ibadiannya bagi segenap umatnya. Beliau adalah pecinta bagi orang-orang fakir miskin, ayah bagi anak-anak yatim, memenuhi segala kebutuhan mereka, dan bahkan menengok yang sakit hingga mengurus jenazah orang yang meninggal di antara mereka.
Dalam sebuah hadits dari sahabat Anas ibn Malik bahwa ia berkata: “Rasulullah adalah manusia terbaik, seorang yang paling berani, dan manusia paling termawan”. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah adalah manusia paling dermawan, dan lebih dermawan lagi disaat bulan Ramadlan.
Dalam hadits lain riwayat at-Tirmidzi, Rasulullah bersabda:
أفضل الصدقة صدقة في رمضان
(Sadaqah paling utama adalah sadaqah yang dilakukan di bulan Ramadlan)
7. Mengarahkan seorang hamba untuk berfikir dan merenungkan kehidupan akhirat. Ketika ia berpuasa maka sebenarnya ia tengah melatih dirinya untuk meninggalkan nafsu-nafsu duniawi, dan melatih untuk konsentrasi dalam maraih pahala yang dijanjikan Allah untuk kehidupan akhiratnya kelak.
Dalam keadaan puasa ini hendaknya melepaskan segala urusan-urusan duniawi yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan akhirat. Selakyaknya merenungi sabda Rasulullah:
إن الله يبغض كل جعظري جواظ سحاب بالأسواق جيفة بالليل حمار بالنهار عارف بأمر الدنيا جاهل بأمر الآخرة (رواه ابن حبان)
(Sesungguhnya Allah sangat murka terhadap orang yang keras kepala (tidak mau menerima kebenaran), pengumpul harta yang sangat pelit, selalu berkeliling di pasar-pasar (hanya mengurus dunia), di malam hari laksana bangkai (tidak pernah mau ibadah), di siang hari laksana keledai (hanya memikirkan kesenangan dunia belaka), terhadap urusan-urusan duniawi sangat paham, sementara terhadap urusan akhirat sama sekali tidak paham) HR. Ibn Hibban.
8. Hal terbesar dari bulan suci Ramadlan tentunya adalah karena Allah menjadikan bulan ini sebagai bulan paling mulia di antara bulan-bulan lainnya. Hari yang paling utama dalam satu tahun adalah hari ‘Arafah, malam yang paling utama dalam satu tahun adalha Lailatul Qadar, hari yang paling utama dalam satu minggu adalah hari jum’at, dan bulan yang paling utama dalam satu tahun adalah bulan Ramadlan.
Pada bulan ini terdapat lailatul Qadar; adalah satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Seorang yang memenuhi malam-malam Ramadlan dengan segala macam bentuk ibadah maka ia telah mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar, walaupun ia tidak melihatnya. Tentunya yang menyaksikan langsung lebih utama dari yang tidak dapat melihatnya. Dalam hal ini sepatutnya kita mencontoh Rasulullah yang telah memenuhi seluruh malam-malam dan siang hari Ramadlan dengan segala macam bentuk ibadah. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه البخاري ومسلم)
Barang siapa melaksanakan shalat pada Lailatul Qadar karena iman dan karena mencari pahala dari Allah maka diampuni dari segala dosanya yang telah lalu). HR.Bukhari dan Muslim
Pada bulan Ramadlan ini al-Qur’anditurunkan, yaitu pada Lailatul Qadar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkanal-Baihaqi, Rasulullah bersabda: “Al-Qur’an diturunkan pada Lailatul Qadar,yaitu pada malam 24 Ramadlan, Taurat diturunkan pada 6 Ramadlan, dan Injil diturunkan pada 18 Ramadlan”.
Hadits ini menafsirkan firman Allah QS.al-Qadar: 1, bahwa Allah menurunkan al-Qur’an sekaligus dari al-Lauh al-Mahfuzh ke satu tempat di langit dunia yang disebut dengan Bait al-‘Izzah pada lailatul Qadar. Hadits di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa Lailatul Qadar tidak hanya terjadi pada malam ke 27 saja, tapi dapat terjadi dalam hitungan melam keberapapun, termasuk kemungkinan terjadi pada permulaan atau pertengahan Ramadlan. Hanya saja kemungkinan besarnya terjadi pada 10 bagian akhir Ramadlan, sesuai sabda Rasulullah:
تحروا ليلة القدر في العشر الأواخر (رواه البخاري ومسلم)
(Carilah oleh kalian akan Lailatul Qadar pada malam sepuluh terakhir Ramadlan). HR. al-Bukhari dan Muslim.
Pahala membaca al-Qur’an di bulan ini sangat istimewa dan besar, karennya sangat dianjurkan untuk digalakan. Apa yang telah dilakukan oleh para ulama
Dalam sebuah hadits dari sahabat Anas ibn Malik bahwa ia berkata: “Rasulullah adalah manusia terbaik, seorang yang paling berani, dan manusia paling termawan”. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah adalah manusia paling dermawan, dan lebih dermawan lagi disaat bulan Ramadlan.
Dalam hadits lain riwayat at-Tirmidzi, Rasulullah bersabda:
أفضل الصدقة صدقة في رمضان
(Sadaqah paling utama adalah sadaqah yang dilakukan di bulan Ramadlan)
7. Mengarahkan seorang hamba untuk berfikir dan merenungkan kehidupan akhirat. Ketika ia berpuasa maka sebenarnya ia tengah melatih dirinya untuk meninggalkan nafsu-nafsu duniawi, dan melatih untuk konsentrasi dalam maraih pahala yang dijanjikan Allah untuk kehidupan akhiratnya kelak.
Dalam keadaan puasa ini hendaknya melepaskan segala urusan-urusan duniawi yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan akhirat. Selakyaknya merenungi sabda Rasulullah:
إن الله يبغض كل جعظري جواظ سحاب بالأسواق جيفة بالليل حمار بالنهار عارف بأمر الدنيا جاهل بأمر الآخرة (رواه ابن حبان)
(Sesungguhnya Allah sangat murka terhadap orang yang keras kepala (tidak mau menerima kebenaran), pengumpul harta yang sangat pelit, selalu berkeliling di pasar-pasar (hanya mengurus dunia), di malam hari laksana bangkai (tidak pernah mau ibadah), di siang hari laksana keledai (hanya memikirkan kesenangan dunia belaka), terhadap urusan-urusan duniawi sangat paham, sementara terhadap urusan akhirat sama sekali tidak paham) HR. Ibn Hibban.
8. Hal terbesar dari bulan suci Ramadlan tentunya adalah karena Allah menjadikan bulan ini sebagai bulan paling mulia di antara bulan-bulan lainnya. Hari yang paling utama dalam satu tahun adalah hari ‘Arafah, malam yang paling utama dalam satu tahun adalha Lailatul Qadar, hari yang paling utama dalam satu minggu adalah hari jum’at, dan bulan yang paling utama dalam satu tahun adalah bulan Ramadlan.
Pada bulan ini terdapat lailatul Qadar; adalah satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Seorang yang memenuhi malam-malam Ramadlan dengan segala macam bentuk ibadah maka ia telah mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar, walaupun ia tidak melihatnya. Tentunya yang menyaksikan langsung lebih utama dari yang tidak dapat melihatnya. Dalam hal ini sepatutnya kita mencontoh Rasulullah yang telah memenuhi seluruh malam-malam dan siang hari Ramadlan dengan segala macam bentuk ibadah. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه البخاري ومسلم)
Barang siapa melaksanakan shalat pada Lailatul Qadar karena iman dan karena mencari pahala dari Allah maka diampuni dari segala dosanya yang telah lalu). HR.Bukhari dan Muslim
Pada bulan Ramadlan ini al-Qur’anditurunkan, yaitu pada Lailatul Qadar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkanal-Baihaqi, Rasulullah bersabda: “Al-Qur’an diturunkan pada Lailatul Qadar,yaitu pada malam 24 Ramadlan, Taurat diturunkan pada 6 Ramadlan, dan Injil diturunkan pada 18 Ramadlan”.
Hadits ini menafsirkan firman Allah QS.al-Qadar: 1, bahwa Allah menurunkan al-Qur’an sekaligus dari al-Lauh al-Mahfuzh ke satu tempat di langit dunia yang disebut dengan Bait al-‘Izzah pada lailatul Qadar. Hadits di atas juga menjelaskan kepada kita bahwa Lailatul Qadar tidak hanya terjadi pada malam ke 27 saja, tapi dapat terjadi dalam hitungan melam keberapapun, termasuk kemungkinan terjadi pada permulaan atau pertengahan Ramadlan. Hanya saja kemungkinan besarnya terjadi pada 10 bagian akhir Ramadlan, sesuai sabda Rasulullah:
تحروا ليلة القدر في العشر الأواخر (رواه البخاري ومسلم)
(Carilah oleh kalian akan Lailatul Qadar pada malam sepuluh terakhir Ramadlan). HR. al-Bukhari dan Muslim.
Pahala membaca al-Qur’an di bulan ini sangat istimewa dan besar, karennya sangat dianjurkan untuk digalakan. Apa yang telah dilakukan oleh para ulama
salaf patut kita tiru. Misalkan, Imaman-Nakha’i setiap 3 malam sekali mengkhatamkan al-Qur’an dan di 10 akhir Ramadlan mengkhatamkannya setiap 2 malam sekali. Imam Qatadah di luar bulan Ramadlan setiap7 malam satu kali mengkhatamkan al-Qur’an, sementara di bulan Ramadlan setiap 3 malam sekali, dan di 10 akhir Ramadlan mengkhatamkannya setiap malam. Imam asy-Syafi’i di setiap bulan Ramadlan mengkhatamkan al-Qur’an hingga 60 kali diluar bacaan shalatnya, belum lagi khataman yang beliau bacakan di dalam shalatnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Imam Abu Hanifah, dan ulama terkemuka lainnya. Inilah bahwa Ramadlan disebut juga dengan Syahrul Qur’an, karena pada bulan ini al-Qur’an diturunkan, juga karena pahala istimewa yang dijanjikan kepada orang-orang yang membacanya pada bulan tersebut.
Secara khusus amal ibadah puasa danbacaan al-Qur’an di akhirat kelak akan memberikan pertolongan kepada orang yang dengan ikhlas mengerjakannya. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
الصيام والقرءان يشفعان للعبد يوم القيامة يقول الصيام: أي رب منعته الطعام والشراب بالنهار فشفعني فيه، ويقول القرءان: منعته النوم بالليل فشفعني فيه، فيشفعان (رواه الحاكم وصححه)
(Amalan puasa dan bacaanal-Qur’an akan memberikan pertolongan kepada seorang hamba di hari kiamat. Amalan puasa akan berkata: “Ya Allah aku telah mencegah dia dari makan dan minum di siang hari, maka jadikanlah aku sebagai penolong bagi dirinya”.Sementara pahala bacaan al-Qur’an akan berkata: “Aku telah mencegah dia dari tidur di malam hari, maka jadikanlah aku sebagai penolong bagi dirinya”. Maka keduanya lalu memberikan pertolongan) HR. al-Hakim dan dishahihkannya.
Pada bulan Ramadlan ini pahala segala bentu kebaikan dilipatgandakan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa bulan inipermulaannya adalah sebagai rahmat, pertengahannya sebagai ampunan (maghfirah), dan bagian akhirnya adalah kebebasan dari api neraka. Bahkan ibadah puasa memiliki keistimewaan khusus dibanding amalan-amalan lainnya. Dalam hadits Qudsidisebutkan bahwa Allah berfirman:
كل عمل ابن ءادم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبع مائة ضعف إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به إنه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي، للصائم فرحتان، فرحة عند فطره وفرحة عند لقاء ربه ولخلوف فم الصائم أطيب عندالله من ريح المسك (رواه البخاري ومسلم)
(Setiap amal kebaikan dari seorang manusia memiliki balasan kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya hingga 700 kali lipat, kecuali ibadah puasa. Sesungguhnya puasa itu adalah milik-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Sungguh seorang yang puasa telah meninggalkan syahwatnya, makanannya, minumannya hanya karena Aku. Bagi seorang yang puasamemiliki dua kegembiraan, gembira ketika berbuka, dan gembira ketika bertemu dengan Tuhanya. Dan sesungguhnya mulut seorang yang berpuasa itu lebih baik bagi Allah dari pada wanginya minyak misik (artinya menghasilkan pahala yangbesar). HR. al-Bukhari dan Muslim
Di antara keistimewaan bulan Ramadlan adalah bahwa seorang yang melakukan puasa di bulan ini karena Allah maka akan dijauhkan dari api neraka. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
مامن عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا بعد الله وجهه عن النار سبعين خريفا (رواهالبخاري)
(Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah walaupun hanya satu hari kecuali bahwa Allah akan menghindarkan tubuhnya dari api neraka selama 70 tahun) HR. al-Bukhari.
Jika puasa yang hanya satu hari karena Allah menghasilkan balasan yang demikian besar, maka tentu jauh lebih besar jika puasa semacam itu dilakukan dalam satu bulan penuh, seperti dalam bulan ramdlan.
_Allah A'lam Bi ash-shawab._
*Kholil Abou Fateh*
*_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Secara khusus amal ibadah puasa danbacaan al-Qur’an di akhirat kelak akan memberikan pertolongan kepada orang yang dengan ikhlas mengerjakannya. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
الصيام والقرءان يشفعان للعبد يوم القيامة يقول الصيام: أي رب منعته الطعام والشراب بالنهار فشفعني فيه، ويقول القرءان: منعته النوم بالليل فشفعني فيه، فيشفعان (رواه الحاكم وصححه)
(Amalan puasa dan bacaanal-Qur’an akan memberikan pertolongan kepada seorang hamba di hari kiamat. Amalan puasa akan berkata: “Ya Allah aku telah mencegah dia dari makan dan minum di siang hari, maka jadikanlah aku sebagai penolong bagi dirinya”.Sementara pahala bacaan al-Qur’an akan berkata: “Aku telah mencegah dia dari tidur di malam hari, maka jadikanlah aku sebagai penolong bagi dirinya”. Maka keduanya lalu memberikan pertolongan) HR. al-Hakim dan dishahihkannya.
Pada bulan Ramadlan ini pahala segala bentu kebaikan dilipatgandakan. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa bulan inipermulaannya adalah sebagai rahmat, pertengahannya sebagai ampunan (maghfirah), dan bagian akhirnya adalah kebebasan dari api neraka. Bahkan ibadah puasa memiliki keistimewaan khusus dibanding amalan-amalan lainnya. Dalam hadits Qudsidisebutkan bahwa Allah berfirman:
كل عمل ابن ءادم له الحسنة بعشر أمثالها إلى سبع مائة ضعف إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به إنه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي، للصائم فرحتان، فرحة عند فطره وفرحة عند لقاء ربه ولخلوف فم الصائم أطيب عندالله من ريح المسك (رواه البخاري ومسلم)
(Setiap amal kebaikan dari seorang manusia memiliki balasan kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya hingga 700 kali lipat, kecuali ibadah puasa. Sesungguhnya puasa itu adalah milik-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Sungguh seorang yang puasa telah meninggalkan syahwatnya, makanannya, minumannya hanya karena Aku. Bagi seorang yang puasamemiliki dua kegembiraan, gembira ketika berbuka, dan gembira ketika bertemu dengan Tuhanya. Dan sesungguhnya mulut seorang yang berpuasa itu lebih baik bagi Allah dari pada wanginya minyak misik (artinya menghasilkan pahala yangbesar). HR. al-Bukhari dan Muslim
Di antara keistimewaan bulan Ramadlan adalah bahwa seorang yang melakukan puasa di bulan ini karena Allah maka akan dijauhkan dari api neraka. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
مامن عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا بعد الله وجهه عن النار سبعين خريفا (رواهالبخاري)
(Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah walaupun hanya satu hari kecuali bahwa Allah akan menghindarkan tubuhnya dari api neraka selama 70 tahun) HR. al-Bukhari.
Jika puasa yang hanya satu hari karena Allah menghasilkan balasan yang demikian besar, maka tentu jauh lebih besar jika puasa semacam itu dilakukan dalam satu bulan penuh, seperti dalam bulan ramdlan.
_Allah A'lam Bi ash-shawab._
*Kholil Abou Fateh*
*_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
📌📌
❤ *ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH* ❤
❗ *APAPUN YANG TERLINTAS DALAM BENAKMU TENTANG ALLAH, MAKA ALLAH TIDAK SEDEMIKIAN ITU* ❗
Ada sebuah hadits yang dikenal dengan nama _*Hadîts an-Nuzûl*_. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imâm al-Bukhari dan al-Imâm Muslim dalam kitab Shahih masing-masing. Redaksi hadits riwayat al-Bukhari adalah sebagai berikut:
*(Shahîh al-Bukhâri; Kitâb al-Shalât, Bâb al-Du’â Wa al-Shalât Âkhir al-Layl. Lihat pula Shahîh Muslim; Kitâb Shalât al-Musâfirîn Wa Qashruhâ; Bâb al-Targhîb Fî al-Du’â Wa al-Dzikr Fî Âkhir al-Layl Wa al-Ijâbah Fîh.)*
_“Telah mengkabarkan kepada kami Abdullah ibn Maslamah, dari Malik, dari Ibn Syihab, dari Abu Salamah dan Abu Abdillah al-Agarr, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:_
يَنْـزِلُ رَبّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيلَةٍ إلَى السّمَاءِ الدّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللّيلِ الآخِر يَقُوْل: مَنْ يَدْعُونِي فَأسْتَجِيْب لهُ وَمَن يَسْألنِي فأعْطِيه وَمنْ يَسْتَغْفِرني فأغْفِر لهُ (رواه البخاري)
*Hadîts an-Nuzûl ini tidak boleh dipahami dalam makna zhahirnya, karena makna zhahirnya adalah turun dari arah atas ke arah bawah, artinya bergerak dan pindah dari satu tempat ke tampat yang lain, dan itu mustahil pada hak Allah.* Al-Imâm an-Nawawi dalam kitab Syarh Shahîh Muslim dalam menjelaskan Hadîts an-Nuzûl ini berkata:
Hadist ini termasuk hadits-hadits tentang sifat Allah. Dalam memahaminya terdapat dua madzhab mashur di kalangan ulama;
*Pertama:*
Madzhab mayoritas ulama Salaf dan sebagian ulama ahli Kalam (teolog), yaitu dengan mengimaninya bahwa hal itu adalah suatu yang hak dengan makna yang sesuai bagi keagungan Allah, dan bahwa makna zahirnya yang berlaku dalam makna makhluk adalah makna yang bukan dimaksud. Madzhab pertama ini tidak mengambil makna tertentu dalam memahaminya, artinya mereka tidak mentakwilnya. Namun mereka semua berkeyakinan bahma Allah Maha Suci dari sifat-sifat makhluk, Maha Suci dari pindah dari suatu tempat ke tempat lain, Maha Suci dari bergerak, dan Maha Suci dari seluruh sifat-sifat makhluk.
*Kedua:*
Madzhab mayoritas ahli Kalam (kaum teolog) dan beberapa golongan dari para ulama Salaf, di antaranya sebagaimana telah diberlakukan oleh Malik, dan al-Auza’i, bahwa mereka telah melakukan takwil terhadap hadits ini dengan menentukan makna yang sesaui dengan ketentuan-ketentuannya. Dalam penggunaan metode takwil ini para ulama madzhab kedua ini memiliki dua takwil terhadap Hadîts an-Nuzûl di atas.
Pertama; Takwil yang nyatakan oleh Malik dan lainnya bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah turunnya rahmat Allah, dan perintah-Nya, serta turunnya para Malaikat pembawa rahmat tersebut. Ini biasa digunakan dalam bahasa Arab; seperti bila dikatakan: “Fa’ala al-Sulthân Kadzâ…” (Raja melakukan suatu perbuatan), maka yang dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya dengan perintahnya, bukan raja itu sendiri yang melakukan perbuatan tersebut.
Kedua; takwil hadits dalam makna isti’ârah (metafor), yaitu dalam pengertian bahwa Allah mengaruniakan dan mengabulkan segala permintaan yang dimintakan kepada-Nya saat itu. (Karenanya, waktu sepertiga akhir malam adalah waktu yang sangat mustajab untuk meminta kepada Allah)” (An-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, j. 6, h. 36).
Dengan demikian pendapat kaum Musyabbihah jelas batil ketika mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah turunnya Allah dengan Dzat-Nya. Di antara dalil lainnya yang dapat membatalkan pendapat mereka ini adalah bahwa sebagian para perawi hadits al-Bukhari dalam Hadîts an-Nuzûl ini telah memberikan harakat dlammah pada huruf yâ’, dan harakat kasrah pada huruf zây; menjadi “Yunzilu”, artinya; menjadi fi’il muta’addi; yaitu kata kerja yang membutuhkan kepada objek (Maf’ûl Bih). Dengan demikian menjadi bertambah jelas bahwa yang turun tersebut adalah para Malaikat dengan perintah Allah. Makna ini juga seperti yang telah jelas disebutkan dalam riwayat Hadîts an-Nuzûl lainnya dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudriy bahwa Allah telah memerintah Malaikat untuk menyeru di langit pertama pada sepertiga akhir malam tersebut. Dengan demikian kaum Masyabbihah sama sekali tidak dapat menjadikan hadits ini sebagai dalil bagi mereka.
Seorang ahli tafsir terkemuka; al-Imâm al-Qurthubi, dalam
*(Shahîh al-Bukhâri; Kitâb al-Shalât, Bâb al-Du’â Wa al-Shalât Âkhir al-Layl. Lihat pula Shahîh Muslim; Kitâb Shalât al-Musâfirîn Wa Qashruhâ; Bâb al-Targhîb Fî al-Du’â Wa al-Dzikr Fî Âkhir al-Layl Wa al-Ijâbah Fîh.)*
_“Telah mengkabarkan kepada kami Abdullah ibn Maslamah, dari Malik, dari Ibn Syihab, dari Abu Salamah dan Abu Abdillah al-Agarr, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:_
يَنْـزِلُ رَبّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيلَةٍ إلَى السّمَاءِ الدّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللّيلِ الآخِر يَقُوْل: مَنْ يَدْعُونِي فَأسْتَجِيْب لهُ وَمَن يَسْألنِي فأعْطِيه وَمنْ يَسْتَغْفِرني فأغْفِر لهُ (رواه البخاري)
*Hadîts an-Nuzûl ini tidak boleh dipahami dalam makna zhahirnya, karena makna zhahirnya adalah turun dari arah atas ke arah bawah, artinya bergerak dan pindah dari satu tempat ke tampat yang lain, dan itu mustahil pada hak Allah.* Al-Imâm an-Nawawi dalam kitab Syarh Shahîh Muslim dalam menjelaskan Hadîts an-Nuzûl ini berkata:
Hadist ini termasuk hadits-hadits tentang sifat Allah. Dalam memahaminya terdapat dua madzhab mashur di kalangan ulama;
*Pertama:*
Madzhab mayoritas ulama Salaf dan sebagian ulama ahli Kalam (teolog), yaitu dengan mengimaninya bahwa hal itu adalah suatu yang hak dengan makna yang sesuai bagi keagungan Allah, dan bahwa makna zahirnya yang berlaku dalam makna makhluk adalah makna yang bukan dimaksud. Madzhab pertama ini tidak mengambil makna tertentu dalam memahaminya, artinya mereka tidak mentakwilnya. Namun mereka semua berkeyakinan bahma Allah Maha Suci dari sifat-sifat makhluk, Maha Suci dari pindah dari suatu tempat ke tempat lain, Maha Suci dari bergerak, dan Maha Suci dari seluruh sifat-sifat makhluk.
*Kedua:*
Madzhab mayoritas ahli Kalam (kaum teolog) dan beberapa golongan dari para ulama Salaf, di antaranya sebagaimana telah diberlakukan oleh Malik, dan al-Auza’i, bahwa mereka telah melakukan takwil terhadap hadits ini dengan menentukan makna yang sesaui dengan ketentuan-ketentuannya. Dalam penggunaan metode takwil ini para ulama madzhab kedua ini memiliki dua takwil terhadap Hadîts an-Nuzûl di atas.
Pertama; Takwil yang nyatakan oleh Malik dan lainnya bahwa yang dimaksud hadits tersebut adalah turunnya rahmat Allah, dan perintah-Nya, serta turunnya para Malaikat pembawa rahmat tersebut. Ini biasa digunakan dalam bahasa Arab; seperti bila dikatakan: “Fa’ala al-Sulthân Kadzâ…” (Raja melakukan suatu perbuatan), maka yang dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya dengan perintahnya, bukan raja itu sendiri yang melakukan perbuatan tersebut.
Kedua; takwil hadits dalam makna isti’ârah (metafor), yaitu dalam pengertian bahwa Allah mengaruniakan dan mengabulkan segala permintaan yang dimintakan kepada-Nya saat itu. (Karenanya, waktu sepertiga akhir malam adalah waktu yang sangat mustajab untuk meminta kepada Allah)” (An-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, j. 6, h. 36).
Dengan demikian pendapat kaum Musyabbihah jelas batil ketika mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah turunnya Allah dengan Dzat-Nya. Di antara dalil lainnya yang dapat membatalkan pendapat mereka ini adalah bahwa sebagian para perawi hadits al-Bukhari dalam Hadîts an-Nuzûl ini telah memberikan harakat dlammah pada huruf yâ’, dan harakat kasrah pada huruf zây; menjadi “Yunzilu”, artinya; menjadi fi’il muta’addi; yaitu kata kerja yang membutuhkan kepada objek (Maf’ûl Bih). Dengan demikian menjadi bertambah jelas bahwa yang turun tersebut adalah para Malaikat dengan perintah Allah. Makna ini juga seperti yang telah jelas disebutkan dalam riwayat Hadîts an-Nuzûl lainnya dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudriy bahwa Allah telah memerintah Malaikat untuk menyeru di langit pertama pada sepertiga akhir malam tersebut. Dengan demikian kaum Masyabbihah sama sekali tidak dapat menjadikan hadits ini sebagai dalil bagi mereka.
Seorang ahli tafsir terkemuka; al-Imâm al-Qurthubi, dalam
menafsirkan firman Allah: ”Wa al-Mustaghfirîn Bi al-Ashâr” (QS. Ali ’Imran: 17), artinya; ”Dan orang-orang yang ber-istighfâr di waktu sahur (akhir malam)”, beliau menyebutkan Hadîts an-Nuzûl dengan beberapa komentar ulama tentangnya, kemudian beliau menuliskan sebagai berikut:
“Pendapat yang paling baik dalam memaknai Hadîts an-Nuzûl ini adalah dengan merujuk kepada hadits riwayat an-Nasa-i dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudriy, bahwa Rasulullah bersabda:
إنّ اللهَ عَزّ وَجَلّ يُمْهِلُ حَتّى يَمْضِيَ شَطْرُ اللّيْلِ الأوّلِ ثُمّ يأمُرُ مُنَادِيًا فَيَقُوْل: هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَه، هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ يُغْفَرُ لهُ، هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى
”Sesungguhnya Allah mendiamkan malam hingga lewat paruh pertama dari malam tersebut, kemudian Allah memerintah Malaikat penyeru untuk berseru: Adakah orang yang berdoa?! Maka ia akan dikabulkan. Adakah orang yang meminta ampun?! Maka ia akan diampuni. Adakah orang yang meminta?! Maka ia akan diberi.
Hadits ini dishahihkan oleh Abu Muhammad Abd al-Haq. Dan hadits ini telah menghilangkan segala perselisihan tentang Hadîts an-Nuzûl, sekaligus sebagai penjelasan bahwa yang dimaksud dengan hadits pertama (hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim) adalah dalam makna dibuang mudlâf-nya. Artinya, yang dimaksud dengan hadits pertama tersebut ialah bahwa Malaikat turun ke langit dunia dengan perintah Allah, yang kemudian Malaikat tersebut menyeru. Pemahaman ini juga dikuatkan dengan adanya riwayat yang menyebutkan dengan dlammah pada huruf yâ’ pada kata “Yanzilu” menjadi “Yunzilu”, dan riwayat terakhir ini sejalan dengan apa yang kita sebutkan dari riwayat an-Nasa-i di atas” (Tafsîr al-Qurthubi, j. 4, h. 39).
Al-Imâm al-Hâfizh Ibn Hajar dalam kitab Syarh Shahîh al-Bukhâri menuliskan sebagai berikut:
*“Kaum yang menetapkan adanya arah bagi Allah dengan menjadikan Hadîts an-Nuzûl ini sebagai dalil bagi mereka; yaitu menetapkan arah atas, pendapat mereka ini ditentang oleh para ulama, karena berpendapat semacam itu sama saja dengan mengatakan Allah bertempat, padahal Allah Maha suci dari pada itu. Dalam makna Hadîts an-Nuzûl ini terdapat beberapa pendapat ulama”* (Fath al-Bâri, j. 3, h. 30).
Kemudian al-Hâfizh Ibn Hajar menuliskan:
“Abu Bakar ibn Furak meriwayatkan bahwa sebagian ulama telah memberikan harakat dlammah pada huruf awalnya; yaitu pada huruf yâ’, (menjadi kata yunzilu) dan objeknya disembunyikan; yaitu Malaikat. Yang menguatkan pendapat ini adalah hadits riwayat an-Nasa-i dari hadits sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudzriy, bahwa Rasulullah bersabda:
إنّ اللهَ يُمْهِلُ حَتّى يَمْضِيَ شَطْرُ اللّيْلِ ثُمّ يأمُرُ مُنَادِيًا يَقُوْل: هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابُ لَه
”Sesungguhnya Allah mendiamkan waktu malam hingga lewat menjadi lewat paruh pertama dari malam tersebut. Kemudian Allah memerintah Malaikat penyeru untuk berseru: Adakah orang yang berdoa!! Ia akan dikabulkan”.
Demikian pula pemahaman ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan dari Utsman ibn al-Ash dengan redaksi sabda Rasulullah:
يُنَادِ مُنَادٍ هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَهُ
”…maka Malaikat penyeru berseru: ”Adakah orang yang berdoa! Maka akan dikabulkan baginya”.
Oleh karena itulah al-Qurthubi berkata:
“Dengan demikian segala perselisihan tentang hadits ini menjadi selesai” (Fath al-Bâri, j. 3, h. 30).
Al-Imâm Badruddin ibn Jama’ah dalam kitab Idlâh al-Dalîl Fî Qath’i Hujaj Ahl al-Ta’thîl menuliskan sebagai berikut:
“Ketahuilah, bahwa tidak boleh memaknai an-nuzûl dalam hadits ini dalam pengertian pindah dari satu tempat ke tempat lain, karena beberapa alasan berikut;
Pertama: Turun dari satu tempat ke tempat lain adalah salah satu sifat dari sifat-sifat benda-benda dan segala sesuatu yang baharu. Turun dalam pengertian ini membutuhkan kepada tiga perkara; Benda yang pindah itu sendiri, Tempat asal pindahnya benda itu, dan Tempat tujuan bagi benda itu. Makna semacam ini jelas mustahil bagi Allah.
Ke Dua: Jika Hadîts an-Nuzûl dimaknai bahwa Allah turun dengan Dzat-Nya secara hakekat, maka berarti pekerjaan turun tersebut terus-menerus terjadi pada Allah setiap saat dengan
“Pendapat yang paling baik dalam memaknai Hadîts an-Nuzûl ini adalah dengan merujuk kepada hadits riwayat an-Nasa-i dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudriy, bahwa Rasulullah bersabda:
إنّ اللهَ عَزّ وَجَلّ يُمْهِلُ حَتّى يَمْضِيَ شَطْرُ اللّيْلِ الأوّلِ ثُمّ يأمُرُ مُنَادِيًا فَيَقُوْل: هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَه، هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ يُغْفَرُ لهُ، هَلْ مِنْ سَائِلٍ يُعْطَى
”Sesungguhnya Allah mendiamkan malam hingga lewat paruh pertama dari malam tersebut, kemudian Allah memerintah Malaikat penyeru untuk berseru: Adakah orang yang berdoa?! Maka ia akan dikabulkan. Adakah orang yang meminta ampun?! Maka ia akan diampuni. Adakah orang yang meminta?! Maka ia akan diberi.
Hadits ini dishahihkan oleh Abu Muhammad Abd al-Haq. Dan hadits ini telah menghilangkan segala perselisihan tentang Hadîts an-Nuzûl, sekaligus sebagai penjelasan bahwa yang dimaksud dengan hadits pertama (hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim) adalah dalam makna dibuang mudlâf-nya. Artinya, yang dimaksud dengan hadits pertama tersebut ialah bahwa Malaikat turun ke langit dunia dengan perintah Allah, yang kemudian Malaikat tersebut menyeru. Pemahaman ini juga dikuatkan dengan adanya riwayat yang menyebutkan dengan dlammah pada huruf yâ’ pada kata “Yanzilu” menjadi “Yunzilu”, dan riwayat terakhir ini sejalan dengan apa yang kita sebutkan dari riwayat an-Nasa-i di atas” (Tafsîr al-Qurthubi, j. 4, h. 39).
Al-Imâm al-Hâfizh Ibn Hajar dalam kitab Syarh Shahîh al-Bukhâri menuliskan sebagai berikut:
*“Kaum yang menetapkan adanya arah bagi Allah dengan menjadikan Hadîts an-Nuzûl ini sebagai dalil bagi mereka; yaitu menetapkan arah atas, pendapat mereka ini ditentang oleh para ulama, karena berpendapat semacam itu sama saja dengan mengatakan Allah bertempat, padahal Allah Maha suci dari pada itu. Dalam makna Hadîts an-Nuzûl ini terdapat beberapa pendapat ulama”* (Fath al-Bâri, j. 3, h. 30).
Kemudian al-Hâfizh Ibn Hajar menuliskan:
“Abu Bakar ibn Furak meriwayatkan bahwa sebagian ulama telah memberikan harakat dlammah pada huruf awalnya; yaitu pada huruf yâ’, (menjadi kata yunzilu) dan objeknya disembunyikan; yaitu Malaikat. Yang menguatkan pendapat ini adalah hadits riwayat an-Nasa-i dari hadits sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudzriy, bahwa Rasulullah bersabda:
إنّ اللهَ يُمْهِلُ حَتّى يَمْضِيَ شَطْرُ اللّيْلِ ثُمّ يأمُرُ مُنَادِيًا يَقُوْل: هَلْ مِنْ دَاعٍ فَيُسْتَجَابُ لَه
”Sesungguhnya Allah mendiamkan waktu malam hingga lewat menjadi lewat paruh pertama dari malam tersebut. Kemudian Allah memerintah Malaikat penyeru untuk berseru: Adakah orang yang berdoa!! Ia akan dikabulkan”.
Demikian pula pemahaman ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan dari Utsman ibn al-Ash dengan redaksi sabda Rasulullah:
يُنَادِ مُنَادٍ هَلْ مِنْ دَاعٍ يُسْتَجَابُ لَهُ
”…maka Malaikat penyeru berseru: ”Adakah orang yang berdoa! Maka akan dikabulkan baginya”.
Oleh karena itulah al-Qurthubi berkata:
“Dengan demikian segala perselisihan tentang hadits ini menjadi selesai” (Fath al-Bâri, j. 3, h. 30).
Al-Imâm Badruddin ibn Jama’ah dalam kitab Idlâh al-Dalîl Fî Qath’i Hujaj Ahl al-Ta’thîl menuliskan sebagai berikut:
“Ketahuilah, bahwa tidak boleh memaknai an-nuzûl dalam hadits ini dalam pengertian pindah dari satu tempat ke tempat lain, karena beberapa alasan berikut;
Pertama: Turun dari satu tempat ke tempat lain adalah salah satu sifat dari sifat-sifat benda-benda dan segala sesuatu yang baharu. Turun dalam pengertian ini membutuhkan kepada tiga perkara; Benda yang pindah itu sendiri, Tempat asal pindahnya benda itu, dan Tempat tujuan bagi benda itu. Makna semacam ini jelas mustahil bagi Allah.
Ke Dua: Jika Hadîts an-Nuzûl dimaknai bahwa Allah turun dengan Dzat-Nya secara hakekat, maka berarti pekerjaan turun tersebut terus-menerus terjadi pada Allah setiap saat dengan
pergerakan dan perpindahan yang banyak sekali, supaya bertepatan dengan sepertiga akhir malam. Hal ini karena kejadian sepertiga akhir malam terus terjadi dan bergantian di setiap belahan bumi. Dengan demikian hal itu menuntut turunnya Allah setiap siang dan malam dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Hal itu juga berarti bahwa Allah pada saat yang sama turun naik antara langit dunia dan arsy. Tentunya pendapat semacam ini tidak akan diungkapkan oleh seorang yang berakal sehat.
Ke Tiga: Pendapat yang menyebutkan bahwa Allah bertempat di atas arsy dan memenuhinya, bagaimana mungkin cukup bagi-Nya untuk bertempat di langit dunia, padahal luasnya langit dibanding arsy tidak ubahnya seperti sebesar kerikil dibanding lapangan yang luas. Dalam hal ini pendapat sesat tersebut tidak lepas dari dua kemungkinan;
Pertama: Bahwa langit dunia setiap saat berubah menjadi besar dan luas hingga mencukupi Allah.
Kedua: Atau bahwa Dzat Allah setiap saat menjadi kecil agar tertampung oleh langit dunia tersebut. Tentunya, kita menafikan dua keadaan yang mustahil tersebut dari Allah.
Dengan demikian setiap ayat dan hadits mutasyâbihât yang zahirnya seakan menunjukkan adanya keserupaan antara Allah dengan makhluk-Nya harus ditakwil dengan makna yang sesuai dengan keagungan Allah. Atau jika tidak memberlakukan takwil maka harus diyakini kesucian Allah dari segala sifat-sifat makhluk-Nya” (Idlâh al-Dalîl, h. 164).
KESIMPULAN:
*Allah bukan benda, dan Dia tidak disifati dengan sifat-sifat benda. Segala apa yang terlintas dalam benak manusia tentang Allah maka Dia tidak seperti demikian itu. Allah tidak terikat oleh dimensi; ruang dan waktu, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah. Allah yang menciptakan arsy dan langit maka Dia tidak membutuhkan kepada keduanya.*
*Pemahaman Ahlussunnah Tentang Hadîts an-Nuzûl; Mewaspadai Akidah Tasybih Kaum Wahhabiyyah*
*Kholil Abu Fateh*
Al-Asy’ari Asy-Syafi’i Ar-Rifa’i Al-Qadiri
Ke Tiga: Pendapat yang menyebutkan bahwa Allah bertempat di atas arsy dan memenuhinya, bagaimana mungkin cukup bagi-Nya untuk bertempat di langit dunia, padahal luasnya langit dibanding arsy tidak ubahnya seperti sebesar kerikil dibanding lapangan yang luas. Dalam hal ini pendapat sesat tersebut tidak lepas dari dua kemungkinan;
Pertama: Bahwa langit dunia setiap saat berubah menjadi besar dan luas hingga mencukupi Allah.
Kedua: Atau bahwa Dzat Allah setiap saat menjadi kecil agar tertampung oleh langit dunia tersebut. Tentunya, kita menafikan dua keadaan yang mustahil tersebut dari Allah.
Dengan demikian setiap ayat dan hadits mutasyâbihât yang zahirnya seakan menunjukkan adanya keserupaan antara Allah dengan makhluk-Nya harus ditakwil dengan makna yang sesuai dengan keagungan Allah. Atau jika tidak memberlakukan takwil maka harus diyakini kesucian Allah dari segala sifat-sifat makhluk-Nya” (Idlâh al-Dalîl, h. 164).
KESIMPULAN:
*Allah bukan benda, dan Dia tidak disifati dengan sifat-sifat benda. Segala apa yang terlintas dalam benak manusia tentang Allah maka Dia tidak seperti demikian itu. Allah tidak terikat oleh dimensi; ruang dan waktu, Dia ada tanpa tempat dan tanpa arah. Allah yang menciptakan arsy dan langit maka Dia tidak membutuhkan kepada keduanya.*
*Pemahaman Ahlussunnah Tentang Hadîts an-Nuzûl; Mewaspadai Akidah Tasybih Kaum Wahhabiyyah*
*Kholil Abu Fateh*
Al-Asy’ari Asy-Syafi’i Ar-Rifa’i Al-Qadiri
*Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah, Rububiyyah dan al-Asma Wa ash-Shifat*
*Kholil Abu Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
*Klik link di bawah untu membaca buku keseluruhan melalui Google Play Books, Gratis!!!*
https://play.google.com/store/books/details?id=QSKbDwAAQBAJ
*Download Dan Sebarluaskan!!*
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
*Nurul Hikmah Press*
Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Saat ini tersedia buku judul :
1. Hadits Jibril; Penjelasan Hadits Jibril Memahami Pondasi Iman Yang Enam. Rp. 30.000
2. Kedua Orang Tua Rasulullah Penduduk Surga. Rp. 30.000
3. Aqidah Imam Empat Madzhab Menjelaskan Tafsir Istawa Dan Kesucian Allah Dari Tempat Dan Arah. Rp. 20.000
4. Ayo, Kita Tahlil!! Rp. 20.000
5. Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah, Rububiyyah dan Al-Asma Wa Ash-Shifat (Dalam proses cetak)
*Beli 4 Judul (No. 1 s/d 4) di atas : Rp. 100.000*
_(Free Ongkir JABODETABEK)_
Pemesanan buku klik link berikut : https://wa.me/6287878023938
*Kholil Abu Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
*Klik link di bawah untu membaca buku keseluruhan melalui Google Play Books, Gratis!!!*
https://play.google.com/store/books/details?id=QSKbDwAAQBAJ
*Download Dan Sebarluaskan!!*
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
*Nurul Hikmah Press*
Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Saat ini tersedia buku judul :
1. Hadits Jibril; Penjelasan Hadits Jibril Memahami Pondasi Iman Yang Enam. Rp. 30.000
2. Kedua Orang Tua Rasulullah Penduduk Surga. Rp. 30.000
3. Aqidah Imam Empat Madzhab Menjelaskan Tafsir Istawa Dan Kesucian Allah Dari Tempat Dan Arah. Rp. 20.000
4. Ayo, Kita Tahlil!! Rp. 20.000
5. Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah, Rububiyyah dan Al-Asma Wa Ash-Shifat (Dalam proses cetak)
*Beli 4 Judul (No. 1 s/d 4) di atas : Rp. 100.000*
_(Free Ongkir JABODETABEK)_
Pemesanan buku klik link berikut : https://wa.me/6287878023938
Google
MENGUNGKAP KERANCUAN PEMBAGIAN TAUHID KEPADA ULUHIYYAH, RUBUBIYYAH DAN AL-ASMA' WA ASH-SHIFAT by Dr. H. Kholilurrohman, MA - Books…
MENGUNGKAP KERANCUAN PEMBAGIAN TAUHID KEPADA ULUHIYYAH, RUBUBIYYAH DAN AL-ASMA' WA ASH-SHIFAT - Ebook written by Dr. H. Kholilurrohman, MA. Read this book using Google Play Books app on your PC, android, iOS devices. Download for offline reading, highlight…
📌
📚📚📚
Alhamdulillah, terima kasih kami ucapkan!
Telah habis terjual buku berjudul *"Kedua Orang Tua Rasulullah Penduduk Surga"* Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat (amal jariyah) bagi Penulis dan menambah ilmu bagi para pembaca juga menjadi amal shadaqah...
📣📣📣
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Terkait Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah al-Asy’ari, Fiqh asy-Syafi’i, Tasawuf ar-Rifa'i Wa al-Qadir Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Saat ini tersedia buku judul :
1⃣ *Hadits Jibril; Penjelasan Hadits Jibril Memahami Pondasi Iman Yang Enam*
Harga : *Rp. 30.000*
2⃣ *Aqidah Imam Empat Madzhab Menjelaskan Tafsir Istawa Dan Kesucian Allah Dari Tempat Dan Arah*
Harga : *Rp. 20.000*
3⃣ *Ayo, Kita Tahlil!!*
Harga : *Rp. 20.000*
4⃣ *Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah Rububiyyah dan al-Asma Wa ash-Shifat*
Harga : *Rp. 35.000*
Pembelian 4 Judul (No. 1 s/d 4): Rp. 105.000
_*(FREE ONGKIR KHUSUS JABODETABEK)*_
Pemesanan Click Link >>> *https://wa.me/6287878023938*
📚📚📚
Alhamdulillah, terima kasih kami ucapkan!
Telah habis terjual buku berjudul *"Kedua Orang Tua Rasulullah Penduduk Surga"* Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat (amal jariyah) bagi Penulis dan menambah ilmu bagi para pembaca juga menjadi amal shadaqah...
📣📣📣
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Terkait Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah al-Asy’ari, Fiqh asy-Syafi’i, Tasawuf ar-Rifa'i Wa al-Qadir Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Saat ini tersedia buku judul :
1⃣ *Hadits Jibril; Penjelasan Hadits Jibril Memahami Pondasi Iman Yang Enam*
Harga : *Rp. 30.000*
2⃣ *Aqidah Imam Empat Madzhab Menjelaskan Tafsir Istawa Dan Kesucian Allah Dari Tempat Dan Arah*
Harga : *Rp. 20.000*
3⃣ *Ayo, Kita Tahlil!!*
Harga : *Rp. 20.000*
4⃣ *Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah Rububiyyah dan al-Asma Wa ash-Shifat*
Harga : *Rp. 35.000*
Pembelian 4 Judul (No. 1 s/d 4): Rp. 105.000
_*(FREE ONGKIR KHUSUS JABODETABEK)*_
Pemesanan Click Link >>> *https://wa.me/6287878023938*
WhatsApp.com
Open WhatsApp
WhatsApp Messenger: More than 2 billion people in over 180 countries use WhatsApp to stay in touch with friends and family, anytime and anywhere. WhatsApp is free and offers simple, secure, reliable messaging and calling, available on phones all over the…
📌
...
Di antara penyimpangan yang harus diluruskan yang tersebar di sebagian kalangan awam adalah apa yang sering dikumandangkan oleh sebagian orang dalam pembacaan riwayat maulid Nabi, dan oleh sebagian Mu’adzin, serta oleh beberapa orang lainnya, mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah awal seluruh makhluk. Penyebab utamanya adalah karena beredarnya hadits palsu yang disebutkan berasal dari riwayat Jabir, mengatakan:
(قيل) أوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ نُوْرَ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ
_*“Awal apa yang diciptakan oleh Allah adalah nur Nabi-mu wahai Jabir”*_
Berikut ini kami datangkan bantahan yang cukup terhadap pendapat tersebut dengan dalil-dalil ‘aqliyyah dan naqliyyah.
*Kita Katakan:*
Hadits Jabir tersebut di atas adalah *hadits palsu (mawdlu’)*, tidak memiliki dasar, dan jelas *menyalahi al-Qur’an dan hadits sahih.*
Adapun segi menyalahi al-Qur’an adalah firman Allah:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَيٍّ (سورة الأنبياء: 30)
_*“Dan Kami telah menjadikan dari air segala sesuatu yang hidup” (QS. al-Anbiya: 30)*_
…
Baca selengkapnya…!!
*“RISALAH MENJELASKAN KEBATILAN PENDAPAT NUR MUHAMMAD SEBAGAI MAKHLUK PERTAMA”*
( *Buthlan Awwaliyyah an-Nur al-Muhammadiy* )
〰♾🌼 *Karya Al-Imam Al-Hafizh Abdullah ibn Muhammad al-Harari al-Habasyi (L 1328 - W 1429 H)* 🌼♾〰
Penerjemah & Pengantar
*Dr. H. Kholilurrohman, MA*
(Ustadz Kholil Abou Fateh)
Penerbit :
*Nurul Hikmah Press*
ISBN :
*9786239057459*
Halaman :
*124 hal.*
📥 Click Link untuk membaca di Google Play Books >>> https://play.google.com/store/books/details?id=uQegDwAAQBAJ
⚜⚜⚜
🕌
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah al-Asy’ari Fiqh asy-Syafi’i Tasawuf ar-Rifa'i Wa al-Qadir Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Alamat :
*PONDOK PESANTREN NURUL HIKMAH*
Jln. Karyawan III Rt. 04 Rw. 09
Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten 15157 - Indonesia. Whatsapp : https://wa.me/6287878023938
...
Di antara penyimpangan yang harus diluruskan yang tersebar di sebagian kalangan awam adalah apa yang sering dikumandangkan oleh sebagian orang dalam pembacaan riwayat maulid Nabi, dan oleh sebagian Mu’adzin, serta oleh beberapa orang lainnya, mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah awal seluruh makhluk. Penyebab utamanya adalah karena beredarnya hadits palsu yang disebutkan berasal dari riwayat Jabir, mengatakan:
(قيل) أوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ نُوْرَ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ
_*“Awal apa yang diciptakan oleh Allah adalah nur Nabi-mu wahai Jabir”*_
Berikut ini kami datangkan bantahan yang cukup terhadap pendapat tersebut dengan dalil-dalil ‘aqliyyah dan naqliyyah.
*Kita Katakan:*
Hadits Jabir tersebut di atas adalah *hadits palsu (mawdlu’)*, tidak memiliki dasar, dan jelas *menyalahi al-Qur’an dan hadits sahih.*
Adapun segi menyalahi al-Qur’an adalah firman Allah:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَيٍّ (سورة الأنبياء: 30)
_*“Dan Kami telah menjadikan dari air segala sesuatu yang hidup” (QS. al-Anbiya: 30)*_
…
Baca selengkapnya…!!
*“RISALAH MENJELASKAN KEBATILAN PENDAPAT NUR MUHAMMAD SEBAGAI MAKHLUK PERTAMA”*
( *Buthlan Awwaliyyah an-Nur al-Muhammadiy* )
〰♾🌼 *Karya Al-Imam Al-Hafizh Abdullah ibn Muhammad al-Harari al-Habasyi (L 1328 - W 1429 H)* 🌼♾〰
Penerjemah & Pengantar
*Dr. H. Kholilurrohman, MA*
(Ustadz Kholil Abou Fateh)
Penerbit :
*Nurul Hikmah Press*
ISBN :
*9786239057459*
Halaman :
*124 hal.*
📥 Click Link untuk membaca di Google Play Books >>> https://play.google.com/store/books/details?id=uQegDwAAQBAJ
⚜⚜⚜
🕌
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah al-Asy’ari Fiqh asy-Syafi’i Tasawuf ar-Rifa'i Wa al-Qadir Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Alamat :
*PONDOK PESANTREN NURUL HIKMAH*
Jln. Karyawan III Rt. 04 Rw. 09
Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten 15157 - Indonesia. Whatsapp : https://wa.me/6287878023938
Mengenal an-Nubuwwah, ar-Risalah, dan al-Wilayah.
Simak, like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat. https://youtu.be/sjeDVSf83TM
Simak, like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat. https://youtu.be/sjeDVSf83TM
YouTube
Nabi Dan Rasul; Makhkuk Allah Paling Utama | Masjid Al-Madinah CBD Ciledug - 19 Januari 2019
Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Fiqh Syafi'iyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA Tempat : Musholla Nurul Hik...
Ayat2 dan hadits2 mutasyabihat tidak boleh dipahami dalam makna zahirnya. Sebab bila dipahami demikian akan saling bertentangan satu dengan lainnya. Tetapi wajib dipahami dengan takwil.
Simak, like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/bJ3A-ynbvZg
Simak, like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/bJ3A-ynbvZg
YouTube
Ayat-ayat dan Hadits-hadits Mutasyabihat Tidak Boleh Dipahami dalam Makna Zahirnya - 07 April 2018
Kajian Tauhid bersama Ust. DR. H. Kholilurrohman Lc. MA @Masjid Almadinah CBD, Ciledug - Tangerang
Allah yg menciptakan sinar, maka Allah bukan sinar. Simak kajian makna sifat Allah an-Nur; bukan dalam makna sinar (cahaya).
Like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat. https://youtu.be/FUtJG3eM8cU
Like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat. https://youtu.be/FUtJG3eM8cU
YouTube
Makna Nama Allah An-Nur Bukan Cahaya (Sinar) - 06 Apr 2018
Kajian Subuh bersama Ust. DR. H. Kholilurrohman Lc. MA @Majelis Nurul Hikmah Jl. Karyawan 3, Karang Tengah - Tangerang
Di antara kandungan makna ayat ke 2 dr QS. Al Fatihah. (Bantahan terhadap faham hulul dan Ittihad)
Simak, like, subscribe dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/OMb3AjnUeWg
Simak, like, subscribe dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/OMb3AjnUeWg
YouTube
Diantara Kandungan Makna Ayat ke-2 Surat Al-Fatihah - 05 Apr 2018
Kajian Subuh bersama Ust. DR. H. Kholilurrohman Lc. MA @Majelis Nurul Hikmah Jl. Karyawan 3, karang Tengah - Tangerang
Di antara dalil dari hadits Rasulullah bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.
Simak, like, subscribe dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/5S5r6ksgi78
Simak, like, subscribe dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/5S5r6ksgi78
YouTube
Allah Ada Tanpa Tempat (Dalil Hadits)
27 April 2018
Kajian Subuh
bersama Ust. DR. H. Kholilurrohman Lc. MA
@Majelis Nurul Hikmah
Jl. Karyawan 3, Karang Tengah - Tangerang
Kajian Subuh
bersama Ust. DR. H. Kholilurrohman Lc. MA
@Majelis Nurul Hikmah
Jl. Karyawan 3, Karang Tengah - Tangerang
Rasulullah bersabda:
إذا رأيتم الذين يتبعون ما تشابه منه فأولئك الذين سمى الله فاحذروهم (رواه أحمد والبخاري ومسلم وأبو داود والترمذي وابن ماجه)
[Maknanya]: _*“Jika kalian menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat Mutasyabihat al-Qur'an, maka mereka inilah yang disebutkan oleh dalam Ali-Imran: 7, waspadai dan jauhi mereka”.*_ (HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Termasuk dalam memahami hadits al-Jariyah, kaum Musyabbihhah *--(variannya di zaman sekarang adalah golongan Wahhabi)--*, memaknainya dalam makna zahirnya. Mereka meyakini “Allah di atas langit”, atau sebagian mereka mengatakan “bertempat di langit” dengan dasar pemahaman keliru terhadap hadits ini. Musibah terbesar kaum Musyabbihah sesungguhnya adalah karena mereka sangat anti terhadap takwil. Bahkan berkembang di kalangan mereka semacam kaedah --yang mereka buat sendiri-- mengatakan “al-Mu’awwil Mu’ath-thil”; (seorang yang melakukan takwil maka ia menginkari teks-teks syari’at).
Wa Allah A’lam.
*Baca selengkapnya :*
https://play.google.com/store/books/details?id=lZeiDwAAQBAJ
Khadim al-‘Ilm Wa al-’Ulama’
*Kholil Abu Fateh*
_Al-Asy’ari asy-Syafi’i al-Rifa’i al-Qadiri_
*NANTIKAN SEGERA TERBIT DALAM BUKU CETAK*
*NURUL HIKMAH PRESS*
+6287878023938
إذا رأيتم الذين يتبعون ما تشابه منه فأولئك الذين سمى الله فاحذروهم (رواه أحمد والبخاري ومسلم وأبو داود والترمذي وابن ماجه)
[Maknanya]: _*“Jika kalian menyaksikan orang-orang yang mengikuti ayat-ayat Mutasyabihat al-Qur'an, maka mereka inilah yang disebutkan oleh dalam Ali-Imran: 7, waspadai dan jauhi mereka”.*_ (HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Termasuk dalam memahami hadits al-Jariyah, kaum Musyabbihhah *--(variannya di zaman sekarang adalah golongan Wahhabi)--*, memaknainya dalam makna zahirnya. Mereka meyakini “Allah di atas langit”, atau sebagian mereka mengatakan “bertempat di langit” dengan dasar pemahaman keliru terhadap hadits ini. Musibah terbesar kaum Musyabbihah sesungguhnya adalah karena mereka sangat anti terhadap takwil. Bahkan berkembang di kalangan mereka semacam kaedah --yang mereka buat sendiri-- mengatakan “al-Mu’awwil Mu’ath-thil”; (seorang yang melakukan takwil maka ia menginkari teks-teks syari’at).
Wa Allah A’lam.
*Baca selengkapnya :*
https://play.google.com/store/books/details?id=lZeiDwAAQBAJ
Khadim al-‘Ilm Wa al-’Ulama’
*Kholil Abu Fateh*
_Al-Asy’ari asy-Syafi’i al-Rifa’i al-Qadiri_
*NANTIKAN SEGERA TERBIT DALAM BUKU CETAK*
*NURUL HIKMAH PRESS*
+6287878023938
*UPDATE*
Kepada saudara - saudara di 🇲🇾 Malaysia. Bagi yang berminat untuk memiliki buku - buku karya Dr. H. Kholilurrohman, MA ( Ustadz Kholil Abu Fateh ) dapat menggunakan jasa pengiriman dari 🇮🇩 *Indonesia* ke 🇲🇾 *Malaysia* melalui *City-Link Express*. Dengan biaya kirim saat ini :
*Rp. 87.000/Kg*
Semoga bermanfaat.
Salaam,
🔅🔅🔆🔅🔅🔆🔅🔅🔆🔅🔅
🕌
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah al-Asy’ari Fiqh asy-Syafi’i Tasawuf ar-Rifa'i Wa al-Qadir Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Alamat:
*Pondok Pesantren Nurul Hikmah*
Jln. Karyawan III Rt. 04 Rw. 09
Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten 15157 - Indonesia
Whatsapp:
*https://wa.me/6287878023938*
Kepada saudara - saudara di 🇲🇾 Malaysia. Bagi yang berminat untuk memiliki buku - buku karya Dr. H. Kholilurrohman, MA ( Ustadz Kholil Abu Fateh ) dapat menggunakan jasa pengiriman dari 🇮🇩 *Indonesia* ke 🇲🇾 *Malaysia* melalui *City-Link Express*. Dengan biaya kirim saat ini :
*Rp. 87.000/Kg*
Semoga bermanfaat.
Salaam,
🔅🔅🔆🔅🔅🔆🔅🔅🔆🔅🔅
🕌
*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit Dan Penjual Buku - Buku Islami Madzhab Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah al-Asy’ari Fiqh asy-Syafi’i Tasawuf ar-Rifa'i Wa al-Qadir Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Alamat:
*Pondok Pesantren Nurul Hikmah*
Jln. Karyawan III Rt. 04 Rw. 09
Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten 15157 - Indonesia
Whatsapp:
*https://wa.me/6287878023938*
Bagi yang ingin membaca buku-buku terkait Agama Islam - Ilmu Tauhid (Teologi) silahkan buka Google Play Books dan ketik di kolom pencarian "Kholilurrohman". Terdapat 20 lebih judul buku yang dapat di baca (full buku) secara gratis. Biografi penulis >>> nurulhikmah.ponpes.id
〰♾🌼 *KERANCUAN KALANGAN ANTI TABARRUK* 🌼♾〰
Kalangan yang anti tabarruk, tawassul, dan semacamnya seringkali ketika mereka terbentur dengan hadits-hadits atau amaliah para ulama salaf dan khalaf yang bertentangan dengan pendapat mereka, mereka mengatakan:
(1). _Hadits-hadits tentang tabarruk dan tawassul ini khusus berlaku kepada Rasulullah!_
(2). _Mereka, para ulama tersebut melakukan perbuatan yang tidak ada dalilnya, dengan demikian harus ditolak, siapa-pun orang tersebut!_
(Jawab):
(1). Kita katakan kepada mereka: Adakah dalil yang mengkhususkan tabarruk, tawassul dan Istighatsah hanya kepada Rasulullah saja?! Mana dalil kekhususan (Khushushiyyah) tersebut?! Apakah setiap ada hadits yang bertentangan dengan pendapat kalian, kemudian kalian katakan bahwa khusus berlaku kepada Rasulullah saja?! Mari kita lihat berikut ini pemahaman para ulama kita tentang hadits-hadits tabarruk dan semacamnya, bahwa mereka memahaminya tidak hanya khusus kepada Rasulullah saja.
Al-Imam Ibn Hibban dalam kitab Shahih-nya menuliskan sebagai berikut:
بَابُ ذِكْرِ إِبَاحَةِ التَّـبَرُّكِ بِوَضُوْءِ الصَّالِحِيْنَ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ إِذَا كَانُوْا مُتَّبِعِيْنَ لِسُنَنِ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَليْه وَسَلّمَ، عَنْ ابْنِ أَبِيْ جُحَيْفَةَ، عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْه وَسَلّمَ فِيْ قُبَّةٍ حَمْرَاءَ وَرَأَيْتُ بِلاَلاً أَخْرَجَ وَضُوْءَهُ فَرَأَيْتُ النَّاسَ يَبْتَدِرُوْنَ وَضُوْءَهُ يَتَمَسَّحُوْنَ.
_*“Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah”. Dari Ibn Abi Juhaifah, dari ayahnya, bahwa ia berkata: Aku melihat Rasulullah di Qubbah Hamra’, dan aku melihat Bilal mengeluarkan air wudlu Rasulullah, kemudian aku melihat banyak orang memburu bekas air wudlu tersebut, mereka semua mengusap-usap dengannya”*_
Dalam teks di atas sangat jelas bahwa Ibn Hibban memahami tabarruk sebagai hal yang tidak khusus kepada Rasulullah saja, tetapi juga berlaku kepada al-Ulama al-‘Amilin. Karena itu beliau mencantumkan hadits tentang tabarruk dengan air bekas wudlu Rasulullah di bawah sebuah bab yang beliau namakan: “Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah”.
Syekh Mar’i al-Hanbali dalam Ghayah al-Muntaha menuliskan:
وَلاَ بَأْسَ بِلَمْسِ قَبْرٍ بِيَدٍ لاَ سِيَّمَا مَنْ تُرْجَى بَرَكَتُهُ
_*“Dan tidak mengapa menyentuh kuburan dengan tangan, apalagi kuburan orang yang diharapkan berkahnya”*_
Bahkan dalam kitab al-Hikayat al-Mantsurah karya al-Hafizh adl-Dliya’ al-Maqdisi al-Hanbali, disebutkan bahwa beliau (adl-Dliya’ al-Maqdisi) mendengar al-Hafizh ‘Abd al-Ghani al-Maqdisi al-Hanbali mengatakan bahwa suatu ketika di lengannya muncul penyakit seperti bisul, dia sudah berobat ke mana-mana dan tidak mendapatkan kesembuhan. Akhirnya ia mendatangi kuburan al-Imam Ahmad ibn Hanbal. Kemudian ia mengusapkan lengannya ke makam tersebut, lalu penyakit itu sembuh dan tidak pernah kambuh kembali.
As-Samhudi dalam Wafa’ al-Wafa mengutip dari Al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani, bahwa beliau berkata:
اِسْتَنْبَطَ بَعْضُهُمْ مِنْ مَشْرُوْعِيَّةِ تَقْبِيْلِ الْحَجَرِ الأَسْوَدِ جَوَازَ تَقْبِيْلِ كُلِّ مَنْ يَسْتَحِقُّ التَّعْظِيْمَ مِنْ ءَادَمِيٍّ وَغَيْرِهِ، فَأَمَّا تَقْبِيْلُ يَدِ الآدَمِيِّ فَسَبَقَ فِيْ الأَدَبِ، وَأَمَّا غَيْرُهُ فَنُقِلَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ تَقْبِيْلِ مِنْبَرِ النَّبِيِّ وَقَبْرِهِ فَلَمْ يَرَ بِهِ بَأْسًا، وَاسْتَبْعَدَ بَعْضُ أَتْبَاعِهِ صِحَّتَهُ عَنْهُ وَنُقِلَ عَنْ ابْنِ أَبِيْ الصَّيْفِ اليَمَانِيِّ أَحَدِ عُلَمَاءِ مَكَّةَ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ جَوَازُ تَقْبِيْلِ الْمُصْحَفِ وَأَجْزَاءِ الْحَدِيْثِ وَقُبُوْرِ الصَّالِحِيْنَ، وَنَقَلَ الطَّيِّبُِ النَّاشِرِيُّ عَنْ الْمُحِبِّ الطَّبَرِيِّ أَنَّهُ يَجُوْزُ تَقْبِيْلُ الْقَبْرِ وَمسُّهُ قَالَ: وَعَلَيْهِ عَمَلُ العُلَمَاءِ الصَّالِحِيْنَ.
*“Al-Hafizh Ibn Hajar mengatakan* _*bahwa sebagian ulama mengambil dalil dari disyari'atkannya mencium hajar aswad, kebolehan mencium s
Kalangan yang anti tabarruk, tawassul, dan semacamnya seringkali ketika mereka terbentur dengan hadits-hadits atau amaliah para ulama salaf dan khalaf yang bertentangan dengan pendapat mereka, mereka mengatakan:
(1). _Hadits-hadits tentang tabarruk dan tawassul ini khusus berlaku kepada Rasulullah!_
(2). _Mereka, para ulama tersebut melakukan perbuatan yang tidak ada dalilnya, dengan demikian harus ditolak, siapa-pun orang tersebut!_
(Jawab):
(1). Kita katakan kepada mereka: Adakah dalil yang mengkhususkan tabarruk, tawassul dan Istighatsah hanya kepada Rasulullah saja?! Mana dalil kekhususan (Khushushiyyah) tersebut?! Apakah setiap ada hadits yang bertentangan dengan pendapat kalian, kemudian kalian katakan bahwa khusus berlaku kepada Rasulullah saja?! Mari kita lihat berikut ini pemahaman para ulama kita tentang hadits-hadits tabarruk dan semacamnya, bahwa mereka memahaminya tidak hanya khusus kepada Rasulullah saja.
Al-Imam Ibn Hibban dalam kitab Shahih-nya menuliskan sebagai berikut:
بَابُ ذِكْرِ إِبَاحَةِ التَّـبَرُّكِ بِوَضُوْءِ الصَّالِحِيْنَ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ إِذَا كَانُوْا مُتَّبِعِيْنَ لِسُنَنِ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَليْه وَسَلّمَ، عَنْ ابْنِ أَبِيْ جُحَيْفَةَ، عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْه وَسَلّمَ فِيْ قُبَّةٍ حَمْرَاءَ وَرَأَيْتُ بِلاَلاً أَخْرَجَ وَضُوْءَهُ فَرَأَيْتُ النَّاسَ يَبْتَدِرُوْنَ وَضُوْءَهُ يَتَمَسَّحُوْنَ.
_*“Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah”. Dari Ibn Abi Juhaifah, dari ayahnya, bahwa ia berkata: Aku melihat Rasulullah di Qubbah Hamra’, dan aku melihat Bilal mengeluarkan air wudlu Rasulullah, kemudian aku melihat banyak orang memburu bekas air wudlu tersebut, mereka semua mengusap-usap dengannya”*_
Dalam teks di atas sangat jelas bahwa Ibn Hibban memahami tabarruk sebagai hal yang tidak khusus kepada Rasulullah saja, tetapi juga berlaku kepada al-Ulama al-‘Amilin. Karena itu beliau mencantumkan hadits tentang tabarruk dengan air bekas wudlu Rasulullah di bawah sebuah bab yang beliau namakan: “Bab menyebutkan kebolehan tabarruk dengan bekas air wudlu orang-orang saleh dari kalangan para ulama, jika mereka memang orang-orang mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah”.
Syekh Mar’i al-Hanbali dalam Ghayah al-Muntaha menuliskan:
وَلاَ بَأْسَ بِلَمْسِ قَبْرٍ بِيَدٍ لاَ سِيَّمَا مَنْ تُرْجَى بَرَكَتُهُ
_*“Dan tidak mengapa menyentuh kuburan dengan tangan, apalagi kuburan orang yang diharapkan berkahnya”*_
Bahkan dalam kitab al-Hikayat al-Mantsurah karya al-Hafizh adl-Dliya’ al-Maqdisi al-Hanbali, disebutkan bahwa beliau (adl-Dliya’ al-Maqdisi) mendengar al-Hafizh ‘Abd al-Ghani al-Maqdisi al-Hanbali mengatakan bahwa suatu ketika di lengannya muncul penyakit seperti bisul, dia sudah berobat ke mana-mana dan tidak mendapatkan kesembuhan. Akhirnya ia mendatangi kuburan al-Imam Ahmad ibn Hanbal. Kemudian ia mengusapkan lengannya ke makam tersebut, lalu penyakit itu sembuh dan tidak pernah kambuh kembali.
As-Samhudi dalam Wafa’ al-Wafa mengutip dari Al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani, bahwa beliau berkata:
اِسْتَنْبَطَ بَعْضُهُمْ مِنْ مَشْرُوْعِيَّةِ تَقْبِيْلِ الْحَجَرِ الأَسْوَدِ جَوَازَ تَقْبِيْلِ كُلِّ مَنْ يَسْتَحِقُّ التَّعْظِيْمَ مِنْ ءَادَمِيٍّ وَغَيْرِهِ، فَأَمَّا تَقْبِيْلُ يَدِ الآدَمِيِّ فَسَبَقَ فِيْ الأَدَبِ، وَأَمَّا غَيْرُهُ فَنُقِلَ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ تَقْبِيْلِ مِنْبَرِ النَّبِيِّ وَقَبْرِهِ فَلَمْ يَرَ بِهِ بَأْسًا، وَاسْتَبْعَدَ بَعْضُ أَتْبَاعِهِ صِحَّتَهُ عَنْهُ وَنُقِلَ عَنْ ابْنِ أَبِيْ الصَّيْفِ اليَمَانِيِّ أَحَدِ عُلَمَاءِ مَكَّةَ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ جَوَازُ تَقْبِيْلِ الْمُصْحَفِ وَأَجْزَاءِ الْحَدِيْثِ وَقُبُوْرِ الصَّالِحِيْنَ، وَنَقَلَ الطَّيِّبُِ النَّاشِرِيُّ عَنْ الْمُحِبِّ الطَّبَرِيِّ أَنَّهُ يَجُوْزُ تَقْبِيْلُ الْقَبْرِ وَمسُّهُ قَالَ: وَعَلَيْهِ عَمَلُ العُلَمَاءِ الصَّالِحِيْنَ.
*“Al-Hafizh Ibn Hajar mengatakan* _*bahwa sebagian ulama mengambil dalil dari disyari'atkannya mencium hajar aswad, kebolehan mencium s
etiap yang berhak untuk diagungkan; baik manusia atau lainnya, -dalil- tentang mencium tangan manusia telah dibahas dalam bab Adab, sedangkan tentang mencium selain manusia, telah dinukil dari Ahmad ibn Hanbal bahwa beliau ditanya tentang mencium mimbar Rasulullah dan kuburan Rasulullah, lalu beliau membolehkannya, walaupun sebagian pengikutnya meragukan kebenaran nukilan dari Ahmad ini. Dinukil pula dari Ibn Abi ash-Shaif al-Yamani, -salah seorang ulama madzhab Syafi'i di Makkah-, tentang kebolehan mencium Mushaf, buku-buku hadits dan makam orang saleh. Kemudian pula Ath-Thayyib an-Nasyiri menukil dari al-Muhibb ath-Thabari bahwa boleh mencium kuburan dan menyentuhnya, dan dia berkata: Ini adalah amaliah para ulama saleh”*_
Tentang keraguan dari sebagian orang yang mengaku sebagai pengikut Ahmad ibn Hanbal yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar di atas jelas tidak beralasan sama sekali. Karena pernyataan Ahmad ibn Hanbal tersebut telah kita kutipkan langsung dari buku-buku putera beliau sendiri, yatiu ‘Abdullah ibn Ahmad dalam kitab Su-alat ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal dan al-‘Ilal Wa Ma’rifah ar-Rijal seperti telah kita sebutkan di atas.
Al-Badr al-‘Aini dalam ‘Umdah al-Qari mengutip dari al-Muhibb ath-Thabari bahwa ia berkata sebagai berikut:
وَيُمْكِنُ أَنْ يُسْتَنْبَطَ مِنْ تَقْبِيْلِ الْحَجَرِ وَاسْتِلاَمِ الأَرْكَانِ جَوَازُ تَقْبِيْلِ مَا فِيْ تَقْبِيْلِهِ تَعْظِيْمُ اللهِ تَعَالَى فَإِنَّهُ إِنْ لَمْ يَرِدْ فِيْهِ خَبَرٌ بِالنَّدْبِ لَمْ يَرِدْ بِالكَرَاهَةِ، قَالَ: وَقَدْ رَأَيْتُ فِيْ بَعْضِ تَعَالِيْقِ جَدِّيْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ بَكْرٍ عَنْ الإِمَامِ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ الصَّيْفِ أَنَّ بَعْضَهُمْ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَصَاحِفَ قَبَّلَهَا وَإِذَا رَأَى أَجْزَاءَ الْحَدِيْثِ قَبَّلَهَا وَإِذَا رَأَى قُبُوْرَ الصَّالِحِيْنَ قَبَّلَهَا، قَالَ: وَلاَ يَبْعُدُ هذَا وَاللهُ أَعْلَمُ فِيْ كُلِّ مَا فِيْهِ تَعْظِيْمٌ للهِ تَعَالَى.
_*“Dapat diambil dalil dari disyari'atkannya mencium hajar aswad dan melambaikan tangan terhadap sudut-sudut Ka’bah tentang kebolehan mencium setiap sesuatu yang jika dicium maka itu mengandung pengagungan kepada Allah. Karena meskipun tidak ada dalil yang menjadikannya sebagai sesuatu yang sunnah, tetapi juga tidak ada yang memakruhkan. Al-Muhibb ath-Thabari melanjutkan: Aku juga telah melihat dalam sebagian catatan kakek-ku; Muhammad ibn Abi Bakar dari Al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Abu ash-Shaif, bahwa sebagian ulama dan orang-orang saleh ketika melihat mushaf mereka menciumnya. Lalu ketika melihat buku-buku hadits mereka menciumnya, dan ketika melihat kuburan orang-orang saleh mereka juga menciumnya. ath-Thabari mengatakan: Ini bukan sesuatu yang aneh dan bukan sesuatu yang jauh dari dalilnya, bahwa termasuk di dalamnya segala sesuatu yang mengandung unsur Ta'zhim (pengagungan) kepada Allah. Wa Allahu A’lam”*_
Dari teks-teks ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa para ahli hadits, seperti al-Imam Ibn Hibban, al-Muhibb ath-Thabari, al-Hafizh adl-Dliya’ al-Maqdisi al-Hanbali, al-Hafizh ‘Abd al-Ghani al-Maqdisi al-Hanbali, dan para ulama penulis Syarh Shahih al-Bukhari, seperti al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani dengan Fath al-Bari’, al-Badr al-'Aini dengan ‘Umdah al-Qari’, juga para ahli Fikih madzhab Hanbali seperti Syekh Mar’i al-Hanbali dan lainnya, semuanya memiliki pemahaman bahwa kebolehan tabarruk tidak khusus berlaku kepada Rasulullah saja.
Dari sini, kita katakan kapada orang-orang anti tabarruk: _*Apa sikap kalian terhadap teks-teks para ulama ini?! Apakah kalian akan akan mengatakan bahwa para ulama tersebut berada di dalam kesesatan, dan hanya kalian yang benar dengan ajaran baru kalian?!*_
*(2). Jika dalil-dalil yang telah kita sebutkan itu bukan dalil, lalu apa yang mereka maksud dengan dalil? Apakah yang disebut dalil hanya jika disebutkan oleh panutan-panutan mereka saja?! Siapakah yang lebih tahu dalil dan memahami agama ini, apakah mereka yang anti tabarruk ataukah al-Imam Ahmad ibn Hanbal dan para ulama ahli hadits dan ahli fikih?! Benar, orang yang tidak memiliki alasan kuat akan mengatakan apapun, termasuk sesuatu yang ti
Tentang keraguan dari sebagian orang yang mengaku sebagai pengikut Ahmad ibn Hanbal yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar di atas jelas tidak beralasan sama sekali. Karena pernyataan Ahmad ibn Hanbal tersebut telah kita kutipkan langsung dari buku-buku putera beliau sendiri, yatiu ‘Abdullah ibn Ahmad dalam kitab Su-alat ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal dan al-‘Ilal Wa Ma’rifah ar-Rijal seperti telah kita sebutkan di atas.
Al-Badr al-‘Aini dalam ‘Umdah al-Qari mengutip dari al-Muhibb ath-Thabari bahwa ia berkata sebagai berikut:
وَيُمْكِنُ أَنْ يُسْتَنْبَطَ مِنْ تَقْبِيْلِ الْحَجَرِ وَاسْتِلاَمِ الأَرْكَانِ جَوَازُ تَقْبِيْلِ مَا فِيْ تَقْبِيْلِهِ تَعْظِيْمُ اللهِ تَعَالَى فَإِنَّهُ إِنْ لَمْ يَرِدْ فِيْهِ خَبَرٌ بِالنَّدْبِ لَمْ يَرِدْ بِالكَرَاهَةِ، قَالَ: وَقَدْ رَأَيْتُ فِيْ بَعْضِ تَعَالِيْقِ جَدِّيْ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ بَكْرٍ عَنْ الإِمَامِ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِيْ الصَّيْفِ أَنَّ بَعْضَهُمْ كَانَ إِذَا رَأَى الْمَصَاحِفَ قَبَّلَهَا وَإِذَا رَأَى أَجْزَاءَ الْحَدِيْثِ قَبَّلَهَا وَإِذَا رَأَى قُبُوْرَ الصَّالِحِيْنَ قَبَّلَهَا، قَالَ: وَلاَ يَبْعُدُ هذَا وَاللهُ أَعْلَمُ فِيْ كُلِّ مَا فِيْهِ تَعْظِيْمٌ للهِ تَعَالَى.
_*“Dapat diambil dalil dari disyari'atkannya mencium hajar aswad dan melambaikan tangan terhadap sudut-sudut Ka’bah tentang kebolehan mencium setiap sesuatu yang jika dicium maka itu mengandung pengagungan kepada Allah. Karena meskipun tidak ada dalil yang menjadikannya sebagai sesuatu yang sunnah, tetapi juga tidak ada yang memakruhkan. Al-Muhibb ath-Thabari melanjutkan: Aku juga telah melihat dalam sebagian catatan kakek-ku; Muhammad ibn Abi Bakar dari Al-Imam Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Abu ash-Shaif, bahwa sebagian ulama dan orang-orang saleh ketika melihat mushaf mereka menciumnya. Lalu ketika melihat buku-buku hadits mereka menciumnya, dan ketika melihat kuburan orang-orang saleh mereka juga menciumnya. ath-Thabari mengatakan: Ini bukan sesuatu yang aneh dan bukan sesuatu yang jauh dari dalilnya, bahwa termasuk di dalamnya segala sesuatu yang mengandung unsur Ta'zhim (pengagungan) kepada Allah. Wa Allahu A’lam”*_
Dari teks-teks ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa para ahli hadits, seperti al-Imam Ibn Hibban, al-Muhibb ath-Thabari, al-Hafizh adl-Dliya’ al-Maqdisi al-Hanbali, al-Hafizh ‘Abd al-Ghani al-Maqdisi al-Hanbali, dan para ulama penulis Syarh Shahih al-Bukhari, seperti al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani dengan Fath al-Bari’, al-Badr al-'Aini dengan ‘Umdah al-Qari’, juga para ahli Fikih madzhab Hanbali seperti Syekh Mar’i al-Hanbali dan lainnya, semuanya memiliki pemahaman bahwa kebolehan tabarruk tidak khusus berlaku kepada Rasulullah saja.
Dari sini, kita katakan kapada orang-orang anti tabarruk: _*Apa sikap kalian terhadap teks-teks para ulama ini?! Apakah kalian akan akan mengatakan bahwa para ulama tersebut berada di dalam kesesatan, dan hanya kalian yang benar dengan ajaran baru kalian?!*_
*(2). Jika dalil-dalil yang telah kita sebutkan itu bukan dalil, lalu apa yang mereka maksud dengan dalil? Apakah yang disebut dalil hanya jika disebutkan oleh panutan-panutan mereka saja?! Siapakah yang lebih tahu dalil dan memahami agama ini, apakah mereka yang anti tabarruk ataukah al-Imam Ahmad ibn Hanbal dan para ulama ahli hadits dan ahli fikih?! Benar, orang yang tidak memiliki alasan kuat akan mengatakan apapun, termasuk sesuatu yang ti
dak rasional, bahkan terkadang oleh dia sendiri tidak dipahami.
*Kholil Abu Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
*Klik link di bawah untu membaca buku keseluruhan melalui Google Play Books, Gratis!!!*
*Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah, Rububiyyah dan al-Asma Wa ash-Shifat*
https://play.google.com/store/books/details?id=QSKbDwAAQBAJ
*Download Dan Sebarluaskan!!*
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
*Nurul Hikmah Press*
Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
*Kholil Abu Fateh*
_al-Asy’ari asy-Syafi’i ar-Rifa’i al-Qadiri_
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
*Klik link di bawah untu membaca buku keseluruhan melalui Google Play Books, Gratis!!!*
*Mengungkap Kerancuan Pembagian Tauhid Kepada Uluhiyyah, Rububiyyah dan al-Asma Wa ash-Shifat*
https://play.google.com/store/books/details?id=QSKbDwAAQBAJ
*Download Dan Sebarluaskan!!*
⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜⚜
*Nurul Hikmah Press*
Di Bawah Naungan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Asuhan Dr. H. Khollilurrohman, MA
Google
MENGUNGKAP KERANCUAN PEMBAGIAN TAUHID KEPADA ULUHIYYAH, RUBUBIYYAH DAN AL-ASMA' WA ASH-SHIFAT by Dr. H. Kholilurrohman, MA - Books…
MENGUNGKAP KERANCUAN PEMBAGIAN TAUHID KEPADA ULUHIYYAH, RUBUBIYYAH DAN AL-ASMA' WA ASH-SHIFAT - Ebook written by Dr. H. Kholilurrohman, MA. Read this book using Google Play Books app on your PC, android, iOS devices. Download for offline reading, highlight…