘﺮﻃﺒﻲ : ﻫﺬﺍ ﺃﻗﺮﺏ ﺑﺎﻟﺮﺗﺒﺔ ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻣﺔ ﻻ ﺑﺎﻟﻤﺴﺎﻓﺔ، ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺰﻩ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﺣﺔﻭﺍﻟﺰﻣﺎﻥ . ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﺭ ﺑﻦ ﺍﻟﺼﺎﺣﺐ ﻓﻲ ﺗﺬﻛﺮﺗﻪ : ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﻟﻰ ﻧﻔﻲ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻋﻦ الله تعالى

“Al-Qurthubi berkata: Yang dimaksud dengan “Aqrab”
dalam hadits di atas adalah dalam pengertian kedudukan dan kemuliaan, bukan dalam pengertian jarak, karena Allah maha suci dari tempat, jarak, dan waktu. Kemudian pula berkata al-Badr ibn ash-Shahib dalam kitab Tadzkirah -nya bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil kuat bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah”. [Syarh Sunan an-Nasâ-i , j.1, h. 576].
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa berdoa:

" ﺭَﺏِّ ﺃَﺩْﻧِﻨِﻲْ ﻣِﻦَ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺍﻟْﻤُﻘَﺪَّﺳَﺔِ ﺭَﻣْﻴَﺔً ﺑِﺤَﺠَﺮٍ ".

Maknanya: "Ya Allah dekatkanlah aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu".

Kemudian Rasulullah bersabda:

" ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﻮْ ﺃَﻧِّﻲْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻟَﺄَﺭَﻳْﺘُﻜُﻢْ ﻗَﺒْﺮَﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺟَﻨْﺐِ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳْﻖِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻜَﺜِﻴْﺐِ ﺍﻷَﺣْﻤَﺮِ " ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱّ ﻭﻣﺴﻠﻢ

Maknanya: "Demi Allah, jika aku berada di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar" (H.R. al Bukhari dan Muslim).

*Faedah Hadits:*
Tentang hadits ini al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata dalam kitabnya “Tharh at-Tatsrib”:

"Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya".

Dan telah menjadi tradisi di kalangan para ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka menghadapi kesulitan atau ada keperluan mereka mendatangi kuburan orang-orang saleh untuk berdoa di sana dan mengambil berhaknya dan setelahnya permohonan mereka dikabulkan oleh Allah.

Al Imam asy-Syafi’i ketika ada hajat yang ingin dikabulkan seringkali mendatangi kuburan Abu Hanifah dan berdoa di sana dan setelahnya dikabulkan doanya oleh Allah.

Abu ‘Ali al Khallal mendatangi kuburan Musa ibn Ja’far. Ibrahim al Harbi al Mahamili mendatangi kuburan Ma’ruf al Karkhi sebagaimana diriwayatkan oleh al Hafizh al Khathib al Baghdadi dalam kitabnya “Tarikh Baghdad”. Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin Ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin:

" ﻭَﻣِﻦْ ﻣَﻮَﺍﺿِﻊِ ﺇِﺟَﺎﺑَﺔِ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀِ ﻗُﺒُﻮْﺭُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِـﺤِﻴْﻦَ ".

"Di antara tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh ".

Al Hafizh Ibn al Jazari sendiri sering mendatangi kuburan Imam Muslim ibn al Hajjaj, penulis Sahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali al Qari dalam Syarh al Misykat.
____________________________
Catatan lengkap buka link berikut https://m.facebook.com/note.php?note_id=112868285396756
AKIDAH ULAMA INDONESIA.mp3