UiTO Channel: Bicara CR
542 subscribers
415 photos
168 videos
137 files
1.25K links
Berkongsi apa yang ada dalam pemikiran dan apa yang dirasa dalam hati. Kita sama2 menuju kepadaNya. Dunia penuh tipu daya yg membelenggu manusia menyebab mereka lupa Allah.

Web rasmi www.uito.org
Channel rasmi @UiTO2017
CR @RektorUiTO
Download Telegram
lil tersebut untuk menunjukkan bahwa lafaz "Allah" merupakan isim jamid yang tak ber-musytaq, masih perlu dipertimbangkan.

Ar-Razi meriwayatkan dari sebagian ulama bahwa nama Allah SWT berasal dari bahasa Ibrani, bukan bahasa Arab. Kemudian Ar-Razi menilai pendapat ini lemah, dan memang menurutnya pantas dinilai lemah. Ar-Razi pada mulanya meriwayatkan pendapat ini, kemudian ia mengatakan perlu diketahui bahwa semua makhluk itu terbagi menjadi dua, yaitu orang-orang yang sampai ke tepi pantai lautan makrifat serta orang-orang yang tersesat di dalam kegelapan kebingungan dan sahara kebodohan, seakan-akan mereka dalam keadaan hilang akal dan rohnya. Orang-orang yang sampai kepada makrifat berarti telah sampai ke haribaan cahaya Allah dan kemahaluasan sifat Yang Maha Agung lagi Maha Terpuji. akhirnya mereka tenggelam ke dalam sifat As-shamad lebur ke dalam sifat Fard (esa). Maka terbuktilah bahwa setiap makhluk kebingungan untuk sampai kepada tingkat makrifat kepada-Nya.

Diriwayatkan dari Khalil ibnu Ahmad, dinamakan "Allah" karena semua makhluk mempertuhankan-Nya.

Menurut pendapat lain, lafaz "Allah" musytaq dari makna irtifa' (tinggi) orang-orang Arab mengatakan lahat terhadap sesuatu yang tinggi. Mereka mengatakan lahat -yakni telah meninggi- bila matahari terbit.

Menurut pendapat lainnya lagi, lafaz "Allah" berasal dari kata
#alihar rajulu#
, yakni "bila lelaki tersebut beribadah"; dikatakan ta-al-laha bila dia melakukan ibadah. Ibnu Abbas membacakan firman-Nya,
#wayazaraka wailahatuka#
, dengan kata lain bentuk asalnya adalah
#ilāhun#
, kemudian hamzah-nya dibuang yang merupakan fa kalimah; setelah dimasuki alif lam, maka bertemulah dua huruf lam, yaitu 'ain fi'l dan lam zaidah. Selanjutnya lam pertama di-idgam-kan kepada lam kedua, hingga keduanya secara lafzi menjadi satu lam yang di-tasydid-kan, kemudian di-tafkhim-kan karena tujuan mengagungkan, hingga jadilah Allah.

Keduanya merupakan isim yang berakar dari bentuk masdar Ar-Rahmān dengan maksud mubalagah; lafaz Ar-Rahmān lebih balig (kuat) daripada lafaz Ar-Rahīm. Di dalam ungkapan Ibnu Jarir terkandung pengertian yang menunjukkan adanya riwayat yang menyatakan kesepakatan ulama atas hal ini. Di dalam kitab tafsir sebagian ulama salaf terdapat keterangan yang menunjukkan kepada pengertian tersebut, seperti yang telah disebutkan di dalam asar mengenai kisah Nabi Isa. Disebutkan bahwa dia pernah mengatakan, "Ar-Rahmān artinya Yang Maha Pemurah di dunia dan di akhirat, sedangkan Ar-Rahīm artinya Yang Maha Penyayang di akhirat."

Sebagian di antara mereka (ulama) ada yang menduga bahwa lafaz ini tidak ber-musytaq; karena seandainya ber-musytaq, niscaya tidak dihubungkan dengan sebutan subyek yang dibelaskasihani, dan Allah telah berfirman:


*وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا*


#Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.#
(Al-Ahzab, [33:43])

Ibnul Anbari di dalam kitab Az-Zahir meriwayatkan dari Al-Mubarrad, bahwa ar-rahman adalah nama ibrani, bukan nama Arab. Dan Abu Ishaq Az-Zujaji di dalam kitab Ma'ani Al-Qur'an. bahwa Ahmad bin Yahya mengatakan, Ar-Rahīm adalah nama Arab, dan Ar-Rahmān nama Ibrani. Karena itu, di antara keduanya digabungkan. Abu Ishaq mengatakan, pendapat ini tidak disukai.

Al-Qurtubi mengatakan bahwa dalil yang menunjukkan bahwa lafaz Ar-Rahmān mempunyai asal kata yaitu sebuah hadis yang diketengahkan oleh Imam Turmuzi dan dinilai sahih olehnya melalui Abdur Rahman bin Auf RA yang menceritakan bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:


*قَالَ اللّٰهُ تَعَالٰى اَنَا۠ الرَّحْمٰنُ خَلَقْتُ الرَّحِمَ وَشَقَقْتُ لَهَا اسْمًا مِنَ اسْمِيْ فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهٗ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعْتُهٗ*


#Allah SWT berfirman, "Akulah Ar-Rahmān (Yang Maha Pemurah), Aku telah menciptakan rahim dan Aku belahkan salah satu nama-Ku buatnya. Maka barang siapa yang menghubungkannya, niscaya Aku berhubungan (dekat) dengannya; dan barang siapa yang memutuskannya, niscaya Aku putus (jauh) darinya.#


Al-Qurtubi mengatakan bahwa nas hadis ini mengandung isytiqaq (pengasalan kata), maka tidak ada maknanya untuk dipers
mam Sibawaih.

Menurut Al-Qurtubi, fatukhzuni memakai huruf kha artinya "menggodaku dengan seenaknya".

Al-Kisai dan Al-Farra mengatakan bahwa bentuk asalnya adalah ilahun. kemudian mereka membuang hamzah dan memasukkan alif lam, lalu mereka meng-idgam (memasuk)kan lam pertama kepada lam kedua hingga jadilah Allah, seperti yang terdapat di dalam bacaan Al-Hasan terhadap firman-Nya,
#lākinna huwallāhu rabbi,#
bentuk asalnya ialah
#lākin ana,#
yakni "tetapi Aku".

Al-Qurtubi mengatakan, selanjutnya dikatakan bahwa lafaz "Allah" berasal dari walaha yang artinya "bingung", karena al-walah artinya "hilangnya akal". Dikatakan rajulun walihun dan imra-atun walha atau mauluhah artinya "bilamana dia dikirim ke padang pasir". Allah SWT membingungkan mereka dalam memikirkan hakikat sifat-Nya. Berdasarkan pengertian ini berarti bentuk asalnya adalah wilahun, kemudian huruf wawu diganti dengan hamzah, sebagaimana dikatakan oleh mereka
#wisyahun#
menjadi
#isyahun#
, dan
#wisadah#
menjadi
#isadah#
.

Ar-Razi mengatakan, bentuk asalnya adalah
#alihtu ilafidan#
yang artinya "aku tinggal di tempat si Fulan" Dengan kata lain, akal manusia tidak akan tenang kecuali dengan berzikir mengingat-Nya. Roh tidak akan gembira kecuali dengan makrifat kepada-Nya, karena Dia-lah Yang Mahasempurna secara mutlak, bukan yang lain-Nya, Allah SWT telah berfirman;


*اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ*


#Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.#
(Ar-Ra'd, [13:28])

Ar-Razi mengatakan, menurut pendapat yang lain berasal dari
#laha yaiuhu#
yang artinya "bila terhalang". Menurut pendapat lainnya lagi berasal dari alihal fasilu, artinya "anak unta itu merindukan induk-nya". Makna yang dimaksud ialah bahwa semua hamba rindu dan gandrung kepada-Nya dengan ber-tadarru' (merendahkan diri) kepada-Nya dalam setiap keadaan. Menurut pendapat lain, lafaz "Allah" berasal dari
#alihar rajula ya-lahu#
; dikatakan demikian bila dia merasa terkejut terhadap suatu peristiwa yang menimpa dirinya, kemudian dilindungi. Yang melindungi semua makhluk dari segala marabahaya adalah Allah SWT, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:


*وَهُوَ يُجِيْرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ*


#sedang Dia melindungi. tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya.#
(Al-Mu'minun, [23:88])

Dia-lah Yang memberi nikmat, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


*وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ*


#Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allah-lah (datangnya).#
(An-Nahl, [16:53]),

Dia-lah yang memberi makan, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:


*وَهُوَ يُطْعِمُ وَلَا يُطْعَمُ*


#Dia memberi makan dan tidak diberi makan.#
(Al-An'am, [6:14]),

Dia-lah yang mengadakan segala sesuatu, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:


*قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ*


#Katakanlah, "Segala sesuatu dari sisi Allah."#
(An-Nisa, [4:78])

Ar-Razi sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa lafaz "Allah" adalah isim yang tidak ber-musytaq sama sekali, hal ini merupakan pendapat Imam Khalil dan Imam Sibawaih serta kebanyakan ulama Usul dan ulama Fiqih. Kemudian Ar-Razi mengemukakan dalil yang memperkuat pendapatnya itu dengan berbagai alasan, antara lain ialah "seandainya lafaz 'Allah' mempunyai isytiqaq, niscaya maknanya dimiliki pula oleh selain-Nya yang banyak jumlahnya". Alasan lainnya ialah bahwa semua nama disebut sebagai sifat untuk-Nya. misalnya dikatakan Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Raja, lagi Mahasuci. Hal ini menunjukkan bahwa lafaz "Allah" tidak ber-musytaq. Ar-Razi mengatakan mengenai firman-Nya yang mengatakan:


*الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ*


#Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji, yaitu Allah.#
(Ibrahim, [14:1])

Menurut qiraah yang membaca jar lafaz "Allah", hal ini dianggap termasuk ke dalam Bab "Ataf Bayan". Alasan lainnya ialah berdasarkan firman Allah SWT:


*هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّا*


#Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?#
(Maryam, [19:65])

Akan tetapi, berpegang kepada da