💡💡💡
*PENJELASAN BAHWA LANGIT ADALAH KIBLAT DO’A*
______
6️⃣ *Asy-Syaikh Kamaluddin al-Bayyadli al-Hanafi (w 1098 H)* dalam kitab _*Isyârât al-Marâm*_ berkata:
رفع الأيدي عند الدعاء إلى جهة السماء ليس لكونه تعالى فوق السموات العُلى بل لكونها قِبلة الدعاء، إذ منها يتوقع الخيرات ويستنـزل البركات لقوله تعالى : {وفي السماء رزقكم وما توعدون} مع الإشارة إلى اتصافه تعالى بنعوت الجلال وصفات الكبرياء، وكونه تعالى فوق عباده بالقهر والاستيلاء. اهـ
*“Mengangkat tangan dalam berdoa ke arah langit bukan untuk menunjukkan bahwa Allah berada di arah langit-langit yang tinggi, akan tetapi karena langit adalah kiblat dalam berdoa. Karena darinya diminta turun berbagai kebaikan dan rahmat, karena Allah berfirman: “Dan di langit terdapat rizki kalian dan apa yang dijanjikan kepada kalian”. (QS. Al-Dzariyat: 22), dan hal itu untuk mengisayratkan bahwa Allah maha memiliki sifat agung dan kuasa, juga untuk memahamkan bahwa Allah maha menguasai dan maha menundukan atas seluruh hamba-Nya”*
*(Isyârât al-Marâm, h. 198)*
______
*PENJELASAN LENGKAP ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH*
*Penyusun :* Kholilurrohman
*ISBN :* 978-623-92773-0-7
*Penerbit :* Nurul Hikmah Press
*Halaman :* 298
*Size :* 14 X 20 Cm
https://gourl.page.link/NmgN
_______
nurulhikmah.ponpes.id | youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh | facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah | wa.me/6287878023938 | t.me/Kholilaboufateh
*PENJELASAN BAHWA LANGIT ADALAH KIBLAT DO’A*
______
6️⃣ *Asy-Syaikh Kamaluddin al-Bayyadli al-Hanafi (w 1098 H)* dalam kitab _*Isyârât al-Marâm*_ berkata:
رفع الأيدي عند الدعاء إلى جهة السماء ليس لكونه تعالى فوق السموات العُلى بل لكونها قِبلة الدعاء، إذ منها يتوقع الخيرات ويستنـزل البركات لقوله تعالى : {وفي السماء رزقكم وما توعدون} مع الإشارة إلى اتصافه تعالى بنعوت الجلال وصفات الكبرياء، وكونه تعالى فوق عباده بالقهر والاستيلاء. اهـ
*“Mengangkat tangan dalam berdoa ke arah langit bukan untuk menunjukkan bahwa Allah berada di arah langit-langit yang tinggi, akan tetapi karena langit adalah kiblat dalam berdoa. Karena darinya diminta turun berbagai kebaikan dan rahmat, karena Allah berfirman: “Dan di langit terdapat rizki kalian dan apa yang dijanjikan kepada kalian”. (QS. Al-Dzariyat: 22), dan hal itu untuk mengisayratkan bahwa Allah maha memiliki sifat agung dan kuasa, juga untuk memahamkan bahwa Allah maha menguasai dan maha menundukan atas seluruh hamba-Nya”*
*(Isyârât al-Marâm, h. 198)*
______
*PENJELASAN LENGKAP ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH*
*Penyusun :* Kholilurrohman
*ISBN :* 978-623-92773-0-7
*Penerbit :* Nurul Hikmah Press
*Halaman :* 298
*Size :* 14 X 20 Cm
https://gourl.page.link/NmgN
_______
nurulhikmah.ponpes.id | youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh | facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah | wa.me/6287878023938 | t.me/Kholilaboufateh
📌
Beliau adalah seorang Imam yang luas ilmunya (al-Imâm al-Habr), seorang yang sangat bertaqwa dan saleh (at-Taqiy al-Barr), pembela ajaran-ajaran Rasulullah (Nashir as-Sunnah), bendera/tiang/rujukan agama Islam (‘Alam ad-Din), dan syiar bagi orang-orang Islam (Syi’ar al-Muslimin), pemimpin Ahlussunnah Wal Jama’ah dan para teolog Islam (Syekh Ahlissunnah Wa al-Mutakallimin). Adalah al-Imâm Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa al-Asy’ari. Maka al-Imâm Abul Hasan adalah keturunan sahabat Rasulullah; Abu Musa al-Asy’ari.
*Selenglapnya >>>* https://nurulhikmah.ponpes.id/%E3%80%B0%E2%99%BE%F0%9F%8C%BC-biografi-ringkas-al-imam-abul-hasan-al-asyari-%F0%9F%8C%BC%E2%99%BE%E3%80%B0/
___
📥 *Ebook:*
t.me/Kholilaboufateh
📺 *YouTube:*
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 *Book Store:*
wa.me/6287878023938
facebook.com/nurulhikmahpress
Beliau adalah seorang Imam yang luas ilmunya (al-Imâm al-Habr), seorang yang sangat bertaqwa dan saleh (at-Taqiy al-Barr), pembela ajaran-ajaran Rasulullah (Nashir as-Sunnah), bendera/tiang/rujukan agama Islam (‘Alam ad-Din), dan syiar bagi orang-orang Islam (Syi’ar al-Muslimin), pemimpin Ahlussunnah Wal Jama’ah dan para teolog Islam (Syekh Ahlissunnah Wa al-Mutakallimin). Adalah al-Imâm Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim bin Isma’il bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa al-Asy’ari. Maka al-Imâm Abul Hasan adalah keturunan sahabat Rasulullah; Abu Musa al-Asy’ari.
*Selenglapnya >>>* https://nurulhikmah.ponpes.id/%E3%80%B0%E2%99%BE%F0%9F%8C%BC-biografi-ringkas-al-imam-abul-hasan-al-asyari-%F0%9F%8C%BC%E2%99%BE%E3%80%B0/
___
📥 *Ebook:*
t.me/Kholilaboufateh
📺 *YouTube:*
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 *Book Store:*
wa.me/6287878023938
facebook.com/nurulhikmahpress
Book Store : facebook.com/nurulhikmahpress
Download ebook : t.me/Kholilaboufateh
Whatsapp : wa.me/6287878023938
YouTube : youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
#Allah_Ada_Tanpa_Tempat
#bukuislam
#tauhid
#aqidah
#kajianislam
#islamictheology
#tasawuf
Download ebook : t.me/Kholilaboufateh
Whatsapp : wa.me/6287878023938
YouTube : youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
#Allah_Ada_Tanpa_Tempat
#bukuislam
#tauhid
#aqidah
#kajianislam
#islamictheology
#tasawuf
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Buku-Buku Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Kota Tangerang Banten Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA
__
facebook.com/nurulhikmahpress
t.me/Kholilaboufateh
wa.me/6287878023938
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
#Allah_Ada_Tanpa_Tempat
#bukuislam
#tauhid
#aqidah
#kajianislam
#islamictheology
#tasawuf
Penerbit Buku-Buku Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah - Kota Tangerang Banten Asuhan Dr. H. Kholilurrohman, MA
__
facebook.com/nurulhikmahpress
t.me/Kholilaboufateh
wa.me/6287878023938
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
#Allah_Ada_Tanpa_Tempat
#bukuislam
#tauhid
#aqidah
#kajianislam
#islamictheology
#tasawuf
Di bawah ini akun-akun media publikasi digital karya-karya Dr. H. Kholilurrohman, MA yang bisa dimanfaatkan untuk refrensi karya tulis, skripsi dan lainnya. Semoga bermanfaat.
Salaam,
*Nurul Hikmah Press*
wa.me/6287878023938
(Menyediakan karya beliau dalam buku cetak)
______
1. https://www.researchgate.net/profile/Kholilurrohman_Abou_Fateh
2. https://scholar.google.com/citations?hl=en&authuser=6&user=91nlsaYAAAAJ
3. https://orcid.org/0000-0001-9247-2248
4. https://uinjkt.academia.edu/KholilurrohmanAbouFateh
5. Google Play Books >>> ketik di kotak pencarian "Kholilurrohman"
Salaam,
*Nurul Hikmah Press*
wa.me/6287878023938
(Menyediakan karya beliau dalam buku cetak)
______
1. https://www.researchgate.net/profile/Kholilurrohman_Abou_Fateh
2. https://scholar.google.com/citations?hl=en&authuser=6&user=91nlsaYAAAAJ
3. https://orcid.org/0000-0001-9247-2248
4. https://uinjkt.academia.edu/KholilurrohmanAbouFateh
5. Google Play Books >>> ketik di kotak pencarian "Kholilurrohman"
WhatsApp.com
Nurul Hikmah Islamic Bookstore
Business Account
🔖 Bedah Buku Santai bahas Bid'ah. al-Hamdu Lillah, menjadi mudah dipahami. Talaqqi langsung bersama penulis Dr. H. Kholilurrohman, MA
Simak kajian berikut, semoga bermanfaat!
Playlist kajian:
*MEMAHAMI MAKNA BID'AH SECARA KOMPREHENSIF SESUAI PEMAHAMAN ULAMA AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH*
https://www.youtube.com/playlist?list=PLRLgoIJio62devxbUge_aEaAJkpIMQKx7
______
Buku yang di kaji:
https://nurulhikmah.ponpes.id/ebookmmbsk/
Tersedia buku cetak di
*Nurul Hikmah Press*
wa.me/6287878023938
Simak kajian berikut, semoga bermanfaat!
Playlist kajian:
*MEMAHAMI MAKNA BID'AH SECARA KOMPREHENSIF SESUAI PEMAHAMAN ULAMA AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH*
https://www.youtube.com/playlist?list=PLRLgoIJio62devxbUge_aEaAJkpIMQKx7
______
Buku yang di kaji:
https://nurulhikmah.ponpes.id/ebookmmbsk/
Tersedia buku cetak di
*Nurul Hikmah Press*
wa.me/6287878023938
🎥
Simak kajian berikut…
*MENYIKAPI COVID DENGAN TAUHID*
_Kajian Kitab ash-Shirath al-Mustaqim Karya asy-Syaikh Abdullah al-Harari_
Bagikan jika bermanfaat.
*Ustadz Kholil Abou Fateh*
*YouTube Channel*
https://youtu.be/UIEcePe_Wx0
Simak kajian berikut…
*MENYIKAPI COVID DENGAN TAUHID*
_Kajian Kitab ash-Shirath al-Mustaqim Karya asy-Syaikh Abdullah al-Harari_
Bagikan jika bermanfaat.
*Ustadz Kholil Abou Fateh*
*YouTube Channel*
https://youtu.be/UIEcePe_Wx0
YouTube
Menyikapi Covid Dengan Tauhid
Kajian Kitab Ash-Shirath Al-Mustaqim Karya Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdullah Al-Harari
*Al-Imâm Ja’far as-Shadiq (w 148 H); ALLAH ADA TANPA TEMPAT (Aqidah Keluarga Rasulullah)*
Al-Imâm Ja’far as-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn ibn Zainal Abidin Ali ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib (w 148 H) berkata:
"مَنْ زَعَمَ أنّ اللهَ فِي شَىءٍ، أوْ مِنْ شَىءٍ، أوْ عَلَى شَىءٍ فَقَدْ أشْرَكَ. إذْ لَوْ كَانَ عَلَى شَىءٍ لَكَانَ مَحْمُوْلاً، وَلَوْ كَانَ فِي شَىءٍ لَكَانَ مَحْصُوْرًا، وَلَوْ كَانَ مِنْ شَىءٍ لَكَانَ محدَثًا (أي مَخْلُوْقًا)"
_*“Barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah berada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu maka ia adalah seorang yang musyrik. Karena jika Allah berada di atas sesuatu maka berarti Dia diangkat, dan bila berada di dalam sesuatu berarti Dia terbatas, dan bila Dia dari sesuatu maka berarti Dia baharu (makhluk)”*_[1].
___________________
[1] al-Qusyairi, ar-Risâlah al-Qusyairiyyah, h. 6. Al Imam Ja’far ash Shadiq adalah imam terkemuka dalam fiqih, ilmu, dan keutamaan. Lihat ats Tsiqat, Ibn Hibban, j. 6, h. 131
_
🎥 youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 facebook.com/nurulhikmahpress
Al-Imâm Ja’far as-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn ibn Zainal Abidin Ali ibn al-Husain ibn Ali ibn Abi Thalib (w 148 H) berkata:
"مَنْ زَعَمَ أنّ اللهَ فِي شَىءٍ، أوْ مِنْ شَىءٍ، أوْ عَلَى شَىءٍ فَقَدْ أشْرَكَ. إذْ لَوْ كَانَ عَلَى شَىءٍ لَكَانَ مَحْمُوْلاً، وَلَوْ كَانَ فِي شَىءٍ لَكَانَ مَحْصُوْرًا، وَلَوْ كَانَ مِنْ شَىءٍ لَكَانَ محدَثًا (أي مَخْلُوْقًا)"
_*“Barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah berada di dalam sesuatu, atau dari sesuatu, atau di atas sesuatu maka ia adalah seorang yang musyrik. Karena jika Allah berada di atas sesuatu maka berarti Dia diangkat, dan bila berada di dalam sesuatu berarti Dia terbatas, dan bila Dia dari sesuatu maka berarti Dia baharu (makhluk)”*_[1].
___________________
[1] al-Qusyairi, ar-Risâlah al-Qusyairiyyah, h. 6. Al Imam Ja’far ash Shadiq adalah imam terkemuka dalam fiqih, ilmu, dan keutamaan. Lihat ats Tsiqat, Ibn Hibban, j. 6, h. 131
_
🎥 youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 facebook.com/nurulhikmahpress
📌📌
‼️ *Catatan Penting Dari Catatan Ibnu Taimiyah* ‼️
Bagi mereka yang _“getol”_ menyuarakan bahwa semua bid’ah secara mutlak adalah sesat, --umumnya pernyataan ini didagangkan oleh orang-orang pecinta Ibnu Taimiyah _(Taimiyyun/Wahhabiyyah)_-- berikut ini kita sodorkan ke hadapan mereka catatan Ibnu Taimiyah sendiri yang telah membagi bid’ah kepada dua bagian; bid’ah _*hasanah*_ dan bid’ah _*sayyi’a*h_.
*(Satu):*
Dalam kitab berjudul _Majmu’ al-Fatawa_, --yang juga sama persis dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam karyanya yang lain, berjudul Qa’idah Jalilah _Fi at-Tawassul Wa al-Wasilah_--, Ibnu Taimiyah menuliskan sebagai berikut:
وكل بدعة ليست واجبة ولامستحبة فهي بدعة سيئة، وهي ضلالة باتفاق المسلمين، ومن قال في بعض البدع إنها بدعة حسنة فإنما ذلك إذا قام دليل شرعي على أنها مستحبة، فأما ما ليس بمستحب ولا واجب فلا يقول أحد من المسلمين إنها من الحسنات التى يتقرب بها إلى الله .اهـ
_*“Dan setiap bid’ah yang bukan wajib dan bukan mustahabbah (dianjurkan/sunnah) maka dia adalah bid’ah buruk, dan dia adalah sesat dengan kesepekatan orang-orang Islam. Dan adapun pendapat yang mengatakan ada sebagian bid’ah yang disebut bid’ah hasanah maka itu adalah apa bila telah ada dalil Syara’ [yang mentapkan] bahwa dia itu bid’ah mustahabbah. Adapun perkara [baru] yang tidak mustahabb, dan bukan wajib; maka tidak ada seorang-pun dari orang-orang Islam yang mengatakan itu sebagai kebaikan-kebaikan yang bisa untuk taqarrub kepada Allah dengannya”*_ [1]
Anda perhatikan catatan Ibnu Taimiyah di atas. Ia tidak hanya menetapkan adanya bid’ah mustahabbah (perkara baru yang dianjurkan), tetapi ia juga menetapkan adanya bid’ah wajibah (artinya; bid’ah wajib yang justru berdosa apa bila ditinggalkan). Bandingkan dengan pendapat para pecinta Ibnu Taimiyah (Taimiyyun/Wahhabiyyah) di masa kita sekarang; mereka yang menilai secara mutlak/general/menyeluruh bahwa segala apapun yang tidak ada di zaman Rasulullah maka dia adalah bid’ah sesat. Pertanyaannya; Beranikah mereka mengatakan Ibnu Taimiyah seorang yang sesat? Anda sodorkan pertanyaan ini kepada mereka.
______
[1] *Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, j. 1, h. 161-162. Lihat pula dalam karya Ibnu Taimiyah lainnya, berjudul; Qa’idah Jalilah Fi at-Tawassul Wa al-Wasilah, j. 2, h. 28*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
📥 Ebook:
t.me/Kholilaboufateh
📺 YouTube:
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 Book Store:
wa.me/6287878023938
facebook.com/nurulhikmahpress
‼️ *Catatan Penting Dari Catatan Ibnu Taimiyah* ‼️
Bagi mereka yang _“getol”_ menyuarakan bahwa semua bid’ah secara mutlak adalah sesat, --umumnya pernyataan ini didagangkan oleh orang-orang pecinta Ibnu Taimiyah _(Taimiyyun/Wahhabiyyah)_-- berikut ini kita sodorkan ke hadapan mereka catatan Ibnu Taimiyah sendiri yang telah membagi bid’ah kepada dua bagian; bid’ah _*hasanah*_ dan bid’ah _*sayyi’a*h_.
*(Satu):*
Dalam kitab berjudul _Majmu’ al-Fatawa_, --yang juga sama persis dikutip oleh Ibnu Taimiyah dalam karyanya yang lain, berjudul Qa’idah Jalilah _Fi at-Tawassul Wa al-Wasilah_--, Ibnu Taimiyah menuliskan sebagai berikut:
وكل بدعة ليست واجبة ولامستحبة فهي بدعة سيئة، وهي ضلالة باتفاق المسلمين، ومن قال في بعض البدع إنها بدعة حسنة فإنما ذلك إذا قام دليل شرعي على أنها مستحبة، فأما ما ليس بمستحب ولا واجب فلا يقول أحد من المسلمين إنها من الحسنات التى يتقرب بها إلى الله .اهـ
_*“Dan setiap bid’ah yang bukan wajib dan bukan mustahabbah (dianjurkan/sunnah) maka dia adalah bid’ah buruk, dan dia adalah sesat dengan kesepekatan orang-orang Islam. Dan adapun pendapat yang mengatakan ada sebagian bid’ah yang disebut bid’ah hasanah maka itu adalah apa bila telah ada dalil Syara’ [yang mentapkan] bahwa dia itu bid’ah mustahabbah. Adapun perkara [baru] yang tidak mustahabb, dan bukan wajib; maka tidak ada seorang-pun dari orang-orang Islam yang mengatakan itu sebagai kebaikan-kebaikan yang bisa untuk taqarrub kepada Allah dengannya”*_ [1]
Anda perhatikan catatan Ibnu Taimiyah di atas. Ia tidak hanya menetapkan adanya bid’ah mustahabbah (perkara baru yang dianjurkan), tetapi ia juga menetapkan adanya bid’ah wajibah (artinya; bid’ah wajib yang justru berdosa apa bila ditinggalkan). Bandingkan dengan pendapat para pecinta Ibnu Taimiyah (Taimiyyun/Wahhabiyyah) di masa kita sekarang; mereka yang menilai secara mutlak/general/menyeluruh bahwa segala apapun yang tidak ada di zaman Rasulullah maka dia adalah bid’ah sesat. Pertanyaannya; Beranikah mereka mengatakan Ibnu Taimiyah seorang yang sesat? Anda sodorkan pertanyaan ini kepada mereka.
______
[1] *Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, j. 1, h. 161-162. Lihat pula dalam karya Ibnu Taimiyah lainnya, berjudul; Qa’idah Jalilah Fi at-Tawassul Wa al-Wasilah, j. 2, h. 28*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
📥 Ebook:
t.me/Kholilaboufateh
📺 YouTube:
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 Book Store:
wa.me/6287878023938
facebook.com/nurulhikmahpress
🔖 Bedah Buku Santai bahas Bid'ah. al-Hamdu Lillah, menjadi mudah dipahami...
Simak kajian berikut, semoga bermanfaat!
*Update:*
*Catatan dari Imam Yahya ibn Syaraf an-Nawawi* >>> https://youtu.be/zp-CrjMIUHA
*Catatan dari Syekh Muhammad Amin ibn Umar* >>> https://youtu.be/Id0_5yYcSRw
Playlist kajian:
*MEMAHAMI MAKNA BID'AH SECARA KOMPREHENSIF SESUAI PEMAHAMAN ULAMA AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH*
https://www.youtube.com/playlist?list=PLRLgoIJio62devxbUge_aEaAJkpIMQKx7
__________
Buku yang di kaji:
https://nurulhikmah.ponpes.id/ebookmmbsk/
Tersedia buku cetak di
*Nurul Hikmah Press*
wa.me/6287878023938
Simak kajian berikut, semoga bermanfaat!
*Update:*
*Catatan dari Imam Yahya ibn Syaraf an-Nawawi* >>> https://youtu.be/zp-CrjMIUHA
*Catatan dari Syekh Muhammad Amin ibn Umar* >>> https://youtu.be/Id0_5yYcSRw
Playlist kajian:
*MEMAHAMI MAKNA BID'AH SECARA KOMPREHENSIF SESUAI PEMAHAMAN ULAMA AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH*
https://www.youtube.com/playlist?list=PLRLgoIJio62devxbUge_aEaAJkpIMQKx7
__________
Buku yang di kaji:
https://nurulhikmah.ponpes.id/ebookmmbsk/
Tersedia buku cetak di
*Nurul Hikmah Press*
wa.me/6287878023938
Tauhid Corner
📌📌 ‼️ *Catatan Penting Dari Catatan Ibnu Taimiyah* ‼️ Bagi mereka yang _“getol”_ menyuarakan bahwa semua bid’ah secara mutlak adalah sesat, --umumnya pernyataan ini didagangkan oleh orang-orang pecinta Ibnu Taimiyah _(Taimiyyun/Wahhabiyyah)_-- berikut ini…
‼️‼️
*Catatan Penting Dari Catatan Ibnu Taimiyah*
Bagi mereka yang _“getol”_ menyuarakan bahwa semua bid’ah secara mutlak adalah sesat, --umumnya pernyataan ini didagangkan oleh orang-orang pecinta Ibnu Taimiyah _(Taimiyyun/Wahhabiyyah)_-- berikut ini kita sodorkan ke hadapan mereka catatan Ibnu Taimiyah sendiri yang telah membagi bid’ah kepada dua bagian; bid’ah _*hasanah*_ dan bid’ah _*sayyi’ah*_.
*(Dua):* Pada bagian lain dalam _Majmu’ al-Fatawa_ Ibnu Taimiyah mengutip perkataan al-Imam asy-Syafi’i serta menyetujuinya, menuliskan:
قال الشّافعيّ رحمه اللّه؛ البدعة بدعتان؛ بدعة خالفت كتابًا وسنّةً وإجماعًا وأثرًا عن بعض أصحاب رسول اللّه صلى الله عليه وسلم فهذه بدعة ضلالةٍ، وبدعة لم تخالف شيئًا من ذلك، فهذه قد تكون حسنةً لقول عمر: نعمت البدعة هذه، هذا الكلام أو نحوه رواه البيهقي بإسناده الصّحيح في المدخل .اهـ
_*“Asy-Syafi’i --semoga rahmat Allah tercurah baginya-- berkata: “Bid’ah ada dua; bid’ah yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar dari para sahabat Rasulullah, maka ini adalah bid’ah sesat. Dan bid’ah yang tidak menyalahi suatu apapun dari perkara-perkara tersebut (al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar); maka ini kadang bid’ah hasanah, karena perkataan ‘Umar: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (Qiyam Ramadhan)”. Pernyataan ini atau semacamnya telah diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dengan sanad-nya yang sahih dalam kitab al-Madkhal”*_ [1]
______
*[1] Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, j. 1, h. 163*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
📥 Ebook:
t.me/Kholilaboufateh
📺 YouTube:
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 Book Store:
wa.me/6287878023938
facebook.com/nurulhikmahpress
*Catatan Penting Dari Catatan Ibnu Taimiyah*
Bagi mereka yang _“getol”_ menyuarakan bahwa semua bid’ah secara mutlak adalah sesat, --umumnya pernyataan ini didagangkan oleh orang-orang pecinta Ibnu Taimiyah _(Taimiyyun/Wahhabiyyah)_-- berikut ini kita sodorkan ke hadapan mereka catatan Ibnu Taimiyah sendiri yang telah membagi bid’ah kepada dua bagian; bid’ah _*hasanah*_ dan bid’ah _*sayyi’ah*_.
*(Dua):* Pada bagian lain dalam _Majmu’ al-Fatawa_ Ibnu Taimiyah mengutip perkataan al-Imam asy-Syafi’i serta menyetujuinya, menuliskan:
قال الشّافعيّ رحمه اللّه؛ البدعة بدعتان؛ بدعة خالفت كتابًا وسنّةً وإجماعًا وأثرًا عن بعض أصحاب رسول اللّه صلى الله عليه وسلم فهذه بدعة ضلالةٍ، وبدعة لم تخالف شيئًا من ذلك، فهذه قد تكون حسنةً لقول عمر: نعمت البدعة هذه، هذا الكلام أو نحوه رواه البيهقي بإسناده الصّحيح في المدخل .اهـ
_*“Asy-Syafi’i --semoga rahmat Allah tercurah baginya-- berkata: “Bid’ah ada dua; bid’ah yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar dari para sahabat Rasulullah, maka ini adalah bid’ah sesat. Dan bid’ah yang tidak menyalahi suatu apapun dari perkara-perkara tersebut (al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Atsar); maka ini kadang bid’ah hasanah, karena perkataan ‘Umar: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (Qiyam Ramadhan)”. Pernyataan ini atau semacamnya telah diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dengan sanad-nya yang sahih dalam kitab al-Madkhal”*_ [1]
______
*[1] Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, j. 1, h. 163*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
📥 Ebook:
t.me/Kholilaboufateh
📺 YouTube:
youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
📚 Book Store:
wa.me/6287878023938
facebook.com/nurulhikmahpress
*Al-Imâm al-Bukhari dan al-Imâm Muslim* dalam kitab Sahih masing-masing meriwayatkan dari hadits sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
يَضْحَكُ اللهُ إلَى رَجُلَيْنِ يَقْتلُ أحدُهُما الآخرَ يَدْخُلان الْجَنّةَ (وفي أفرَاد مُسْلم مِنْ حَديث ابْن مَسعُوْد): أنّ رَسُولَ الله صلّى الله عَليه وَسَلّم أخْبَرَ عَنْ ءاخِرِ مَنْ يَدخُل الْجنّةَ، وَضَحِكَ، فَقيْل: مِمَّ تَضْحَك؟ فقَال: مِنْ ضَحْكِ رَبّ العالَميْن
*[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “Allah tertawa dari dua orang yang saling membunuh (berperang) satu dengan lainnya dan keduanya masuk ke surga”. Dalam riwayat muslim dari hadits Abdullah ibn Mas’ud (hadits munfarid): “Rasulullah memberitahukan tentang orang yang paling terakhir masuk ke surga, Rasulullah tertawa. Lalu ada yang berkata kepadanya: “Apakah yang membuatmmu tertawa?”, Rasulullah berkata: “Aku tertawa karena Tuhan seluruh alam (Allah) tertawa”].*
Ketahuilah, makna “الضحك” [yang secara literal bermakna “tertawa”] kandungan maknanya sangat banyak; yang keseluruhan makna tersebut untuk mengungkapkan “kejelasan dan penampakan”. Dasarnya, segala sesuatu yang nampak (timbul) dari semula yang tersembunyi dalam bahasa Arab biasa diungkapkan dengan kata “الضحك”. Contoh, bila dikatakan; “ضحكت الأرض بالنبات”, maka artinya: “Bumi menjadi nampak (berseri) dengan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan”. Kebalikan (antonim) dari kata “الضحك” adalah “البكاء”, [secara literal berarti “menangis”], seperti biasa diungkapkan: “بكت السماء”, sebagaimana dalam sebuah syair:
كُلّ يَوْمٍ بأقْوَاحٍ جَدِيْد *** تَضْحَكُ الأرْضُ مِنْ بُكَاء السّمَاء
“Setiap hari dengan keadaan (tempat) yang baru, bumi berseri dengan hujan turun dari langit”.
Adapun makna “الضحك” yang terjadi pada manusia adalah membuka mulut dan menyeringaikan (menampakan) gigi. *Makna “الضحك” dalam pengertian ini tentu mustahil bagi Allah. Dengan demikian maka wajib memahami makna “الضحك” pada hak Allah dalam pengertian bahwa Allah memperlihatkan kepada para hamba-Nya dari tanda-tanda kemuliaan, (keridlaan) dan karunia-Nya.*
Kemudian dalam bahasa Arab jika dikatakan: “ضحكت لضحك ربي”, maka artinya adalah; “Saya tertawa [membuka mulut dan menyeringaikan gigi karena senang] karena Allah telah memperlihatkan bagiku tanda-tanda keridlaan dan karunia-Nya”, [bukan bermakna: ~“Saya tertawa karena tertawanya Tuhanku”~].
Ada hadits mawqûf berbunyi:
(قيل) ضَحِكَ حَتّى بَدَتْ لَهَواتُه وأضْرَاسُهُ
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “(Allah) tertawa hingga nampak gusi-Nya dan gigi-gigi geraham-Nya”].
Hadits ini disebutkan oleh al-Khallal dalam kitab as-Sunnah. Ar-Rauzi berkata: “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah (Ahmad bin Hanbal); “Apa pendapatmu tentang hadits ini?”, beliau menjawab: *“Itu adalah dalam pengertian bahwa Allah memberikan pertolongan dan karunia-Nya”*.
Kemudian Abu Abdillah juga berkata: “Seandainya itu riwayat yang benar maka maknanya memiliki dua pemahaman:
*Pertama:* Bahwa kata “اللهوات” dan kata “الأضراس” [yang secara literal bermakna gigi geraham dan gusi] kembali kepada Rasulullah, [Artinya, penyebutan kata tersebut yang dimaksud adalah kembali kepada Rasulullah, bukan kepada Allah]. Dengan demikian makna hadits tersebut ialah: “Ketika Allah menampakan tanda-tanda nikmat dan karunia-Nya maka Rasulullah sangat senang; tersenyum hingga terlihat barisan gigi geraham dan gusi-gusinya”. Inilah pemahaman yang benar; seandainya hadits tersebut sebagai hadits sahih.
*Ke dua:* Penyebutan ungkapan tersebut adalah untuk memberikan pemahaman bahwa karunia Allah, nikmat-Nya dan rahmat-Nya sangat luas tidak terhingga [dalam istilah ilmu bahasa disebut “التجوز والمبالغة”], sebagaimana sebuah ungkapan dalam sebuah riwayat yang menyebutkan:
مَنْ أتَانِي يَمْشِي أتَيْتُهُ هَرْوَلةً
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “Siapa yang mendatangi-Ku (Allah) dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan lari kecil (joging)”].
*[Pemahaman literal hadits ini tidak boleh diambil sebab akan menjadikan makna hadits tersebut kontradiktif]. Pemahaman yang dimaksud oleh hadits ini
يَضْحَكُ اللهُ إلَى رَجُلَيْنِ يَقْتلُ أحدُهُما الآخرَ يَدْخُلان الْجَنّةَ (وفي أفرَاد مُسْلم مِنْ حَديث ابْن مَسعُوْد): أنّ رَسُولَ الله صلّى الله عَليه وَسَلّم أخْبَرَ عَنْ ءاخِرِ مَنْ يَدخُل الْجنّةَ، وَضَحِكَ، فَقيْل: مِمَّ تَضْحَك؟ فقَال: مِنْ ضَحْكِ رَبّ العالَميْن
*[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “Allah tertawa dari dua orang yang saling membunuh (berperang) satu dengan lainnya dan keduanya masuk ke surga”. Dalam riwayat muslim dari hadits Abdullah ibn Mas’ud (hadits munfarid): “Rasulullah memberitahukan tentang orang yang paling terakhir masuk ke surga, Rasulullah tertawa. Lalu ada yang berkata kepadanya: “Apakah yang membuatmmu tertawa?”, Rasulullah berkata: “Aku tertawa karena Tuhan seluruh alam (Allah) tertawa”].*
Ketahuilah, makna “الضحك” [yang secara literal bermakna “tertawa”] kandungan maknanya sangat banyak; yang keseluruhan makna tersebut untuk mengungkapkan “kejelasan dan penampakan”. Dasarnya, segala sesuatu yang nampak (timbul) dari semula yang tersembunyi dalam bahasa Arab biasa diungkapkan dengan kata “الضحك”. Contoh, bila dikatakan; “ضحكت الأرض بالنبات”, maka artinya: “Bumi menjadi nampak (berseri) dengan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan”. Kebalikan (antonim) dari kata “الضحك” adalah “البكاء”, [secara literal berarti “menangis”], seperti biasa diungkapkan: “بكت السماء”, sebagaimana dalam sebuah syair:
كُلّ يَوْمٍ بأقْوَاحٍ جَدِيْد *** تَضْحَكُ الأرْضُ مِنْ بُكَاء السّمَاء
“Setiap hari dengan keadaan (tempat) yang baru, bumi berseri dengan hujan turun dari langit”.
Adapun makna “الضحك” yang terjadi pada manusia adalah membuka mulut dan menyeringaikan (menampakan) gigi. *Makna “الضحك” dalam pengertian ini tentu mustahil bagi Allah. Dengan demikian maka wajib memahami makna “الضحك” pada hak Allah dalam pengertian bahwa Allah memperlihatkan kepada para hamba-Nya dari tanda-tanda kemuliaan, (keridlaan) dan karunia-Nya.*
Kemudian dalam bahasa Arab jika dikatakan: “ضحكت لضحك ربي”, maka artinya adalah; “Saya tertawa [membuka mulut dan menyeringaikan gigi karena senang] karena Allah telah memperlihatkan bagiku tanda-tanda keridlaan dan karunia-Nya”, [bukan bermakna: ~“Saya tertawa karena tertawanya Tuhanku”~].
Ada hadits mawqûf berbunyi:
(قيل) ضَحِكَ حَتّى بَدَتْ لَهَواتُه وأضْرَاسُهُ
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “(Allah) tertawa hingga nampak gusi-Nya dan gigi-gigi geraham-Nya”].
Hadits ini disebutkan oleh al-Khallal dalam kitab as-Sunnah. Ar-Rauzi berkata: “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah (Ahmad bin Hanbal); “Apa pendapatmu tentang hadits ini?”, beliau menjawab: *“Itu adalah dalam pengertian bahwa Allah memberikan pertolongan dan karunia-Nya”*.
Kemudian Abu Abdillah juga berkata: “Seandainya itu riwayat yang benar maka maknanya memiliki dua pemahaman:
*Pertama:* Bahwa kata “اللهوات” dan kata “الأضراس” [yang secara literal bermakna gigi geraham dan gusi] kembali kepada Rasulullah, [Artinya, penyebutan kata tersebut yang dimaksud adalah kembali kepada Rasulullah, bukan kepada Allah]. Dengan demikian makna hadits tersebut ialah: “Ketika Allah menampakan tanda-tanda nikmat dan karunia-Nya maka Rasulullah sangat senang; tersenyum hingga terlihat barisan gigi geraham dan gusi-gusinya”. Inilah pemahaman yang benar; seandainya hadits tersebut sebagai hadits sahih.
*Ke dua:* Penyebutan ungkapan tersebut adalah untuk memberikan pemahaman bahwa karunia Allah, nikmat-Nya dan rahmat-Nya sangat luas tidak terhingga [dalam istilah ilmu bahasa disebut “التجوز والمبالغة”], sebagaimana sebuah ungkapan dalam sebuah riwayat yang menyebutkan:
مَنْ أتَانِي يَمْشِي أتَيْتُهُ هَرْوَلةً
[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “Siapa yang mendatangi-Ku (Allah) dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan lari kecil (joging)”].
*[Pemahaman literal hadits ini tidak boleh diambil sebab akan menjadikan makna hadits tersebut kontradiktif]. Pemahaman yang dimaksud oleh hadits ini
adalah untuk mengungkapkan “التجوّز”, [yaitu untuk mengungkapkan bahwa rahmat Allah sangat luas, bahkan lebih luas dan lebih dekat kepada setiap hamba lebih dari pada prakiraan hamba itu sendiri]*.
Sementara al-Qâdlî Abu Ya’la al-Mujassim berkata: “Tidak dilarang bagi kita untuk mengambil teks-teks hadits semacam ini dalam makna zahirnya tanpa takwil”.
*IBNUL JAUZI; MEMBONGKAR AQIDAH TASBIH*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
______
Info Buku Cetak: https://wa.me/6287878023938
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
*Lihat katalog buku-buku yang tersedia saat ini di profil WhatsApp*
----------
*Video Ta'lim Bersama Ustadz Kholil Abou Fateh:*
https://www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
*Catatan Theology Aqidah Ahlussunnnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah:*
https://www.facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah
Sementara al-Qâdlî Abu Ya’la al-Mujassim berkata: “Tidak dilarang bagi kita untuk mengambil teks-teks hadits semacam ini dalam makna zahirnya tanpa takwil”.
*IBNUL JAUZI; MEMBONGKAR AQIDAH TASBIH*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
______
Info Buku Cetak: https://wa.me/6287878023938
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
*Lihat katalog buku-buku yang tersedia saat ini di profil WhatsApp*
----------
*Video Ta'lim Bersama Ustadz Kholil Abou Fateh:*
https://www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
*Catatan Theology Aqidah Ahlussunnnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah:*
https://www.facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah
WhatsApp.com
Nurul Hikmah Islamic Bookstore
Business Account
Firman Allah:
يُؤْذُوْنَ اللهَ (الأحزاب: 57)
*[Ayat ini tidak boleh dipahami dalam makna literalnya yang seakan bahwa Allah disakiti atau diperangi].*
[Makna ayat ini bukan artinya Allah yang disakiti, oleh karena siapakah yang dapat mengalahkan Allah?], *tetapi yang dimaksud dengan “يؤذون الله” dalam ayat ini adalah dalam makna: “Yu-dzûna Awliyâ-ahu”, “يؤذون أوليائه” ; artinya yang disakiti di sini adalah para wali Allah*. Contoh penggunaan bahasa seperti ini seperti dalam ayat lainnya dalam QS. Yusuf: 82, Firman Allah:
وَاسْأل الْقَرْيَة (يوسف: 82)
[Makna literal ayat ini: *“Bertanyalah ke kampung!!*”].
Firman Allah ini bukan artinya: “Bertanyalah ke kampung!!”, [Bagaimana mungkin kampung akan berkata-kata]. Tetapi yang dimaksud adalah: “Bertanyalah kepada penduduk kampung tersebut”.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
أُحُدٌ جَبَلٌ يٌحِبُّنَا وَنُحِبّهُ
[Maknanya: “Gunung Uhud adalah gunung yang mencintai kita, dan kita mencintainya”. (Yang dimaksud adalah penduduknya)].
Seorang penyair berkata:
أنْبئْت أنّ النّارَ بعدكَ أوْقِدَتْ * واستبّ بعدكَ يَا كليْب الْمَجْلس
[Maknanya: “Engkau diberitahukan bahwa api telah dinyalakan jauh darimu, dan api itu melahap kejauhanmu wahai orang yang terlena di tempatnya”. (yang dimaksud adalah bahwa api itu membesar dan mendekati orang itu)].
*IBNUL JAUZI; MEMBONGKAR AQIDAH TASBIH*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
______
Info Buku Cetak:
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
https://wa.me/6287878023938
*Lihat katalog buku-buku yang tersedia saat ini di profil WhatsApp*
----------
*Video Ta'lim Bersama Ustadz Kholil Abou Fateh:*
https://www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
*Catatan Theology Aqidah Ahlussunnnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah:*
https://www.facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah
يُؤْذُوْنَ اللهَ (الأحزاب: 57)
*[Ayat ini tidak boleh dipahami dalam makna literalnya yang seakan bahwa Allah disakiti atau diperangi].*
[Makna ayat ini bukan artinya Allah yang disakiti, oleh karena siapakah yang dapat mengalahkan Allah?], *tetapi yang dimaksud dengan “يؤذون الله” dalam ayat ini adalah dalam makna: “Yu-dzûna Awliyâ-ahu”, “يؤذون أوليائه” ; artinya yang disakiti di sini adalah para wali Allah*. Contoh penggunaan bahasa seperti ini seperti dalam ayat lainnya dalam QS. Yusuf: 82, Firman Allah:
وَاسْأل الْقَرْيَة (يوسف: 82)
[Makna literal ayat ini: *“Bertanyalah ke kampung!!*”].
Firman Allah ini bukan artinya: “Bertanyalah ke kampung!!”, [Bagaimana mungkin kampung akan berkata-kata]. Tetapi yang dimaksud adalah: “Bertanyalah kepada penduduk kampung tersebut”.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
أُحُدٌ جَبَلٌ يٌحِبُّنَا وَنُحِبّهُ
[Maknanya: “Gunung Uhud adalah gunung yang mencintai kita, dan kita mencintainya”. (Yang dimaksud adalah penduduknya)].
Seorang penyair berkata:
أنْبئْت أنّ النّارَ بعدكَ أوْقِدَتْ * واستبّ بعدكَ يَا كليْب الْمَجْلس
[Maknanya: “Engkau diberitahukan bahwa api telah dinyalakan jauh darimu, dan api itu melahap kejauhanmu wahai orang yang terlena di tempatnya”. (yang dimaksud adalah bahwa api itu membesar dan mendekati orang itu)].
*IBNUL JAUZI; MEMBONGKAR AQIDAH TASBIH*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
______
Info Buku Cetak:
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
https://wa.me/6287878023938
*Lihat katalog buku-buku yang tersedia saat ini di profil WhatsApp*
----------
*Video Ta'lim Bersama Ustadz Kholil Abou Fateh:*
https://www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
*Catatan Theology Aqidah Ahlussunnnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah:*
https://www.facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah
Facebook
Log in to Facebook
Log in to Facebook to start sharing and connecting with your friends, family and people you know.
Al-Imâm al-Bukhari dan al-Imâm Muslim dalam kitab Sahih masing-masing meriwayatkan dari hadits sahabat Abu Hurairah bahwa ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah:
(قيل) عَنْ أبِي هُريرَة رَضي الله عنْه أنّ رجُلا أتَى النّبيَ صَلّى الله عليه وَسلّم، فقال: إنّي مَجْهوْد، فقال صلّى الله عليه وسَلّم: مَنْ يُضيفُه هَذه اللّيلَة؟ فقَام رَجُلٌ منَ الأنْصَار فقَال: أنَا يَا رسُوْلَ الله. فانْطَلَق بهِ إلَى امْرأتهِ، فقَال: هَلْ عِنْدَكِ شىءٌ؟ قالَتْ: لا إلاّ قُوْت صِبيَانِي، فقَال: فَعَلّلِيْهِمْ بشَىء إذَا أرَاد الصّبيةُ العشَاءَ فنَوّمِيْهِم، فإذَا دخَل ضَيفُنَا فأطْفِئِي السّرَاجَ وأريْهِ أنّا نَأكُل. فَقَعَدُوا وَأكَل الضّيفُ، فلمّا أصْبَح غَدَا عَلى النّبيّ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّم فقَال: "لَقدْ عَجبَ الله تعالَى مِنْ صَنِيعكُمَا بضَيفِكُمَا اللّيلَة"
[Dari sahabat Abu Hurairah bahwa seseorang datang kepada Rasulullah, ia berkata: “Sesungguhnya saya tengah kesulitan”. Maka Rasulullah berkata [kepada para sahabatnya]: “Siapakah yang mau menjamu orang itu malam ini?”. Lalu seorang dari sahabat Anshar berdiri: “Aku wahai Rasulullah”. Maka ia pergi membawa tamu tersebut ke tempat istrinya. Ia bertanya kepada istrinya: “Adakah engkau memiliki makanan?”, istrinya menjawab: “Tidak ada, kecuali makanan anak-anak kita”. Ia berkata: “Buatlah alasan bagi mereka, jika mereka ingin makan malam maka tidurkanlah mereka, lalu jika tamu kita masuk maka matikanlah lampu dan perlihatkan kepadanya bahwa kita tengah makan [bersamanya]”. Kemudian mereka semua duduk, dan tamu tersebut makan [sementara lampu dimatikan dan kedua orang suami istri ini menggerak-gerakan tangan seakan sedang makan untuk menemani tamunya tersebut]. Di pagi harinya Rasulullah berkata kepada sahabat tersebut: _*“لقد عجب الله تعالى من صنيعكما بضيفكما الليلة”*_. *[Teks ini tidak boleh kita pahami dalam makna literal, yang mengatakan: “Allah benar-benar telah heran terhadap perbuatan kalian berdua terhadap tamu kalian tadi malam. Makna literal ini seakan mengatakan bahwa Allah “heran” atau “takjub”].*
Dalam hadits lainnya, di antara hadits-hadits yang diriwayatkan menyendiri oleh al-Imâm al-Bukhari (tafarrud), dari sahabat Abu Hurairah, dari Rasulullah berkata:
(قيل) عَجَبَ اللهُ منْ قَوْمٍ جرَّ بِهِمْ فِي السّلاسِل حَتّى يُدْخلُهُم الْجَنّة
*[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “Allah heran dari suatu kaum yang terikat pada rantai-rantai sehingga Allah memasukan mereka ke dalam surga”].*
Para ulama kita mengatakan bahwa “العجب” dalam pengertian bahasa adalah suatu keadaan yang terjadi pada diri seseorang saat ia merasa aneh terhadap sesatu yang sebelumnya tidak pernah ia ketahui, yang karena itu ia memandang sesuatu tersebut sebagai keajaiban [kata “العجب” ini terjemah literalnya berarti “heran” atau “takjub”]. *Sifat seperti ini tentu tidak bolah dinyatakan bagi Allah, karena itu adalah sifat manusia.*
*Makna al-‘ajab pada hak Allah bukan dalam pengertian Allah heran, tapi yang dimaksud adalah dalam pengertian bahwa perkara tersebut sesuatu yang agung dan memiliki keistimewaan bagi Allah [sebagaimana ini dapat dipahami dari konteks dan redaksi hadits di atas]. Dalam bahasa ketika dikatakan: “المتعجب من الشىء” maka pengertiannya; “يعظم قدره عنده” [artinya, seorang yang takjub atau heran terhadap sesuatu; itu artinya bahwa sesuatu tersebut memiliki keistimewaan baginya].*
Adapun kata “as-Salâsil” [dalam redaksi hadits ke dua di atas yang secara literal bermakna “rantai yang mengikat tangan dan kaki”] adalah untuk mengungkapkan bahwa orang-orang tersebut memaksa diri mereka dalam melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah; yang karena sebab itu mereka menjadi masuk ke dalam surga. *Al-Imâm Ibnul Anbari berkata: “Pengertian al-‘Ajab pada hak Allah adalah untuk mengungkapkan bahwa Allah memberikan karunia dan nikmat yang sangat besar. Dalam hadits ini diungkapkan dengan kata al-‘Ajab untuk tujuan tersebut”.*
*IBNUL JAUZI; MEMBONGKAR AQIDAH TASBIH*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
______
Info Buku Cetak: https://wa.me/6287878023938
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
*Lihat katalog buku
(قيل) عَنْ أبِي هُريرَة رَضي الله عنْه أنّ رجُلا أتَى النّبيَ صَلّى الله عليه وَسلّم، فقال: إنّي مَجْهوْد، فقال صلّى الله عليه وسَلّم: مَنْ يُضيفُه هَذه اللّيلَة؟ فقَام رَجُلٌ منَ الأنْصَار فقَال: أنَا يَا رسُوْلَ الله. فانْطَلَق بهِ إلَى امْرأتهِ، فقَال: هَلْ عِنْدَكِ شىءٌ؟ قالَتْ: لا إلاّ قُوْت صِبيَانِي، فقَال: فَعَلّلِيْهِمْ بشَىء إذَا أرَاد الصّبيةُ العشَاءَ فنَوّمِيْهِم، فإذَا دخَل ضَيفُنَا فأطْفِئِي السّرَاجَ وأريْهِ أنّا نَأكُل. فَقَعَدُوا وَأكَل الضّيفُ، فلمّا أصْبَح غَدَا عَلى النّبيّ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّم فقَال: "لَقدْ عَجبَ الله تعالَى مِنْ صَنِيعكُمَا بضَيفِكُمَا اللّيلَة"
[Dari sahabat Abu Hurairah bahwa seseorang datang kepada Rasulullah, ia berkata: “Sesungguhnya saya tengah kesulitan”. Maka Rasulullah berkata [kepada para sahabatnya]: “Siapakah yang mau menjamu orang itu malam ini?”. Lalu seorang dari sahabat Anshar berdiri: “Aku wahai Rasulullah”. Maka ia pergi membawa tamu tersebut ke tempat istrinya. Ia bertanya kepada istrinya: “Adakah engkau memiliki makanan?”, istrinya menjawab: “Tidak ada, kecuali makanan anak-anak kita”. Ia berkata: “Buatlah alasan bagi mereka, jika mereka ingin makan malam maka tidurkanlah mereka, lalu jika tamu kita masuk maka matikanlah lampu dan perlihatkan kepadanya bahwa kita tengah makan [bersamanya]”. Kemudian mereka semua duduk, dan tamu tersebut makan [sementara lampu dimatikan dan kedua orang suami istri ini menggerak-gerakan tangan seakan sedang makan untuk menemani tamunya tersebut]. Di pagi harinya Rasulullah berkata kepada sahabat tersebut: _*“لقد عجب الله تعالى من صنيعكما بضيفكما الليلة”*_. *[Teks ini tidak boleh kita pahami dalam makna literal, yang mengatakan: “Allah benar-benar telah heran terhadap perbuatan kalian berdua terhadap tamu kalian tadi malam. Makna literal ini seakan mengatakan bahwa Allah “heran” atau “takjub”].*
Dalam hadits lainnya, di antara hadits-hadits yang diriwayatkan menyendiri oleh al-Imâm al-Bukhari (tafarrud), dari sahabat Abu Hurairah, dari Rasulullah berkata:
(قيل) عَجَبَ اللهُ منْ قَوْمٍ جرَّ بِهِمْ فِي السّلاسِل حَتّى يُدْخلُهُم الْجَنّة
*[Makna literal riwayat ini tidak boleh kita ambil, mengatakan: “Allah heran dari suatu kaum yang terikat pada rantai-rantai sehingga Allah memasukan mereka ke dalam surga”].*
Para ulama kita mengatakan bahwa “العجب” dalam pengertian bahasa adalah suatu keadaan yang terjadi pada diri seseorang saat ia merasa aneh terhadap sesatu yang sebelumnya tidak pernah ia ketahui, yang karena itu ia memandang sesuatu tersebut sebagai keajaiban [kata “العجب” ini terjemah literalnya berarti “heran” atau “takjub”]. *Sifat seperti ini tentu tidak bolah dinyatakan bagi Allah, karena itu adalah sifat manusia.*
*Makna al-‘ajab pada hak Allah bukan dalam pengertian Allah heran, tapi yang dimaksud adalah dalam pengertian bahwa perkara tersebut sesuatu yang agung dan memiliki keistimewaan bagi Allah [sebagaimana ini dapat dipahami dari konteks dan redaksi hadits di atas]. Dalam bahasa ketika dikatakan: “المتعجب من الشىء” maka pengertiannya; “يعظم قدره عنده” [artinya, seorang yang takjub atau heran terhadap sesuatu; itu artinya bahwa sesuatu tersebut memiliki keistimewaan baginya].*
Adapun kata “as-Salâsil” [dalam redaksi hadits ke dua di atas yang secara literal bermakna “rantai yang mengikat tangan dan kaki”] adalah untuk mengungkapkan bahwa orang-orang tersebut memaksa diri mereka dalam melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah; yang karena sebab itu mereka menjadi masuk ke dalam surga. *Al-Imâm Ibnul Anbari berkata: “Pengertian al-‘Ajab pada hak Allah adalah untuk mengungkapkan bahwa Allah memberikan karunia dan nikmat yang sangat besar. Dalam hadits ini diungkapkan dengan kata al-‘Ajab untuk tujuan tersebut”.*
*IBNUL JAUZI; MEMBONGKAR AQIDAH TASBIH*
*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
______
Info Buku Cetak: https://wa.me/6287878023938
https://www.facebook.com/nurulhikmahpress
*Lihat katalog buku
WhatsApp.com
Nurul Hikmah Islamic Bookstore
Business Account
-buku yang tersedia saat ini di profil WhatsApp*
----------
*Video Ta'lim Bersama Ustadz Kholil Abou Fateh:*
https://www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
*Catatan Theology Aqidah Ahlussunnnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah:*
https://www.facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah
----------
*Video Ta'lim Bersama Ustadz Kholil Abou Fateh:*
https://www.youtube.com/c/ustadzkholilaboufateh
*Catatan Theology Aqidah Ahlussunnnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah:*
https://www.facebook.com/allahadatanpatempatdantanpaarah
Dalam pemahaman Ulama kita; ulama Ahlussunnah ketika dikatakan:
*"al-Qur'an Kalam Allah"*, maka dalam pemaknaannya terdapat dua pengertian;
1️⃣ *Pertama:*
Al-Qur'an dalam pengertian lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal), yang ditulis dengan tinta di antara lebaran-lembaran kertas (al-Maktub Bain al-Masha-hif), yang dibaca dengan lisan (al-Maqru' Bi al-Lisan), dan dihafalkan di dalam hati (al-Mahfuzh Fi ash-Shudur). Al-Qur'an dalam pengertian ini maka tentunya ia berupa bahasa Arab, tersusun dari huruf-huruf, serta berupa suara saat dibaca.
2️⃣ *Kedua:*
Al-Qur'an dalam pengertian Kalam Allah ad-Dzati. Artinya dalam pengertian salah satu sifat Allah yang wajib kita yakini, yaitu sifat al-Kalam. Sifat Kalam Allah ini, sebagaimana seluruh sifat-sifat Allah lainnya, tidak menyerupai makhluk-Nya. Sifat Kalam Allah tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada makhluk. Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa. Adapun Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa.
〰♾🌼 Al-Qur'an dalam pengertian pertama (al-Lafzh al-Munazzal) maka ia adalah makhluk. Dan al-Qur'an dalam pengertian yang kedua (al-Kalam adz-Dzati) maka jelas ia bukan makhluk. Namun demikian, al-Qur'an baik dalam pengertian pertama maupun dalam pengertian kedua tetap disebut "Kalam Allah". Kita tidak boleh mengatakan secara mutlak; "al-Qur'an Makhluk", sebab pengertian al-Qur'an ada dua; dalam pengertian al-Lafzh al-Munazzal dan dalam pengertian al-Kalam adz-Dzati, sebagaimana di atas.
〰♾🌼 Al-Qur'an dalam pengertian pertama adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati. Maka al-Qur'an yang berupa kitab yang kita baca dan kita hafalkan, tersusun dari huruf-huruf, dan dalam bentuk bahasa Arab, bukan sebagai Kalam Allah al-Dzati (sifat Kalam Allah), melainkan kitab tersebut adalah ungkapan ('Ibarah) dari Kalam Allah al-Dzati yang bukan suara, bukan huruf-huruf, dan bukan bahasa.Sebagai pendekatan, apabila kita menulis lafazh "Allah" di papan tulis, maka hal itu bukan berarti bahwa "Allah" yang berupa tulisan itu Tuhan yang kita sembah. Melainkan lafazh atau tulisan "Allah" tersebut hanya sebagai ungkapan ('Ibarah) bagi adanya Tuhan yang wajib kita sembah, yang bernama "Allah". Demikian pula dengan "al-Qur'an", ia disebut "Kalam Allah" bukan dalam pengertian bahwa itulah sifat Kalam Allah; berupa huruf-huruf, dan dalam bahasa Arab. Tetapi al-Qur'an yang dalam bentuk huruf-huruf dan dalam bentuk bahasa Arab tersebut adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati.
〰♾🌼 Dengan demikian harus *dibedakan antara al-Lafzh al-Munazzal dan al-Kalam adz-Dzati*. Sebab apa bila tidak dibedakan antara dua perkara ini, maka setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur'an akan mendapatkan gelar "Kalimullah" sebagaimana Nabi Musa yang telah mendapat gelar "Kalimullah". Tentu hal ini menjadi rancu dan tidak dapat diterima. Padahal, Nabi Musa mendapat gelar "Kalimullah" adalah karena beliau pernah mendengar al-Kalam adz-Dzati yang bukan berupa huruf, bukan suara dan bukan bahasa. Dan seandainya setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur'an mendapat gelar "Kalimullah" seperti gelar Nabi Musa, maka berarti tidak ada keistimewaan sama sekali bagi Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar "Kalimullah" tersebut. Dalam al-Qur'an Allah berfirman:
_*"Dan apa bila seseorang dari orang-orang musyrik meminta perlidungan darimu (wahai Muhammad) maka lindungilah ia hingga ia mendengar Kalam Allah"*_ (QS. at-Taubah: 6).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberikan perlidungan kepada seorang kafir musyrik yang diburu oleh kaumnya, jika memang orang musyrik ini meminta perlindungan darinya. Artinya, Orang musyrik ini diberi keamanan untuk hidup di kalangan orang-orang Islam hingga ia mendengar Kalam Allah. Setelah orang musyrik tersebut diberi keamanan dan mendengar Kalam Allah, namun ternyata ia tidak mau masuk Islam, maka ia dikembalikan ke wilayah tempat tinggalnya. Dalam ayat ini, *yang dimaksud bahwa orang musyrik tersebut "mendengar Kalam Allah" adalah mendengar bacaa
*"al-Qur'an Kalam Allah"*, maka dalam pemaknaannya terdapat dua pengertian;
1️⃣ *Pertama:*
Al-Qur'an dalam pengertian lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal), yang ditulis dengan tinta di antara lebaran-lembaran kertas (al-Maktub Bain al-Masha-hif), yang dibaca dengan lisan (al-Maqru' Bi al-Lisan), dan dihafalkan di dalam hati (al-Mahfuzh Fi ash-Shudur). Al-Qur'an dalam pengertian ini maka tentunya ia berupa bahasa Arab, tersusun dari huruf-huruf, serta berupa suara saat dibaca.
2️⃣ *Kedua:*
Al-Qur'an dalam pengertian Kalam Allah ad-Dzati. Artinya dalam pengertian salah satu sifat Allah yang wajib kita yakini, yaitu sifat al-Kalam. Sifat Kalam Allah ini, sebagaimana seluruh sifat-sifat Allah lainnya, tidak menyerupai makhluk-Nya. Sifat Kalam Allah tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, serta tidak menyerupai sifat kalam yang ada pada makhluk. Sifat kalam pada makhluk berupa huruf-huruf, suara dan bahasa. Adapun Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa.
〰♾🌼 Al-Qur'an dalam pengertian pertama (al-Lafzh al-Munazzal) maka ia adalah makhluk. Dan al-Qur'an dalam pengertian yang kedua (al-Kalam adz-Dzati) maka jelas ia bukan makhluk. Namun demikian, al-Qur'an baik dalam pengertian pertama maupun dalam pengertian kedua tetap disebut "Kalam Allah". Kita tidak boleh mengatakan secara mutlak; "al-Qur'an Makhluk", sebab pengertian al-Qur'an ada dua; dalam pengertian al-Lafzh al-Munazzal dan dalam pengertian al-Kalam adz-Dzati, sebagaimana di atas.
〰♾🌼 Al-Qur'an dalam pengertian pertama adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati. Maka al-Qur'an yang berupa kitab yang kita baca dan kita hafalkan, tersusun dari huruf-huruf, dan dalam bentuk bahasa Arab, bukan sebagai Kalam Allah al-Dzati (sifat Kalam Allah), melainkan kitab tersebut adalah ungkapan ('Ibarah) dari Kalam Allah al-Dzati yang bukan suara, bukan huruf-huruf, dan bukan bahasa.Sebagai pendekatan, apabila kita menulis lafazh "Allah" di papan tulis, maka hal itu bukan berarti bahwa "Allah" yang berupa tulisan itu Tuhan yang kita sembah. Melainkan lafazh atau tulisan "Allah" tersebut hanya sebagai ungkapan ('Ibarah) bagi adanya Tuhan yang wajib kita sembah, yang bernama "Allah". Demikian pula dengan "al-Qur'an", ia disebut "Kalam Allah" bukan dalam pengertian bahwa itulah sifat Kalam Allah; berupa huruf-huruf, dan dalam bahasa Arab. Tetapi al-Qur'an yang dalam bentuk huruf-huruf dan dalam bentuk bahasa Arab tersebut adalah sebagai ungkapan dari sifat Kalam Allah adz-Dzati.
〰♾🌼 Dengan demikian harus *dibedakan antara al-Lafzh al-Munazzal dan al-Kalam adz-Dzati*. Sebab apa bila tidak dibedakan antara dua perkara ini, maka setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur'an akan mendapatkan gelar "Kalimullah" sebagaimana Nabi Musa yang telah mendapat gelar "Kalimullah". Tentu hal ini menjadi rancu dan tidak dapat diterima. Padahal, Nabi Musa mendapat gelar "Kalimullah" adalah karena beliau pernah mendengar al-Kalam adz-Dzati yang bukan berupa huruf, bukan suara dan bukan bahasa. Dan seandainya setiap orang yang mendengar bacaan al-Qur'an mendapat gelar "Kalimullah" seperti gelar Nabi Musa, maka berarti tidak ada keistimewaan sama sekali bagi Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar "Kalimullah" tersebut. Dalam al-Qur'an Allah berfirman:
_*"Dan apa bila seseorang dari orang-orang musyrik meminta perlidungan darimu (wahai Muhammad) maka lindungilah ia hingga ia mendengar Kalam Allah"*_ (QS. at-Taubah: 6).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberikan perlidungan kepada seorang kafir musyrik yang diburu oleh kaumnya, jika memang orang musyrik ini meminta perlindungan darinya. Artinya, Orang musyrik ini diberi keamanan untuk hidup di kalangan orang-orang Islam hingga ia mendengar Kalam Allah. Setelah orang musyrik tersebut diberi keamanan dan mendengar Kalam Allah, namun ternyata ia tidak mau masuk Islam, maka ia dikembalikan ke wilayah tempat tinggalnya. Dalam ayat ini, *yang dimaksud bahwa orang musyrik tersebut "mendengar Kalam Allah" adalah mendengar bacaa
n kitab al-Qur'an yang berupa lafazh-lafazh dalam bentuk bahasa Arab (al-Lafzh al-Munazzal), bukan dalam pengertian mendengar al-Kalam adz-Dzati. Sebab jika yang dimaksud mendengar al-Kalam adz-Dzati maka berarti sama saja antara orang musyrik tersebut dengan Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar "Kalimullah".* Dan bila demikian maka berarti orang musyrik tersebut juga mendaptkan gelar "Kalimullah", persis seperti Nabi Musa. Tentunya hal ini tidak bisa dibenarkan.
〰♾🌼 Diantara dalil lainnya yang menguatkan bahwa al-Kalam adz-Dzati bukan berupa huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa adalah firman Allah:
_*"... dan Dia Allah yang menghisab paling cepat"*_ (QS. al-An'am: 62)
Pada hari kiamat kelak, Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dari bangsa manusia dan jin. Allah akan memperdengarkan Kalam-Nya kepada setiap orang dari mereka. Dan mereka akan memahami dari kalam Allah tersebut pertanyaan-pertanyaan tentang segala apa yang telah mereka kerjakan, segala apa yang mereka katakan, dan segala apa yang mereka yakini ketika mereka hidup di dunia. Rasulullah bersabda:
_*"Setiap orang akan Allah perdengarkan Kalam-Nya kepadanya (menghisabnya) pada hari kiamat, tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah"*_ (HR. al-Bukhari)
〰♾🌼 Kelak di hari kiamat Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dalam waktu yang sangat singkat. Seandainya Allah menghisab mereka dengan suara, susunan huruf, dan dengan bahasa, maka Allah akan membutuhkan waktu beratus-ratus ribu tahun untuk menyelesaikan hisab tersebut, karena makhluk Allah sangat banyak. Termasuk di antara bangsa manusia adalah kaum Ya-juj dan Ma-juj, diriwayatkan dalam beberapa hadits bahwa mereka termasuk bangsa manusia dari keturunan Nabi Adam. Dalam hadits riwayat al-Bukhari disebutkan bahwa kaum terbesar yang kelak menghuni neraka adalah kaum Ya-juj dan Mu-juj ini. Tentang jumlah mereka disebutkan dalam hadits riwayat Ibn Hibban dan an-Nasa-i bahwa setiap orang dari mereka tidak akan mati kecuali setelah beranak-pinak hingga keturunannya yang ke seribu _*(Lihat Ibn Hibban dalam al-Ihsan Bi Tartib Shahih Ibn Hibban, j. 1, h. 192, dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra; Kitab at-Tafsir; Tafsir Surah al-Anbiya')*_.
Artinya, jumlah mereka jauh lebih besar di banding jumlah seluruh manusia yang bukan dari kaum Ya-juj dan Ma-juj. Mereka semua hidup di tempat yang diketahui oleh Allah dari bumi ini, dan antara kita dengan mereka dipisahkan oleh semacam "tembok besar" (as-sadd) yang dibangun oleh Dzul Qarnain dahulu _*(lebih lengkap lihat al-Kawkab al-Ajuj Fi Ahkam al-Mala-ikat Wa al-Jinn Wa asy-Syathin Wa Ya-juj Wa Ma-juj dalam Majmu'ah Sab'ah Kutub Mufidah karya as-Sayyid Alawi ibn Ahmad as-Saqqaf)*_
Kemudian lagi bangsa jin yang sebagian mereka hidup hingga ribuan tahun, bahkan manusia sendiri, sebelum umat Nabi Muhammad, ada yang mencapai umurnya hingga 2000 tahun, ada yang berumur hingga 1000 tahun, dan ada pula yang hanya 100 tahun. Kelak mereka semua akan dihisab dalam berbagai perkara menyangkut kehidupan mereka di dunia, tidak hanya dalam urusan perkataan atau ucapan saja, tapi juga menyangkut segala perbuatan dan keyakinan-keyakinan mereka. Seandainya Kalam Allah berupa suara, huruf, dan bahasa maka dalam menghisab semua makhluk tersebut Allah akan membutuhkan kepada waktu yang sangat panjang. Karena dalam penggunaan huruf-huruf dan bahasa jelas membutuhkan kepada waktu. Huruf berganti huruf, kemudian kata menyusul kata, dan demekian seterusnya. Dan bila demikian maka maka berarti Allah bukan sebagai Asra' al-Hasibin (Penghisab yang paling cepat), tapi sebaliknya; Abtha' al-Hasibin (Penghisab yang paling lambat). Tentunya hal ini mustahil bagi Allah.
〰♾🌼 *Al-Imam al-Mutakallim Ibn al-Mu'allim al-Qurasyi* dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu'tadi menuliskan sebagai berikut:
*Asy-Syaikh al-Imam Abu Ali al-Hasan* ibn Atha' pada tahun 481 H ketika ditanya sebuah permasalahan berkata:
_"Sesungguhnya huruf-huruf itu dalam penggunaannya saling mendahuli satu atas lainnya. Pergantian saling mandahuli antara huruf seperti ini tidak dapat diterima oleh akal jika ter
〰♾🌼 Diantara dalil lainnya yang menguatkan bahwa al-Kalam adz-Dzati bukan berupa huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa adalah firman Allah:
_*"... dan Dia Allah yang menghisab paling cepat"*_ (QS. al-An'am: 62)
Pada hari kiamat kelak, Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dari bangsa manusia dan jin. Allah akan memperdengarkan Kalam-Nya kepada setiap orang dari mereka. Dan mereka akan memahami dari kalam Allah tersebut pertanyaan-pertanyaan tentang segala apa yang telah mereka kerjakan, segala apa yang mereka katakan, dan segala apa yang mereka yakini ketika mereka hidup di dunia. Rasulullah bersabda:
_*"Setiap orang akan Allah perdengarkan Kalam-Nya kepadanya (menghisabnya) pada hari kiamat, tidak ada penterjemah antara dia dengan Allah"*_ (HR. al-Bukhari)
〰♾🌼 Kelak di hari kiamat Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dalam waktu yang sangat singkat. Seandainya Allah menghisab mereka dengan suara, susunan huruf, dan dengan bahasa, maka Allah akan membutuhkan waktu beratus-ratus ribu tahun untuk menyelesaikan hisab tersebut, karena makhluk Allah sangat banyak. Termasuk di antara bangsa manusia adalah kaum Ya-juj dan Ma-juj, diriwayatkan dalam beberapa hadits bahwa mereka termasuk bangsa manusia dari keturunan Nabi Adam. Dalam hadits riwayat al-Bukhari disebutkan bahwa kaum terbesar yang kelak menghuni neraka adalah kaum Ya-juj dan Mu-juj ini. Tentang jumlah mereka disebutkan dalam hadits riwayat Ibn Hibban dan an-Nasa-i bahwa setiap orang dari mereka tidak akan mati kecuali setelah beranak-pinak hingga keturunannya yang ke seribu _*(Lihat Ibn Hibban dalam al-Ihsan Bi Tartib Shahih Ibn Hibban, j. 1, h. 192, dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra; Kitab at-Tafsir; Tafsir Surah al-Anbiya')*_.
Artinya, jumlah mereka jauh lebih besar di banding jumlah seluruh manusia yang bukan dari kaum Ya-juj dan Ma-juj. Mereka semua hidup di tempat yang diketahui oleh Allah dari bumi ini, dan antara kita dengan mereka dipisahkan oleh semacam "tembok besar" (as-sadd) yang dibangun oleh Dzul Qarnain dahulu _*(lebih lengkap lihat al-Kawkab al-Ajuj Fi Ahkam al-Mala-ikat Wa al-Jinn Wa asy-Syathin Wa Ya-juj Wa Ma-juj dalam Majmu'ah Sab'ah Kutub Mufidah karya as-Sayyid Alawi ibn Ahmad as-Saqqaf)*_
Kemudian lagi bangsa jin yang sebagian mereka hidup hingga ribuan tahun, bahkan manusia sendiri, sebelum umat Nabi Muhammad, ada yang mencapai umurnya hingga 2000 tahun, ada yang berumur hingga 1000 tahun, dan ada pula yang hanya 100 tahun. Kelak mereka semua akan dihisab dalam berbagai perkara menyangkut kehidupan mereka di dunia, tidak hanya dalam urusan perkataan atau ucapan saja, tapi juga menyangkut segala perbuatan dan keyakinan-keyakinan mereka. Seandainya Kalam Allah berupa suara, huruf, dan bahasa maka dalam menghisab semua makhluk tersebut Allah akan membutuhkan kepada waktu yang sangat panjang. Karena dalam penggunaan huruf-huruf dan bahasa jelas membutuhkan kepada waktu. Huruf berganti huruf, kemudian kata menyusul kata, dan demekian seterusnya. Dan bila demikian maka maka berarti Allah bukan sebagai Asra' al-Hasibin (Penghisab yang paling cepat), tapi sebaliknya; Abtha' al-Hasibin (Penghisab yang paling lambat). Tentunya hal ini mustahil bagi Allah.
〰♾🌼 *Al-Imam al-Mutakallim Ibn al-Mu'allim al-Qurasyi* dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu'tadi menuliskan sebagai berikut:
*Asy-Syaikh al-Imam Abu Ali al-Hasan* ibn Atha' pada tahun 481 H ketika ditanya sebuah permasalahan berkata:
_"Sesungguhnya huruf-huruf itu dalam penggunaannya saling mendahuli satu atas lainnya. Pergantian saling mandahuli antara huruf seperti ini tidak dapat diterima oleh akal jika ter