r orang-orang kafir ketakutan dengan melihat sebagian dari neraka tersebut.
*---[Langit Adalah Tempat Para Malaikat]---*
Riwayat yang disebutkan oleh al-Hafizhal-Iraqi dalam karyanya al-Amaliy tersebut redaksinya adalah:
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحِيْمُ ارْحَمُوا أهْلَ الأرْضِ يَرْحَمْكُمْ أَهْلُ السَّمَاءِ
Kemudian seandainya Allah bertempat di langit seperti yang diklaim oleh sebagian orang (yaitu kaum Musyabbihah) maka berati Allah berdesak-desakan dengan para Malaikat. Tentu ini mustahil. Karena ada hadits sahih menyebutkan:
مَا فِي السَّمواتِ مَوْضِعُ أَرْبَعِ أصَابِعَ، وَفِي لَفْظٍ "شِبْرٍ" إلاَّ وَفِيْهِ مَلَكٌ قَائِمٌ أوْ رَاكِعٌ أوْ سَاجِدٌ (رواه الترمذي)
[Maknanya]: “Di seluruh langit tidak ada tempat kosong seukuran empat jari, --dalam satu riwayat--; “seukuran sejenggkal”, kecuali padanya terdapat Malaikat yang sedang berdiri, sedang ruku’, atau sedang sujud” (HR. at-Tirmidzi)
Demikian pula dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-Khudriy, bahwa Rasulullah bersabda:
أَلاَ تَأْمَنُوْنِي وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ يَأْتِيْنِي خَبَرُ مَنْ فِي السَّمَاءِ صَبَاحَ مَسَاءَ (رواه البخاري)
[Maknanya]: “Tidakkah kalian mempercayaiku, padahal aku adalah kepercayaan yang ada di langit, datang kepadaku berita dari yang di langit, setiap pagi dan sore”. Yang dimaksud dengan “yang ada di langit” dalam hadits ini adalah para Malaikat. Dan bila maknanya hendak dimaksud “Allah” maka artinya adalah “yang Maha Tinggi derajat-Nya”.
*---[Makna Hadits Zaynab binti Jahsy]---*
Sedangkan hadits Zaynab binti Jahsy; salah seorang istri Rasulullah, bahwa ia berkata kepada istri-istri Nabi yang lain:
زَوَّجَكُنَّ أَهَالِيْكُنَّ وَزَوَّجَنِيَ اللهُ مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سَمَوَاتٍ
[Maknanya]: “Kalian telah dinikahkan oleh keluarga kalian, sedangkan pernikahanku terlaksana dengan tercatat secara khusus di al-Lauh al-Mahfuzh (yaitu tanpa wali dan tanpa dua orang saksi)”.
Makna hadits ini bahwa pernikahan Rasulullah dengan Zainab tercatat di al-Lauh al-Mahfuzh (bukan maknanya bahwa Allah bertempat di atas langit ke tujuh) yang catatan ini adalah catatan khusus (istimewa) bagi Zainab, bukan seperti catatan pada umumnya. Adapun catatan yang secara umum berlaku bagi setiap orang. Artinya, bahwa setiap pernikahan yang terjadi sampai akhir dunia; semuanya tercatat di al-Lauh al-Mahfuzh yang memang letaknya di atas tujuh langit.
Adapun hadits yang redaksinya menyebutkan:
وَالّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاّ كَانَ الَّذِيْ فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا
[Maknanya]: “Demi Dzat yang menguasi diriku, tidaklah seorang laki-laki mengajak istrinya bersetubuh kemudian ia menolak kecuali yang ada di langit marah kepadanya”; maka yang dimaksud “yang ada di langit” dalam hadits ini adalah “Malaikat”. Dengan dalil riwayat ke dua yang sahih dan lebih populer (masyhur) dibanding riwayat di atas, yaitu:
... لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
[Maknanya]: “...maka para Malaikat melaknatnya hingga ia (perempuan tersebut berada di waktu pagi” (HR. Ibnu Hibban dan lainnya).
*---[Beberapa Hadits Tidak Sahih Sehingga Tidak Boleh Dijadikan Dalil Dalam Aqidah]---*
Adapun hadits Abu Darda’ bahwa Rasulullah bersabda:
رَبُّنَا الَّذِيْ فِي السَّمَاءِ تَقَدَّسَ اسْمُكَ
maka hadits ini tidak sahih. Tetapi ia hadits dla’if. Sebagaimana dinilai demikian oleh al-HafizhIbnul Jawzi. Dan seandainya hadits ini sahih maka maknanya sama seperti yang sudah lewat dalam pembahasan hadits al-Jariyah.
Sedangkan hadits Jubair ibn Muth’im dari Rasulullah:
إنَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ فَوْقَ سَمَوَاتِهِ وَسَمَوَاتُهُ فَوْقَ أرَاضِيْهِ مِثْلُ الْقُبَّةِ
maka al-Bukhari tidak memasukan hadits ini dalam kitab Shahih-nya. Sehingga ini hadits ini tidak mengandung hujjah (dalil). Juga dalam sanad hadits ini terdapat seorang perawi dla’if yang tidak boleh dijadikan hujjah, sebagaimana telah disebutkan demikian oleh al-Hafizh Ibnul Jawzi dan lainnya.
Demikian juga apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Khalq Af’al al-‘Ibad, dari Ibnu Abbas b
*---[Langit Adalah Tempat Para Malaikat]---*
Riwayat yang disebutkan oleh al-Hafizhal-Iraqi dalam karyanya al-Amaliy tersebut redaksinya adalah:
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحِيْمُ ارْحَمُوا أهْلَ الأرْضِ يَرْحَمْكُمْ أَهْلُ السَّمَاءِ
Kemudian seandainya Allah bertempat di langit seperti yang diklaim oleh sebagian orang (yaitu kaum Musyabbihah) maka berati Allah berdesak-desakan dengan para Malaikat. Tentu ini mustahil. Karena ada hadits sahih menyebutkan:
مَا فِي السَّمواتِ مَوْضِعُ أَرْبَعِ أصَابِعَ، وَفِي لَفْظٍ "شِبْرٍ" إلاَّ وَفِيْهِ مَلَكٌ قَائِمٌ أوْ رَاكِعٌ أوْ سَاجِدٌ (رواه الترمذي)
[Maknanya]: “Di seluruh langit tidak ada tempat kosong seukuran empat jari, --dalam satu riwayat--; “seukuran sejenggkal”, kecuali padanya terdapat Malaikat yang sedang berdiri, sedang ruku’, atau sedang sujud” (HR. at-Tirmidzi)
Demikian pula dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-Khudriy, bahwa Rasulullah bersabda:
أَلاَ تَأْمَنُوْنِي وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ يَأْتِيْنِي خَبَرُ مَنْ فِي السَّمَاءِ صَبَاحَ مَسَاءَ (رواه البخاري)
[Maknanya]: “Tidakkah kalian mempercayaiku, padahal aku adalah kepercayaan yang ada di langit, datang kepadaku berita dari yang di langit, setiap pagi dan sore”. Yang dimaksud dengan “yang ada di langit” dalam hadits ini adalah para Malaikat. Dan bila maknanya hendak dimaksud “Allah” maka artinya adalah “yang Maha Tinggi derajat-Nya”.
*---[Makna Hadits Zaynab binti Jahsy]---*
Sedangkan hadits Zaynab binti Jahsy; salah seorang istri Rasulullah, bahwa ia berkata kepada istri-istri Nabi yang lain:
زَوَّجَكُنَّ أَهَالِيْكُنَّ وَزَوَّجَنِيَ اللهُ مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سَمَوَاتٍ
[Maknanya]: “Kalian telah dinikahkan oleh keluarga kalian, sedangkan pernikahanku terlaksana dengan tercatat secara khusus di al-Lauh al-Mahfuzh (yaitu tanpa wali dan tanpa dua orang saksi)”.
Makna hadits ini bahwa pernikahan Rasulullah dengan Zainab tercatat di al-Lauh al-Mahfuzh (bukan maknanya bahwa Allah bertempat di atas langit ke tujuh) yang catatan ini adalah catatan khusus (istimewa) bagi Zainab, bukan seperti catatan pada umumnya. Adapun catatan yang secara umum berlaku bagi setiap orang. Artinya, bahwa setiap pernikahan yang terjadi sampai akhir dunia; semuanya tercatat di al-Lauh al-Mahfuzh yang memang letaknya di atas tujuh langit.
Adapun hadits yang redaksinya menyebutkan:
وَالّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاّ كَانَ الَّذِيْ فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا
[Maknanya]: “Demi Dzat yang menguasi diriku, tidaklah seorang laki-laki mengajak istrinya bersetubuh kemudian ia menolak kecuali yang ada di langit marah kepadanya”; maka yang dimaksud “yang ada di langit” dalam hadits ini adalah “Malaikat”. Dengan dalil riwayat ke dua yang sahih dan lebih populer (masyhur) dibanding riwayat di atas, yaitu:
... لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
[Maknanya]: “...maka para Malaikat melaknatnya hingga ia (perempuan tersebut berada di waktu pagi” (HR. Ibnu Hibban dan lainnya).
*---[Beberapa Hadits Tidak Sahih Sehingga Tidak Boleh Dijadikan Dalil Dalam Aqidah]---*
Adapun hadits Abu Darda’ bahwa Rasulullah bersabda:
رَبُّنَا الَّذِيْ فِي السَّمَاءِ تَقَدَّسَ اسْمُكَ
maka hadits ini tidak sahih. Tetapi ia hadits dla’if. Sebagaimana dinilai demikian oleh al-HafizhIbnul Jawzi. Dan seandainya hadits ini sahih maka maknanya sama seperti yang sudah lewat dalam pembahasan hadits al-Jariyah.
Sedangkan hadits Jubair ibn Muth’im dari Rasulullah:
إنَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ فَوْقَ سَمَوَاتِهِ وَسَمَوَاتُهُ فَوْقَ أرَاضِيْهِ مِثْلُ الْقُبَّةِ
maka al-Bukhari tidak memasukan hadits ini dalam kitab Shahih-nya. Sehingga ini hadits ini tidak mengandung hujjah (dalil). Juga dalam sanad hadits ini terdapat seorang perawi dla’if yang tidak boleh dijadikan hujjah, sebagaimana telah disebutkan demikian oleh al-Hafizh Ibnul Jawzi dan lainnya.
Demikian juga apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Khalq Af’al al-‘Ibad, dari Ibnu Abbas b
ahwa beliau berkata:
لَمَّا كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى كَانَ نِدَاؤُهُ فِي السَّمَاءِ وَكَانَ اللهُ فِي السَّمَاءِ
ini juga tidak benar. Maka ia tidak dapat dijadikan hujjah.
Sedangkan perkataan yang disandarkan kepada Imam Malik, yaitu:
اللهُ فِي السَّمَاءِ وَعِلْمُهُ فِي كُلِّ مَكَانٍ لاَ يَخْلُو مِنْهُ شَيءٌ
maka ia juga tidak tsabit(tidak sahih) dari Malik. Abu Dawud tidak meriwayatkannya dengan sanadyang bersambung kepada Malik dengan sanad yang sahih. Abu Dawud menyebutkannya dalam kitab al-Masa-il, dan hanya sekedar meriwayatkan saja tidak berarti untuk menetapkan bahwa riwayat tersebut benar (tsabit).
_*Bersambung...*_
*KHOLIL ABU FATEH*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
*---Catatan Kaki---*
[1] Maksudnya tidak perlu mengeraskan suara secara berlebih-lebihan dalam berdoa.
[2] Hadits ini mengandung beberapa pelajaran penting. Di antaranya; kebolehan berdzikir dengan cara berjama’ah. Sebab datang hadits di atas adalah bahwa suatu waktu sekelompok sahabat Rasulullah dalam perjalanan, sampailah mereka di lembah Khaibar. Di tempat tersebut mereka secara bersama-sama membaca tahlil dan takbir dengan suara yang keras. Hingga Rasulullah karena kasih sayangnya berkatalah kepada mereka: “Ringankanlah atas diri kalian...”. Adapun makna “wa ala gha-iban...”; artinya kalian tidak memohon kepada Dzat yang tersembunyi bagi-Nya sesuatu.
[3] Sehingga maksud ayat adalah: “Kemana-pun kalian menghadap dalam shalat sunnah kalian yang dilakukan di atas binatang tunggangan maka disanalah kiblat shalat kalian”. Artinya shalat kalian sah, walaupun dibawa ke arah manapun oleh binatang dalam shalat kalian tersebut.
لَمَّا كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى كَانَ نِدَاؤُهُ فِي السَّمَاءِ وَكَانَ اللهُ فِي السَّمَاءِ
ini juga tidak benar. Maka ia tidak dapat dijadikan hujjah.
Sedangkan perkataan yang disandarkan kepada Imam Malik, yaitu:
اللهُ فِي السَّمَاءِ وَعِلْمُهُ فِي كُلِّ مَكَانٍ لاَ يَخْلُو مِنْهُ شَيءٌ
maka ia juga tidak tsabit(tidak sahih) dari Malik. Abu Dawud tidak meriwayatkannya dengan sanadyang bersambung kepada Malik dengan sanad yang sahih. Abu Dawud menyebutkannya dalam kitab al-Masa-il, dan hanya sekedar meriwayatkan saja tidak berarti untuk menetapkan bahwa riwayat tersebut benar (tsabit).
_*Bersambung...*_
*KHOLIL ABU FATEH*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
*---Catatan Kaki---*
[1] Maksudnya tidak perlu mengeraskan suara secara berlebih-lebihan dalam berdoa.
[2] Hadits ini mengandung beberapa pelajaran penting. Di antaranya; kebolehan berdzikir dengan cara berjama’ah. Sebab datang hadits di atas adalah bahwa suatu waktu sekelompok sahabat Rasulullah dalam perjalanan, sampailah mereka di lembah Khaibar. Di tempat tersebut mereka secara bersama-sama membaca tahlil dan takbir dengan suara yang keras. Hingga Rasulullah karena kasih sayangnya berkatalah kepada mereka: “Ringankanlah atas diri kalian...”. Adapun makna “wa ala gha-iban...”; artinya kalian tidak memohon kepada Dzat yang tersembunyi bagi-Nya sesuatu.
[3] Sehingga maksud ayat adalah: “Kemana-pun kalian menghadap dalam shalat sunnah kalian yang dilakukan di atas binatang tunggangan maka disanalah kiblat shalat kalian”. Artinya shalat kalian sah, walaupun dibawa ke arah manapun oleh binatang dalam shalat kalian tersebut.
*Bagian 5 | Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadîts al-Jâriyah as-Sawdâ’) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat*
__________
---[Ringkasan Catatan al-Muhaddits Syekh Abdullah ibn as-Shiddiq al-Ghumari Dalam Kitab al-Fawa’id al-Maqshudah[1]]---
---[Hadits al-Jariyah Dan Paham Menyimpang al-Albani]---
Hadits al-Jariyah diriwayatkan oleh beberapa ulama hadits. Di antaranya diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i, dan lainnya. Redaksi hadits al-Jariyah dari Mu’awiyah ibn al-Hakam adalah sebagai berikut:
عن معاوية بن الحكم السلمي قال: "كانت لي غنم بين أحد والجوانية فيها جارية لي، فاطلعت ذات يوم، فإذا الذئب قد ذهب منها بشاة، وأنا رجل من بني آدم فأسفت، فصككتها، فأتيت إلى النبي صلى الله عليه وسلم فذكرت ذلك له، فعظم ذلك علي، فقلت: يا رسول الله: أفلا أعتقها؟ قال: ادعها، فدعوتها، فقال لها: أين الله؟قالت: في السماء قال: مَنْ أنا؟ قالت: أنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أعتقها فإنها مؤمنة". رواه مسلم وأبو داود والنسائي، وغيرهم.
[Maknanya]: ...
__________
---[Ringkasan Catatan al-Muhaddits Syekh Abdullah ibn as-Shiddiq al-Ghumari Dalam Kitab al-Fawa’id al-Maqshudah[1]]---
---[Hadits al-Jariyah Dan Paham Menyimpang al-Albani]---
Hadits al-Jariyah diriwayatkan oleh beberapa ulama hadits. Di antaranya diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i, dan lainnya. Redaksi hadits al-Jariyah dari Mu’awiyah ibn al-Hakam adalah sebagai berikut:
عن معاوية بن الحكم السلمي قال: "كانت لي غنم بين أحد والجوانية فيها جارية لي، فاطلعت ذات يوم، فإذا الذئب قد ذهب منها بشاة، وأنا رجل من بني آدم فأسفت، فصككتها، فأتيت إلى النبي صلى الله عليه وسلم فذكرت ذلك له، فعظم ذلك علي، فقلت: يا رسول الله: أفلا أعتقها؟ قال: ادعها، فدعوتها، فقال لها: أين الله؟قالت: في السماء قال: مَنْ أنا؟ قالت: أنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أعتقها فإنها مؤمنة". رواه مسلم وأبو داود والنسائي، وغيرهم.
[Maknanya]: ...
[Maknanya]: “Dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami, berkata: “Aku memiliki sekelompok kambing di antara gunung Uhud dan al-Jawaniyah. Di sana ada seorang budak perempuan miliku. Suatu hari budak itu melepaskan kambing-kambing tersebut. Ternyata ada seekor srigala yang memangsa salah satu kambing-kambing itu. Aku menyesalinya. Maka aku pukul budak tersebut. maka aku mendatangi Rasulullah dan aku ceritakan kepadanya prihal kejadian itu. Dan aku sangat menyesali bahwa aku telah memukulnya. Maka aku berkata: “Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan saja budak tersebut?”, Rasulullah berkata: “Panggilah ia”. Maka aku memanggilnya. Lalu Rasulullah berkata kepadanya: “Aina Allah?”. Si budak berkata: “Fis-sama’”.Rasulullah berkata: “Sipakah aku?”. Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia. Sesungguhnya ia adalah seorang yang beriman”. (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa-i dan lainnya).
Al-Albani, sesuai dengan pemahamannya dan keyakinannya, membuat catatan dalam karyanya; Mukhtashar al-‘Uluww, mengomentari hadits tersebut, berkata:
ففي الخبر مسألتان، أحدهما؛ شرعية قول المسلم أين الله؟ وثانيهما؛ قول المسؤول في السماء، فمن أنكر هاتين المسألتين فإنما ينكر على المصطفى صلى الله عليه وسلم. اهـ
[Maknanya]: “Dalam hadits ini ada dua masalah; Salah satu dari keduanya (Ahaduhuma); adalah disyari’atkannya bagi seorang muslim mengucapkan “Aina Allah?”. Dan yang keduanya (Wa tsanihima); Allah di langit. Dengan demikian siapa yang mengingkari dua masalah ini maka ia telah mengingkari apa yang datang dari Rasulullah”. [--Demikian tulisan al-Albani dalam pemahamannya dan keyakinannya terhadap hadits al-Jariyah--].
Syekh Abdullah al-Ghumari kemudian membuat catatan penting menanggapi catatan sesat al-Albani di atas, sebagai berikut:
قوله (يعني الألباني)؛ وثانيهما لحن، والصواب وثانيتهما، وكذلك أحدهما والصواب إحداهما.
[Maknanya]: “Perkataan al-Albani “wa tsanihima” adalah kesalahan dalam berbahasa (secara gramatika). Seharusnya; “wa tsaniyatuhuma”. Demikian pula dengan perkataannya; “ahaduhuma”adalah salah. Seharusnya; “ihdahuma”.
Kemudian Syekh Abdullah al-Ghumari menuliskan:
واستنباطه غيره صحيح لأن الحديث شاذ لا يجوز العمل به وبيان شذوذه من وجوه؛ مخالفته لما تواتر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان إذا أتاه شخص يريد الإسلام سأله عن الشهادتين، فإذا قبلهما حكم بالإسلام.
[Maknanya]: “Adapun kesimpulan al-Albani terhadap hadits tersebut dengan menetapkan dua perkara di atas adalah kesimpulan yang ekstrim (syadz). Pemahamannya ini tidak boleh diambil. Penjelasannya adalah karena beberapa segi sebagai berikut: Hadits ini menyalahi hadits lainnya yang Mutawatir. Sesungguhnya Rasulullah apabila didatangi seseorang yang ingin masuk Islam maka beliau meminta orang tersebut untuk mengucapkan dua kalimat Syahadat. Setelah itu maka ia dihukumi sebagai seorang muslim”.
[Dalam catatan di atas Syekh Abdullah al-Ghumari menegaskan bahwa hadits al-Jariyah menyalahi hadits mutawatir yang merupakan kaedah Ushuliyyah.Yaitu bahwa seseorang dihukumi Muslim adalah apa bila di bersaksi dengan dua kalimat Syahadat. Rasulullah bersabda:
أُمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النّاسَ حَتّى يَشْهَدُوا أنْ لا إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّي رَسُوْلُ الله
[Maknanya]: “Aku (Muhammad) diperintah untuk memerangi manusia (yang kafir) hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah”.]
---[Hadits al-Jariyah Adalah Hadits Syadz (Asing)]---
[Kemudian Syekh Abdullah al-Ghumari menjelaskan bahwa hadits al-Jariyah adalah hadits Syadz (asing)[2]; tidak dapat dijadikan dalil, --terlebih dalam perkara aqidah--, dan bahwa tersebut diriwayatkan dengan berbagai versi dan dengan redaksi yang berbeda-beda dan saling bertentangan. Sebagai berikut;]
(Satu); Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat Imam Malik adalah:
Al-Albani, sesuai dengan pemahamannya dan keyakinannya, membuat catatan dalam karyanya; Mukhtashar al-‘Uluww, mengomentari hadits tersebut, berkata:
ففي الخبر مسألتان، أحدهما؛ شرعية قول المسلم أين الله؟ وثانيهما؛ قول المسؤول في السماء، فمن أنكر هاتين المسألتين فإنما ينكر على المصطفى صلى الله عليه وسلم. اهـ
[Maknanya]: “Dalam hadits ini ada dua masalah; Salah satu dari keduanya (Ahaduhuma); adalah disyari’atkannya bagi seorang muslim mengucapkan “Aina Allah?”. Dan yang keduanya (Wa tsanihima); Allah di langit. Dengan demikian siapa yang mengingkari dua masalah ini maka ia telah mengingkari apa yang datang dari Rasulullah”. [--Demikian tulisan al-Albani dalam pemahamannya dan keyakinannya terhadap hadits al-Jariyah--].
Syekh Abdullah al-Ghumari kemudian membuat catatan penting menanggapi catatan sesat al-Albani di atas, sebagai berikut:
قوله (يعني الألباني)؛ وثانيهما لحن، والصواب وثانيتهما، وكذلك أحدهما والصواب إحداهما.
[Maknanya]: “Perkataan al-Albani “wa tsanihima” adalah kesalahan dalam berbahasa (secara gramatika). Seharusnya; “wa tsaniyatuhuma”. Demikian pula dengan perkataannya; “ahaduhuma”adalah salah. Seharusnya; “ihdahuma”.
Kemudian Syekh Abdullah al-Ghumari menuliskan:
واستنباطه غيره صحيح لأن الحديث شاذ لا يجوز العمل به وبيان شذوذه من وجوه؛ مخالفته لما تواتر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه كان إذا أتاه شخص يريد الإسلام سأله عن الشهادتين، فإذا قبلهما حكم بالإسلام.
[Maknanya]: “Adapun kesimpulan al-Albani terhadap hadits tersebut dengan menetapkan dua perkara di atas adalah kesimpulan yang ekstrim (syadz). Pemahamannya ini tidak boleh diambil. Penjelasannya adalah karena beberapa segi sebagai berikut: Hadits ini menyalahi hadits lainnya yang Mutawatir. Sesungguhnya Rasulullah apabila didatangi seseorang yang ingin masuk Islam maka beliau meminta orang tersebut untuk mengucapkan dua kalimat Syahadat. Setelah itu maka ia dihukumi sebagai seorang muslim”.
[Dalam catatan di atas Syekh Abdullah al-Ghumari menegaskan bahwa hadits al-Jariyah menyalahi hadits mutawatir yang merupakan kaedah Ushuliyyah.Yaitu bahwa seseorang dihukumi Muslim adalah apa bila di bersaksi dengan dua kalimat Syahadat. Rasulullah bersabda:
أُمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النّاسَ حَتّى يَشْهَدُوا أنْ لا إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّي رَسُوْلُ الله
[Maknanya]: “Aku (Muhammad) diperintah untuk memerangi manusia (yang kafir) hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah”.]
---[Hadits al-Jariyah Adalah Hadits Syadz (Asing)]---
[Kemudian Syekh Abdullah al-Ghumari menjelaskan bahwa hadits al-Jariyah adalah hadits Syadz (asing)[2]; tidak dapat dijadikan dalil, --terlebih dalam perkara aqidah--, dan bahwa tersebut diriwayatkan dengan berbagai versi dan dengan redaksi yang berbeda-beda dan saling bertentangan. Sebagai berikut;]
(Satu); Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat Imam Malik adalah:
في الموطأ عن عبيد الله بن عبد الله بن عتبة بن مسعود أن رجلا من الأنصار جاء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بجارية سوداء، فقال: يا رسول الله علي رقبة مؤمنة، فإن كنت تراها مؤمنة أعتقتها، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم: أتشهدين أن لا إله إلا الله؟ قالت: نعم، قال: أتشهدين أن محمدا رسول الله؟، قالت: نعم، قال: أتوقنين بالعث بعد الموت؟، قالت: نعم، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أعتقها.
[Maknanya]: Dalam kitab al-Muwatha-tha’, dari Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah ibn Mas’ud; bahwa ada seorang laki-laki dari kaum Anshar datang kepada Rasulullah dengan seorang budak peempuan hitam. Laki-laki tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki seorang hamba sahaya perempuan yang beriman, jika engkau memandangnya sebagai orang beriman maka aku akan memerdekakannya”. Maka Rasulullah berkata kepada budak perempuan tersebut: “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau meyakini dengan adanya kebangkitan setelah kematian?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata --kepada pemilik budak tersebut--: “Merdekakanlah ia”.
Catatan penting dari Syekh Abdullah al-Ghumari terhadap hadits al-Jariyah riwayat Imam Malik di atas menyebutkan:
وهذا هُوَ المعلومُ مِنْ حَال النّبي صلى الله عليه وسلم ضرورَةً. اهـ
[Maknanya]: “Inilah (pondasi pokok) yang telah diketahui dari Rasulullah dan diyakini oleh semua orang Islam; (adalah bahwa seorang kafir dihukumi menjadi seorang Muslim dengan diambil kesaksiannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat)”.
(Dua); Hadits al-Jariyahdengan redaksi riwayat al-Hafizh Abu Isma’il al-Harawi sebagai berikut:
روى الحافظ أبو إسماعيل الهروي في كتاب الأربعين في دلائل التوحيد من طريق سعيد بن المرزبان عن عكرمة عن بن عباس، قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم ومعه جارية أعجمية سوداء، فقال: علي رقبة فهل تجزئ هذه عني؟ فقال: أين الله؟ فأشارت بيدها إلى السماء، فقال: من أنا؟ قالت: أنت رسول الله، قال: أعتقها فإنها مؤمنة.
[Maknanya]: Al-Hafizh Abu Isma’il al-Harawi meriwayatkan dalam Kitab al-Arba’in Fi dala-il at-Tawhid, dari jalur Sa’id ibn Mirzaban dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas, berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, bersamanya seorang budak perempuan hitam non arab (‘ajamiyyah). Laki-laki tersebut berkata: “Aku memiliki hamba sahaya, apakah ini cukup dariku?”. Rasulullah berkata kepada budak: “Aina Allah?”. Maka si budak berisyarat dengan tangannya ke arah langit . Maka Rasulullah berkata: “Siapakah aku?”. Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah, ia seorang budak beriman”.
---[Catatan penting Syekh Abdullah al-Ghumari terhadap riwayat al-Harawi di atas mengatakan sebagai berikut]:---
وهَذا أيضًا حَديثٌ شاذّ وضَعيفٌ، فيه سَعيدُ بن المرزبان مَتروكٌ مُنكرُ الحديْث ومُدلِّسٌ
[Maknanya]: “Ini juga hadis yang asing (syadz) dan lemah (dla’if). Di dalam rangkaian sanad-nya terdapat perawi bernama Sa’id ibn al-Mirzaban, seorang matruk al-hadits (orang yang riwayat haditsnya ditinggalkan) dan mudallis (pelaku reduksi/mengaburkan hadits)”.
(Tiga): Hadits al-Jariyahdengan redaksi riwayat al-Hafizh al-Bayhaqi dalam kitab as-Sunan al-Kubra. Ada dua riwayat dari al-Bayhaqi sebagai berikut:
[Hadits Pertama]:
من طريق عون بن عبد الله بن عتبة، حدثني أبي عن جدي، قال: جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بأمة سوداء، فقالت: يا رسول الله إن علي رقبة مؤمنة أتجزئ عني هذه؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ربك؟ قالت: الله ربي، قال: فما دينك؟ قالت الإسلام، قال: من أنا؟ قالت: أنت رسول الله، قال: أفتصلين الخمس وتقرين بما جئت به من عند الله؟ قالت: نعم، فضرب صلى الله عليه وسلم على ظهرها، وقال: أعتقها.
[Maknanya]: “Dari jalur Aun ibn Abdillah ibn ‘Utbah, berkata: Telah mengkhabarkan kepadaku oleh ayahku dari kakeku, berkata: Telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah dengan seorang budak perempuan hitam. Perempuan tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku memiliki seorang budak perempuan beriman, apakah ini mencukupi dariku?”.
[Maknanya]: Dalam kitab al-Muwatha-tha’, dari Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah ibn Mas’ud; bahwa ada seorang laki-laki dari kaum Anshar datang kepada Rasulullah dengan seorang budak peempuan hitam. Laki-laki tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki seorang hamba sahaya perempuan yang beriman, jika engkau memandangnya sebagai orang beriman maka aku akan memerdekakannya”. Maka Rasulullah berkata kepada budak perempuan tersebut: “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau meyakini dengan adanya kebangkitan setelah kematian?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata --kepada pemilik budak tersebut--: “Merdekakanlah ia”.
Catatan penting dari Syekh Abdullah al-Ghumari terhadap hadits al-Jariyah riwayat Imam Malik di atas menyebutkan:
وهذا هُوَ المعلومُ مِنْ حَال النّبي صلى الله عليه وسلم ضرورَةً. اهـ
[Maknanya]: “Inilah (pondasi pokok) yang telah diketahui dari Rasulullah dan diyakini oleh semua orang Islam; (adalah bahwa seorang kafir dihukumi menjadi seorang Muslim dengan diambil kesaksiannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat)”.
(Dua); Hadits al-Jariyahdengan redaksi riwayat al-Hafizh Abu Isma’il al-Harawi sebagai berikut:
روى الحافظ أبو إسماعيل الهروي في كتاب الأربعين في دلائل التوحيد من طريق سعيد بن المرزبان عن عكرمة عن بن عباس، قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم ومعه جارية أعجمية سوداء، فقال: علي رقبة فهل تجزئ هذه عني؟ فقال: أين الله؟ فأشارت بيدها إلى السماء، فقال: من أنا؟ قالت: أنت رسول الله، قال: أعتقها فإنها مؤمنة.
[Maknanya]: Al-Hafizh Abu Isma’il al-Harawi meriwayatkan dalam Kitab al-Arba’in Fi dala-il at-Tawhid, dari jalur Sa’id ibn Mirzaban dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas, berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, bersamanya seorang budak perempuan hitam non arab (‘ajamiyyah). Laki-laki tersebut berkata: “Aku memiliki hamba sahaya, apakah ini cukup dariku?”. Rasulullah berkata kepada budak: “Aina Allah?”. Maka si budak berisyarat dengan tangannya ke arah langit . Maka Rasulullah berkata: “Siapakah aku?”. Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah, ia seorang budak beriman”.
---[Catatan penting Syekh Abdullah al-Ghumari terhadap riwayat al-Harawi di atas mengatakan sebagai berikut]:---
وهَذا أيضًا حَديثٌ شاذّ وضَعيفٌ، فيه سَعيدُ بن المرزبان مَتروكٌ مُنكرُ الحديْث ومُدلِّسٌ
[Maknanya]: “Ini juga hadis yang asing (syadz) dan lemah (dla’if). Di dalam rangkaian sanad-nya terdapat perawi bernama Sa’id ibn al-Mirzaban, seorang matruk al-hadits (orang yang riwayat haditsnya ditinggalkan) dan mudallis (pelaku reduksi/mengaburkan hadits)”.
(Tiga): Hadits al-Jariyahdengan redaksi riwayat al-Hafizh al-Bayhaqi dalam kitab as-Sunan al-Kubra. Ada dua riwayat dari al-Bayhaqi sebagai berikut:
[Hadits Pertama]:
من طريق عون بن عبد الله بن عتبة، حدثني أبي عن جدي، قال: جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم بأمة سوداء، فقالت: يا رسول الله إن علي رقبة مؤمنة أتجزئ عني هذه؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ربك؟ قالت: الله ربي، قال: فما دينك؟ قالت الإسلام، قال: من أنا؟ قالت: أنت رسول الله، قال: أفتصلين الخمس وتقرين بما جئت به من عند الله؟ قالت: نعم، فضرب صلى الله عليه وسلم على ظهرها، وقال: أعتقها.
[Maknanya]: “Dari jalur Aun ibn Abdillah ibn ‘Utbah, berkata: Telah mengkhabarkan kepadaku oleh ayahku dari kakeku, berkata: Telah datang seorang perempuan kepada Rasulullah dengan seorang budak perempuan hitam. Perempuan tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku memiliki seorang budak perempuan beriman, apakah ini mencukupi dariku?”.
Maka Rasulullah berkata kepada budak perempuan tersebut: “Siapakah Tuhan-mu?”. Si budak menjawab: “Allah Tuhanku”. Rasulullah berkata: “Apa agamamu?”. Si budak menjawab: “Islam”. Rasulullah berkata: “Siapa aku?”. Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah bersabda: “Apakah engkau shalat lima waktu dan engkau mengakui dengan apa yang dibawa olehku dari Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Maka memukul oleh Rasulullah pada punggungnya, dan berkata: “Merdekakanlah ia”.
[Hadits ke dua]:
من طريق حماد بن سلمة عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن الشريد بن سويد الثقفي، قال: قلت: يا رسول الله إن أمي أوصت إلي أن أعتق عنها رقبة وأنا عندي جارية نوبية، فقال رسول الله صلى الله عليه وءاله وسلم: ادع بها، فقال: من ربك؟ قالت: الله، قال: فمن أنا؟ قالت: رسول الله، قال: أعتقها فإنها مؤمنة.
[Maknanya]: Dari jalur Hammad ibn Salamah, dari Muhammad ibn ‘Amr, dari Abi Salamah, dari asy-Syuraid ibn Suwaid ats-Tsaqafi, berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah berwasiat kepadaku agar aku memerdekakan seorang hamba sahaya atas nama dirinya. Dan aku memiliki seorang hamba sahaya nubiyyah”. Maka berkata Rasulullah: “Datangkanlah ia?”. Maka Rasulullah berkata: “Siapakah Tuhanmu?”. Si budak menjawab: “Allah”. Rasulullah berkata: “Siapakah aku?”. Si budak mejawab: “Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia, maka sungguh ia seorang beriman”.
Syekh Abdullah al-Ghumari mengatakan bahwa dua hadits riwayat al-Bayhaqi di atas menyalahi hadits Mu’awiyah ibn al-Hakam. Dan kedua hadits riwayat al-Bayhaqi ini menguatkan kenyataan bahwa hadits Mu’awiyah ibn al-Hakam sebagai hadits syadz.
(Empat): Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat Ahmad ibn Hanbal dalam Musnad-nya, sebagai berikut:
ثنا عبد الرزاق ثنا معمر عن الزهري عن عبيد الله بن عبد الله عن رجل من الأنصار أنه جاء بأمة سوداء وقال: يا رسول الله إن علي رقبة مؤمنة فإن كنت ترى هذه مؤمنة أعتقتها ، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم : أتشهدين أن لا إله إلا الله ؟ قالت : نعم، قال : أتشهدين أني رسول الله ؟ قالت : نعم، قال : أتؤمنين بالبعث بعد الموت ؟ قالت : نعم، قال : أعتقها.
[Maknanya]: “Telah mengkhabarkan kepada kami Abdurrazzaq, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari az-Zuhri, dari Ubaidillah ibn Abdillah, dari seorang laki-laki dari kaum Anshar bahwa ia datang dengan seorang budak perempuan hitam. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku memiliki budak perempuan beriman. Maka jika engkau memandang ini hamba sahaya beriman aku merdekakan ia”. Maka berkata Rasulullah bagi hamba sahaya tersebut: “Apakah bersaksi engkau bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah bersaksi engkau bahwa aku Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau beriman dengan peristiwa kebangkitan setelah kematian”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia”.
Demikian hadit al-Jariyah riwayat Imam Ahmad[3]. Dan hadits dengan redaksi ini juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwath-tha’ secara mursal.
(Catatan Penting): Hadits riwayat Imam Ahmad ibn Hanbal Imam Malik sesuai dengan kaedah-kaedah Tauhid. Yaitu bahwa seseorang dihukumi Muslim apa bila ia bersaksi, mengucapkan dengan lidahnya terhadap dua kalimat syahadat.
(Lima) : Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat al-Hafizhal-Bazzar, sebagai berikut:
حدثنا مجد بن عثمان ثنا عبيد الله ثنا ابن أبي ليلى عن المنهال بن عمرو عن سعيد بن جبير عن ابن عباس، قال: أتى رجل النبي صلى الله عليه وسلم، فقال : إن على أمي رقبة مؤمنة، وعندي أمة سوداء، فقال صلى الله عليه وسلم : ائتني بها، فقال له رسول الله صلى الله عليه سلم : أتشهدين أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ؟ قالت: نعم، قال: فأعتقها.
[Maknanya]: “Telah mengkhabarkan kepada kami Majd ibn ‘Utsman, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidillah, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Ibn Abi Laila, dari al-Minhal ibn ‘Amr, dari Sa’id ibn Jubair, dari Ibn Abbas, berkata: “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, ia berkata: “Sungguh ibuku harus memerdekakan seorang budak. Dan aku memiliki seorang budak perempuan hitam”.
[Hadits ke dua]:
من طريق حماد بن سلمة عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن الشريد بن سويد الثقفي، قال: قلت: يا رسول الله إن أمي أوصت إلي أن أعتق عنها رقبة وأنا عندي جارية نوبية، فقال رسول الله صلى الله عليه وءاله وسلم: ادع بها، فقال: من ربك؟ قالت: الله، قال: فمن أنا؟ قالت: رسول الله، قال: أعتقها فإنها مؤمنة.
[Maknanya]: Dari jalur Hammad ibn Salamah, dari Muhammad ibn ‘Amr, dari Abi Salamah, dari asy-Syuraid ibn Suwaid ats-Tsaqafi, berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah berwasiat kepadaku agar aku memerdekakan seorang hamba sahaya atas nama dirinya. Dan aku memiliki seorang hamba sahaya nubiyyah”. Maka berkata Rasulullah: “Datangkanlah ia?”. Maka Rasulullah berkata: “Siapakah Tuhanmu?”. Si budak menjawab: “Allah”. Rasulullah berkata: “Siapakah aku?”. Si budak mejawab: “Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia, maka sungguh ia seorang beriman”.
Syekh Abdullah al-Ghumari mengatakan bahwa dua hadits riwayat al-Bayhaqi di atas menyalahi hadits Mu’awiyah ibn al-Hakam. Dan kedua hadits riwayat al-Bayhaqi ini menguatkan kenyataan bahwa hadits Mu’awiyah ibn al-Hakam sebagai hadits syadz.
(Empat): Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat Ahmad ibn Hanbal dalam Musnad-nya, sebagai berikut:
ثنا عبد الرزاق ثنا معمر عن الزهري عن عبيد الله بن عبد الله عن رجل من الأنصار أنه جاء بأمة سوداء وقال: يا رسول الله إن علي رقبة مؤمنة فإن كنت ترى هذه مؤمنة أعتقتها ، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم : أتشهدين أن لا إله إلا الله ؟ قالت : نعم، قال : أتشهدين أني رسول الله ؟ قالت : نعم، قال : أتؤمنين بالبعث بعد الموت ؟ قالت : نعم، قال : أعتقها.
[Maknanya]: “Telah mengkhabarkan kepada kami Abdurrazzaq, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari az-Zuhri, dari Ubaidillah ibn Abdillah, dari seorang laki-laki dari kaum Anshar bahwa ia datang dengan seorang budak perempuan hitam. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku memiliki budak perempuan beriman. Maka jika engkau memandang ini hamba sahaya beriman aku merdekakan ia”. Maka berkata Rasulullah bagi hamba sahaya tersebut: “Apakah bersaksi engkau bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah bersaksi engkau bahwa aku Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Apakah engkau beriman dengan peristiwa kebangkitan setelah kematian”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia”.
Demikian hadit al-Jariyah riwayat Imam Ahmad[3]. Dan hadits dengan redaksi ini juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwath-tha’ secara mursal.
(Catatan Penting): Hadits riwayat Imam Ahmad ibn Hanbal Imam Malik sesuai dengan kaedah-kaedah Tauhid. Yaitu bahwa seseorang dihukumi Muslim apa bila ia bersaksi, mengucapkan dengan lidahnya terhadap dua kalimat syahadat.
(Lima) : Hadits al-Jariyah dengan redaksi riwayat al-Hafizhal-Bazzar, sebagai berikut:
حدثنا مجد بن عثمان ثنا عبيد الله ثنا ابن أبي ليلى عن المنهال بن عمرو عن سعيد بن جبير عن ابن عباس، قال: أتى رجل النبي صلى الله عليه وسلم، فقال : إن على أمي رقبة مؤمنة، وعندي أمة سوداء، فقال صلى الله عليه وسلم : ائتني بها، فقال له رسول الله صلى الله عليه سلم : أتشهدين أن لا إله إلا الله وأني رسول الله ؟ قالت: نعم، قال: فأعتقها.
[Maknanya]: “Telah mengkhabarkan kepada kami Majd ibn ‘Utsman, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidillah, berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Ibn Abi Laila, dari al-Minhal ibn ‘Amr, dari Sa’id ibn Jubair, dari Ibn Abbas, berkata: “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah, ia berkata: “Sungguh ibuku harus memerdekakan seorang budak. Dan aku memiliki seorang budak perempuan hitam”.
Rasulullah berkata: “Datangkan ia kepadaku”. Maka Rasulullah berkata kepada budak perempuan tersebut: “Apakah bersaksi engkau bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah Rasulullah?”. Si budak menjawab: “Iya”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia”.
---[Hadits al-JariyahMenyalahi Hadits Jibril]---
[SayyidSyekh ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam catatannya melanjutkan]:
“Sesungguhnya Rasulullah telah menjelaskan rukun-rukun Iman (yang paling pokok) dalam hadits, ketika malaikat Jibril bertanya kepadanya, maka Rasulullah menjawab: “Iman adalah engkau beriman dengan para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Para Rasul-Nya, hari akhir, dan beriman engkau dengan Qadar Allah; yang baiknya dan yang buruknya”. Dalam hadits Jibril ini tidak ada penyebutan aqidah Allah bertempat di langit.
Aqidah tersebut; keyakinan Allah bertempat di langit sama sekali tidak menetapkan keyakinan tauhid dan tidak menafikan syirik. Karena itu tidak diterima –secara syara’ dan akal-- bila Rasulullah menghukumi orang yang mengatakan Allah di bertempat di langit sebagai seorang yang beriman.
Kemudian ungkapan “Allah fis-sama’”, --menurut sebagian ulama yang mengmabil hadits ini-- tidak boleh dipahami dalam makna harfiahnya. Tetapi menurut mereka ungkapan tersebut harus ditakwil, yaitu dalam makna “ketinggian kedudukan/derajat” (al-‘uluww al-ma’nawi).
Al-Bajiy, dalam menjelaskan makna perkataan budak perempuan tersebut; “fis-sama’”, berkata: “Kemungkinan yang dimaksud “fis-sama’” oleh hamba sahaya tersebut adalah ketinggian derajat. Dan ungkapan demikian itu biasa dipergunakan bagi yang memiliki derajat yang tinggi. Bila dikatakan “Fulan fis-sama’”; maka maksudnya “si fulan seorang yang tinggi kedudukannya, dan tinggi derajatnya”. –Bukan artinya si fulan tersebut bertempat di langit--.
As-Subki dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah menuliskan beberapa untaian bait sya’ir yang disandarkan kepada sahabat Abdullah ibn Rawahah:
شَهِدْتُ بأنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ * وأنَّ النّارَ مَثْوَى الكافِرِيْنَا
وَأنَّ العَرْشَ فَوقَ الماءِ طاَفَ * وَفَوقَ العَرْشِ رَبُّ العَالميْنَا
[Maknanya]: “Aku bersaksi bahwa janji Allah adalah haq (benar adanya), dan bahwa nereka adalah tempat bagi orang-orang kafir”.
“Dan bahwa Arsy berada di atas air. Dan Allah lebih agung dari Arsy (pada derajat-Nya dan kedudukan-Nya), Dia Tuhan semesta alam”.
Setalah mengutip bait sya’ir ini as-Subki berkata: “Alangkah baik apa yang dikatakan oleh Imam ar-Rafi’i dalam kitab al-Amali. Ia mengutip bait-bait sya’ir ini, bahwa fauqiyyah yang dimaksud di sini adalah ketinggian derajat dan kedudukan (fawqiyyah al-‘azhamah), itu untuk membedakan antara sifat Allah dengan sifat-sifat para makhluk yang mengandung kelemahan dan kehancuran (serta perubahan)”.
[Demikian catatan Sayyid Syekh ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam kitabnya berjudul al-Fawa-id al-Maqshudah Fi Bayan al-Ahadits asy-Syadzah al-Mardudah]. Seperti yang anda lihat pada judul kitab ini, maknanya adalah: “Faedah-faedah yang diharapkan dalam penjelasan hadits-hadits yang asing (aneh) dan tertolak”. Dan hadits al-Jariyah riwayat Imam Muslim di atas adalah masuk kategori asing, aneh, dan tertolak --syadz mardud--].
Bersambung...
KHOLIL ABU FATEH
AL-ASY'ARI ASY-SYAFI'I AR-RIFA'I AL-QADIRI
---Catatan Kaki---
[1] Catatan ini adalah terjemah dari al-Fawa-id al-Maqshudah Fi Bayan al-Ahadits asy-Syadzah al-Mardudah, karya al-Muhaddits Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari, dengan beberapa penyesuaian terjemahan. Untuk lebih detail dan komprehensif silahkan merujuk kepada kitab dimaksud.
[2] Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah (terpercaya) tetapi menyalahi mayoritas perawi tsiqahlainnya, sehingga riwayat yang satu orang ini nampak asing, karena menyalahi dan berbeda dengan perawi lainnya.
[3] Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, j. 3, h. 451
---[Hadits al-JariyahMenyalahi Hadits Jibril]---
[SayyidSyekh ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam catatannya melanjutkan]:
“Sesungguhnya Rasulullah telah menjelaskan rukun-rukun Iman (yang paling pokok) dalam hadits, ketika malaikat Jibril bertanya kepadanya, maka Rasulullah menjawab: “Iman adalah engkau beriman dengan para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Para Rasul-Nya, hari akhir, dan beriman engkau dengan Qadar Allah; yang baiknya dan yang buruknya”. Dalam hadits Jibril ini tidak ada penyebutan aqidah Allah bertempat di langit.
Aqidah tersebut; keyakinan Allah bertempat di langit sama sekali tidak menetapkan keyakinan tauhid dan tidak menafikan syirik. Karena itu tidak diterima –secara syara’ dan akal-- bila Rasulullah menghukumi orang yang mengatakan Allah di bertempat di langit sebagai seorang yang beriman.
Kemudian ungkapan “Allah fis-sama’”, --menurut sebagian ulama yang mengmabil hadits ini-- tidak boleh dipahami dalam makna harfiahnya. Tetapi menurut mereka ungkapan tersebut harus ditakwil, yaitu dalam makna “ketinggian kedudukan/derajat” (al-‘uluww al-ma’nawi).
Al-Bajiy, dalam menjelaskan makna perkataan budak perempuan tersebut; “fis-sama’”, berkata: “Kemungkinan yang dimaksud “fis-sama’” oleh hamba sahaya tersebut adalah ketinggian derajat. Dan ungkapan demikian itu biasa dipergunakan bagi yang memiliki derajat yang tinggi. Bila dikatakan “Fulan fis-sama’”; maka maksudnya “si fulan seorang yang tinggi kedudukannya, dan tinggi derajatnya”. –Bukan artinya si fulan tersebut bertempat di langit--.
As-Subki dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah menuliskan beberapa untaian bait sya’ir yang disandarkan kepada sahabat Abdullah ibn Rawahah:
شَهِدْتُ بأنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ * وأنَّ النّارَ مَثْوَى الكافِرِيْنَا
وَأنَّ العَرْشَ فَوقَ الماءِ طاَفَ * وَفَوقَ العَرْشِ رَبُّ العَالميْنَا
[Maknanya]: “Aku bersaksi bahwa janji Allah adalah haq (benar adanya), dan bahwa nereka adalah tempat bagi orang-orang kafir”.
“Dan bahwa Arsy berada di atas air. Dan Allah lebih agung dari Arsy (pada derajat-Nya dan kedudukan-Nya), Dia Tuhan semesta alam”.
Setalah mengutip bait sya’ir ini as-Subki berkata: “Alangkah baik apa yang dikatakan oleh Imam ar-Rafi’i dalam kitab al-Amali. Ia mengutip bait-bait sya’ir ini, bahwa fauqiyyah yang dimaksud di sini adalah ketinggian derajat dan kedudukan (fawqiyyah al-‘azhamah), itu untuk membedakan antara sifat Allah dengan sifat-sifat para makhluk yang mengandung kelemahan dan kehancuran (serta perubahan)”.
[Demikian catatan Sayyid Syekh ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam kitabnya berjudul al-Fawa-id al-Maqshudah Fi Bayan al-Ahadits asy-Syadzah al-Mardudah]. Seperti yang anda lihat pada judul kitab ini, maknanya adalah: “Faedah-faedah yang diharapkan dalam penjelasan hadits-hadits yang asing (aneh) dan tertolak”. Dan hadits al-Jariyah riwayat Imam Muslim di atas adalah masuk kategori asing, aneh, dan tertolak --syadz mardud--].
Bersambung...
KHOLIL ABU FATEH
AL-ASY'ARI ASY-SYAFI'I AR-RIFA'I AL-QADIRI
---Catatan Kaki---
[1] Catatan ini adalah terjemah dari al-Fawa-id al-Maqshudah Fi Bayan al-Ahadits asy-Syadzah al-Mardudah, karya al-Muhaddits Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari, dengan beberapa penyesuaian terjemahan. Untuk lebih detail dan komprehensif silahkan merujuk kepada kitab dimaksud.
[2] Hadits Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah (terpercaya) tetapi menyalahi mayoritas perawi tsiqahlainnya, sehingga riwayat yang satu orang ini nampak asing, karena menyalahi dan berbeda dengan perawi lainnya.
[3] Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad, j. 3, h. 451
_al-Hamdu Lillah_
Telah terbit karya terbaru *Dr. H. Kholilurrohman, MA* berjudul:
*MENDALAMI ILMU KALAM KAJIAN KARYA FUNDAMENTAL IMAM AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH AL-IMAM ABUL HASAN AL-ASY'ARI*
127 Halaman | Software | Size A5 | Bookpaper | Nurul Hikmah Press | Desember 2020 | Rp. 20.000
Bagi yang berminat bisa pemesanan melalui chat WhatsApp kami di wa.me/6287878023938
Katalog >>> wa.me/c/6287878023938
_*Baaraka Allahu Fiikum*_
Salaam,
*Nurul Hikmah Press*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri
Telah terbit karya terbaru *Dr. H. Kholilurrohman, MA* berjudul:
*MENDALAMI ILMU KALAM KAJIAN KARYA FUNDAMENTAL IMAM AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH AL-IMAM ABUL HASAN AL-ASY'ARI*
127 Halaman | Software | Size A5 | Bookpaper | Nurul Hikmah Press | Desember 2020 | Rp. 20.000
Bagi yang berminat bisa pemesanan melalui chat WhatsApp kami di wa.me/6287878023938
Katalog >>> wa.me/c/6287878023938
_*Baaraka Allahu Fiikum*_
Salaam,
*Nurul Hikmah Press*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri
_al-Hamdu Lillah_
Telah terbit karya terbaru Dr. H. Kholilurrohman, MA berjudul:
*MENDALAMI ILMU KALAM KAJIAN KARYA FUNDAMENTAL IMAM AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH AL-IMAM ABUL HASAN AL-ASY'ARI*
127 Halaman | Softcover | Size A5 | Bookpaper | Nurul Hikmah Press | Desember 2020 | Rp. 20.000
Bagi yang berminat bisa pemesanan melalui chat WhatsApp kami di wa.me/6287878023938
*Katalog >>> wa.me/c/6287878023938*
_Baaraka Allahu Fiikum!_
Salaam,
*Nurul Hikmah Press*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
____
Yuk, bantu dak’awah Nurul Hikmah Press melalui penerbitan buku-buku terkait tema Ilmu Aqidah Tauhid Madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah Asy’ariyyah Maturidiyyah. Dengan membeli buku sama dengan anda berinvestasi amal jariyah untuk akhirat. Keuntungan penjualan buku yang di dapat akan dipergunakan untuk mencetak buku selanjutnya dan untuk mashlahatan Nurul Hikmah Press.
Telah terbit karya terbaru Dr. H. Kholilurrohman, MA berjudul:
*MENDALAMI ILMU KALAM KAJIAN KARYA FUNDAMENTAL IMAM AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH AL-IMAM ABUL HASAN AL-ASY'ARI*
127 Halaman | Softcover | Size A5 | Bookpaper | Nurul Hikmah Press | Desember 2020 | Rp. 20.000
Bagi yang berminat bisa pemesanan melalui chat WhatsApp kami di wa.me/6287878023938
*Katalog >>> wa.me/c/6287878023938*
_Baaraka Allahu Fiikum!_
Salaam,
*Nurul Hikmah Press*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
____
Yuk, bantu dak’awah Nurul Hikmah Press melalui penerbitan buku-buku terkait tema Ilmu Aqidah Tauhid Madzhab Ahlussunnah Wal Jama’ah Asy’ariyyah Maturidiyyah. Dengan membeli buku sama dengan anda berinvestasi amal jariyah untuk akhirat. Keuntungan penjualan buku yang di dapat akan dipergunakan untuk mencetak buku selanjutnya dan untuk mashlahatan Nurul Hikmah Press.
VID-20210122-WA0024.mp4
15.6 MB
*Bagi yang berminat untuk memiliki koleksi buku karya Dr. K.H. Kholilurrohman, MA dapat menghubungi WhatsApp Nurul Hikmah Press*
*NURUL HIKMAH PRESS*
*WhatsApp:*
https://wa.me/c/6287878023938
*Toko Online:*
https://shopee.co.id/nurulhikmahpress
https://tokopedia.com/nurulhikmahpress
https://bukalapak.com/nurulhikmahpress
*Profil Penulis:*
https://nurulhikmah.ponpes.id/sanad-keilmuan/
*NURUL HIKMAH PRESS*
*WhatsApp:*
https://wa.me/c/6287878023938
*Toko Online:*
https://shopee.co.id/nurulhikmahpress
https://tokopedia.com/nurulhikmahpress
https://bukalapak.com/nurulhikmahpress
*Profil Penulis:*
https://nurulhikmah.ponpes.id/sanad-keilmuan/
*Allah Tidak Boleh Dikatakan Ada Di Semua Tempat Atau Ada Di Mana-Mana*
Ketahuilah, tidak boleh dikatakan “Allah ada di setiap tempat”, (atau “ada di mana-mana”), walaupun tujuannya untuk mengungkapkan bahwa Allah mengetahui atau menguasai segala sesuatu dari makhluk-makhluk-Nya.
Al-Imâm al-Hâfizh Abu Bakar al-Bayhaqi (w 458 H) dalam karyanya berjudul al-I’tiqâd Wa al-Hidâyah Ilâ Sabîl ar-Rasyâd menuliskan sebagai berikut:
"وفيما كتبنا من الآيات دلالة على إبطال قول من زعم من الجهمية أن الله سبحانه وتعالى بذاته في كل مكان، وقوله عز وجل:{وهو معكم أين ما كنتم} [سورة الحديد/4] إنما أراد به بعلمه لا بذاته"
“Dari apa yang telah kami tuliskan tentang beberapa ayat, itu semua adalah sebagai dalil atas kebatilan pendapat kelompok; seperti kaum Jahmiyyah, yang mengatakan bahwa Allah dengan Dzat-Nya berada di segala tempat. Adapun firman Allah: *“Wa Huwa Ma’akum Aynamâ Kuntum” (QS. al-Hadid: 4) yang dimaksud adalah bahwa Allah Maha mengetahui segala apa yang diperbuat oleh manusia, bukan dalam pengertian bahwa Dzat Allah bersama setiap orang”* [1].
________
*[1] al-I’tiqâd Wa al-Hidâyah, h. 70*
----------------------------------------------
https://nurulhikmah.ponpes.id/ebookmkpt/
*NURUL HIKMAH PRESS*
https://wa.me/c/6287878023938
Ketahuilah, tidak boleh dikatakan “Allah ada di setiap tempat”, (atau “ada di mana-mana”), walaupun tujuannya untuk mengungkapkan bahwa Allah mengetahui atau menguasai segala sesuatu dari makhluk-makhluk-Nya.
Al-Imâm al-Hâfizh Abu Bakar al-Bayhaqi (w 458 H) dalam karyanya berjudul al-I’tiqâd Wa al-Hidâyah Ilâ Sabîl ar-Rasyâd menuliskan sebagai berikut:
"وفيما كتبنا من الآيات دلالة على إبطال قول من زعم من الجهمية أن الله سبحانه وتعالى بذاته في كل مكان، وقوله عز وجل:{وهو معكم أين ما كنتم} [سورة الحديد/4] إنما أراد به بعلمه لا بذاته"
“Dari apa yang telah kami tuliskan tentang beberapa ayat, itu semua adalah sebagai dalil atas kebatilan pendapat kelompok; seperti kaum Jahmiyyah, yang mengatakan bahwa Allah dengan Dzat-Nya berada di segala tempat. Adapun firman Allah: *“Wa Huwa Ma’akum Aynamâ Kuntum” (QS. al-Hadid: 4) yang dimaksud adalah bahwa Allah Maha mengetahui segala apa yang diperbuat oleh manusia, bukan dalam pengertian bahwa Dzat Allah bersama setiap orang”* [1].
________
*[1] al-I’tiqâd Wa al-Hidâyah, h. 70*
----------------------------------------------
https://nurulhikmah.ponpes.id/ebookmkpt/
*NURUL HIKMAH PRESS*
https://wa.me/c/6287878023938
WhatsApp.com
View Tauhid Corner | Nurul Hikmah Press's Catalog on WhatsApp
Learn more about their products & services
📎
~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~
*
من ترك أربع كلمات كمل إيمانه، أين وكيف ومتى وكم، فإن قال لك: أين الله؟ فجوابه: ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك: كيف الله؟ فقل ليس كمثله شيء، وإن قال لك: متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء، وإن قال لك قائل: كم الله؟ فقل له: واحد لا من قلة (قل هو الله أحد)
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Syarh Kayifah al-Sajâ ‘Alâ Safînah al-Najâ, Indonesia: Dar Ihya al-kutub al-‘Arabiyyah, t. th. hal. 9)*
_“Barangsiapa meninggalkan empat kalimat maka sempurnalah iman-nya; di mana, bagaimana, kapan, dan berapa. Maka bila seseorang berkata bagimu: *Di mana Allah?* Maka jawabannya: *Ada tanpa tempat dan tidak dilalui oleh zaman*. Jika ia berkata: *Bagaimana Allah?* Maka katakan olehmu: *Dia Allah tidak menyerupai suatu apapun*. Jika ia berkata: *Kapan adanya Allah?* Maka katakan olehmu baginya: *Dia Allah maha Awal tanpa permulaan, dan Dia Allah maha Akhir tanpa penghabisan*. Jika ia berkata bagimu: *Berapa Allah?* Maka katakan baginya: *Allah Esa bukan karena sedikit (Katakan olehmu Dia Allah yang maha Esa; tidak ada keserupaan bagi-Nya)”*._
الأحد أى الذي لا يتجزأ ولا ينقسم فهو واحد في ذاته وصفاته ولا يحل في محل
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Fî Syarh Sullam al-Tawfîq, Semarang: Cet. Usaha Keluarga, t. th. hal. 4)*
_“(Dia Allah) al-Ahad artinya Yang tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah-pisah. Maka Dia Allah maha Esa; tidak ada keserupaan pada Dzat-Nya, pada Sifat-sifat-Nya, dan Dia tidak bertempat pada suatu ruang (ada tanpa tempat)”_
🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸
〰♾🌼 *SUFISME DALAM TAFSIR NAWAWI* 🌼♾〰
Segera download dan share, gratis!!!
Semoga bermanfaat...
📥 *Link :* https://play.google.com/store/books/details?id=PTSCDwAAQBAJ
*Cara download/baca judul buku lainnya :*
📝 Buka Google Play Store ➡ Buku/Book ➡ Klik kotak pencarian/search dan ketik "kholilurrohman" ➡ Scroll untuk melihat judul - judul ebook yang lainnya
Selanjutnya silahkan like Facebook Page Nurul Hikmah Press untuk mendapatkan informasi terkait buku-buku terbitan Nurul Hikmah Press.
Terima kasih,
*Tim Nurul Hikmah Press*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH MAHA SUCI DARI DEMIKIAN ITU* ❗
~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~🌼~
*
Simak tulisan Syekh Nawawi al-Bantani dalam karyanya _Syarh Safînah al-Najâ:*
من ترك أربع كلمات كمل إيمانه، أين وكيف ومتى وكم، فإن قال لك: أين الله؟ فجوابه: ليس في مكان ولا يمر عليه زمان، وإن قال لك: كيف الله؟ فقل ليس كمثله شيء، وإن قال لك: متى الله؟ فقل له أول بلا ابتداء وءاخر بلا انتهاء، وإن قال لك قائل: كم الله؟ فقل له: واحد لا من قلة (قل هو الله أحد)
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Syarh Kayifah al-Sajâ ‘Alâ Safînah al-Najâ, Indonesia: Dar Ihya al-kutub al-‘Arabiyyah, t. th. hal. 9)*
_“Barangsiapa meninggalkan empat kalimat maka sempurnalah iman-nya; di mana, bagaimana, kapan, dan berapa. Maka bila seseorang berkata bagimu: *Di mana Allah?* Maka jawabannya: *Ada tanpa tempat dan tidak dilalui oleh zaman*. Jika ia berkata: *Bagaimana Allah?* Maka katakan olehmu: *Dia Allah tidak menyerupai suatu apapun*. Jika ia berkata: *Kapan adanya Allah?* Maka katakan olehmu baginya: *Dia Allah maha Awal tanpa permulaan, dan Dia Allah maha Akhir tanpa penghabisan*. Jika ia berkata bagimu: *Berapa Allah?* Maka katakan baginya: *Allah Esa bukan karena sedikit (Katakan olehmu Dia Allah yang maha Esa; tidak ada keserupaan bagi-Nya)”*._
Tulisan beliau ini sangat jelas dalam menyatakan bahwa Allah ada tanpa tempat. Ini menunjukkan sikap pundamental beliau dalam memegang ortodoksi, di samping beliau juga seorang sufi.
Dalam karya lainnya; _Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Syarh Sullam al-Tawfîq_, beliau menulis:
الأحد أى الذي لا يتجزأ ولا ينقسم فهو واحد في ذاته وصفاته ولا يحل في محل
*(Nawawi Muhammad al-Jawi, Mirqât Shu’ûd al-Tashdîq Fî Syarh Sullam al-Tawfîq, Semarang: Cet. Usaha Keluarga, t. th. hal. 4)*
_“(Dia Allah) al-Ahad artinya Yang tidak terbagi-bagi dan tidak terpisah-pisah. Maka Dia Allah maha Esa; tidak ada keserupaan pada Dzat-Nya, pada Sifat-sifat-Nya, dan Dia tidak bertempat pada suatu ruang (ada tanpa tempat)”_
🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸💠🔸🔸
〰♾🌼 *SUFISME DALAM TAFSIR NAWAWI* 🌼♾〰
Segera download dan share, gratis!!!
Semoga bermanfaat...
📥 *Link :* https://play.google.com/store/books/details?id=PTSCDwAAQBAJ
*Cara download/baca judul buku lainnya :*
📝 Buka Google Play Store ➡ Buku/Book ➡ Klik kotak pencarian/search dan ketik "kholilurrohman" ➡ Scroll untuk melihat judul - judul ebook yang lainnya
Selanjutnya silahkan like Facebook Page Nurul Hikmah Press untuk mendapatkan informasi terkait buku-buku terbitan Nurul Hikmah Press.
Terima kasih,
*Tim Nurul Hikmah Press*
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦📡 *Abou Fateh YouTube Channel* Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah | Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
🌐🕌 *Pondok Pesantren Nurul Hikmah* Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
📱 *Fb Page :* facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id
📷 *Instagram :* instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id
🖥 *Twitter :* twitter.com/ppnurulhikmah
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH MAHA SUCI DARI DEMIKIAN ITU* ❗
Facebook
Log in to Facebook
Log in to Facebook to start sharing and connecting with your friends, family and people you know.
Imam Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi (w 725 H), dalam kitab Najm al-Muhtadî Wa Rajm al-Mu’tadî, h. 588, mengutip perkataan sahabat Ali ibn Abi Thalib, sbb:
سَيَرْجِعُ قَوْمٌ مِنْ هذِه الأمّةِ عِنْدَ اقْتِرَابِ السّاعَةِ كُفّارًا، قَالَ رَجُلٌ: يَا أمِيْرَ المُؤْمِنِيْنَ، كُفْرُهُمْ بِمَاذَا أبِالإحْدَاثِ أمْ بِالإنْكَارِ؟ فَقَالَ: بَلْ بِالإنْكَارِ، يُنْكِرُوْنَ خَالِقَهُمْ فَيَصِفُوْنَهُ بِالجِسْمِ وَالأعْضَاء (رَواهُ ابنُ المُعلِّم القُرَشيّ فِي كِتابه نَجْم المُهْتَدِي وَرَجْمُ المُعْتَدِيْ)
*“Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir”* Seseorang bertanya kpdnya: *“Wahai Amîr al-Mu’minîn apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran?* Sahabat Ali ibn Abi Thalib menjawab: *“Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah) dan mensifati-Nya dgn sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan”*
(Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dlm Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu’tadi, h. 588)
سَيَرْجِعُ قَوْمٌ مِنْ هذِه الأمّةِ عِنْدَ اقْتِرَابِ السّاعَةِ كُفّارًا، قَالَ رَجُلٌ: يَا أمِيْرَ المُؤْمِنِيْنَ، كُفْرُهُمْ بِمَاذَا أبِالإحْدَاثِ أمْ بِالإنْكَارِ؟ فَقَالَ: بَلْ بِالإنْكَارِ، يُنْكِرُوْنَ خَالِقَهُمْ فَيَصِفُوْنَهُ بِالجِسْمِ وَالأعْضَاء (رَواهُ ابنُ المُعلِّم القُرَشيّ فِي كِتابه نَجْم المُهْتَدِي وَرَجْمُ المُعْتَدِيْ)
*“Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir”* Seseorang bertanya kpdnya: *“Wahai Amîr al-Mu’minîn apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran?* Sahabat Ali ibn Abi Thalib menjawab: *“Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah) dan mensifati-Nya dgn sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan”*
(Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dlm Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu’tadi, h. 588)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Bapak Ibu yang dimuliakan Allah, Yasyfa & Mata Hati mengundang Bapak Ibu dalam kajian rutin:
Topic :
*“Siapakah Ahlusunnah wal Jamaah"*
Penyaji:
*Dr. KH. Kholilurrohman, MA*
Host:
*H. Nashiruddin Cholid*
Hari:
*Sabtu , 6 Februari, 2021*
Waktu:
*20.00 WIB Jakarta*
*Join Zoom Meeting*
*https://us02web.zoom.us/j/81573391681?pwd=OGhzL0phZmd3NllWdWJuYlBqM2RQQT09*
Meeting ID:
*815 7339 1681*
Passcode:
*0000*
__________
Note :
Bagi yang hadir akan mendapatkan buku e-book dengan judul "Siapakah Ahlussunnah wal Jamaah"
Selamat menikmati jamuan ilmu dan sajian hikmah penuh makna.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
*Yasyfa & Matahati*
Bapak Ibu yang dimuliakan Allah, Yasyfa & Mata Hati mengundang Bapak Ibu dalam kajian rutin:
Topic :
*“Siapakah Ahlusunnah wal Jamaah"*
Penyaji:
*Dr. KH. Kholilurrohman, MA*
Host:
*H. Nashiruddin Cholid*
Hari:
*Sabtu , 6 Februari, 2021*
Waktu:
*20.00 WIB Jakarta*
*Join Zoom Meeting*
*https://us02web.zoom.us/j/81573391681?pwd=OGhzL0phZmd3NllWdWJuYlBqM2RQQT09*
Meeting ID:
*815 7339 1681*
Passcode:
*0000*
__________
Note :
Bagi yang hadir akan mendapatkan buku e-book dengan judul "Siapakah Ahlussunnah wal Jamaah"
Selamat menikmati jamuan ilmu dan sajian hikmah penuh makna.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
*Yasyfa & Matahati*
*A’ZHAM HUQUQILLAH ‘ALA ‘IBAADIHI (Hak Allah yang paling Agung atas para hamba-Nya) | Oleh : Dr. H. Kholilurrohman, MA*
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا / رواه الشيخان
Maknanya:
_“Hak Allah atas para hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun”_ (H.R. al Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa hak Allah yang paling agung atas para hamba-Nya adalah agar mereka men-tauhid-kan-Nya; menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya (Syirik) dengan sesuatu-pun.
Tauhid التوحيد adalah mashdar dari وحد يوحد : mengesakan. Jika dikatakan وحدت الله maksudnya adalah اعتقدته منفردا بذاته وصفاته لا نظيـر له ولا شبيه ; engkau meyakini bahwa Allah esa pada Dzat dan sifat-sifat-Nya, tidak ada bandingan dan serupa bagi-Nya atau علمتـه واحدا ; engkau mengetahui-Nya esa. Tauhid juga diartikan sebagai الإيمـان بالله وحـده لا شريك له ; beriman kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan.
*Jadi beriman kepada Allah dengan cara yang benar itulah yang dinamakan tauhid.* Karenanya pengajaran tentang beriman kepada Allah dengan cara yang benar menjadi prioritas Ta’lim Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, sebagaimana dikatakan sahabat Ibn ‘Umar dan sahabat Jundub:
كُنَّا وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ تَعَلّمْنَا الإيْمَانَ وَلَمْ نَتَعَلّمِ القرْءَانَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا القُرْءَانَ فَازْدَدْنَا بِهِ إيْمَانًا / رَوَاهُ ابن ماجه وصححه الحافظ البُوْصِيْرِيّ
Maknanya:
_*“Kami –selagi remaja saat mendekati baligh- bersama Rasulullah mempelajari iman (tauhid) dan belum mepelajari al-Qur’an. Kemudian kami mempelajari al-Qur’an maka bertambahlah keimanan kami”*_
(H.R. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Hafizh al-Bushiri).
*Abu Hanifah* menamakan ilmu ini dengan al-Fiqh al-Akbar. Ini artinya mempelajari ilmu ini harus lebih didahulukan dari mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Setelah cukup mempelajari ilmu ini baru disusul dengan ilmu-ilmu yang lain.
Definisi Tauhid Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan:
وأما أهل السنة ففسروا التوحيد بنفي التشبيه والتعطيل
_“Sedangkan Ahlussunnah menafsirkan bahwa tauhid adalah menafikan tasybih (keyakinan yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) dan ta’thil (keyakinan yang menafikan adanya Allah atau salah satu sifat-Nya)”._
*Jadi, tauhid dalam penafsiran Ahlussunnah adalah meyakini bahwa Allah ada dan memiliki sifat-sifat yang tidak menyerupai sifat-sifat makhluk-Nya, Allah esa pada Dzat, sifat dan perbuatan-Nya.* Imam al Junaid al Baghdadi berkata:
التوحيد إفراد القديم من المحدث / رواه الخطيب البغدادي وغيـره
_*"Tauhid adalah mensucikan (Allah) yang tidak mempunyai permulaan dari menyerupai makhluk-Nya”*_
(diriwayatkan oleh al Hafizh al Khathib al Baghdadi)
Dan inilah makna nama Allah al Ahad dan al Wahid. Al Imam al Halimi mengatakan:
الأحد هو الذي لا شبيه له ولا نظيـر ، كما أن الواحد هو الذي لا شريك له ولا عديد
_"Al Ahad ialah yang tiada serupa dan bandingan bagi-Nya, sebagaimana al Wahid maknanya adalah yang tiada sekutu bagi-Nya dan tiada yang menduai –Nya (dalam ketuhanan)"._
Imam Abu Hanifah berkata:
والله واحد لا من طريق العدد ولكن من طريق أنه لاشريك له
_“Allah satu bukan dari segi bilangan tetapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya”._
*Al Ahad juga ditafsirkan yaitu yang tidak menerima pembagian, yakni bukan jisim karena secara akal jisim (benda) bisa dibagi-bagi, sedangkan Allah bukanlah jisim.* Allah berfirman ketika mencela orang-orang kafir:
وجعلوا له من عباده جزءا / سورة الزخرف : 15
Maknanya:
_“Dan mereka (orang-orang kafir) menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian dari pada-Nya”_ (Q.S. az-Zukhruf : 15)
Al Imam Abu Hasan al Asy’ari berkata dalam kitab an-Nawadir :
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا / رواه الشيخان
Maknanya:
_“Hak Allah atas para hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun”_ (H.R. al Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa hak Allah yang paling agung atas para hamba-Nya adalah agar mereka men-tauhid-kan-Nya; menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya (Syirik) dengan sesuatu-pun.
Tauhid التوحيد adalah mashdar dari وحد يوحد : mengesakan. Jika dikatakan وحدت الله maksudnya adalah اعتقدته منفردا بذاته وصفاته لا نظيـر له ولا شبيه ; engkau meyakini bahwa Allah esa pada Dzat dan sifat-sifat-Nya, tidak ada bandingan dan serupa bagi-Nya atau علمتـه واحدا ; engkau mengetahui-Nya esa. Tauhid juga diartikan sebagai الإيمـان بالله وحـده لا شريك له ; beriman kepada Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya dalam ketuhanan.
*Jadi beriman kepada Allah dengan cara yang benar itulah yang dinamakan tauhid.* Karenanya pengajaran tentang beriman kepada Allah dengan cara yang benar menjadi prioritas Ta’lim Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, sebagaimana dikatakan sahabat Ibn ‘Umar dan sahabat Jundub:
كُنَّا وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ تَعَلّمْنَا الإيْمَانَ وَلَمْ نَتَعَلّمِ القرْءَانَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا القُرْءَانَ فَازْدَدْنَا بِهِ إيْمَانًا / رَوَاهُ ابن ماجه وصححه الحافظ البُوْصِيْرِيّ
Maknanya:
_*“Kami –selagi remaja saat mendekati baligh- bersama Rasulullah mempelajari iman (tauhid) dan belum mepelajari al-Qur’an. Kemudian kami mempelajari al-Qur’an maka bertambahlah keimanan kami”*_
(H.R. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Hafizh al-Bushiri).
*Abu Hanifah* menamakan ilmu ini dengan al-Fiqh al-Akbar. Ini artinya mempelajari ilmu ini harus lebih didahulukan dari mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Setelah cukup mempelajari ilmu ini baru disusul dengan ilmu-ilmu yang lain.
Definisi Tauhid Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan:
وأما أهل السنة ففسروا التوحيد بنفي التشبيه والتعطيل
_“Sedangkan Ahlussunnah menafsirkan bahwa tauhid adalah menafikan tasybih (keyakinan yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) dan ta’thil (keyakinan yang menafikan adanya Allah atau salah satu sifat-Nya)”._
*Jadi, tauhid dalam penafsiran Ahlussunnah adalah meyakini bahwa Allah ada dan memiliki sifat-sifat yang tidak menyerupai sifat-sifat makhluk-Nya, Allah esa pada Dzat, sifat dan perbuatan-Nya.* Imam al Junaid al Baghdadi berkata:
التوحيد إفراد القديم من المحدث / رواه الخطيب البغدادي وغيـره
_*"Tauhid adalah mensucikan (Allah) yang tidak mempunyai permulaan dari menyerupai makhluk-Nya”*_
(diriwayatkan oleh al Hafizh al Khathib al Baghdadi)
Dan inilah makna nama Allah al Ahad dan al Wahid. Al Imam al Halimi mengatakan:
الأحد هو الذي لا شبيه له ولا نظيـر ، كما أن الواحد هو الذي لا شريك له ولا عديد
_"Al Ahad ialah yang tiada serupa dan bandingan bagi-Nya, sebagaimana al Wahid maknanya adalah yang tiada sekutu bagi-Nya dan tiada yang menduai –Nya (dalam ketuhanan)"._
Imam Abu Hanifah berkata:
والله واحد لا من طريق العدد ولكن من طريق أنه لاشريك له
_“Allah satu bukan dari segi bilangan tetapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya”._
*Al Ahad juga ditafsirkan yaitu yang tidak menerima pembagian, yakni bukan jisim karena secara akal jisim (benda) bisa dibagi-bagi, sedangkan Allah bukanlah jisim.* Allah berfirman ketika mencela orang-orang kafir:
وجعلوا له من عباده جزءا / سورة الزخرف : 15
Maknanya:
_“Dan mereka (orang-orang kafir) menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian dari pada-Nya”_ (Q.S. az-Zukhruf : 15)
Al Imam Abu Hasan al Asy’ari berkata dalam kitab an-Nawadir :
من اعتقد أن الله جسم فهو غير عارف بربه وإنه كافر به
_“Barang siapa yang meyakini bahwa Allah adalah jisim maka dia tidak tahu tentang tuhannya dan sesungguhnya dia kafir terhadap-nya”._
Ini semua adalah bantahan terhadap orang-orang yang membagi tauhid menjadi tiga macam; Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah dan Tauhid al Asma’ wa ash-Shifat. Pembagian tauhid yang digagas oleh Ibnu Taimiyah dan diikuti oleh para pengikutnya ini menyalahi Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Maksud dan tujuan dari pembagian ini adalah untuk mengkafirkan orang-orang mukmin yang bertawassul dengan para nabi dan orang-orang shalih, mengkafirkan orang-orang mukmin yang mentakwil ayat-ayat yang mengandung sifat-sifat Allah dan mengembalikan penafsirannya kepada ayat-ayat muhkamat. Ini berarti pengkafiran terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merupakan kelompok mayoritas di kalangan umat Muhammad.
Kita katakan kepada mereka:
*Siapakah di antara ulama’ salaf yang membagi tauhid menjadi tiga ini ?*
Jawabannya:
*Tidak ada. Apakah ummat Islam seluruhnya tidak memahami لا إله إلا الله sebelum munculnya Ibnu Taimiyah !!! lalu apa komentar Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya terhadap para sahabat, tabi’in dan para ulama salaf yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat sifat !!!*
Terakhir, sebagian ulama Ahlussunnah mengatakan:
من أعطي الايمان ولم يعط الدّنيا فكأنّما ما منع شيئا ، ومن أعطي الدّنيا ولم يعط الايمان فكأنّما لم يعط شيئا
_“Barang siapa diberi (oleh Allah) keimanan, dan ia tidak diberi dunia (harta benda) maka seolah-olah ia tidak tercegah untuk mendapatkan apapun (karena ia akan masuk surga dengan keimanannya tersebut). Dan barang siapa diberi dunia dan tidak diberi keimanan maka seolah-olah ia tidak diberi apapun (karena bila mati nanti ia akan meninggalkan harta bendanya tersebut dan akan masuk neraka serta kekal di dalamnya selamanya)”._
*Kholil Abou Fateh,*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦 Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
🌐 Pondok Pesantren Nurul Hikmah Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Dibawah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN ARAH* ❤
_“Barang siapa yang meyakini bahwa Allah adalah jisim maka dia tidak tahu tentang tuhannya dan sesungguhnya dia kafir terhadap-nya”._
Ini semua adalah bantahan terhadap orang-orang yang membagi tauhid menjadi tiga macam; Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah dan Tauhid al Asma’ wa ash-Shifat. Pembagian tauhid yang digagas oleh Ibnu Taimiyah dan diikuti oleh para pengikutnya ini menyalahi Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Maksud dan tujuan dari pembagian ini adalah untuk mengkafirkan orang-orang mukmin yang bertawassul dengan para nabi dan orang-orang shalih, mengkafirkan orang-orang mukmin yang mentakwil ayat-ayat yang mengandung sifat-sifat Allah dan mengembalikan penafsirannya kepada ayat-ayat muhkamat. Ini berarti pengkafiran terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merupakan kelompok mayoritas di kalangan umat Muhammad.
Kita katakan kepada mereka:
*Siapakah di antara ulama’ salaf yang membagi tauhid menjadi tiga ini ?*
Jawabannya:
*Tidak ada. Apakah ummat Islam seluruhnya tidak memahami لا إله إلا الله sebelum munculnya Ibnu Taimiyah !!! lalu apa komentar Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya terhadap para sahabat, tabi’in dan para ulama salaf yang melakukan takwil terhadap ayat-ayat sifat !!!*
Terakhir, sebagian ulama Ahlussunnah mengatakan:
من أعطي الايمان ولم يعط الدّنيا فكأنّما ما منع شيئا ، ومن أعطي الدّنيا ولم يعط الايمان فكأنّما لم يعط شيئا
_“Barang siapa diberi (oleh Allah) keimanan, dan ia tidak diberi dunia (harta benda) maka seolah-olah ia tidak tercegah untuk mendapatkan apapun (karena ia akan masuk surga dengan keimanannya tersebut). Dan barang siapa diberi dunia dan tidak diberi keimanan maka seolah-olah ia tidak diberi apapun (karena bila mati nanti ia akan meninggalkan harta bendanya tersebut dan akan masuk neraka serta kekal di dalamnya selamanya)”._
*Kholil Abou Fateh,*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
🎦 Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
🌐 Pondok Pesantren Nurul Hikmah Untuk Menghafal al-Qur'an Dan Kajian Ilmu Agama Madzhab Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Dibawah Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA | www.nurulhikmah.ponpes.id
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN ARAH* ❤
Tauhid Corner via @vote
Siapakah Ulama yang mengatakan kalimat berikut ini? [مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك]
public poll
Al-Imam Ahmad Ibn Hanbal – 12
👍👍👍👍👍👍👍 67%
Cak, @nurulhikmahpress, Ika, Muhammad, Abd. latif, @KepadaRasulullahKuSetia, Ridho, Candra, Zulkifli, @Alanguli, Nanda, @CatatanBJ
Al-Imam Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi'i – 4
👍👍 22%
Muhammad Ata, Bang, Fulan bin Fulan bin Fulan bin F…, Ahmad
Al-Imam Malik Ibn Anas – 1
👍 6%
Siti
Al-Imam Nu'man Ibn Tsabit al-Hanafi – 1
👍 6%
Amru
👥 18 people voted so far.
public poll
Al-Imam Ahmad Ibn Hanbal – 12
👍👍👍👍👍👍👍 67%
Cak, @nurulhikmahpress, Ika, Muhammad, Abd. latif, @KepadaRasulullahKuSetia, Ridho, Candra, Zulkifli, @Alanguli, Nanda, @CatatanBJ
Al-Imam Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi'i – 4
👍👍 22%
Muhammad Ata, Bang, Fulan bin Fulan bin Fulan bin F…, Ahmad
Al-Imam Malik Ibn Anas – 1
👍 6%
Siti
Al-Imam Nu'man Ibn Tsabit al-Hanafi – 1
👍 6%
Amru
👥 18 people voted so far.
Tauhid Corner via @vote
Siapakah Ulama yang mengatakan kalimat berikut ini? [ المجسم كافر ]
public poll
Al-Imam Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi'i – 15
👍👍👍👍👍👍👍 79%
HJ RIMIN, @nurulhikmahpress, Mohamad, Ika, Mohd Asyran Safwan, Abd. latif, @KepadaRasulullahKuSetia, Amru, Ridho, @aja2727, @aku_orangdong, @Laisshop, Zulkifli, Siti, @CatatanBJ
Al-Imam Ahmad Ibn Hanbal – 3
👍 16%
Ahmad Rofiuddin Sujin, Philocoffein, Nanda
Al-Imam Nu'man Ibn Tsabit al-Hanafi – 1
▫️ 5%
Fulan bin Fulan bin Fulan bin F…
Al-Imam Malik Ibn Anas
▫️ 0%
👥 19 people voted so far.
public poll
Al-Imam Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi'i – 15
👍👍👍👍👍👍👍 79%
HJ RIMIN, @nurulhikmahpress, Mohamad, Ika, Mohd Asyran Safwan, Abd. latif, @KepadaRasulullahKuSetia, Amru, Ridho, @aja2727, @aku_orangdong, @Laisshop, Zulkifli, Siti, @CatatanBJ
Al-Imam Ahmad Ibn Hanbal – 3
👍 16%
Ahmad Rofiuddin Sujin, Philocoffein, Nanda
Al-Imam Nu'man Ibn Tsabit al-Hanafi – 1
▫️ 5%
Fulan bin Fulan bin Fulan bin F…
Al-Imam Malik Ibn Anas
▫️ 0%
👥 19 people voted so far.
Tauhid Corner via @vote
Siapakah Ulama yang mengatakan kalimat berikut ini? تعالى عن الحدود والغايات والأركان والأدوات لا تحويه جهة الست كسائر المبتدعات ومن وصف الله بمعنا من معان البشر فقد كفر
public poll
Al-Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi – 9
👍👍👍👍👍👍👍 53%
@nurulhikmahpress, Mohamad, @Maxhiln, Abd. latif, @KepadaRasulullahKuSetia, Amru, Prof.Dr...S.pd.Mpd, @aja2727, Zulkifli
Al-Imam 'Abdul Ghani An-Nabulsi – 4
👍👍👍 24%
@riabifahmad99, @asmtmm, Irfan Dany Syahputra, Nanda
Al-Imam Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi'i – 4
👍👍👍 24%
Ahmad Muqoddam, Ika, @Wahyoe_affandy, Siti
👥 17 people voted so far.
public poll
Al-Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi – 9
👍👍👍👍👍👍👍 53%
@nurulhikmahpress, Mohamad, @Maxhiln, Abd. latif, @KepadaRasulullahKuSetia, Amru, Prof.Dr...S.pd.Mpd, @aja2727, Zulkifli
Al-Imam 'Abdul Ghani An-Nabulsi – 4
👍👍👍 24%
@riabifahmad99, @asmtmm, Irfan Dany Syahputra, Nanda
Al-Imam Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi'i – 4
👍👍👍 24%
Ahmad Muqoddam, Ika, @Wahyoe_affandy, Siti
👥 17 people voted so far.
Bait nomor berapakah yang terdapat dalam Nazham Syair 'Aqidatul Awam?
Anonymous Quiz
14%
١. معرفة الله عليك تفارض # بأنه لا جوهر ولا عرض
71%
٢. فَٱللهُ مَوۡجُـودٌ قَـدِيمٌ بَاقِـي # مُخَالـِفٌ لِلۡـخَـلۡقِ بِٱلۡإِطۡلاَقِ
14%
٣. ومنه ارسال جميع الرسول # فلا وجوب بل بمحض الفضل