ujan. Mereka adalah para penduduk langit, dari mulai langit pertama hingga langit ke tujuh. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
مَا فِي السَّمَوَاتِ مَوضِع أرْبَع أصَا بع إلاَّ وَفِيْهِ مَلَكٌ قَائِمٌ أَوْ رَاكِعٌ أوْ سَاجِدٌ. (رَوَاهُالتّرمِذيّ)
_*“Tidaklah ada tempat -kosong- dengan ukuran empat jari tangan di semua lapisan langit, kecuali pada tempat tersebut ada Malaikat yang sedang berdiri, ruku’ atau sujud (artinya semuanya dalam keadaan beribadah kepada Allah)”*_ . (HR Tirmidzi).
Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa setiap lapis langit dipenuhi oleh para Malaikat Allah. Dengan demikian mustahil jika Allah berada di dalam langit seperti yang diyakini oleh kaum Musyabbihah, atau kaum Wahhabiyyah di masa sekarang. Karena bila demikian maka berarti Allah berdesak-desakan dengan para Malaikat-Nya, dan berarti Allah membutuhkan kepada langit yang notabene sebagai makhluk-Nya sendiri. _Na’udzuBillah._
Dari beberapa ayat al-Qur’an dan hadits Nabi di atas dapat disimpulkan bahwa para Malaikat mempunyai tugas yang beragam. Malaikat Jibril misalnya, ditugaskan untuk menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul-Nya serta menyampaikan perintah-perintah Allah kepada para Malaikat lainnya. Beliau juga ditugaskan mengatur angin, dan membantu para Nabi Allah. Malaikat Mika-il diperintahkan untuk mengatur hujan dan memelihara tumbuh-tumbuhan. Malaikat ‘Azra-il bertugas mencabut nyawa. Malaikat Israfil bertugas meniup sangkakala (at-Tsur). Malaikat Malik sebagi penjaga (Khazin) Neraka. Ada sebagian Malaikat yang bertugas mancatat amal baik dan amal buruk manusia. Ada pula yang bertugas menanyai manusia di kubur, yaitu Malaikat Munkar dan Nakir. Ada yang bertugas menjaga manusia dari gangguan jin. Ada yang bertugas menyampaikan shalawat dan salam umat orang Islam kepada Nabi Muhammad. Ada yang bertugas menjaga surga, membantu orang mukmin dalam peperangan seperti yang terjadi dalam perang Badr, mengatur gunung-gunung, menghibur hati orang-orang mukmin yang berada dalam kesedihan dan kesusahan. Ada pula Malaikat pembawa adzab atau siksa, dan ada pula yang membawa rahmat.
Ketika Rasulullah Mi’raj, beliau menyaksikan al-Baital-Makmur di langit ke tujuh. Al-Bait al-Ma’mur ini adalah rumah yang dimuliakan bagi para penduduk langit (para Malaikat), seperti halnya Ka’bah sebagai rumah yang dimuliakan bagi para penduduk bumi (Manusia dan Jin). Setiap harinya, al-Baital-Ma’mur dimasuki oleh 70.000 Malaikat. Para Malaikat tersebut melaksanakan shalat di dalamnya. Setelah itu kemudian mereka keluar dan tidak akan pernah kembali lagi ke dalamnya selamanya. Artinya para Malaikat dengan jumlah tersebut dalam setiap harinya terus-menerus bergantian.
Kesimpulannya, bahwa Allah menciptakan para Malaikat bukan karena membutuhkan bantuan dari mereka. Dengan demikian *tidak boleh dikatakan :* _*“Jika Allah maha kuasa atas segala sesuatu mengapa Dia memerintahkan para Malaikat untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut?”*_. Karena Allah melakukan terhadap apa yang Ia kehendaki. Allah tidak dipertanyakan kepada-Nya “apa yang Ia berbuat”?! atau “kenapa berbuat demikian”?! Sebaliknya, seluruh hamba yangakan ditanya dan diminta mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing.
Benar, segala perbuatan Allah tidak lepas berbagai hikmah, baik hikmah yang kita ketahui ataupun tidak. Di antara hikmah pemberian tugas-tugas terhadap para Malaikat tersebut adalah untuk mengangkat derajat mereka. Karena dengan selalu berbuat ketaatan-ketaatan kepada-Nya maka setiap makhluk akan semakin tinggi kemuliaan dan derajatnya bagi Allah.
Kemudian dari pada itu, sesungguhnya para Malaikat hanya mengatur dalam perkara-perkara tertentu saja. Seperti mengatur hujan, angin, tumbuh-tumbuhan atau lainnya. Artinya bahwa para Malaikat tidak mengatur segala sesuatu secara mutlak. Karena pengaturan terhadap segala sesuatu secara mutlak hanya milik Allah saja. Inilah di antara makna yang dimaksud oleh salah satu nama Allah “al-Qayyum”. Artinya, hanya Allah yang mengatur secara mutlak akan segala urusan makhluk-makhluk-Nya. Karena itu, pengaturan para Malai
مَا فِي السَّمَوَاتِ مَوضِع أرْبَع أصَا بع إلاَّ وَفِيْهِ مَلَكٌ قَائِمٌ أَوْ رَاكِعٌ أوْ سَاجِدٌ. (رَوَاهُالتّرمِذيّ)
_*“Tidaklah ada tempat -kosong- dengan ukuran empat jari tangan di semua lapisan langit, kecuali pada tempat tersebut ada Malaikat yang sedang berdiri, ruku’ atau sujud (artinya semuanya dalam keadaan beribadah kepada Allah)”*_ . (HR Tirmidzi).
Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa setiap lapis langit dipenuhi oleh para Malaikat Allah. Dengan demikian mustahil jika Allah berada di dalam langit seperti yang diyakini oleh kaum Musyabbihah, atau kaum Wahhabiyyah di masa sekarang. Karena bila demikian maka berarti Allah berdesak-desakan dengan para Malaikat-Nya, dan berarti Allah membutuhkan kepada langit yang notabene sebagai makhluk-Nya sendiri. _Na’udzuBillah._
Dari beberapa ayat al-Qur’an dan hadits Nabi di atas dapat disimpulkan bahwa para Malaikat mempunyai tugas yang beragam. Malaikat Jibril misalnya, ditugaskan untuk menyampaikan wahyu Allah kepada para Nabi dan Rasul-Nya serta menyampaikan perintah-perintah Allah kepada para Malaikat lainnya. Beliau juga ditugaskan mengatur angin, dan membantu para Nabi Allah. Malaikat Mika-il diperintahkan untuk mengatur hujan dan memelihara tumbuh-tumbuhan. Malaikat ‘Azra-il bertugas mencabut nyawa. Malaikat Israfil bertugas meniup sangkakala (at-Tsur). Malaikat Malik sebagi penjaga (Khazin) Neraka. Ada sebagian Malaikat yang bertugas mancatat amal baik dan amal buruk manusia. Ada pula yang bertugas menanyai manusia di kubur, yaitu Malaikat Munkar dan Nakir. Ada yang bertugas menjaga manusia dari gangguan jin. Ada yang bertugas menyampaikan shalawat dan salam umat orang Islam kepada Nabi Muhammad. Ada yang bertugas menjaga surga, membantu orang mukmin dalam peperangan seperti yang terjadi dalam perang Badr, mengatur gunung-gunung, menghibur hati orang-orang mukmin yang berada dalam kesedihan dan kesusahan. Ada pula Malaikat pembawa adzab atau siksa, dan ada pula yang membawa rahmat.
Ketika Rasulullah Mi’raj, beliau menyaksikan al-Baital-Makmur di langit ke tujuh. Al-Bait al-Ma’mur ini adalah rumah yang dimuliakan bagi para penduduk langit (para Malaikat), seperti halnya Ka’bah sebagai rumah yang dimuliakan bagi para penduduk bumi (Manusia dan Jin). Setiap harinya, al-Baital-Ma’mur dimasuki oleh 70.000 Malaikat. Para Malaikat tersebut melaksanakan shalat di dalamnya. Setelah itu kemudian mereka keluar dan tidak akan pernah kembali lagi ke dalamnya selamanya. Artinya para Malaikat dengan jumlah tersebut dalam setiap harinya terus-menerus bergantian.
Kesimpulannya, bahwa Allah menciptakan para Malaikat bukan karena membutuhkan bantuan dari mereka. Dengan demikian *tidak boleh dikatakan :* _*“Jika Allah maha kuasa atas segala sesuatu mengapa Dia memerintahkan para Malaikat untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut?”*_. Karena Allah melakukan terhadap apa yang Ia kehendaki. Allah tidak dipertanyakan kepada-Nya “apa yang Ia berbuat”?! atau “kenapa berbuat demikian”?! Sebaliknya, seluruh hamba yangakan ditanya dan diminta mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing.
Benar, segala perbuatan Allah tidak lepas berbagai hikmah, baik hikmah yang kita ketahui ataupun tidak. Di antara hikmah pemberian tugas-tugas terhadap para Malaikat tersebut adalah untuk mengangkat derajat mereka. Karena dengan selalu berbuat ketaatan-ketaatan kepada-Nya maka setiap makhluk akan semakin tinggi kemuliaan dan derajatnya bagi Allah.
Kemudian dari pada itu, sesungguhnya para Malaikat hanya mengatur dalam perkara-perkara tertentu saja. Seperti mengatur hujan, angin, tumbuh-tumbuhan atau lainnya. Artinya bahwa para Malaikat tidak mengatur segala sesuatu secara mutlak. Karena pengaturan terhadap segala sesuatu secara mutlak hanya milik Allah saja. Inilah di antara makna yang dimaksud oleh salah satu nama Allah “al-Qayyum”. Artinya, hanya Allah yang mengatur secara mutlak akan segala urusan makhluk-makhluk-Nya. Karena itu, pengaturan para Malai
kat terhadap perkara-perkara tertentu tersebut berada dibawah kemutlakan pengaturandan pengawasan Allah.
Kemudian para Malaikat tersebut oleh Allah diberi kemampuan untuk beralih rupa menjadi bentuk laki-laki yang tampan, tetapi tanpa alat kelamin. Namun mereka tidak akan menjelma menjadi perempuan, atau bentuk-bentuk yang buruk. Selain itu, Allah juga memberi mereka kekuatan yang sangat dahsyat. Tentang Malaikat Jibril, misalkan dinyatakan dalam al-Qur’an:
ذِيْ قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي العَرْشِ مَكِيْن (التكوير:20)
_*“(Dia Jibril) yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai derajat yang agung menurut Allah”*_ . (QS at-Takwir: 20)
Malaikat Jibril ini dengan hanya satu helai sayapnya pernah mengangkat empat atau lima kota dengan seluruh penduduk yang ada di dalamnya, yaitu kota kaum Nabi Luth. Beliau mengangkat seluruh kota-kota tersebut beserta isinya sampai jauh tinggi hingga mendekati langit pertama, kemudian beliau membalikannya, menjadikan arah bawahnya sebagai arah atas. Semua ini beliau lakukan tanpa rasa lelah dan tanpa kesulitan. Serta masih banyak contoh-contoh lainnya.
*Kaedah Penting*
Seseorang tidak dibenarkan mancaci maki para Malaikat Allah, baik Malaikat ‘Izra-il maupun Malaikat lainnya. Menghina, merendahkan, melecehkan para Malaikat dapat mengakibatkan kufur, keluar dari Islam (Riddah). Karena seluruh para Malaikat Allah adalah hamba-hamba yang senantiasa saleh dan bertaqwa kepada-Nya. Mereka semua adalah para kekasih Allah (Auliya’ Allah, Ahbab Allah). Seorang muslim yang dicintai oleh Allah adalah yang mencintai para Malaikat-Nya dengan setulus hati, tidak seperti orang-orang Yahudi yang membenci dan memusuhi para Malaikat tersebut.
Semoga Allah menggolongkan kita sebagaihamba-hambanya yang saleh bersama para Nabi-Nya, para Malaikat-Nya dan parawali-Nya. Amin
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Kemudian para Malaikat tersebut oleh Allah diberi kemampuan untuk beralih rupa menjadi bentuk laki-laki yang tampan, tetapi tanpa alat kelamin. Namun mereka tidak akan menjelma menjadi perempuan, atau bentuk-bentuk yang buruk. Selain itu, Allah juga memberi mereka kekuatan yang sangat dahsyat. Tentang Malaikat Jibril, misalkan dinyatakan dalam al-Qur’an:
ذِيْ قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي العَرْشِ مَكِيْن (التكوير:20)
_*“(Dia Jibril) yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai derajat yang agung menurut Allah”*_ . (QS at-Takwir: 20)
Malaikat Jibril ini dengan hanya satu helai sayapnya pernah mengangkat empat atau lima kota dengan seluruh penduduk yang ada di dalamnya, yaitu kota kaum Nabi Luth. Beliau mengangkat seluruh kota-kota tersebut beserta isinya sampai jauh tinggi hingga mendekati langit pertama, kemudian beliau membalikannya, menjadikan arah bawahnya sebagai arah atas. Semua ini beliau lakukan tanpa rasa lelah dan tanpa kesulitan. Serta masih banyak contoh-contoh lainnya.
*Kaedah Penting*
Seseorang tidak dibenarkan mancaci maki para Malaikat Allah, baik Malaikat ‘Izra-il maupun Malaikat lainnya. Menghina, merendahkan, melecehkan para Malaikat dapat mengakibatkan kufur, keluar dari Islam (Riddah). Karena seluruh para Malaikat Allah adalah hamba-hamba yang senantiasa saleh dan bertaqwa kepada-Nya. Mereka semua adalah para kekasih Allah (Auliya’ Allah, Ahbab Allah). Seorang muslim yang dicintai oleh Allah adalah yang mencintai para Malaikat-Nya dengan setulus hati, tidak seperti orang-orang Yahudi yang membenci dan memusuhi para Malaikat tersebut.
Semoga Allah menggolongkan kita sebagaihamba-hambanya yang saleh bersama para Nabi-Nya, para Malaikat-Nya dan parawali-Nya. Amin
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
*Bagian III dari VI*
〰♾🌼 *HADITS JIBRIL; DASAR-DASAR IMAN YANG ENAM: IMAN DENGAN KITAB-KITAB ALLAH* 🌼♾〰
*Oleh :*
*Dr. H. Kholilurrohman, MA*
(Dosen PTIQ - Jakarta & Pengasuh Ponpes. Nurul Hikmah - Tangerang)
*IMAN DENGAN KITAB-KITAB ALLAH*
Di antara Ushul al-Iman al-Sittah, setelah iman kepada Allah dan iman kepada Malaikat adalah iman kepada kitab-kitab-Nya. Iman kepada kitab-kitab Allah artinya mempercayai dan membenarkan bahwa Allah telah menurunkan beberapa Kitab sebagai wahyu kepada beberapa orang Nabi-Nya. Di dalam hal ini, tidak ada keterlibatan, baik dari Nabi yang bersangkutan maupun dari para Malaikat, dalam penyusunan kalimat-kalimat maupun makna-makna bagi kitab-kitab tersebut.
Jumlah kitab-kitab Samawi yang diturunkan kepada para Nabi Allah adalah sebanyak 104 kitab. Sebanyak 50 kitab diantaranya diturunkan kepada Nabi Syits. Beliau adalah putra Nabi Adam yang diangkat oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul setelah Nabi Adam wafat. Sebanyak 30 kitab diturunkan kepada Nabi Idris, 10 kitab kepada Nabi Ibrahim, 10 kitab kepada Nabi Musa sebelum diturunkan kitab at-Taurat, kemudian kitab at-Taurat kepada beliau, kitab az-Zabur kepada Nabi Dawud, kitab al-Injil kepada Nabi ‘Isa dan kitab al-Qur’an di turunkan kepada Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad.
Adapun para Rasul yang tidak diturunkan kitab-kitab kepada mereka, Allah menurunkan bagi mereka ash-Shuhuf (lembaran-lembaran). Wahb ibn Munabbih, salah seorang ulama kaum Yahudi yang masuk Islam setelah Rasulullah wafat, berkata: “Aku telah membaca tujuh puluh kitab dari kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah”.
Seluruh para Nabi dan para Rasul Allah menyerukan ajaran tauhid. Menyerukan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dan agama seluruh para Nabi tersebut hanya satu, yaitu agama Islam. Semua Nabi tersebut menyeru hanya kepada agama yang satu ini. Tentang hal ini Rasulullah bersabda:
الأنْبِيَاءُ إخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ وَأمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَأحْمَدُ وَابْنُ حِبَّانَ وَغَيْرُهُمْ)
_*“Para Nabi (ibarat) saudara seayah, -artinya- agama mereka satu, dan ibu-ibu mereka (artinya syari’at-syari’at mereka) berbeda-beda”*_. (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn Hanbal, Ibn Hibban dan lainnya).
Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang di turunkan. Ia adalah kitab yang membawahi kitab-kitab sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah QS. al-Ma’idah: 48. Artinya bahwa al-Qur’an menetapkan kebenaran isi kitab-kitab sebelumnya, sekaligus menjelaskan penyelewengan isi dan perubahan lafazh yang dilakukan oleh sebagian orang terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut.
Al-Qur’an, tidak seperti kitab-kitab sebelumnya yang telah banyak mengalami penyelewengan-penyelewengan pada isi (makna) dan perubahan-perubahan pada lafazh (at-Tahrif Wa at-tabdil). Kemurnian dan kebenaran al-Qur’an selalu terjaga. Hal ini sebagaimana dijanjikan Allah dalam firman-Nya:
إنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذّكْرَ وَإنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ (الحجر:9)
_*“Sesungguhnya Kami (Allah) yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami (pula) yang menjaganya”*_. (QS. al-Hijr: 9)
Adapun kitab at-Taurat dan al-Injil yang sekarang beredar, keduanya telah banyak mengalami penyelewengan makna-makna dan perubahan lafazh-lafazhnya. Orang-orang Yahudi pada awal mulanya hanya merubah dan menyelewengkan makna kitab at-Taurat, tapi pada akhirnya mereka juga merubah dan menyelewengkan lafazh-lafazhnya. Allah berfirman:
فَوَيْلٌ لِلًّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الكِتَابَ بِأيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُوْنَ (البَقَرَةُ:79)
_*“Maka celaka besar bagi orang-orang yang menulis at-Taurat dengan tangan mereka sendiri lalu mereka menyatakan: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka celaka besar bagi mereka akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri dan celaka besar bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan”*_. (QS. al-Baqarah: 79)
Seperti halnya kitab at-Tau
〰♾🌼 *HADITS JIBRIL; DASAR-DASAR IMAN YANG ENAM: IMAN DENGAN KITAB-KITAB ALLAH* 🌼♾〰
*Oleh :*
*Dr. H. Kholilurrohman, MA*
(Dosen PTIQ - Jakarta & Pengasuh Ponpes. Nurul Hikmah - Tangerang)
*IMAN DENGAN KITAB-KITAB ALLAH*
Di antara Ushul al-Iman al-Sittah, setelah iman kepada Allah dan iman kepada Malaikat adalah iman kepada kitab-kitab-Nya. Iman kepada kitab-kitab Allah artinya mempercayai dan membenarkan bahwa Allah telah menurunkan beberapa Kitab sebagai wahyu kepada beberapa orang Nabi-Nya. Di dalam hal ini, tidak ada keterlibatan, baik dari Nabi yang bersangkutan maupun dari para Malaikat, dalam penyusunan kalimat-kalimat maupun makna-makna bagi kitab-kitab tersebut.
Jumlah kitab-kitab Samawi yang diturunkan kepada para Nabi Allah adalah sebanyak 104 kitab. Sebanyak 50 kitab diantaranya diturunkan kepada Nabi Syits. Beliau adalah putra Nabi Adam yang diangkat oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul setelah Nabi Adam wafat. Sebanyak 30 kitab diturunkan kepada Nabi Idris, 10 kitab kepada Nabi Ibrahim, 10 kitab kepada Nabi Musa sebelum diturunkan kitab at-Taurat, kemudian kitab at-Taurat kepada beliau, kitab az-Zabur kepada Nabi Dawud, kitab al-Injil kepada Nabi ‘Isa dan kitab al-Qur’an di turunkan kepada Nabi akhir zaman, Nabi Muhammad.
Adapun para Rasul yang tidak diturunkan kitab-kitab kepada mereka, Allah menurunkan bagi mereka ash-Shuhuf (lembaran-lembaran). Wahb ibn Munabbih, salah seorang ulama kaum Yahudi yang masuk Islam setelah Rasulullah wafat, berkata: “Aku telah membaca tujuh puluh kitab dari kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah”.
Seluruh para Nabi dan para Rasul Allah menyerukan ajaran tauhid. Menyerukan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Dan agama seluruh para Nabi tersebut hanya satu, yaitu agama Islam. Semua Nabi tersebut menyeru hanya kepada agama yang satu ini. Tentang hal ini Rasulullah bersabda:
الأنْبِيَاءُ إخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ وَأمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَأحْمَدُ وَابْنُ حِبَّانَ وَغَيْرُهُمْ)
_*“Para Nabi (ibarat) saudara seayah, -artinya- agama mereka satu, dan ibu-ibu mereka (artinya syari’at-syari’at mereka) berbeda-beda”*_. (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn Hanbal, Ibn Hibban dan lainnya).
Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang di turunkan. Ia adalah kitab yang membawahi kitab-kitab sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah QS. al-Ma’idah: 48. Artinya bahwa al-Qur’an menetapkan kebenaran isi kitab-kitab sebelumnya, sekaligus menjelaskan penyelewengan isi dan perubahan lafazh yang dilakukan oleh sebagian orang terhadap kitab-kitab terdahulu tersebut.
Al-Qur’an, tidak seperti kitab-kitab sebelumnya yang telah banyak mengalami penyelewengan-penyelewengan pada isi (makna) dan perubahan-perubahan pada lafazh (at-Tahrif Wa at-tabdil). Kemurnian dan kebenaran al-Qur’an selalu terjaga. Hal ini sebagaimana dijanjikan Allah dalam firman-Nya:
إنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذّكْرَ وَإنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ (الحجر:9)
_*“Sesungguhnya Kami (Allah) yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami (pula) yang menjaganya”*_. (QS. al-Hijr: 9)
Adapun kitab at-Taurat dan al-Injil yang sekarang beredar, keduanya telah banyak mengalami penyelewengan makna-makna dan perubahan lafazh-lafazhnya. Orang-orang Yahudi pada awal mulanya hanya merubah dan menyelewengkan makna kitab at-Taurat, tapi pada akhirnya mereka juga merubah dan menyelewengkan lafazh-lafazhnya. Allah berfirman:
فَوَيْلٌ لِلًّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الكِتَابَ بِأيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُوْنَ (البَقَرَةُ:79)
_*“Maka celaka besar bagi orang-orang yang menulis at-Taurat dengan tangan mereka sendiri lalu mereka menyatakan: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka celaka besar bagi mereka akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri dan celaka besar bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan”*_. (QS. al-Baqarah: 79)
Seperti halnya kitab at-Tau
rat, isi kitab al-Injil-pun telah diselewengkan oleh kaum Nashrani. Hal ini telah dibuktikan dengan banyaknya versi kitab Injil yang beredar. Versi yang satu tidak sama dengan versi lainnya. Bahkan saring kali ditemukan antara satu versi atau satu cetakan bertentangan dalam banyak hal dengan versi atau cetakan lainnya. Kitab-kitab al-Injil yang beragam versi ini antara lain, Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohana dan Injil Barnabas.
Perlu diketahui bahwa para pengikut Nabi Musa dan Nabi ‘Isa adalah orang-orang Islam, sebagaimana juga para pengikut Nabi-nabi lainnya. Adapun kaum Yahudi dinamakan dengan “Yahudi” adalah karena setelah beberapa orang pengikut Nabi Musa menyembah anak sapi yang dibuat dari emas oleh seorang bernama Musa as-Samiri, maka Nabi Musa sangat marah kepada mereka karena telah menyembah selain Allah. Kemudian Nabi Musa memilih tujuh puluh orang dari pengikutnya tersebut untuk melakukan tadharr’u (berserah diri) kepada Allah. Lalu Nabi Musa dengan kepasrahannya yang total kepada Allah berkata:
إنَّا هُدْنَا إلَيْكَ (الأعْرَافُ :156)
_*“… sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepadaEngkau”*_. (QS. al-A’raf: 156)
Dengan demikian asal nama “Yahudi” diambil dari perkataan Nabi Musa: “Hudna”, yang artinya kami kembali, artinya kami bertaubat.
Sementara kaum Nashrani dinamakan dengan “Nashrani” adalah karena orang-orang muslim dari pengikut Nabi ‘Isa dahulu merupakan orang-orang yang membela Nabi ‘Isa dalam menegakan agama Islam yang dibawa olehnya (Anshar ‘Isa). Tentang hal ini Allah berfirman:
فلَمَّا أحَسَّ عِيْسَى مِنْهُمُ الكُفْرَ قَالَ مَنْ أنْصَارِيْ إلىَ اللهِ قالَ الحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ أنْصَارُ اللهِ ءَامَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأنَّا مُسْلِمُوْنَ (ءَالِ عِمْرَانَ: 52)
_*“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran Bani Israil, ia berkata: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah? Para sahabat setianya (al-Hawariyyun) menjawab: Kami adalah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Islam”*_. (QS. Ali ‘Imran: 52).
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa para pengikut Nabi Musa dahulu yang mendapat sebutan nama Yahudi dan pengikut Nabi ‘Isa dahulu yang mendapat sebutan nama Nashrani, bahwa pada awal mulanya mereka adalah orang-orang Islam. Yaitu ketika mereka masih setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa dan Nabi ‘Isa sendiri. Hanya saja beberapa ratus tahun kemudian setelah Nabi Musa wafat, dan setelah nama Yahudi melekat pada diri mereka, banyak dari mereka yang kemudian menyeleweng dari ajaran-ajaran Nabi Musa sendiri.
Demikian pula yang terjadi dengan pengikut Nabi ‘Isa. Setelah lewat sekitar 300 tahun dari diangkatnya beliau oleh Allah ke langit, banyak dari para pengikut Nabi ‘Isa tersebut yang dengan menyandang nama Nashrani telah menyeleweng dari ajaran Nabi ‘Isa sendiri. Dan persisnya, setelah sekitar 500 tahun kemudian orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Nabi ‘Isa ini semuanya telah menyeleweng dari ajaran yang dibawa Nabi ‘Isa. Tidak ada seorangpun diantara mereka yang mengikuti ajaran Nabi ‘Isa dengan benar. Karenanya, setelah lewat 500 tahun tersebut tidak ada seorangpun dari mereka yang muslim.
Maka sebelum kemudian Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai Rasul, secara praktis saat itu tidak ada lagi seorang muslim di atas muka bumi ini. Dengan demikian pengikut murni Nabi Musa yang mendapat sebutan Yahudi dan pengikut murni Nabi ‘Isa yang mendapat sebutan Nashrani sebenarnya mereka adalah orang-orang Islam. Hanya saja ketika sebagian dari mereka atau generasi-generasi setelah mereka menjadi orang-orang kafir kepada Allah, sebutan tersebut masih melekat pada mereka hingga mereka lebih dikenal dengan nama Yahudi dan Nashrani. Karena itu, Ahl al-Kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani yang mengaku sebagai pengikut ajaran kitab at-Taurat dan kitab al-Injil namun mereka menyeleweng dari keduanya, mereka semua adalah orang-orang yang kafir kepada Allah. Tentang hal ini Allah berfirman:
يَا أهْلَ الكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُوْنَ بِآيَات
Perlu diketahui bahwa para pengikut Nabi Musa dan Nabi ‘Isa adalah orang-orang Islam, sebagaimana juga para pengikut Nabi-nabi lainnya. Adapun kaum Yahudi dinamakan dengan “Yahudi” adalah karena setelah beberapa orang pengikut Nabi Musa menyembah anak sapi yang dibuat dari emas oleh seorang bernama Musa as-Samiri, maka Nabi Musa sangat marah kepada mereka karena telah menyembah selain Allah. Kemudian Nabi Musa memilih tujuh puluh orang dari pengikutnya tersebut untuk melakukan tadharr’u (berserah diri) kepada Allah. Lalu Nabi Musa dengan kepasrahannya yang total kepada Allah berkata:
إنَّا هُدْنَا إلَيْكَ (الأعْرَافُ :156)
_*“… sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepadaEngkau”*_. (QS. al-A’raf: 156)
Dengan demikian asal nama “Yahudi” diambil dari perkataan Nabi Musa: “Hudna”, yang artinya kami kembali, artinya kami bertaubat.
Sementara kaum Nashrani dinamakan dengan “Nashrani” adalah karena orang-orang muslim dari pengikut Nabi ‘Isa dahulu merupakan orang-orang yang membela Nabi ‘Isa dalam menegakan agama Islam yang dibawa olehnya (Anshar ‘Isa). Tentang hal ini Allah berfirman:
فلَمَّا أحَسَّ عِيْسَى مِنْهُمُ الكُفْرَ قَالَ مَنْ أنْصَارِيْ إلىَ اللهِ قالَ الحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ أنْصَارُ اللهِ ءَامَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأنَّا مُسْلِمُوْنَ (ءَالِ عِمْرَانَ: 52)
_*“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran Bani Israil, ia berkata: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah? Para sahabat setianya (al-Hawariyyun) menjawab: Kami adalah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Islam”*_. (QS. Ali ‘Imran: 52).
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa para pengikut Nabi Musa dahulu yang mendapat sebutan nama Yahudi dan pengikut Nabi ‘Isa dahulu yang mendapat sebutan nama Nashrani, bahwa pada awal mulanya mereka adalah orang-orang Islam. Yaitu ketika mereka masih setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang dibawa Nabi Musa dan Nabi ‘Isa sendiri. Hanya saja beberapa ratus tahun kemudian setelah Nabi Musa wafat, dan setelah nama Yahudi melekat pada diri mereka, banyak dari mereka yang kemudian menyeleweng dari ajaran-ajaran Nabi Musa sendiri.
Demikian pula yang terjadi dengan pengikut Nabi ‘Isa. Setelah lewat sekitar 300 tahun dari diangkatnya beliau oleh Allah ke langit, banyak dari para pengikut Nabi ‘Isa tersebut yang dengan menyandang nama Nashrani telah menyeleweng dari ajaran Nabi ‘Isa sendiri. Dan persisnya, setelah sekitar 500 tahun kemudian orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Nabi ‘Isa ini semuanya telah menyeleweng dari ajaran yang dibawa Nabi ‘Isa. Tidak ada seorangpun diantara mereka yang mengikuti ajaran Nabi ‘Isa dengan benar. Karenanya, setelah lewat 500 tahun tersebut tidak ada seorangpun dari mereka yang muslim.
Maka sebelum kemudian Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai Rasul, secara praktis saat itu tidak ada lagi seorang muslim di atas muka bumi ini. Dengan demikian pengikut murni Nabi Musa yang mendapat sebutan Yahudi dan pengikut murni Nabi ‘Isa yang mendapat sebutan Nashrani sebenarnya mereka adalah orang-orang Islam. Hanya saja ketika sebagian dari mereka atau generasi-generasi setelah mereka menjadi orang-orang kafir kepada Allah, sebutan tersebut masih melekat pada mereka hingga mereka lebih dikenal dengan nama Yahudi dan Nashrani. Karena itu, Ahl al-Kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani yang mengaku sebagai pengikut ajaran kitab at-Taurat dan kitab al-Injil namun mereka menyeleweng dari keduanya, mereka semua adalah orang-orang yang kafir kepada Allah. Tentang hal ini Allah berfirman:
يَا أهْلَ الكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُوْنَ بِآيَات
ِ اللهِ وَأنْتُمْ تَشْهَدُوْنَ (ءَالِ عِمْرَانَ:70)
_*“Wahai Ahl al-Kitab (Yahudi dan Nashrani), mengapa kalian kufur (mengingkari) ayat-ayat Allah, padahal kalian mengetahui (kebenarannya)”*_. (QS. Ali ‘Imran: 70)
Dalam beberapa kitab tentang sejarah hidup Rasulullah (Sirah Nabawiyyah) diterangkan bahwa Rasulullah menyeru Ahl al-Kitab untuk masuk ke dalam Islam. Ini artinya bahwa mereka adalah orang-orang kafir, karena Rasulullah tidak akan mengajak orang-orang Islam untuk masuk ke dalam Islam kembali. Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ يَهُوْدِيٍّ وَلاَ نَصْرَانِيٍّ يَسْمَعُ بِيْ ثُمَّ لاَ يُؤْمِنُ بِيْ وَبِمَا جِئْتُ بِهِ إلاَّ كَانَ مِنْ أصْحَابِ النَّارِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
_*“Tidaklah seorang Yahudi dan Nashrani yang telah mendengar tentang Aku kemudian tidak beriman kepadaku dan kepada (ajaran) yang aku bawa, kecuali ia akan tergolong penduduk neraka”*_. (HR. Muslim)
*Al-Qur’an Kalam Allah*
Ketika kita katakan: “al-Qur’an Kalam Allah”, maka dalam pemaknaannya terdapat dua pengertian:
*Pertama: al-Qur’an dalam pengertian lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal)*, yang ditulis dengan tinta di antara lebaran-lembaran kertas (al-Maktub Bain al-Masha-hif), yang dibaca dengan lisan (al-Maqru’ Bi al-Lisan), dan dihapalkan didalam hati (al-Mahfuzh Fi ash-Shudur). al-Qur’an dalam pengertian ini maka tentunya ia berupa bahasa Arab, tersusun dari huruf-huruf, serta berupa suara saat dibaca.
*Kedua: al-Qur’an dalam pengertian Kalam Allah ad-Dzati*. Artinya dalam pengertian salah satu sifat Allah yang wajib kita yakini, yaitu sifat al-Kalam. Sifat Kalam Allah ini, sebagaimana seluruh sifat-sifat Allah lainnya, tidak menyerupai makhluk-Nya. Sifat Kalam Allah tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada makhluk. Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa. Adapun Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa.
*Al-Qur’an dalam pengertian pertama (al-Lafzh al-Munazzal) maka ia adalah makhluk. Dan al-Qur’an dalam pengertian yang kedua (al-Kalam adz-Dzati) maka jelas ia bukan makhluk*. Namun demikian, al-Qur’an baik dalam pengertian pertama maupun dalam pengertian kedua tetap disebut “Kalam Allah”. Kita tidak boleh mengucapkan secara mutlak; “al-Qur’an Makhluk”. Sebab pengertian al-Qur’an ada dua; dalam pengertian al-Lafzh al-Munazzal dan dalam pengertian al-Kalam adz-Dzati, sebagaimana di atas.
Al-Qur’an dalam pengertian pertama adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati. Maka al-Qur’an yang berupa kitab yang kita baca dan kita hafalkan, tersusun dari huruf-huruf, dan dalam bentuk bahasa Arab, bukan sebagai Kalam Allah al-Dzati (sifat Kalam Allah), melainkan kitab tersebut adalah ungkapan (‘Ibarah) dari Kalam Allah al-Dzati yang bukan suara, bukan huruf-huruf, dan bukan bahasa.
Sebagai pendekatan, apabila kita menulis lafazh “Allah” di papan tulis, maka hal itu bukan berarti bahwa “Allah” yang berupa tulisan itu Tuhan yang kita sembah. Melainkan lafazh atau tulisan “Allah” tersebut hanya sebagai ungkapan (‘Ibarah) bagi adanya Tuhan yang wajib kita sembah, yang bernama “Allah”. Demikian pula dengan “al-Qur’an”, ia disebut “Kalam Allah” bukan dalam pengertian bahwa itulah sifat Kalam Allah; berupa huruf-huruf, dan dalam bahasa Arab. Tetapi al-Qur’an yang dalam bentuk huruf-huruf dan dalam bentuk bahasa Arab tersebut adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati.
Dengan demikian harus dibedakan antara al-Lafzhal-Munazzal dan al-Kalam adz-Dzati. Sebab apa bila tidak dibedakan antara dua perkara ini, maka setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur’an akan mendapatkan gelar “Kalimullah” sebagaimana Nabi Musa yang telah mendapat gelar “Kalimullah”. Tentu hal ini menjadi rancu dan tidak dapat diterima. Padahal, Nabi Musa mendapat gelar “Kalimullah” adalah karena beliau pernah mendengar al-Kalam adz-Dzati yang bukan berupa huruf, bukan suara dan bukan bahasa. Dan seandainya setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur’an mendapat gelar “Kalimullah” seperti gelar Nabi Musa, maka berarti tidak ada keistimewaan sama sekali bagi Nabi Mus
_*“Wahai Ahl al-Kitab (Yahudi dan Nashrani), mengapa kalian kufur (mengingkari) ayat-ayat Allah, padahal kalian mengetahui (kebenarannya)”*_. (QS. Ali ‘Imran: 70)
Dalam beberapa kitab tentang sejarah hidup Rasulullah (Sirah Nabawiyyah) diterangkan bahwa Rasulullah menyeru Ahl al-Kitab untuk masuk ke dalam Islam. Ini artinya bahwa mereka adalah orang-orang kafir, karena Rasulullah tidak akan mengajak orang-orang Islam untuk masuk ke dalam Islam kembali. Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ يَهُوْدِيٍّ وَلاَ نَصْرَانِيٍّ يَسْمَعُ بِيْ ثُمَّ لاَ يُؤْمِنُ بِيْ وَبِمَا جِئْتُ بِهِ إلاَّ كَانَ مِنْ أصْحَابِ النَّارِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
_*“Tidaklah seorang Yahudi dan Nashrani yang telah mendengar tentang Aku kemudian tidak beriman kepadaku dan kepada (ajaran) yang aku bawa, kecuali ia akan tergolong penduduk neraka”*_. (HR. Muslim)
*Al-Qur’an Kalam Allah*
Ketika kita katakan: “al-Qur’an Kalam Allah”, maka dalam pemaknaannya terdapat dua pengertian:
*Pertama: al-Qur’an dalam pengertian lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal)*, yang ditulis dengan tinta di antara lebaran-lembaran kertas (al-Maktub Bain al-Masha-hif), yang dibaca dengan lisan (al-Maqru’ Bi al-Lisan), dan dihapalkan didalam hati (al-Mahfuzh Fi ash-Shudur). al-Qur’an dalam pengertian ini maka tentunya ia berupa bahasa Arab, tersusun dari huruf-huruf, serta berupa suara saat dibaca.
*Kedua: al-Qur’an dalam pengertian Kalam Allah ad-Dzati*. Artinya dalam pengertian salah satu sifat Allah yang wajib kita yakini, yaitu sifat al-Kalam. Sifat Kalam Allah ini, sebagaimana seluruh sifat-sifat Allah lainnya, tidak menyerupai makhluk-Nya. Sifat Kalam Allah tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada makhluk. Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa. Adapun Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa.
*Al-Qur’an dalam pengertian pertama (al-Lafzh al-Munazzal) maka ia adalah makhluk. Dan al-Qur’an dalam pengertian yang kedua (al-Kalam adz-Dzati) maka jelas ia bukan makhluk*. Namun demikian, al-Qur’an baik dalam pengertian pertama maupun dalam pengertian kedua tetap disebut “Kalam Allah”. Kita tidak boleh mengucapkan secara mutlak; “al-Qur’an Makhluk”. Sebab pengertian al-Qur’an ada dua; dalam pengertian al-Lafzh al-Munazzal dan dalam pengertian al-Kalam adz-Dzati, sebagaimana di atas.
Al-Qur’an dalam pengertian pertama adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati. Maka al-Qur’an yang berupa kitab yang kita baca dan kita hafalkan, tersusun dari huruf-huruf, dan dalam bentuk bahasa Arab, bukan sebagai Kalam Allah al-Dzati (sifat Kalam Allah), melainkan kitab tersebut adalah ungkapan (‘Ibarah) dari Kalam Allah al-Dzati yang bukan suara, bukan huruf-huruf, dan bukan bahasa.
Sebagai pendekatan, apabila kita menulis lafazh “Allah” di papan tulis, maka hal itu bukan berarti bahwa “Allah” yang berupa tulisan itu Tuhan yang kita sembah. Melainkan lafazh atau tulisan “Allah” tersebut hanya sebagai ungkapan (‘Ibarah) bagi adanya Tuhan yang wajib kita sembah, yang bernama “Allah”. Demikian pula dengan “al-Qur’an”, ia disebut “Kalam Allah” bukan dalam pengertian bahwa itulah sifat Kalam Allah; berupa huruf-huruf, dan dalam bahasa Arab. Tetapi al-Qur’an yang dalam bentuk huruf-huruf dan dalam bentuk bahasa Arab tersebut adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati.
Dengan demikian harus dibedakan antara al-Lafzhal-Munazzal dan al-Kalam adz-Dzati. Sebab apa bila tidak dibedakan antara dua perkara ini, maka setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur’an akan mendapatkan gelar “Kalimullah” sebagaimana Nabi Musa yang telah mendapat gelar “Kalimullah”. Tentu hal ini menjadi rancu dan tidak dapat diterima. Padahal, Nabi Musa mendapat gelar “Kalimullah” adalah karena beliau pernah mendengar al-Kalam adz-Dzati yang bukan berupa huruf, bukan suara dan bukan bahasa. Dan seandainya setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur’an mendapat gelar “Kalimullah” seperti gelar Nabi Musa, maka berarti tidak ada keistimewaan sama sekali bagi Nabi Mus
a yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah” tersebut.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّه (التوبة: 6)
_*“Dan apa bila seseorang dari orang-orang musyrik meminta perlidungan darimu (wahai Muhammad) maka lindungilah ia hingga ia mendengar Kalam Allah”*_. (QS. at-Taubah: 6)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberikan perlidungan kepada seorang musyrik kafir yang diburu oleh kaumnya, jika memang orang musyrik ini meminta perlindungan darinya. Artinya, Orang musyrik ini diberi keamanan untuk hidup di kalangan orang-orang Islam hingga ia mendengar Kalam Allah. Setelah orang musyrik ini diberi keamanan dan mendengar Kalam Allah, namun ternyata ia tidak masuk Islam, maka ia dikembalikan ke wilayah tempat tinggalnya.
Kemudian, yang dimaksud bahwa orang musyrik tersebut “mendengar Kalam Allah” adalah mendengar bacaan kitab al-Qur’an yang berupa lafazh-lafazh dalam bentuk bahasa Arab (al-Lafzh al-Munazzal), bukan dalam pengertian mendengar al-Kalam adz-Dzati. Sebab jika yang dimaksud mendengar al-Kalam adz-Dzati maka berarti sama saja antara orang musyrik tersebut dengan Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah”. Dan bila demikian maka berarti orang musyrik tersebut juga mendaptkan gelar “Kalimullah”, persis seperti Nabi Musa. Tentunya hal ini tidak bisa dibenarkan.
Diantara dalil lainnya yang menguatkan bahwa al-Kalam adz-Dzati bukan berupa huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa adalah firman Allah:
وَهُوَ أسْرَعُ الحَاسِبِيْنَ (الأنْعَامُ:62)
_*“… dan Dia Allah yang menghisab paling cepat”*_. (QS.al-An’am: 62)
Pada hari kiamat kelak, Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dari bangsa manusia dan jin. Allah akan memperdengarkan kalam-Nya kepada setiap orang dari mereka. Dan mereka akan memahami dari kalam Allah tersebut pertanyaan-pertanyaan tentang segala apa yang telah mereka kerjakan, segala apa yang mereka katakan, dan apa yang mereka yakini ketika mereka hidup di dunia. Rasulullah bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنُ أحَدٍ إلاَّ سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانُ (رَوَاهُ البُخَارِيُّ)
_*“Setiap orang akan Allah perdengarkan Kalam-Nya kepadanya (menghisabnya) pada hari kiamat, tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah”*_. (HR. al-Bukhari)
Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dalam waktu yang sangat singkat. Seandainya Allah menghisab mereka dengan suara, susunan huruf, dan dengan bahasa, maka Allah akan membutuhkan waktu beratus-ratus ribu tahun untuk menyelesaikan hisab tersebut, karena makhluk Allah sangat banyak. Kaum Ya’juj dan Ma’juj saja jumlah mereka 100 kalilipat dari jumlah seluruh manusia, bahkan dalam satu riwayat disebutkan jumlah mereka 1000 kali lipat dari jumlah manusia. Belum lagi bangsa jin yang sebagian mereka hidup hingga ribuan tahun. Manusia sendiri, sebelum umat Nabi Muhammad ada yang mencapai umurnya hingga 2000 tahun, ada yang berumur hingga 1000 tahun, dan ada pula yang hanya 100 tahun. Kelak mereka semua akan dihisab, bukan hanya dalam urusan perkataan atau ucapan saja, tapi juga menyangkut segala perbuatan dan keyakinan-keyakinan mereka. Seandainya Kalam Allah berupa suara, huruf, dan bahasa maka dalam menghisab semua makhluk tersebut Allah akan membutuhkan kepada waktu yang sangat panjang. Karena dalam penggunaan huruf-huruf dan bahasa jelas membutuhkan kepada waktu. Huruf berganti huruf, kemudian kata menyusul kata, dan demikian seterusnya. Dan bila demikian maka maka berarti Allah bukan sebagai Asra’ al-Hasibin (Penghisab yang paling cepat), tapi sebaliknya; Abtha’ al-Hasibin (Penghisab yang paling lambat). Tentunya hal ini mustahil bagi Allah.
Dalamayat lain Allah berfirman:
إنَّمَا أمْرُهُ إذَا أرَادَ شَيْئًا أنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ (يس: 82)
Maknanya ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun”, dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah...!”. Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam setiap saat
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّه (التوبة: 6)
_*“Dan apa bila seseorang dari orang-orang musyrik meminta perlidungan darimu (wahai Muhammad) maka lindungilah ia hingga ia mendengar Kalam Allah”*_. (QS. at-Taubah: 6)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberikan perlidungan kepada seorang musyrik kafir yang diburu oleh kaumnya, jika memang orang musyrik ini meminta perlindungan darinya. Artinya, Orang musyrik ini diberi keamanan untuk hidup di kalangan orang-orang Islam hingga ia mendengar Kalam Allah. Setelah orang musyrik ini diberi keamanan dan mendengar Kalam Allah, namun ternyata ia tidak masuk Islam, maka ia dikembalikan ke wilayah tempat tinggalnya.
Kemudian, yang dimaksud bahwa orang musyrik tersebut “mendengar Kalam Allah” adalah mendengar bacaan kitab al-Qur’an yang berupa lafazh-lafazh dalam bentuk bahasa Arab (al-Lafzh al-Munazzal), bukan dalam pengertian mendengar al-Kalam adz-Dzati. Sebab jika yang dimaksud mendengar al-Kalam adz-Dzati maka berarti sama saja antara orang musyrik tersebut dengan Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah”. Dan bila demikian maka berarti orang musyrik tersebut juga mendaptkan gelar “Kalimullah”, persis seperti Nabi Musa. Tentunya hal ini tidak bisa dibenarkan.
Diantara dalil lainnya yang menguatkan bahwa al-Kalam adz-Dzati bukan berupa huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa adalah firman Allah:
وَهُوَ أسْرَعُ الحَاسِبِيْنَ (الأنْعَامُ:62)
_*“… dan Dia Allah yang menghisab paling cepat”*_. (QS.al-An’am: 62)
Pada hari kiamat kelak, Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dari bangsa manusia dan jin. Allah akan memperdengarkan kalam-Nya kepada setiap orang dari mereka. Dan mereka akan memahami dari kalam Allah tersebut pertanyaan-pertanyaan tentang segala apa yang telah mereka kerjakan, segala apa yang mereka katakan, dan apa yang mereka yakini ketika mereka hidup di dunia. Rasulullah bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنُ أحَدٍ إلاَّ سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانُ (رَوَاهُ البُخَارِيُّ)
_*“Setiap orang akan Allah perdengarkan Kalam-Nya kepadanya (menghisabnya) pada hari kiamat, tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah”*_. (HR. al-Bukhari)
Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dalam waktu yang sangat singkat. Seandainya Allah menghisab mereka dengan suara, susunan huruf, dan dengan bahasa, maka Allah akan membutuhkan waktu beratus-ratus ribu tahun untuk menyelesaikan hisab tersebut, karena makhluk Allah sangat banyak. Kaum Ya’juj dan Ma’juj saja jumlah mereka 100 kalilipat dari jumlah seluruh manusia, bahkan dalam satu riwayat disebutkan jumlah mereka 1000 kali lipat dari jumlah manusia. Belum lagi bangsa jin yang sebagian mereka hidup hingga ribuan tahun. Manusia sendiri, sebelum umat Nabi Muhammad ada yang mencapai umurnya hingga 2000 tahun, ada yang berumur hingga 1000 tahun, dan ada pula yang hanya 100 tahun. Kelak mereka semua akan dihisab, bukan hanya dalam urusan perkataan atau ucapan saja, tapi juga menyangkut segala perbuatan dan keyakinan-keyakinan mereka. Seandainya Kalam Allah berupa suara, huruf, dan bahasa maka dalam menghisab semua makhluk tersebut Allah akan membutuhkan kepada waktu yang sangat panjang. Karena dalam penggunaan huruf-huruf dan bahasa jelas membutuhkan kepada waktu. Huruf berganti huruf, kemudian kata menyusul kata, dan demikian seterusnya. Dan bila demikian maka maka berarti Allah bukan sebagai Asra’ al-Hasibin (Penghisab yang paling cepat), tapi sebaliknya; Abtha’ al-Hasibin (Penghisab yang paling lambat). Tentunya hal ini mustahil bagi Allah.
Dalamayat lain Allah berfirman:
إنَّمَا أمْرُهُ إذَا أرَادَ شَيْئًا أنْ يَقُوْلَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ (يس: 82)
Maknanya ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun”, dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah...!”. Karena seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam setiap saat
perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun...”. Hal ini tentu mustahil atas Allah. Karena sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan ombak di lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya tunas-tunas, kelahiran bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya, letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya, serta berbagai peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan bersamaan.
Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi’il) tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan “dimasa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu. Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi’il) tidak boleh dikatakan baharu.
Kemudian dari pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas Allah.
Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin : 82 di atas adalah sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapa pun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikit pun dari waktu yang Ia kehendaki nya.
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi’il) tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu, sifat perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan “dimasa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu. Perbuatan Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi’il) tidak boleh dikatakan baharu.
Kemudian dari pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu, persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas Allah.
Dengan demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin : 82 di atas adalah sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapa pun yang dapat menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikit pun dari waktu yang Ia kehendaki nya.
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Kajian Tauhid Dan Fiqh Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Fiqh Syafi'iyyah Thariqah Rifa'iyyah Qaadiriyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Tauhid Dan Fiqh
Masjid Al - Madinah CBD Ciledug
Tangerang
Setiap Sabtu Ba'da Shalat Maghrib
Simak kajian berikut, semoga bermanfaat!
〰♾🌼 *PENJELASAN PERISTIWA AL-ISRA WA AL-MI'RAJ BERDASARKAN MADZHAB AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH ASY'ARIYYAH MATURIDIYYAH* 🌼♾〰
*Pertemuan I : https://youtu.be/qJh3CF3EoPk*
*Pertemuan II : https://youtu.be/QxRwWoDRRUo*
*Pertemuan III : https://youtu.be/O9xCvAX7QPE* (Selesai)
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Tauhid Dan Fiqh
Masjid Al - Madinah CBD Ciledug
Tangerang
Setiap Sabtu Ba'da Shalat Maghrib
Simak kajian berikut, semoga bermanfaat!
〰♾🌼 *PENJELASAN PERISTIWA AL-ISRA WA AL-MI'RAJ BERDASARKAN MADZHAB AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH ASY'ARIYYAH MATURIDIYYAH* 🌼♾〰
*Pertemuan I : https://youtu.be/qJh3CF3EoPk*
*Pertemuan II : https://youtu.be/QxRwWoDRRUo*
*Pertemuan III : https://youtu.be/O9xCvAX7QPE* (Selesai)
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
YouTube
(Part I) Peristiwa al-Isra wa al-Mi'raj | Masjid Al-Madinah CBD Ciledug - 16 Maret 2019
〰♾🌼 *PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
*Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
*Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
*Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
*Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
*Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
*Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
*Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
*Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
*Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
*Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
〰♾🌼 *PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
*Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
*Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
*Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
*Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
*Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
*Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
*Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
(Terbaru 7 April 2019)
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
*Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
*Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
*Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
*Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
*Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
*Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
*Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
(Terbaru 7 April 2019)
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
📣📢✨Update 12 April 2019✨📢📣
〰♾🌼 *PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
⏪⏮️▶️⏭️⏩⏹️
🎥 *Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
🎥 *Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
🎥 *Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
🎥 *Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
🎥 *Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
🎥 *Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
🎥 *Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
🎥 *Pertemuan VIII : https://youtu.be/wXfBin-BKis*
(Terbaru 12 April 2019)
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Dr. H. Kholilurrohman, MA
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
〰♾🌼 *PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
⏪⏮️▶️⏭️⏩⏹️
🎥 *Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
🎥 *Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
🎥 *Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
🎥 *Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
🎥 *Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
🎥 *Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
🎥 *Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
🎥 *Pertemuan VIII : https://youtu.be/wXfBin-BKis*
(Terbaru 12 April 2019)
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Dr. H. Kholilurrohman, MA
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
📣📢✨Update 14 April 2019✨📢📣
〰♾🌼 *PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
⏪⏮️▶️⏭️⏩⏹️
🎥 *Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
🎥 *Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
🎥 *Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
🎥 *Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
🎥 *Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
🎥 *Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
🎥 *Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
🎥 *Pertemuan VIII : https://youtu.be/wXfBin-BKis*
🎥 *Pertemuan IX : https://youtu.be/HDpgZbACgG4*
(Terbaru 14 April 2019)
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page : Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Dr. H. Kholilurrohman, MA
📷 *Instagram : instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter : twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
〰♾🌼 *PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
⏪⏮️▶️⏭️⏩⏹️
🎥 *Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
🎥 *Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
🎥 *Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
🎥 *Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
🎥 *Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
🎥 *Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
🎥 *Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
🎥 *Pertemuan VIII : https://youtu.be/wXfBin-BKis*
🎥 *Pertemuan IX : https://youtu.be/HDpgZbACgG4*
(Terbaru 14 April 2019)
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page : Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Dr. H. Kholilurrohman, MA
📷 *Instagram : instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter : twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Firman Allah yang dimaksud adalah:
ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون (المائدة: 44)
Para ulama kita menyatakan bahwa ayat di atas tidak boleh dimaknai secara harfiyah. Sebab mengambil faham harfiyah; dengan memaknai makna zhairnya akan menghasilkan bumerang. Artinya, klaim "kafir" secara mutlak terhadap orang yang tidak memakai hukum Allah akan kembali kepada dirinya sendiri. Artinya sadar atau tidak sadar ia akan mengkafirkan dirinya sendiri, karena seorang muslim siapapun dia, [kecuali para Nabi dalam masalah ajaran agama], akan jatuh dalam dosa dan maksiat. Artinya, ketika orang muslim tersebut melakukan dosa dan maksiat berarti ia sedang tidak melaksanakan hukum Allah. Lalu, apakah hanya karena dosa dan maksiat, bahkan bila dosa tersebut dalam kategori dosa kecil sekalipun, ia dihukumi sebagai orang kafir?! Bila demikian berarti semenjak dimulainya sejarah kehidupan manusia tidak ada seorangpun yang beragama Islam, sebab siapapun manusianya pasti berbuat dosa dan maksiat. Karenanya, firman Allah di atas tidak boleh dipahami secara harfiyah "Barang siapa tidak memakai hukum Allah maka ia adalah orang kafir", pemahaman harfiyah semacam ini salah dan menyesatkan.
Selengkapnya >>> https://wp.me/padPhd-jn
ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون (المائدة: 44)
Para ulama kita menyatakan bahwa ayat di atas tidak boleh dimaknai secara harfiyah. Sebab mengambil faham harfiyah; dengan memaknai makna zhairnya akan menghasilkan bumerang. Artinya, klaim "kafir" secara mutlak terhadap orang yang tidak memakai hukum Allah akan kembali kepada dirinya sendiri. Artinya sadar atau tidak sadar ia akan mengkafirkan dirinya sendiri, karena seorang muslim siapapun dia, [kecuali para Nabi dalam masalah ajaran agama], akan jatuh dalam dosa dan maksiat. Artinya, ketika orang muslim tersebut melakukan dosa dan maksiat berarti ia sedang tidak melaksanakan hukum Allah. Lalu, apakah hanya karena dosa dan maksiat, bahkan bila dosa tersebut dalam kategori dosa kecil sekalipun, ia dihukumi sebagai orang kafir?! Bila demikian berarti semenjak dimulainya sejarah kehidupan manusia tidak ada seorangpun yang beragama Islam, sebab siapapun manusianya pasti berbuat dosa dan maksiat. Karenanya, firman Allah di atas tidak boleh dipahami secara harfiyah "Barang siapa tidak memakai hukum Allah maka ia adalah orang kafir", pemahaman harfiyah semacam ini salah dan menyesatkan.
Selengkapnya >>> https://wp.me/padPhd-jn
PONDOK PESANTREN NURUL HIKMAH
Salah satu akar terorisme; karena salah paham terhadap kandungan QS. al-Ma’idah: 44. Waspada, jangan sampai anda terjebak…!!! |…
Firman Allah yang dimaksud adalah: ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون (المائدة: 44) Para ulama kita menyatakan bahwa ayat di atas tidak boleh dimaknai secara harfiyah. Sebab mengambil fah…
...
Allah menurunkan agama Islam untuk diikuti. Seandainya manusia bebas untuk berbuat kufur dan syirik, bebas untuk berkeyakinan apapun sesuai apa yang ia kehendaki, maka Allah tidak akan mengutus para nabi dan para rasul, serta tidak akan menurunkan kitab-kitab-Nya. Adapun maksud dari firman Allah:
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ (الكهف: 29)
Yang secara zhahir bermakna:
_“Barang siapa berkehandak maka berimanlah ia, dan barang siapa berkehandak maka kafirlah ia”_, QS. Al-Kahfi: 29
bukan untuk tujuan memberi kebebasan untuk memilih (at-takhyir) antara kufur dan iman. Tapi tujuan dari ayat ini adalah untuk ancaman (at-tahdid). Karena itu lanjutan dari ayat tersebut adalah bermakna:
_
“Dan Kami menyediakan neraka bagi orang-orang kafir”_.
Demikian pula yang maksud dengan firman Allah:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ (البقرة: 256)
Yang secara zhahir bermakna bahwa dalam beragama tidak ada paksaan. Ayat ini bukan dalam pengertian larangan memeksa orang kafir untuk masuk Islam. Sebaliknya, seorang yang kafir sedapat mungkin kita ajak ia untuk masuk dalam agama Islam, karena hanya dengan demikian ia menjadi selamat di akhirat kelak. Adapun ayat di atas menurut salah satu penafsirannya sudah dihapus (mansukhah) oleh ayat as-saif. Yaitu ayat yang berisi perintah untuk memerangi orang-orang kafir. Sementara menurut penafsiran lainnya bahwa ayat di atas hanya berlaku bagi kafir dzimmyy saja. Bahwa manusia terbagi kepada dua golongan, sebagian ada yang mukmin dan sebagian lainnya ada yang kafir, adalah dengan kehendak Allah. Artinya, bahwa Allah telah berkehandak untuk memenuhi neraka dengan mereka yang kafir, baik dari kalangan jin maupun manusia. Namun demikian Allah tidak memerintahkan kepada kekufuran, dan Allah tidak meridlai kekufuran tersebut. *Karena itu dalam agama Allah tidak ada istilah pluralisme beragama sebagai suatu ajaran dan ajakan. Demikian pula tidak ada istilah sinkretisme; atau faham yang menggabungkan “kebenaran” yang terdapat dalam beberapa agama atau semua agama yang lalu menurutnya diformulasikan.* Seorang yang berkeyakinan bahwa ada agama yang hak selain agama Islam maka orang ini bukan seorang muslim, dan dia tidak mengetahui secara benar akan hakekat Islam. Selengkapnya ... >>> https://wp.me/padPhd-ju
〰♾🌼 *Hanya Islam Agama Yang Hak (Menyikapi Pluralisme Beragama Faham Liberal)* 🌼♾〰
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Allah menurunkan agama Islam untuk diikuti. Seandainya manusia bebas untuk berbuat kufur dan syirik, bebas untuk berkeyakinan apapun sesuai apa yang ia kehendaki, maka Allah tidak akan mengutus para nabi dan para rasul, serta tidak akan menurunkan kitab-kitab-Nya. Adapun maksud dari firman Allah:
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ (الكهف: 29)
Yang secara zhahir bermakna:
_“Barang siapa berkehandak maka berimanlah ia, dan barang siapa berkehandak maka kafirlah ia”_, QS. Al-Kahfi: 29
bukan untuk tujuan memberi kebebasan untuk memilih (at-takhyir) antara kufur dan iman. Tapi tujuan dari ayat ini adalah untuk ancaman (at-tahdid). Karena itu lanjutan dari ayat tersebut adalah bermakna:
_
“Dan Kami menyediakan neraka bagi orang-orang kafir”_.
Demikian pula yang maksud dengan firman Allah:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ (البقرة: 256)
Yang secara zhahir bermakna bahwa dalam beragama tidak ada paksaan. Ayat ini bukan dalam pengertian larangan memeksa orang kafir untuk masuk Islam. Sebaliknya, seorang yang kafir sedapat mungkin kita ajak ia untuk masuk dalam agama Islam, karena hanya dengan demikian ia menjadi selamat di akhirat kelak. Adapun ayat di atas menurut salah satu penafsirannya sudah dihapus (mansukhah) oleh ayat as-saif. Yaitu ayat yang berisi perintah untuk memerangi orang-orang kafir. Sementara menurut penafsiran lainnya bahwa ayat di atas hanya berlaku bagi kafir dzimmyy saja. Bahwa manusia terbagi kepada dua golongan, sebagian ada yang mukmin dan sebagian lainnya ada yang kafir, adalah dengan kehendak Allah. Artinya, bahwa Allah telah berkehandak untuk memenuhi neraka dengan mereka yang kafir, baik dari kalangan jin maupun manusia. Namun demikian Allah tidak memerintahkan kepada kekufuran, dan Allah tidak meridlai kekufuran tersebut. *Karena itu dalam agama Allah tidak ada istilah pluralisme beragama sebagai suatu ajaran dan ajakan. Demikian pula tidak ada istilah sinkretisme; atau faham yang menggabungkan “kebenaran” yang terdapat dalam beberapa agama atau semua agama yang lalu menurutnya diformulasikan.* Seorang yang berkeyakinan bahwa ada agama yang hak selain agama Islam maka orang ini bukan seorang muslim, dan dia tidak mengetahui secara benar akan hakekat Islam. Selengkapnya ... >>> https://wp.me/padPhd-ju
〰♾🌼 *Hanya Islam Agama Yang Hak (Menyikapi Pluralisme Beragama Faham Liberal)* 🌼♾〰
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
〰♾🌼 *URGENSI ILMU KALAM AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH* 🌼♾〰
Sesungguhnya ilmu mengenal Allah dan mengenal sifat-sifat-Nya adalah ilmu paling agung dan paling utama, serta paling wajib untuk didahulukan mempelajarinya atas seluruh ilmu lainnya, karena pengetahuan terhadap ilmu ini merupakan pondasi bagi keselamatan dan kebahagiaan hakiki, yang oleh karena itu ilmu Tauhid ini dikenal juga dengan nama Ilmu Ushul (pondasi agama). Dalam sebuah hadits Rasulullah menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang yang telah mencapai puncak tertinggi dalam ilmu ini, beliau bersabda:
أنَا أعْلَمُكُمْ بِاللهِ وَأخْشَاكُمْ لَهُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيّ)
_“Aku adalah orang yang paling mengenal Allah di antara kalian, dan aku adalah orang yang paling takut di antara kalian bagi-Nya”_. (HR. al-Bukhari).
Dengan dasar hadits ini maka Ilmu Tauhid sudah seharusnya didahulukan untuk dipelajari dibanding ilmu-ilmu lainnya. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ (محمد: 19)
_“Maka ketahuilah (wahai Muhammad) bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan mintalah ampun bagi dosamu juga bagi seluruh orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan”_. (QS. Muhammad: 19).
Dalam ayat ini Allah mendahulukan perintah mengenal tauhid di atas perintah istighfâr. Hal ini dikarenakan bahwa mengenal Ilmu Tauhid terkait dengan Ilmu Ushul yang merupakan dasar atau pokok-pokok agama, yang karenanya harus didahulukan, sementara mengucapkan istighfâr terkait dengan Ilmu Furu’ atau cabang-cabang agama. Tentunya tidak dibenarkan bagi siapapun untuk melakukan istighfâr atau melakukan kesalehan lainnya dari amalan-amalan furû’ jika ia tidak mengetahui Ilmu Tauhid atau Ilmu Ushul, karena bila demikian maka berarti ia melakukan kesalehan dan beribadah kepada Tuhan-nya yang ia sendiri tidak mengenal siapa Tuhan-nya tersebut. Oleh karena itu dalam banyak ayat al-Qur’an Allah telah memerintahkan manusia untuk mempergunakan akalnya dalam melihat keagungan penciptaan-Nya hingga dapat mengenal tanda-tanda kekuasaan dan sifat-sifat-Nya. Seperti dalam firman-Nya:
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ (الأعراف: 185)
_“Tidakkah mereka melihat pada kerajaan langit-langit dan bumi?!”_ (QS. al-A’raf: 185).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
سَنُرِيهِمْ آَيَاتِنَا فِي الْآَفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ (فصلت: 53)
_“Akan Kami perlihatkan kepada mereka akan tanda-tanda kekuasaan Kami di segala upuk juga tanda-tanda kekuasaan Kami pada diri mereka hingga menjadi jelas bahwa Dia Allah adalah al-Haq”_. (QS. Fushilat: 53).
*(Masalah):*
Jika timbul pernyataan; tidak terdapat hadits yang memberitakan bahwa Rasulullah telah mengajarkan Ilmu Kalam kepada para sahabatnya. Demikian juga tidak ada berita yang menyebutkan bahwa di antara para sahabat Nabi ada yang menggeluti ilmu ini, atau mengajarkannya kepada orang lain di bawah mereka. Bukankah ilmu ini baru muncul setelah habis periode sahabat?! Seandainya ilmu ini sangat penting maka tentu akan banyak digeluti oleh para sahabat dan para tabi’in, juga oleh para ulama sesudah mereka?!
*(Jawab):*
Jika dimaksud dari pernyataan tersebut bahwa para sahabat nabi adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya, tidak mengenal makna tauhid, tidak mengenal kesucian Allah dari menyerupai makhluk-Nya, tidak mengenal Rasul-Nya, tidak mengenal kebenaran mukjizat-mukjizatnya dengan dalil-dalil akal; artinya bahwa keimanan para sahabat tersebut hanya ikut-ikutan saja (Taqlîd) maka jelas pendapat ini adalah pendapat yang rusak dan batil. Dalam al-Qur’an sendiri Allah telah mencela orang-orang yang dalam keyakinannya hanya ikut-ikutan belaka terhadap orang-orang tua mereka dalam menyembah berhala, Allah berfirman:
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (الزخرف: 23)
_“Sesungguhnya kami mendapati orang-orang tua kami di atas suatu ajaran, dan sesungguhnya kami di atas peninggalan-peninggalan mereka adalah orang-orang yang
Sesungguhnya ilmu mengenal Allah dan mengenal sifat-sifat-Nya adalah ilmu paling agung dan paling utama, serta paling wajib untuk didahulukan mempelajarinya atas seluruh ilmu lainnya, karena pengetahuan terhadap ilmu ini merupakan pondasi bagi keselamatan dan kebahagiaan hakiki, yang oleh karena itu ilmu Tauhid ini dikenal juga dengan nama Ilmu Ushul (pondasi agama). Dalam sebuah hadits Rasulullah menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang yang telah mencapai puncak tertinggi dalam ilmu ini, beliau bersabda:
أنَا أعْلَمُكُمْ بِاللهِ وَأخْشَاكُمْ لَهُ (رَوَاهُ الْبُخَارِيّ)
_“Aku adalah orang yang paling mengenal Allah di antara kalian, dan aku adalah orang yang paling takut di antara kalian bagi-Nya”_. (HR. al-Bukhari).
Dengan dasar hadits ini maka Ilmu Tauhid sudah seharusnya didahulukan untuk dipelajari dibanding ilmu-ilmu lainnya. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ (محمد: 19)
_“Maka ketahuilah (wahai Muhammad) bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan mintalah ampun bagi dosamu juga bagi seluruh orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan”_. (QS. Muhammad: 19).
Dalam ayat ini Allah mendahulukan perintah mengenal tauhid di atas perintah istighfâr. Hal ini dikarenakan bahwa mengenal Ilmu Tauhid terkait dengan Ilmu Ushul yang merupakan dasar atau pokok-pokok agama, yang karenanya harus didahulukan, sementara mengucapkan istighfâr terkait dengan Ilmu Furu’ atau cabang-cabang agama. Tentunya tidak dibenarkan bagi siapapun untuk melakukan istighfâr atau melakukan kesalehan lainnya dari amalan-amalan furû’ jika ia tidak mengetahui Ilmu Tauhid atau Ilmu Ushul, karena bila demikian maka berarti ia melakukan kesalehan dan beribadah kepada Tuhan-nya yang ia sendiri tidak mengenal siapa Tuhan-nya tersebut. Oleh karena itu dalam banyak ayat al-Qur’an Allah telah memerintahkan manusia untuk mempergunakan akalnya dalam melihat keagungan penciptaan-Nya hingga dapat mengenal tanda-tanda kekuasaan dan sifat-sifat-Nya. Seperti dalam firman-Nya:
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ (الأعراف: 185)
_“Tidakkah mereka melihat pada kerajaan langit-langit dan bumi?!”_ (QS. al-A’raf: 185).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
سَنُرِيهِمْ آَيَاتِنَا فِي الْآَفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ (فصلت: 53)
_“Akan Kami perlihatkan kepada mereka akan tanda-tanda kekuasaan Kami di segala upuk juga tanda-tanda kekuasaan Kami pada diri mereka hingga menjadi jelas bahwa Dia Allah adalah al-Haq”_. (QS. Fushilat: 53).
*(Masalah):*
Jika timbul pernyataan; tidak terdapat hadits yang memberitakan bahwa Rasulullah telah mengajarkan Ilmu Kalam kepada para sahabatnya. Demikian juga tidak ada berita yang menyebutkan bahwa di antara para sahabat Nabi ada yang menggeluti ilmu ini, atau mengajarkannya kepada orang lain di bawah mereka. Bukankah ilmu ini baru muncul setelah habis periode sahabat?! Seandainya ilmu ini sangat penting maka tentu akan banyak digeluti oleh para sahabat dan para tabi’in, juga oleh para ulama sesudah mereka?!
*(Jawab):*
Jika dimaksud dari pernyataan tersebut bahwa para sahabat nabi adalah orang-orang yang tidak mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya, tidak mengenal makna tauhid, tidak mengenal kesucian Allah dari menyerupai makhluk-Nya, tidak mengenal Rasul-Nya, tidak mengenal kebenaran mukjizat-mukjizatnya dengan dalil-dalil akal; artinya bahwa keimanan para sahabat tersebut hanya ikut-ikutan saja (Taqlîd) maka jelas pendapat ini adalah pendapat yang rusak dan batil. Dalam al-Qur’an sendiri Allah telah mencela orang-orang yang dalam keyakinannya hanya ikut-ikutan belaka terhadap orang-orang tua mereka dalam menyembah berhala, Allah berfirman:
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ (الزخرف: 23)
_“Sesungguhnya kami mendapati orang-orang tua kami di atas suatu ajaran, dan sesungguhnya kami di atas peninggalan-peninggalan mereka adalah orang-orang yang
mengikuti”_ (QS. az-Zukhruf: 23).
Dalam ayat ini terkandung cacian terhadap orang-orang kafir, bahwa mereka adalah orang-orang yang hanya ikut-ikutan terhadap para leluhur mereka dalam menyekutukan Allah. Mereka sedikitpun tidak memiliki argumen untuk menetapkan dasar keyakinan mereka. Dengan demikian, jika yang dimaksud pernyataan di atas bahwa para sahabat hanya ikut-ikutan belaka dalam keimanan mereka seperti orang-orang kafir ini maka jelas ini adalah pernyataan buruk yang tidak memiliki dasar.
Adapun jika dimaksud dari pertanyaan di atas bahwa para sahabat Rasulullah tersebut tidak pernah mengungkapkan istilah-istilah yang belakangan baru dikenal dalam Ilmu Kalam, seperti al-jawhar (benda), al-‘Aradl (sifat benda), al-Jâ-iz (perkara yang ada dan tidak adanya dapat diterima oleh akal), al-Muhâl (perkara yang mustahil adanya), al-Hûdûts (baharu), al-Qidam (tanpa permulaan) dan sebagainya; maka pendapat tersebut dapat diterima. Hanya saja kita bantah dengan perkara-perkara yang serupa dengan itu semua dalam semua disiplin ilmu, karena sesungguhnya tidak pernah dikenal di masa Rasulullah, juga di masa para sahabatnya, tentang istilah-istilah semacam al-Nâsikh dan al-Mansûkh, al-Mujmal dan al-Mutasyâbih, dan lain sebagainya yang biasa dipakai oleh para ulama tafsir. Demikian pula di masa Rasulullah tidak pernah dikenal istilah al-Qiyâs, al-Istihsân, al-Mu’âradlah, al-Munâqadlah, al-‘Illah, dan lain sebagainya yang biasa dipergunakan oleh para ahli fiqih. Juga tidak ada istilah al-Jarh dan at-Ta’dîl, al-Âhâd, al-Masyhûr, al-Mutawâtir, ash-Shahîh, al-Gharîb, dan lain sebagainya yang biasa digunakan oleh para ahli hadits. Apakah kemudian dengan alasan bahwa disiplin ilmu-ilmu tersebut tidak pernah ada di masa Rasulullah dan para sahabatnya lalu itu semua harus kita ditolak?!
*(Masalah):*
Jika seseorang berkata: Abdullah ibn Abbas telah berkata: “Berpikirlah kalian tentang makhluk, dan janganlah kalian berpikir tentang al-Khâliq (Allah)”, bukankah ini artinya berpikir tentang Allah adalah sesuatu yang dilarang?!
*(Jawab):*
Yang dilarang dalam hal ini adalah berpikir tentang Allah, sementara itu kita diperintahkan untuk berpikir tentang makhluk-Nya. Ini artinya bahwa kita diperintahkan untuk berpikir tentang tanda-tanda kekuasaan Allah baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi supaya itu semua dijadikan bukti bagi adanya Allah sebagai penciptanya, dan sebagai bukti bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-makhluk-Nya tersebut. Seorang yang tidak mengenal Allah; Tuhan yang ia sembahnya, bagaimana mungkin ia dapat mengamalkan atsar shahih dari sahabat Ibn Abbas di atas?!
Sesungguhnya objek bahasan Ilmu Tauhid ini adalah berpikir tentang makhluk untuk dijadikan bukti bagi adanya al-Khaliq (Pencipta). Dalam satu pendapat lain, definisi Ilmu Tauhid adalah disiplin ilmu yang membahahas tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta segala perbuatan-Nya, juga membahas tentang keadaan para makhluk; dari bangsa Malaikat, para Nabi Allah, para Wali Allah, para Imam, penciptaan makhluk, dan tentang kehidupan di akhirat kelak. Pembahasan hal ini semua didasarkan kepada argumen-argumen yang telah ditetapkan dalam Islam, bukan dibangun diatas dasar-dasar pemikiran filsafat. Karena dasar pemikiran kaun filosof dalam pembahasan mereka tentang Tuhan, para Malaikat dan masalah lainnya hanya bersandarkan kepada pemandangan logika semata. Mereka menjadikan akal sebagai pondasi bagi ajaran agama. Mereka tidak melakukan sinkronisasi antara logika dengan teks-teks yang dibawa oleh para Nabi. Sementara para ulama tauhid dalam membicarakan masalah keyakinan tidak semata mereka bersandar kepada akal. Namun akal diposisikan sebagai saksi dan bukti akan kebenaran apa yang datang dari Allah dan yang dibawa oleh para nabi tersebut. Dengan demikian para ulama tauhid ini menjadikan akal sebagi bukti, tidak menjadikannya sebagai pondasi bagi ajaran agama.
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kho
Dalam ayat ini terkandung cacian terhadap orang-orang kafir, bahwa mereka adalah orang-orang yang hanya ikut-ikutan terhadap para leluhur mereka dalam menyekutukan Allah. Mereka sedikitpun tidak memiliki argumen untuk menetapkan dasar keyakinan mereka. Dengan demikian, jika yang dimaksud pernyataan di atas bahwa para sahabat hanya ikut-ikutan belaka dalam keimanan mereka seperti orang-orang kafir ini maka jelas ini adalah pernyataan buruk yang tidak memiliki dasar.
Adapun jika dimaksud dari pertanyaan di atas bahwa para sahabat Rasulullah tersebut tidak pernah mengungkapkan istilah-istilah yang belakangan baru dikenal dalam Ilmu Kalam, seperti al-jawhar (benda), al-‘Aradl (sifat benda), al-Jâ-iz (perkara yang ada dan tidak adanya dapat diterima oleh akal), al-Muhâl (perkara yang mustahil adanya), al-Hûdûts (baharu), al-Qidam (tanpa permulaan) dan sebagainya; maka pendapat tersebut dapat diterima. Hanya saja kita bantah dengan perkara-perkara yang serupa dengan itu semua dalam semua disiplin ilmu, karena sesungguhnya tidak pernah dikenal di masa Rasulullah, juga di masa para sahabatnya, tentang istilah-istilah semacam al-Nâsikh dan al-Mansûkh, al-Mujmal dan al-Mutasyâbih, dan lain sebagainya yang biasa dipakai oleh para ulama tafsir. Demikian pula di masa Rasulullah tidak pernah dikenal istilah al-Qiyâs, al-Istihsân, al-Mu’âradlah, al-Munâqadlah, al-‘Illah, dan lain sebagainya yang biasa dipergunakan oleh para ahli fiqih. Juga tidak ada istilah al-Jarh dan at-Ta’dîl, al-Âhâd, al-Masyhûr, al-Mutawâtir, ash-Shahîh, al-Gharîb, dan lain sebagainya yang biasa digunakan oleh para ahli hadits. Apakah kemudian dengan alasan bahwa disiplin ilmu-ilmu tersebut tidak pernah ada di masa Rasulullah dan para sahabatnya lalu itu semua harus kita ditolak?!
*(Masalah):*
Jika seseorang berkata: Abdullah ibn Abbas telah berkata: “Berpikirlah kalian tentang makhluk, dan janganlah kalian berpikir tentang al-Khâliq (Allah)”, bukankah ini artinya berpikir tentang Allah adalah sesuatu yang dilarang?!
*(Jawab):*
Yang dilarang dalam hal ini adalah berpikir tentang Allah, sementara itu kita diperintahkan untuk berpikir tentang makhluk-Nya. Ini artinya bahwa kita diperintahkan untuk berpikir tentang tanda-tanda kekuasaan Allah baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi supaya itu semua dijadikan bukti bagi adanya Allah sebagai penciptanya, dan sebagai bukti bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-makhluk-Nya tersebut. Seorang yang tidak mengenal Allah; Tuhan yang ia sembahnya, bagaimana mungkin ia dapat mengamalkan atsar shahih dari sahabat Ibn Abbas di atas?!
Sesungguhnya objek bahasan Ilmu Tauhid ini adalah berpikir tentang makhluk untuk dijadikan bukti bagi adanya al-Khaliq (Pencipta). Dalam satu pendapat lain, definisi Ilmu Tauhid adalah disiplin ilmu yang membahahas tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya serta segala perbuatan-Nya, juga membahas tentang keadaan para makhluk; dari bangsa Malaikat, para Nabi Allah, para Wali Allah, para Imam, penciptaan makhluk, dan tentang kehidupan di akhirat kelak. Pembahasan hal ini semua didasarkan kepada argumen-argumen yang telah ditetapkan dalam Islam, bukan dibangun diatas dasar-dasar pemikiran filsafat. Karena dasar pemikiran kaun filosof dalam pembahasan mereka tentang Tuhan, para Malaikat dan masalah lainnya hanya bersandarkan kepada pemandangan logika semata. Mereka menjadikan akal sebagai pondasi bagi ajaran agama. Mereka tidak melakukan sinkronisasi antara logika dengan teks-teks yang dibawa oleh para Nabi. Sementara para ulama tauhid dalam membicarakan masalah keyakinan tidak semata mereka bersandar kepada akal. Namun akal diposisikan sebagai saksi dan bukti akan kebenaran apa yang datang dari Allah dan yang dibawa oleh para nabi tersebut. Dengan demikian para ulama tauhid ini menjadikan akal sebagi bukti, tidak menjadikannya sebagai pondasi bagi ajaran agama.
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kho
lilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
*Update 3 Mai 2019 Pertemuan XII*
〰♾🌼 *VIDEO TA'LIM KITAB ASH-SHIRAATH AL-MUSTAQIIM KARYA SYAIKH ABDULLAH AL-HARARI; PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
⏪⏮️▶️⏭️⏩⏹️
🎥 *Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
🎥 *Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
🎥 *Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
🎥 *Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
🎥 *Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
🎥 *Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
🎥 *Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
🎥 *Pertemuan VIII : https://youtu.be/wXfBin-BKis*
🎥 *Pertemuan IX : https://youtu.be/HDpgZbACgG4*
🎥 *Pertemuan X : https://youtu.be/fJjtCYe1Uxs*
🎥 *Pertemuan XI : https://youtu.be/Ot3CLbfQFXc*
🎥 *Pertemuan XII : https://youtu.be/2m8qTfAoMsw*
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Dr. H. Kholilurrohman, MA
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
〰♾🌼 *VIDEO TA'LIM KITAB ASH-SHIRAATH AL-MUSTAQIIM KARYA SYAIKH ABDULLAH AL-HARARI; PENJELASAN AYAT MUTASYABIHAT; BANTAHAN TERHADAP KELOMPOK ANTI TA'WIL* 🌼♾〰
Sangat Penting disimak kajian berikut, semoga bermanfaat!
⏪⏮️▶️⏭️⏩⏹️
🎥 *Pertemuan I : https://youtu.be/O9L8d28kFGc*
🎥 *Pertemuan II : https://youtu.be/gHAn2A9WUn8*
🎥 *Pertemuan III : https://youtu.be/vxzoa8WffY0*
🎥 *Pertemuan IV : https://youtu.be/xkPnTRo-wyc*
🎥 *Pertemuan V : https://youtu.be/7dTdABhv1v8*
🎥 *Pertemuan VI : https://youtu.be/y2B6uF6x2DU*
🎥 *Pertemuan VII : https://youtu.be/k440RrjfXaE*
🎥 *Pertemuan VIII : https://youtu.be/wXfBin-BKis*
🎥 *Pertemuan IX : https://youtu.be/HDpgZbACgG4*
🎥 *Pertemuan X : https://youtu.be/fJjtCYe1Uxs*
🎥 *Pertemuan XI : https://youtu.be/Ot3CLbfQFXc*
🎥 *Pertemuan XII : https://youtu.be/2m8qTfAoMsw*
Kajian Tauhid Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah
Bersama Ustadz Dr. H. Kholilurrohman, MA
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim
Karya Syeikh 'Abdullah Al-Harari
Masjid Lathifussalam - RS. Bhakti Asih
Karang Tengah - Tangerang
Setiap Jum'at dan Minggu Ba'da Shalat Maghrib
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/aboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Dr. H. Kholilurrohman, MA
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
〰♾🌼 *Hikmah Shiyam Dan Qiyam Di Bulan Suci Ramadlan* 🌼♾〰
_Al-Hamdulillah,_
_Wa ash-Shalat Wa as-Salam ‘Ala Rasulullillah,_
Di antara hikmah disyari’atkannya berpuasa dan memperbanyak shalat di bulan suci Ramadlan adalah sebagai berikut:
1. Menundukan hawa nafsu, karena sifat dasarnya hawa nafsu hanya mengajak kepada kesenangan-kesenangan sesaat yang berujung kepada keburukan. Bahkan hawa nafsu selalu berusaha untuk mengalahkan dan menundukan manusia itu sendiri. Allah berfirman:
إن النفس لأمارة بالسوء (يوسف: 53)
Namun apa bila segala keinginan nafsu tersebut dilawan maka ia akan menjadi lunak dan tunduk serta dapat dikendalikan. Namun sebaliknya jika keinginan nafsu dipelihara dan diikuti maka ia akan bertambah buas dan menjadi-jadi.
Al-Imam al-Hafizh al-Bushiridalam nazham Burdah menuliskan:
والنفس كالطفل إن تهمله شب على حب الرضاع وإن تفطمه ينفطم
(Nafsu adalah laksana bayi, jika engkau tidak mempedulikannya maka ia ia akan tumbuh dewasa dan tetap senang untuk menetek. Namun jika engkau menyapihnya maka bayi tersebut akan terpisah tidak akan menetek).
Hawa nafsu sangat banyak, namun yang kita maksud disini adalah segala kesenangan yang hanya berorientasi kepada keduniaan dengan sama sekali tidak memiliki tujuan akhirat. Seperti nafsu terhadap harta, wanita, kehormatan, pakaian indah, makan, minum, dan lain sebagainya.
Diriwayatkan ketika Rasulullah dan parasahabatnya pulang dari perang Tabuk, beberapa orang sahabat berkata: “Kita kembali dari al-Jihad al-Akbar kepada al-Jihad al-Ashgar”. Kemudian Rasulullah berkata kepada mereka:
أعدى عدوك نفسك التي بين جنبيك
(Musuh besarmu adalah nafsumu yang berada di dalam dirimu)
2. Menundukan dua syahwat, syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta untuk menundukan godaan setan. Dua syahwat ini jika tidak dikontrol maka akan mengakibatkan petaka besar. Dan musibah yang paling besarnya adalah tidak lagi mempedulikan ketentuan-ketentuan syari’at. Ia tidak akan peduli dan tidak memiliki rasa malu terhadap siapapun yang ada di sekitarnya, bahkan terhadap dirinya, dan bahkan terhadap Allah yang telah menciptakannya.
Dalam sebuah hadirs diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
لو لا أن الشياطين يحومون على قلوب بني ءادم لنظروا إلى ملكوت السماء فالصوم يعين على كسر الشهوات
(Kalaulah bukan karena para setan menggoda hati bangsa manusia maka tentulah bangsa manusia tersebut akan dapat melihat segala keagungan ciptaan Allah di arah langit, maka sesungguhnya puasa dapat membantu untuk memecahkan segala syahwat).
Yang dimaksud memecahkan syahwat di sini bukan meniadakan atau menghilangkannya. Namun yang dimaksud adalah mengontrol, mengendalikan dan memenej syahwat tersebut dan “mengasuhnya” sesuai dengan ketentuan syari’at.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
إن الشيطان ليجري من ابن ءادم مجرى الدم فضيقوا مجاريه بالجوع
(Sesungguhnya setan menggoda manusia dari berbagai arah bahkan ia menggoda dari setiap peredaran darahnya, maka persempitlah jalan-jalan setan tersebut dengan lapar (puasa).
3. Puasa mendidik seseorang untuk bersikap amanah terhadap dirinya sendiri. Dalam keadaan puasa seseorang meninggalkan makan dan minum dengan sendirinya, dan dalam keadaan ini ia dituntuk untuk jujur terhadap dirinya. Apakah ia berpuasa karena Allah atau karena ingin dipuji orang lain? Hal yang sangat istimewa dari ibadah puasa adalah bahwa ibadah ini tidak dapat dijadikan sarana untuk berbohong. Jika ia berbohong dengan puasanya, seperti karena untuk tujuan dipuji orang lain maka ia telah merugi karena menahan haus dan lapar. Namun jika berniat semata karena Allah maka tentu ia akan meraih pahala besar. Inilah salah satu kandungan makna dari firman Allah dalam hadits Qudsi:
فإنه لي وأنا أجزي به (رواه البخاري)
(Puasa adalah milik-Ku, dan Akusendiri yang akan membalas ibadah puasa itu).
4. Puasa dapat menyehatkan badan. Seperti yang kita ketahui bahwa sebuah alat produksi, bagaimanapun bentuknya, sebuah mesin misalkan atau lainnya, tidak dapatdipergunakan tanpa batas waktu. Dan bila digunakan terus-menerus tanpa hentimaka akan “jebol”, atau paling tidak
_Al-Hamdulillah,_
_Wa ash-Shalat Wa as-Salam ‘Ala Rasulullillah,_
Di antara hikmah disyari’atkannya berpuasa dan memperbanyak shalat di bulan suci Ramadlan adalah sebagai berikut:
1. Menundukan hawa nafsu, karena sifat dasarnya hawa nafsu hanya mengajak kepada kesenangan-kesenangan sesaat yang berujung kepada keburukan. Bahkan hawa nafsu selalu berusaha untuk mengalahkan dan menundukan manusia itu sendiri. Allah berfirman:
إن النفس لأمارة بالسوء (يوسف: 53)
Namun apa bila segala keinginan nafsu tersebut dilawan maka ia akan menjadi lunak dan tunduk serta dapat dikendalikan. Namun sebaliknya jika keinginan nafsu dipelihara dan diikuti maka ia akan bertambah buas dan menjadi-jadi.
Al-Imam al-Hafizh al-Bushiridalam nazham Burdah menuliskan:
والنفس كالطفل إن تهمله شب على حب الرضاع وإن تفطمه ينفطم
(Nafsu adalah laksana bayi, jika engkau tidak mempedulikannya maka ia ia akan tumbuh dewasa dan tetap senang untuk menetek. Namun jika engkau menyapihnya maka bayi tersebut akan terpisah tidak akan menetek).
Hawa nafsu sangat banyak, namun yang kita maksud disini adalah segala kesenangan yang hanya berorientasi kepada keduniaan dengan sama sekali tidak memiliki tujuan akhirat. Seperti nafsu terhadap harta, wanita, kehormatan, pakaian indah, makan, minum, dan lain sebagainya.
Diriwayatkan ketika Rasulullah dan parasahabatnya pulang dari perang Tabuk, beberapa orang sahabat berkata: “Kita kembali dari al-Jihad al-Akbar kepada al-Jihad al-Ashgar”. Kemudian Rasulullah berkata kepada mereka:
أعدى عدوك نفسك التي بين جنبيك
(Musuh besarmu adalah nafsumu yang berada di dalam dirimu)
2. Menundukan dua syahwat, syahwat perut dan syahwat kemaluan, serta untuk menundukan godaan setan. Dua syahwat ini jika tidak dikontrol maka akan mengakibatkan petaka besar. Dan musibah yang paling besarnya adalah tidak lagi mempedulikan ketentuan-ketentuan syari’at. Ia tidak akan peduli dan tidak memiliki rasa malu terhadap siapapun yang ada di sekitarnya, bahkan terhadap dirinya, dan bahkan terhadap Allah yang telah menciptakannya.
Dalam sebuah hadirs diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
لو لا أن الشياطين يحومون على قلوب بني ءادم لنظروا إلى ملكوت السماء فالصوم يعين على كسر الشهوات
(Kalaulah bukan karena para setan menggoda hati bangsa manusia maka tentulah bangsa manusia tersebut akan dapat melihat segala keagungan ciptaan Allah di arah langit, maka sesungguhnya puasa dapat membantu untuk memecahkan segala syahwat).
Yang dimaksud memecahkan syahwat di sini bukan meniadakan atau menghilangkannya. Namun yang dimaksud adalah mengontrol, mengendalikan dan memenej syahwat tersebut dan “mengasuhnya” sesuai dengan ketentuan syari’at.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
إن الشيطان ليجري من ابن ءادم مجرى الدم فضيقوا مجاريه بالجوع
(Sesungguhnya setan menggoda manusia dari berbagai arah bahkan ia menggoda dari setiap peredaran darahnya, maka persempitlah jalan-jalan setan tersebut dengan lapar (puasa).
3. Puasa mendidik seseorang untuk bersikap amanah terhadap dirinya sendiri. Dalam keadaan puasa seseorang meninggalkan makan dan minum dengan sendirinya, dan dalam keadaan ini ia dituntuk untuk jujur terhadap dirinya. Apakah ia berpuasa karena Allah atau karena ingin dipuji orang lain? Hal yang sangat istimewa dari ibadah puasa adalah bahwa ibadah ini tidak dapat dijadikan sarana untuk berbohong. Jika ia berbohong dengan puasanya, seperti karena untuk tujuan dipuji orang lain maka ia telah merugi karena menahan haus dan lapar. Namun jika berniat semata karena Allah maka tentu ia akan meraih pahala besar. Inilah salah satu kandungan makna dari firman Allah dalam hadits Qudsi:
فإنه لي وأنا أجزي به (رواه البخاري)
(Puasa adalah milik-Ku, dan Akusendiri yang akan membalas ibadah puasa itu).
4. Puasa dapat menyehatkan badan. Seperti yang kita ketahui bahwa sebuah alat produksi, bagaimanapun bentuknya, sebuah mesin misalkan atau lainnya, tidak dapatdipergunakan tanpa batas waktu. Dan bila digunakan terus-menerus tanpa hentimaka akan “jebol”, atau paling tidak
produktifitasnya akan jauh menurun. Demikian juga dengan perut, ia membutuhkan “istirahat” yang cukup, dan puasa adalah sarananya.
Sesungguhnya berbagai macam penyakit itu bersumber dari perut. Para ulama terdahulu mengatakan:
المعدة بيت الداء والحمية رأس الدواء
(Perut itu adalah gudang penyakit, dan berpantang itu adalah pangkal segala obat).
Karena itu sangat buruk seorang yang menghabiskan sebagian besar waktunya hanya dalam memikirkan “isi perut”. Padahal “isi perut”adalah “sampah”. Seyogyanya tujuan dan faedah yang hendak kita ambil dari makanan dan minuman adalah untuk sekedar menghasilkan tenaga untuk kita gunakan dalam ibadah kepada Allah. Benar, makan banyak tidak haram (halal) jika makanan tersebut sesuatu yang halal dan dihasilkan dengan jalan yang halal pula. Namun menyedikitkan makan lebih baik, karena disamping dapat menyehatkan badan, juga lebih membantu kita untuk meningkatkan kualitas ibadah.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
بحسب المرء لقيمات يقمن صلبه، فإن كان ولا بد فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه
(Cukup bagi seseorang untuk makan dengan beberapa suap dengan seukuran yang dapat meluruskan tulang rusuknya, namun jika ia sangat ingin maka jadikanlah perutnya tiga bagian; sepertiga pertama untuk makanannya, sepertiga kedua untuk minumannya, dan sepertiga terakhir untuk nafasnya).
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا فلم نشبع
(Kita adalah kaum yang tidak makan hingga kita lapar, dan apa bila kita makan maka kita tidak akan sampai kenyang).
Para ulama kita dalam banyak karya mereka telah menuliskan berbagai keistimewaan menahan lapar (fadlilah al-Ju’). Bahkan sebagian para wali Allah dengan sengaja menjadikan diri mereka meresakan lapar. Artinya lapar yang tidak membahayakan.
5. Mendidik jiwa terhadap sifat sabar. Dalam tinjauan syari’at, sabar setidaknya terbagi kepada tiga macam. Sabar dalam melaksanakan ta’at kepada Allah (ash-Shabr ‘Ala ath-Tha’ah), sabar dalam menghindari segala perkara haram (ash-Shabr ‘Ala al-Ma’shiyah), dan sabar dalam menghadapi musibah (ash-Shabr ‘Ala al-Mushibah).
Tiga macam bentuk sabar ini seluruhnya terkumpul dalam ibadah puasa. Seorang yang puasa, pertama; sabar karena tengah mengerjakan ketaatan kepada Allah, kedua; sabar dalam menghindari segala perkara-perkara yang dapat membatalkan atau menggurkan pahala puasa, dan ketiga; sabar atas rasa haus dan lapar yang tengah ia hadapinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه النسائي)
(Barang siapa puasa di bulan Ramadlan karena “iman” dan karena “ihtisab” maka diampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu).
Imam al-Khaththabi berkata: “Makna “Imanan Wa Ihtisaban” ialah niat dan tekad yang kuat di dalam hati dalam melakukan puasa bahwa itu ia lakukan hanya karena Allah, untuk tujuan mendapatkan pahaladari-Nya, hati yang gembira, bukan karena terpaksa, tidak merasa bahwa waktu-waktu puasa tersebut sangat panjang namun sebaliknya ia menghabiskan seluruh waktunya dalam usaha meraih pahala dari Allah”.
Di sinilah bahwa ibadah puasa menuntut kesabaran dengan segala macam bentuk sabar dari yang telah kita sebutkan diatas.
6. Memupuk rasa cinta dan saling menyayangi antara sesama, terlebih terhadap kaum yang lemah. Shadaqah, memberi makan fakir miskin, menyantuni anak yatim, orang-orang tua jompo, janda-janda lemah, atau menolong kepada sesama adalah salah satu bentuk “ibadah sosial” (‘Ibadah Ghair Mahdlah) yang harus digalakan dibulan yang mulia ini. Benar, bahwa menolong orang-orang lemah tidak harus terikat oleh tempat dan waktu. Artinya tidak harus kita lakukan di dalam bulan Ramadlan, namun juga harus dikerjakan di luar bulan tersebut.
Ketika seseorang melakukan ibadah puasa maka ia akan merasakan kondisi yang telah lama dihadapi orang-orang lemah. Dengan demikian akan timbul pada dirinya rasa kasih sayang terhadap mereka. Sifat peduli terhadap kaum lemah inilah di antara tujuan-tujuan yang dititipkan dalam keagungan bulan ramdlan. Dan sifat-sifat ini pula yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam kepr
Sesungguhnya berbagai macam penyakit itu bersumber dari perut. Para ulama terdahulu mengatakan:
المعدة بيت الداء والحمية رأس الدواء
(Perut itu adalah gudang penyakit, dan berpantang itu adalah pangkal segala obat).
Karena itu sangat buruk seorang yang menghabiskan sebagian besar waktunya hanya dalam memikirkan “isi perut”. Padahal “isi perut”adalah “sampah”. Seyogyanya tujuan dan faedah yang hendak kita ambil dari makanan dan minuman adalah untuk sekedar menghasilkan tenaga untuk kita gunakan dalam ibadah kepada Allah. Benar, makan banyak tidak haram (halal) jika makanan tersebut sesuatu yang halal dan dihasilkan dengan jalan yang halal pula. Namun menyedikitkan makan lebih baik, karena disamping dapat menyehatkan badan, juga lebih membantu kita untuk meningkatkan kualitas ibadah.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
بحسب المرء لقيمات يقمن صلبه، فإن كان ولا بد فثلث لطعامه وثلث لشرابه وثلث لنفسه
(Cukup bagi seseorang untuk makan dengan beberapa suap dengan seukuran yang dapat meluruskan tulang rusuknya, namun jika ia sangat ingin maka jadikanlah perutnya tiga bagian; sepertiga pertama untuk makanannya, sepertiga kedua untuk minumannya, dan sepertiga terakhir untuk nafasnya).
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا فلم نشبع
(Kita adalah kaum yang tidak makan hingga kita lapar, dan apa bila kita makan maka kita tidak akan sampai kenyang).
Para ulama kita dalam banyak karya mereka telah menuliskan berbagai keistimewaan menahan lapar (fadlilah al-Ju’). Bahkan sebagian para wali Allah dengan sengaja menjadikan diri mereka meresakan lapar. Artinya lapar yang tidak membahayakan.
5. Mendidik jiwa terhadap sifat sabar. Dalam tinjauan syari’at, sabar setidaknya terbagi kepada tiga macam. Sabar dalam melaksanakan ta’at kepada Allah (ash-Shabr ‘Ala ath-Tha’ah), sabar dalam menghindari segala perkara haram (ash-Shabr ‘Ala al-Ma’shiyah), dan sabar dalam menghadapi musibah (ash-Shabr ‘Ala al-Mushibah).
Tiga macam bentuk sabar ini seluruhnya terkumpul dalam ibadah puasa. Seorang yang puasa, pertama; sabar karena tengah mengerjakan ketaatan kepada Allah, kedua; sabar dalam menghindari segala perkara-perkara yang dapat membatalkan atau menggurkan pahala puasa, dan ketiga; sabar atas rasa haus dan lapar yang tengah ia hadapinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه النسائي)
(Barang siapa puasa di bulan Ramadlan karena “iman” dan karena “ihtisab” maka diampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu).
Imam al-Khaththabi berkata: “Makna “Imanan Wa Ihtisaban” ialah niat dan tekad yang kuat di dalam hati dalam melakukan puasa bahwa itu ia lakukan hanya karena Allah, untuk tujuan mendapatkan pahaladari-Nya, hati yang gembira, bukan karena terpaksa, tidak merasa bahwa waktu-waktu puasa tersebut sangat panjang namun sebaliknya ia menghabiskan seluruh waktunya dalam usaha meraih pahala dari Allah”.
Di sinilah bahwa ibadah puasa menuntut kesabaran dengan segala macam bentuk sabar dari yang telah kita sebutkan diatas.
6. Memupuk rasa cinta dan saling menyayangi antara sesama, terlebih terhadap kaum yang lemah. Shadaqah, memberi makan fakir miskin, menyantuni anak yatim, orang-orang tua jompo, janda-janda lemah, atau menolong kepada sesama adalah salah satu bentuk “ibadah sosial” (‘Ibadah Ghair Mahdlah) yang harus digalakan dibulan yang mulia ini. Benar, bahwa menolong orang-orang lemah tidak harus terikat oleh tempat dan waktu. Artinya tidak harus kita lakukan di dalam bulan Ramadlan, namun juga harus dikerjakan di luar bulan tersebut.
Ketika seseorang melakukan ibadah puasa maka ia akan merasakan kondisi yang telah lama dihadapi orang-orang lemah. Dengan demikian akan timbul pada dirinya rasa kasih sayang terhadap mereka. Sifat peduli terhadap kaum lemah inilah di antara tujuan-tujuan yang dititipkan dalam keagungan bulan ramdlan. Dan sifat-sifat ini pula yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam kepr