*Bukti Aqidah Imam Abu Hanifah "ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH" | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA*
*Terjemah:*
Lima: Apa yang beliau (Imam Abu Hanifah) tunjukan –dalam catatannya–: “Dalam Kitab al-Fiqh al-Absath bahwa ia (Imam Abu Hanifah) berkata: *Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu”. Dialah yang mengadakan/menciptakan segala sesuatu dari tidak ada, oleh karenanya maka tempat dan arah itu bukan sesuatu yang qadim (artinya keduanya adalah makhluk/ciptaan Allah).* Dalam catatan Imam Abu Hanifah ini terdapat pemahaman2 penting:
Terdapat argumen bahwa seandainya Allah berada pada tempat dan arah maka berarti tempat dan arah tersebut adalah sesuatu yang qadim (tidak memiliki permulaan), juga berarti bahwa Allah adalah benda (memiliki bentuk dan ukuran). Karena pengertian “tempat” adalah sesuatu/ruang kosong yang diwadahi oleh benda, dan pengertian “arah” adalah puncak/akhir penghabisan dari tujuan suatu isyarat dan tujuan dari sesuatu yang bergerak. Dengan demikian maka arah dan tempat ini hanya berlaku bagi sesuatu yang merupakan benda dan yang memiliki bentuk dan ukuran saja; dan ini adalah perkara mustahil atas Allah (artinya Allah bukan benda) sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan yang lalu. Oleh karena itulah beliau (Imam Abu Hanifah berkata: “Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu sesuatu”.
Sementara apa yang disangkakan oleh Ibn Taimiyah bahwa arsy adalah sesuatu yang qadim (tidak bermula) adalah pendapat SESAT, sebagaimana kesesatan ini telah dijelaskan dalam Kitab Syarh al-Aqa’id al-‘Adludliyyah.
Sebagai jawaban bahwa Allah tidak dikatakan di dalam alam adalah oleh karena mustahil Allah berada di dalam susuatu yang notabene makhluk-Nya. Dan bahwa Allah tidak dikatakan di luar alam adalah oleh karena Allah ada (tanpa permulaan) sebelum adanya segala makhluk, dan Dia ada sebelum adanya segala tempat dan arah. Karena itulah beliau (Imam Abu Hanifah berkata: “Dia (Allah) adalah Pencipta segala sesuatu”.
*Keterangan:*
Kitab ini berjudul Isyarat al-Maram Min ‘Ibarat al-Imam adalah karya Imam al-Bayyadli. Isinya adalah penjelasan aqidah yang diyakini oleh Imam Abu Hanifah sesuai risalah2 yang ditulis oleh Imam Abu Hanifah sendiri.
*Terjemah:*
Lima: Apa yang beliau (Imam Abu Hanifah) tunjukan –dalam catatannya–: “Dalam Kitab al-Fiqh al-Absath bahwa ia (Imam Abu Hanifah) berkata: *Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu”. Dialah yang mengadakan/menciptakan segala sesuatu dari tidak ada, oleh karenanya maka tempat dan arah itu bukan sesuatu yang qadim (artinya keduanya adalah makhluk/ciptaan Allah).* Dalam catatan Imam Abu Hanifah ini terdapat pemahaman2 penting:
Terdapat argumen bahwa seandainya Allah berada pada tempat dan arah maka berarti tempat dan arah tersebut adalah sesuatu yang qadim (tidak memiliki permulaan), juga berarti bahwa Allah adalah benda (memiliki bentuk dan ukuran). Karena pengertian “tempat” adalah sesuatu/ruang kosong yang diwadahi oleh benda, dan pengertian “arah” adalah puncak/akhir penghabisan dari tujuan suatu isyarat dan tujuan dari sesuatu yang bergerak. Dengan demikian maka arah dan tempat ini hanya berlaku bagi sesuatu yang merupakan benda dan yang memiliki bentuk dan ukuran saja; dan ini adalah perkara mustahil atas Allah (artinya Allah bukan benda) sebagaimana telah dijelaskan dalam penjelasan yang lalu. Oleh karena itulah beliau (Imam Abu Hanifah berkata: “Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu sesuatu”.
Sementara apa yang disangkakan oleh Ibn Taimiyah bahwa arsy adalah sesuatu yang qadim (tidak bermula) adalah pendapat SESAT, sebagaimana kesesatan ini telah dijelaskan dalam Kitab Syarh al-Aqa’id al-‘Adludliyyah.
Sebagai jawaban bahwa Allah tidak dikatakan di dalam alam adalah oleh karena mustahil Allah berada di dalam susuatu yang notabene makhluk-Nya. Dan bahwa Allah tidak dikatakan di luar alam adalah oleh karena Allah ada (tanpa permulaan) sebelum adanya segala makhluk, dan Dia ada sebelum adanya segala tempat dan arah. Karena itulah beliau (Imam Abu Hanifah berkata: “Dia (Allah) adalah Pencipta segala sesuatu”.
*Keterangan:*
Kitab ini berjudul Isyarat al-Maram Min ‘Ibarat al-Imam adalah karya Imam al-Bayyadli. Isinya adalah penjelasan aqidah yang diyakini oleh Imam Abu Hanifah sesuai risalah2 yang ditulis oleh Imam Abu Hanifah sendiri.
*Fungsi Akal Sebagai Bukti Kebenaran Syari’at | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA*
Al-Faqîh asy-Syaikh Syits ibn Ibrahim al-Maliki (w 598 H) berkata:
"أهل الحق جمعوا بين المعقول والمنقول أي بين العقل والشرع، واستعانوا في درك الحقائق بمجموعهما فسلكوا طريقًا بين طريقي الإفراط والتفريط، وسنضرب لك مثالاً يقرب من أفهام القاصرين ذَكره العلماء كما أن الله تعالى يضرب الأمثال للناس لعلهم يتذكرون، فنقول لذوي العقول: مثال العقل العين الباصرة، ومثال الشرع الشمس المضيئة، فمن استعمل العقل دون الشرع كان بمنزلة من خرج في الليل الأسود البهيم وفتح بصره يريد أن يدرك المرئيات ويفرق بين المبصَرات فيعرف الخيط الأبيض من الخيط الأسود، والأحمر من الأخضر والأصفر، ويجتهد في تحديق البصر فلا يدرك ما أراد أبدًا مع عدم الشمس المنيرة وإن كان ذا بصر وبصيرة، ومثال من استعمل الشرع دون العقل، مثال من خرج نهارًا جهارًا وهو أعمى أو مغمض العينين، يريد أن يدرك الألوان ويفرق بين الأعراض، فلا يدرك الآخر شيئًا أبدًا، ومثال من استعمل العقل والشرع جميعًا مثال من خرج بالنهار وهو سالم البصر، مفتوح العينين والشمس ظاهرة مضيئة، فما أجدره وأحقه أن يدرك الألوان على حقائقها، ويفرق بين أسودها وأحمرها وأبيضها وأصفرها".
_“Golongan yang benar (Ahlul Haq) telah menyatukan antara Ma’qûl dan Manqûl, -atau antara akal dan syari’at- dalam meraih kebenaran. Mereka mempergunakan keduanya, yang dengan itulah mereka menapaki jalan moderat; jalan antara tidak berlebihan dan tidak teledor (Bayn Tharîqay al-Ifrâth Wa at-Tafrîth). Berikut ini kita berikan contoh sebagai pendekatan bagi orang-orang yang kurang paham; sebagaimana para ulama selalu membuat contoh-contoh untuk tujuan mendekatkan pemahaman, juga sebagaimana Allah dalam al-Qur’an sering menggambarkan contoh-contoh bagi manusia sebagai pengingat bagi mereka. Kita katakan bagi mereka yang memiliki akal; sesungguhnya perumpamaan akal sebagai mata yang melihat, sementara syari’at sebagai matahari bersinar. Siapa yang mempergunakan akal tanpa mempergunakan syari’at maka layakanya ia seorang yang keluar di malam yang gelap gulita, ia membuka matanya untuk dapat melihat dan dapat membedakan antara objek-objek yang ada di hadapannya, ia berusaha untuk dapat membedakan antara benang putih dari benang hitam, antara merah, hijau, dan kuning, dengan usaha kuatnya ia menajamkan pandangan; namun akhirnya dia tidak akan mendapatkan apapun yang dia inginkan, selamanya. Sementara orang yang mempergunakan akal dan syari’at secara bersamaan maka ia seperti orang yang keluar di siang hari dengan pandangan mata yang sehat, ia membuka kedua matanya di saat matahari memancarkan cahaya dengan terang, sudah tentu orang seperti ini akan secara jelas mendapatkan dan membedakan di antara warna-warna dengan sebenar-benarnya, ia dapat membedakan antara warna hitam, merah, putih, kuning dan lainnya”[1]._
Maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menapaki jalan ini (menyatukan antara ma’qûl dengan manqûl); dan inilah jalan yang lurus, jalan Allah yang jelas. Siapa yang melenceng dari jalan ini maka ia akan jatuh dalam jalan setan yang bercabang-cabang dari berbagai arahnya; kanan dan kiri. Allah berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ (الأنعام: 153)
_“Dan sesungguhnya ini jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah mengikuti jalan-jalan sesat yang banyak maka kalian akan tercerai-berai dari dari jalan-Nya”_ (QS. Al-An’am: 153)”.
Dari sini diketahui dengan jelas bahwa kaum Musyabbihah Mujassimah adalah kaum yang sesat dalam akidah mereka, mereka tidak sejalan dengan ajaran-ajaran syari’at dan jalan logika sehat; ketika mereka mengatakan bahwa Allah duduk di arsy, atau kadang mereka berkata: Allah bertempat atau bersemayam di arsy. Bahkan sebagian dari mereka ada yang berkata bahwa Allah menyisakan bagian sedikit dari arsy untuk Ia dudukan Nabi Muhammad bersama-Nya di hari kiamat nanti. Termasuk dalam hal ini perkataan sesat mereka yang menyebutkan bahwa Dzat Allah bertempat di atas arsy tanpa menempel dengan arsy itu sendiri. Lebih parah lagi; ada sebagian mereka berkata bahwa Allah meletakan kaki-Nya di neraka Jahann
Al-Faqîh asy-Syaikh Syits ibn Ibrahim al-Maliki (w 598 H) berkata:
"أهل الحق جمعوا بين المعقول والمنقول أي بين العقل والشرع، واستعانوا في درك الحقائق بمجموعهما فسلكوا طريقًا بين طريقي الإفراط والتفريط، وسنضرب لك مثالاً يقرب من أفهام القاصرين ذَكره العلماء كما أن الله تعالى يضرب الأمثال للناس لعلهم يتذكرون، فنقول لذوي العقول: مثال العقل العين الباصرة، ومثال الشرع الشمس المضيئة، فمن استعمل العقل دون الشرع كان بمنزلة من خرج في الليل الأسود البهيم وفتح بصره يريد أن يدرك المرئيات ويفرق بين المبصَرات فيعرف الخيط الأبيض من الخيط الأسود، والأحمر من الأخضر والأصفر، ويجتهد في تحديق البصر فلا يدرك ما أراد أبدًا مع عدم الشمس المنيرة وإن كان ذا بصر وبصيرة، ومثال من استعمل الشرع دون العقل، مثال من خرج نهارًا جهارًا وهو أعمى أو مغمض العينين، يريد أن يدرك الألوان ويفرق بين الأعراض، فلا يدرك الآخر شيئًا أبدًا، ومثال من استعمل العقل والشرع جميعًا مثال من خرج بالنهار وهو سالم البصر، مفتوح العينين والشمس ظاهرة مضيئة، فما أجدره وأحقه أن يدرك الألوان على حقائقها، ويفرق بين أسودها وأحمرها وأبيضها وأصفرها".
_“Golongan yang benar (Ahlul Haq) telah menyatukan antara Ma’qûl dan Manqûl, -atau antara akal dan syari’at- dalam meraih kebenaran. Mereka mempergunakan keduanya, yang dengan itulah mereka menapaki jalan moderat; jalan antara tidak berlebihan dan tidak teledor (Bayn Tharîqay al-Ifrâth Wa at-Tafrîth). Berikut ini kita berikan contoh sebagai pendekatan bagi orang-orang yang kurang paham; sebagaimana para ulama selalu membuat contoh-contoh untuk tujuan mendekatkan pemahaman, juga sebagaimana Allah dalam al-Qur’an sering menggambarkan contoh-contoh bagi manusia sebagai pengingat bagi mereka. Kita katakan bagi mereka yang memiliki akal; sesungguhnya perumpamaan akal sebagai mata yang melihat, sementara syari’at sebagai matahari bersinar. Siapa yang mempergunakan akal tanpa mempergunakan syari’at maka layakanya ia seorang yang keluar di malam yang gelap gulita, ia membuka matanya untuk dapat melihat dan dapat membedakan antara objek-objek yang ada di hadapannya, ia berusaha untuk dapat membedakan antara benang putih dari benang hitam, antara merah, hijau, dan kuning, dengan usaha kuatnya ia menajamkan pandangan; namun akhirnya dia tidak akan mendapatkan apapun yang dia inginkan, selamanya. Sementara orang yang mempergunakan akal dan syari’at secara bersamaan maka ia seperti orang yang keluar di siang hari dengan pandangan mata yang sehat, ia membuka kedua matanya di saat matahari memancarkan cahaya dengan terang, sudah tentu orang seperti ini akan secara jelas mendapatkan dan membedakan di antara warna-warna dengan sebenar-benarnya, ia dapat membedakan antara warna hitam, merah, putih, kuning dan lainnya”[1]._
Maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menapaki jalan ini (menyatukan antara ma’qûl dengan manqûl); dan inilah jalan yang lurus, jalan Allah yang jelas. Siapa yang melenceng dari jalan ini maka ia akan jatuh dalam jalan setan yang bercabang-cabang dari berbagai arahnya; kanan dan kiri. Allah berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ (الأنعام: 153)
_“Dan sesungguhnya ini jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah mengikuti jalan-jalan sesat yang banyak maka kalian akan tercerai-berai dari dari jalan-Nya”_ (QS. Al-An’am: 153)”.
Dari sini diketahui dengan jelas bahwa kaum Musyabbihah Mujassimah adalah kaum yang sesat dalam akidah mereka, mereka tidak sejalan dengan ajaran-ajaran syari’at dan jalan logika sehat; ketika mereka mengatakan bahwa Allah duduk di arsy, atau kadang mereka berkata: Allah bertempat atau bersemayam di arsy. Bahkan sebagian dari mereka ada yang berkata bahwa Allah menyisakan bagian sedikit dari arsy untuk Ia dudukan Nabi Muhammad bersama-Nya di hari kiamat nanti. Termasuk dalam hal ini perkataan sesat mereka yang menyebutkan bahwa Dzat Allah bertempat di atas arsy tanpa menempel dengan arsy itu sendiri. Lebih parah lagi; ada sebagian mereka berkata bahwa Allah meletakan kaki-Nya di neraka Jahann
am, Na’ûdzu billâh. Serta berbagai keyakinan sesat mereka lainnya dalam akidah tasybîh dan tajsîm dengan menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan dengan mengikuti prasangka yang mereka khayalkan.
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita di atas jalan Ahlussunnah Wal Jama’ah; kelompok lurus dan moderat sebagai kelompok yang selamat (al-Firqah an-Nâjiyah), kaum yang ketika berbicara dalam masalah-masalah tauhid mereka menjadikan akal sehat sebagai bukti bagi kebenaran teks-teks syari’at yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
_*[1] Hazz al Ghalashim Fi Ifham al Mukhashim, h. 94*_
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita di atas jalan Ahlussunnah Wal Jama’ah; kelompok lurus dan moderat sebagai kelompok yang selamat (al-Firqah an-Nâjiyah), kaum yang ketika berbicara dalam masalah-masalah tauhid mereka menjadikan akal sehat sebagai bukti bagi kebenaran teks-teks syari’at yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
_*[1] Hazz al Ghalashim Fi Ifham al Mukhashim, h. 94*_
*al-Muhaddits al-Faqîh al-Imâm asy-Syaikh Abdullah al-Harari; ALLAH ADA TANPA TEMPAT | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA*
al-Muhaddits al-Faqîh al-Imâm al-‘Allâmah asy-Syaikh Abdullah al-Harari yang dikenal dengan sebutan al-Habasyi dalam banyak karyanya menuliskan bahwa orang yang berkeyakinan Allah berada pada tempat dan arah maka ia telah menjadi kafir, di antaranya beliau sebutkan dalam karyanya berjudul ash-Shirâth al-Mustaqîm sebagai berikut:
"وحكم من يقول:"إنّ الله تعالى في كل مكان أو في جميع الأماكن" التكفير إذا كان يفهم من هذه العبارة أنَّ الله بذاته منبثٌّ أو حالٌّ في الأماكن، أما إذا كان يفهم من هذه العبارة أنه تعالى مسيطر على كل شىءٍ وعالمٌ بكل شىء فلا يكفر. وهذا قصدُ كثير ممن يلهج بهاتين الكلمتين، ويجب النهي عنهما في كل حال"
_*“Hukum orang yang berkata: “Allâh Fi Kulli Makân” atau berkata “Allâh Fi Jami’ al-Amâkin” (Allah berada pada semua tempat) adalah dikafirkan; jika ia memahami dari ungkapannya tersebut bahwa Dzat Allah menyebar atau menyatu pada seluruh tempat. Adapun jika ia memahami dari ungkapannya tersebut bahwa Allah menguasai segala sesuatu dan mengetahui segala sesuatu maka orag ini tidak dikafirkan. Pemahaman yang terakhir ini adalah makna yang dimaksud oleh kebanyakan orang yang mengatakan dua ungkapan demikian. Namun begitu, walau bagaimanapun dan dalam keadaan apapun kedua ungkapan semacam ini harus dicegah”*_[1].
Dalam kitab yang sama, al-Imâm al-Hâfizh asy-SyaikhAbdullah juga menuliskan sebagai berikut:
"ويكفر من يعتقد التحيُّز لله تعالى، أو يعتقد أن الله شىءٌ كالهواء أو كالنور يملأ مكانًا أو غرفة أو مسجدًا، ونسمّي المساجد بيوت الله لا لأن الله يسكنها بل لأنها أماكن يُعْبَدُ الله فيها. وكذلك يكفر من يقول (الله يسكن قلوب أوليائه) إن كان يفهم الحلولَ. وليس المقصود بالمعراج وصول الرسول إلى مكان ينتهي وجود الله تعالى إليه ويكفر من اعتقد ذلك، إنما القصدُ من المعراج هو تشريف الرسول صلى الله عليه وسلم باطلاعه على عجائب في العالم العلويّ، وتعظيمُ مكانته ورؤيتُه للذات المقدس بفؤاده من غير أن يكون الذات في مكانٍ"
_*“Orang yang berkeyakinan Allah berada pada tempat maka orang ini telah menjadi kafir. Demikian pula menjadi kafir orang yang berkeyakinan bahwa Allah adalah benda seperti udara, atau seperti sinar yang menempati suatu tempat, atau menempati ruangan, atau menempati masjid. Adapaun bahwa kita menamakan masjid-masjid dengan “Baitullâh” (rumah Allah) bukan berarti Allah bertempat di dalamnya, akan tetapi dalam pengertian bahwa masjid-masjid tersebut adalah tempat menyembah (beribadah) kapada Allah. Demikian pula menjadi kafir orang yang berkata: “Allâh Yaskun Qulûb Awliyâ-ih” (Allah bertempat di dalam hati para wali-Nya) jika ia berpaham hulûl. Adapun maksud dari Mi’raj bukan untuk tujuan Rasulullah sampai ke tempat di mana Allah berada padanya. Orang yang berkeyakinan semacam ini maka ia telah menjadi kafir. Sesungguhnya tujuan Mi’raj adalah untuk memuliakan Rasulullah dengan diperlihatkan kepadanya akan keajaiban-keajaiban yang ada di alam atas, dan untuk tujuan mengagungkan derajat Rasulullah dengan diperlihatkan kepadanya akan Dzat Allah yang maha suci dengan hatinya dari tanpa adanya Dzat Allah tersebut pada tempat”[2].*_
*[1] ash-Shirât al-Mustaqîm, h. 26*
*[2] Ibid.*
al-Muhaddits al-Faqîh al-Imâm al-‘Allâmah asy-Syaikh Abdullah al-Harari yang dikenal dengan sebutan al-Habasyi dalam banyak karyanya menuliskan bahwa orang yang berkeyakinan Allah berada pada tempat dan arah maka ia telah menjadi kafir, di antaranya beliau sebutkan dalam karyanya berjudul ash-Shirâth al-Mustaqîm sebagai berikut:
"وحكم من يقول:"إنّ الله تعالى في كل مكان أو في جميع الأماكن" التكفير إذا كان يفهم من هذه العبارة أنَّ الله بذاته منبثٌّ أو حالٌّ في الأماكن، أما إذا كان يفهم من هذه العبارة أنه تعالى مسيطر على كل شىءٍ وعالمٌ بكل شىء فلا يكفر. وهذا قصدُ كثير ممن يلهج بهاتين الكلمتين، ويجب النهي عنهما في كل حال"
_*“Hukum orang yang berkata: “Allâh Fi Kulli Makân” atau berkata “Allâh Fi Jami’ al-Amâkin” (Allah berada pada semua tempat) adalah dikafirkan; jika ia memahami dari ungkapannya tersebut bahwa Dzat Allah menyebar atau menyatu pada seluruh tempat. Adapun jika ia memahami dari ungkapannya tersebut bahwa Allah menguasai segala sesuatu dan mengetahui segala sesuatu maka orag ini tidak dikafirkan. Pemahaman yang terakhir ini adalah makna yang dimaksud oleh kebanyakan orang yang mengatakan dua ungkapan demikian. Namun begitu, walau bagaimanapun dan dalam keadaan apapun kedua ungkapan semacam ini harus dicegah”*_[1].
Dalam kitab yang sama, al-Imâm al-Hâfizh asy-SyaikhAbdullah juga menuliskan sebagai berikut:
"ويكفر من يعتقد التحيُّز لله تعالى، أو يعتقد أن الله شىءٌ كالهواء أو كالنور يملأ مكانًا أو غرفة أو مسجدًا، ونسمّي المساجد بيوت الله لا لأن الله يسكنها بل لأنها أماكن يُعْبَدُ الله فيها. وكذلك يكفر من يقول (الله يسكن قلوب أوليائه) إن كان يفهم الحلولَ. وليس المقصود بالمعراج وصول الرسول إلى مكان ينتهي وجود الله تعالى إليه ويكفر من اعتقد ذلك، إنما القصدُ من المعراج هو تشريف الرسول صلى الله عليه وسلم باطلاعه على عجائب في العالم العلويّ، وتعظيمُ مكانته ورؤيتُه للذات المقدس بفؤاده من غير أن يكون الذات في مكانٍ"
_*“Orang yang berkeyakinan Allah berada pada tempat maka orang ini telah menjadi kafir. Demikian pula menjadi kafir orang yang berkeyakinan bahwa Allah adalah benda seperti udara, atau seperti sinar yang menempati suatu tempat, atau menempati ruangan, atau menempati masjid. Adapaun bahwa kita menamakan masjid-masjid dengan “Baitullâh” (rumah Allah) bukan berarti Allah bertempat di dalamnya, akan tetapi dalam pengertian bahwa masjid-masjid tersebut adalah tempat menyembah (beribadah) kapada Allah. Demikian pula menjadi kafir orang yang berkata: “Allâh Yaskun Qulûb Awliyâ-ih” (Allah bertempat di dalam hati para wali-Nya) jika ia berpaham hulûl. Adapun maksud dari Mi’raj bukan untuk tujuan Rasulullah sampai ke tempat di mana Allah berada padanya. Orang yang berkeyakinan semacam ini maka ia telah menjadi kafir. Sesungguhnya tujuan Mi’raj adalah untuk memuliakan Rasulullah dengan diperlihatkan kepadanya akan keajaiban-keajaiban yang ada di alam atas, dan untuk tujuan mengagungkan derajat Rasulullah dengan diperlihatkan kepadanya akan Dzat Allah yang maha suci dengan hatinya dari tanpa adanya Dzat Allah tersebut pada tempat”[2].*_
*[1] ash-Shirât al-Mustaqîm, h. 26*
*[2] Ibid.*
Dengan bangga, bukan karena sombong, aku katakan; "Dalam aqidah aku seorang Asy'ariy Maturidiy, dalam fiqh aku seorang Syafi'iy, dan dalam tarekat aku seorang Qadiriy dan Rifa'iy".
Simak, like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat
https://youtu.be/FHYuq3u4_88
Simak, like, subscribe, dan share. Semoga bermanfaat
https://youtu.be/FHYuq3u4_88
YouTube
Kalimat Dzikir لا إله إلا الله; Tidak Boleh Dipisah Antara Nafi Dan Itsbat Dalam Pelafalannya
Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Fiqh Syafi'iyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA
Tempat :
Musholla Nurul Hikmah
Jln. Karyawan III Rt. 04 Rw. 09
Kel. Karang Tengah Kec. Karang Tengah
Kota Tangerang - Banten…
Tempat :
Musholla Nurul Hikmah
Jln. Karyawan III Rt. 04 Rw. 09
Kel. Karang Tengah Kec. Karang Tengah
Kota Tangerang - Banten…
(Masalah): Jika timbul pernyataan; tidak terdapat hadits yang memberitakan bahwa Rasulullah telah mengajarkan Ilmu Kalam kepada para sahabatnya. Demikian juga tidak ada berita yang menyebutkan bahwa di antara para sahabat Nabi ada yang menggeluti ilmu ini, atau mengajarkannya kepada orang lain di bawah mereka. Bukankah ilmu ini baru muncul setelah habis periode sahabat?! Seandainya ilmu ini sangat penting maka tentu akan banyak digeluti oleh para sahabat dan para tabi’in, juga oleh para ulama sesudah mereka?!
Klik link di bawah untuk mengetahui jawaban atas permasalahan tersebut. Semoga bermanfaat!
https://nurulhikmah.ponpes.id/2018/11/08/urgensi-ilmu-kalam-ahlussunnah-wal-jamaah-oleh-dr-h-kholilurrohman-ma/
Klik link di bawah untuk mengetahui jawaban atas permasalahan tersebut. Semoga bermanfaat!
https://nurulhikmah.ponpes.id/2018/11/08/urgensi-ilmu-kalam-ahlussunnah-wal-jamaah-oleh-dr-h-kholilurrohman-ma/
PONDOK PESANTREN NURUL HIKMAH
Urgensi Ilmu Kalam Ahlussunnah Wal Jama’ah | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA
Sesungguhnya ilmu mengenal Allah dan mengenal sifat-sifat-Nya adalah ilmu paling agung dan paling utama, serta paling wajib untuk didahulukan mempelajarinya atas seluruh ilmu lainnya, karena penget…
Video Kajian Tauhid Dan Fiqh Majelis Ta’lim Nurul Hikmah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA dapat disaksikan melalui YouTube Channel di alamat : www.youtube.com/c/aboufateh
Informasi lebih lanjut mengenai Pondok Pesantren Nurul Hikmah dapat di akses melalui website : https://nurulhikmah.ponpes.id/
Dokumentasi kegiatan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Dapat Di Lihat Melalui Facebook Page Pondok Pesantren Nurul Hikmah di Alamat : https://www.facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id/
Dokumentasi kegiatan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Dapat Di Lihat Melalui Instagram Pondok Pesantren Nurul Hikmah di Alamat : https://www.instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id/
Facebook Page Aqidah Ahlussunnah: Allah Ada Tanpa Tempat : https://www.facebook.com/aboufaateh/
Google Play Books Dr. H. Kholilurrohman, MA : https://play.google.com/store/books/author?id=DR.+H.+Kholilurrohman+Lc.+MA
Telegram Channel (Tawhid Corner) : https://t.me/Kholilaboufateh
Blogspot : https://allahadatanpatempat.blogspot.com/
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah diasuh oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA :
Untuk bergabung di TC 1:
https://chat.whatsapp.com/7st7GHBcOyeH9qOXxKCLyC
Untuk bergabung di TC 2:
https://chat.whatsapp.com/CBwvCRXy1adHAWzoyAXOLD
Untuk bergabung di TC 3:
https://chat.whatsapp.com/2gt9z3ScLS2HSO1yVuVK9x
Untuk bergabung di TC 4:
https://chat.whatsapp.com/KQy9MSSNbUgGaauS6hGFbN
Untuk bergabung di TC 5:
https://chat.whatsapp.com/A21cwcRx0OtHNBHhiC8DgL
Untuk bergabung di TC 6:
https://chat.whatsapp.com/3eIab0PyWi57v63rlW42Ks
Untuk bergabung di TC 7:
https://chat.whatsapp.com/0OsP1yhueMk9w34dNWYYuo
Informasi lebih lanjut mengenai Pondok Pesantren Nurul Hikmah dapat di akses melalui website : https://nurulhikmah.ponpes.id/
Dokumentasi kegiatan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Dapat Di Lihat Melalui Facebook Page Pondok Pesantren Nurul Hikmah di Alamat : https://www.facebook.com/nurulhikmah.ponpes.id/
Dokumentasi kegiatan Pondok Pesantren Nurul Hikmah Dapat Di Lihat Melalui Instagram Pondok Pesantren Nurul Hikmah di Alamat : https://www.instagram.com/nurulhikmah.ponpes.id/
Facebook Page Aqidah Ahlussunnah: Allah Ada Tanpa Tempat : https://www.facebook.com/aboufaateh/
Google Play Books Dr. H. Kholilurrohman, MA : https://play.google.com/store/books/author?id=DR.+H.+Kholilurrohman+Lc.+MA
Telegram Channel (Tawhid Corner) : https://t.me/Kholilaboufateh
Blogspot : https://allahadatanpatempat.blogspot.com/
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah diasuh oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA :
Untuk bergabung di TC 1:
https://chat.whatsapp.com/7st7GHBcOyeH9qOXxKCLyC
Untuk bergabung di TC 2:
https://chat.whatsapp.com/CBwvCRXy1adHAWzoyAXOLD
Untuk bergabung di TC 3:
https://chat.whatsapp.com/2gt9z3ScLS2HSO1yVuVK9x
Untuk bergabung di TC 4:
https://chat.whatsapp.com/KQy9MSSNbUgGaauS6hGFbN
Untuk bergabung di TC 5:
https://chat.whatsapp.com/A21cwcRx0OtHNBHhiC8DgL
Untuk bergabung di TC 6:
https://chat.whatsapp.com/3eIab0PyWi57v63rlW42Ks
Untuk bergabung di TC 7:
https://chat.whatsapp.com/0OsP1yhueMk9w34dNWYYuo
Jangan "terperangkap" dalam ungkapan atau pendapat Agama Islam itu tersebar dengan cara lemah lembut dan toleransi saja, akan tetapi Agama Islam juga tersebar dengan kekuatan pasukan-pasukan tempur di medan perang, berjihad di "jalan Allah" demi menegakkan _KALIMATULLAH_!
Simak penjelasan yang disampaikan oleh Guru kita Dr. H. Kholilurrohman, MA berikut...
https://youtu.be/9tg350IUA1Y
Simak penjelasan yang disampaikan oleh Guru kita Dr. H. Kholilurrohman, MA berikut...
https://youtu.be/9tg350IUA1Y
YouTube
Islam Menyebar Dengan Jalan Lemah Lembut Dan Kekuatan/Perang | Nurul Hikmah - 9 November 2018
Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Fiqh Syafi'iyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA Tempat : Musholla Nurul Hik...
Menemani istirahat di tengah kesibukan dan untuk mengulang kembali pelajaran-pelajaran yang disampaikan oleh Guru kita, berikut tulisan singkat namun penting untu memperteguh keimanan kita kepada Allah, bahwa Allah maha suci dari bentuk dan sifat benda atau makhluk-Nya, apapun yang terlintas di benak kita tentang Allah maka Allah maha suci dari demikian itu, Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Semoga bermanfaat…
========================================
[Tafakkur; Memahami Jalan Selamat] Hindari Faham-faham Nyeleneh. Ikutilah Apa Yang Diyakini Mayoritas Umat Islam | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA
Di akhir zaman ini banyak berkembang faham-faham yang terkadang satu sama lainnya saling menyesatkan. Ironisnya, klaim sesat seringkali dilontarkan oleh mereka yang sama sekali tidak mengetahui ilmu agama. Lebih parah lagi, klaim sesat seringkali mereka dilontarkan kepada mayoritas umat Islam yang notabene kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah. Padahal ajaran yang diyakini mayoritas umat Islam ini telah mapan dan telah turun-temurun antar generasi ke generasi dengan mata rantai (Sanad) yang bersambung kepada Rasulullah. Persoalan-persoalan yang seringkali mereka angkat sangat beragam, dari mulai perkara-perkara pokok dalam masalah akidah (Ushuliyyah), hingga masalah-masalah cabang hukum agama (Furu’iyyah). Praktek Peringatan Maulid Nabi, Tahlil, Ziarah Kubur, Tawassul dan Tabarruk adalah di antara contoh beberapa masalah yang seringkali “diserang” oleh mereka.
Pada dasarnya mereka yang seringkali mengklaim kelompok di luar mereka sebagai kelompok sesat adalah “orang-orang bingung’, “orang-orang yang tidak memiliki pijakan”, dan sama sekali tidak paham terhadap cara beragama mereka sendiri. Seringkali dalm propagandanya mereka berkata: “Kita harus kembali kepada al-Qur’an dan Hadits”, atau berkata: “Madzhab saya adalah al-Qur’an dan Sunnah”, padahal mereka sama sekali tidak memahami al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah. Bagaimana mungkin mereka akan dapat memahami kandungan al-Qur’an dan hadits sementara tidak sedikit dari mereka yang membaca tulisan Arab saja sangat “belepotan”. Bahkan seringkali untuk memahami al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi mereka hanya bersandar kepada terjemahan-terjemahan belaka. Sama sekali mereka tidak paham siapa seorang mujtahid, dan apa syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid. Namun demikian mereka memposisikan diri laksana seorang ahli ijtihad. Hasbunallah.
Yang paling parah, keyakinan yang dibawa oleh mereka dan diajarkan oleh mereka kepada masyarakat awam adalah akidah tasybih. Akidah tasybih adalah akidah sesat berisi penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Ungkapan-ungkapan buruk dalam penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya dan sangat menyesatkan yang berkembang di sebagian masyarakat kita adalah hasil “jerih payah” propaganda mereka. Seperti perkataan “Terserah yang di atas”, atau “Allah bersemayam di atas ‘arsy” , atau “Allah berada di langit” , atau “Allah duduk di atas ‘arsy”, atau “Allah bergerak turun dan naik”, dan berbagai ungkapan tasybih lainnya. Sangat ironis, keyakinan sesat semacam ini telah berkembang di sebagian masyarakat kita. Sementara akidah tanzih; akidah yang telah diajarkan Rasulullah berisi keyakinan bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, bahwa Allah bukan benda dan Dia tidak boleh disifati dengan sifat-sifat benda, serta bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, sudah semakin diabaikan. Wa La Haula Wa La Quwwata Illa Billah.
Benar, ini adalah “penyakit akhir zaman” yang harus kita waspadai dan kita perangi. Salah seorang ulama terkemuka bernama Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi (w 725 H, lihat biografi beliau dalam al-Durar al-Kaminah, karya al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani, j. 4, h. 198) dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu’tadi, h. 588, mengutip perkataan al-Khalifah ar-Rasyid ‘Ali ibn Abi Thalib, menuliskan sebagai sebagai berikut:
========================================
[Tafakkur; Memahami Jalan Selamat] Hindari Faham-faham Nyeleneh. Ikutilah Apa Yang Diyakini Mayoritas Umat Islam | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA
Di akhir zaman ini banyak berkembang faham-faham yang terkadang satu sama lainnya saling menyesatkan. Ironisnya, klaim sesat seringkali dilontarkan oleh mereka yang sama sekali tidak mengetahui ilmu agama. Lebih parah lagi, klaim sesat seringkali mereka dilontarkan kepada mayoritas umat Islam yang notabene kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah. Padahal ajaran yang diyakini mayoritas umat Islam ini telah mapan dan telah turun-temurun antar generasi ke generasi dengan mata rantai (Sanad) yang bersambung kepada Rasulullah. Persoalan-persoalan yang seringkali mereka angkat sangat beragam, dari mulai perkara-perkara pokok dalam masalah akidah (Ushuliyyah), hingga masalah-masalah cabang hukum agama (Furu’iyyah). Praktek Peringatan Maulid Nabi, Tahlil, Ziarah Kubur, Tawassul dan Tabarruk adalah di antara contoh beberapa masalah yang seringkali “diserang” oleh mereka.
Pada dasarnya mereka yang seringkali mengklaim kelompok di luar mereka sebagai kelompok sesat adalah “orang-orang bingung’, “orang-orang yang tidak memiliki pijakan”, dan sama sekali tidak paham terhadap cara beragama mereka sendiri. Seringkali dalm propagandanya mereka berkata: “Kita harus kembali kepada al-Qur’an dan Hadits”, atau berkata: “Madzhab saya adalah al-Qur’an dan Sunnah”, padahal mereka sama sekali tidak memahami al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah. Bagaimana mungkin mereka akan dapat memahami kandungan al-Qur’an dan hadits sementara tidak sedikit dari mereka yang membaca tulisan Arab saja sangat “belepotan”. Bahkan seringkali untuk memahami al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi mereka hanya bersandar kepada terjemahan-terjemahan belaka. Sama sekali mereka tidak paham siapa seorang mujtahid, dan apa syarat-syarat untuk menjadi seorang mujtahid. Namun demikian mereka memposisikan diri laksana seorang ahli ijtihad. Hasbunallah.
Yang paling parah, keyakinan yang dibawa oleh mereka dan diajarkan oleh mereka kepada masyarakat awam adalah akidah tasybih. Akidah tasybih adalah akidah sesat berisi penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Ungkapan-ungkapan buruk dalam penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya dan sangat menyesatkan yang berkembang di sebagian masyarakat kita adalah hasil “jerih payah” propaganda mereka. Seperti perkataan “Terserah yang di atas”, atau “Allah bersemayam di atas ‘arsy” , atau “Allah berada di langit” , atau “Allah duduk di atas ‘arsy”, atau “Allah bergerak turun dan naik”, dan berbagai ungkapan tasybih lainnya. Sangat ironis, keyakinan sesat semacam ini telah berkembang di sebagian masyarakat kita. Sementara akidah tanzih; akidah yang telah diajarkan Rasulullah berisi keyakinan bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya, bahwa Allah bukan benda dan Dia tidak boleh disifati dengan sifat-sifat benda, serta bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, sudah semakin diabaikan. Wa La Haula Wa La Quwwata Illa Billah.
Benar, ini adalah “penyakit akhir zaman” yang harus kita waspadai dan kita perangi. Salah seorang ulama terkemuka bernama Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi (w 725 H, lihat biografi beliau dalam al-Durar al-Kaminah, karya al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani, j. 4, h. 198) dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu’tadi, h. 588, mengutip perkataan al-Khalifah ar-Rasyid ‘Ali ibn Abi Thalib, menuliskan sebagai sebagai berikut:
سَيَرْجِعُ قَوْمٌ مِنْ هذِه الأمّةِ عِنْدَ اقْتِرَابِ السّاعَةِ كُفّارًا، قَالَ رَجُلٌ: يَا أمِيْرَ المُؤْمِنِيْنَ، كُفْرُهُمْ بِمَاذَا أبِالإحْدَاثِ أمْ بِالإنْكَارِ؟ فَقَالَ: بَلْ بِالإنْكَارِ، يُنْكِرُوْنَ خَالِقَهُمْ فَيَصِفُوْنَهُ بِالجِسْمِ وَالأعْضَاء (رَواهُ ابنُ المُعلِّم القُرَشيّ فِي كِتابه نَجْم المُهْتَدِي وَرَجْمُ المُعْتَدِيْ، ص 588)
”Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir”. Seseorang bertanya kepadanya: “Wahai Amir al-Mu’minin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran? Sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib menjawab: “Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta meraka (Allah) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan”. (Diriwayatkan oleh Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu’tadi, h. 588)
Di antara tanda-tanda kaum Khawarij yang dilaknat oleh Rasulullah, -sebagaimana telah beliau sabdakan dalam haditsnya-, ialah bahwa mereka “Anak-anak muda yang memiliki mimpi yang sangat bodoh”, mereka seringkali mengutip ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, tapi itu semua dipergunakan untuk menyesatkan, atau bahkan untuk mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompok mereka. Padahal kualitas iman mereka sedikitpun tidak melampaui kerongkongan mereka. Iman mereka benar-benar “dangkal”. Rasulullah mengatakan jika kalian bertemu dengan orang-orang semacam ini maka perangilah mereka. (HR. al-Bukhari).
Semoga Allah senantiasa memelihara iman kita hingga akhir hayat kita. Semoga Allah selalu mencurahkan rasa cinta bagi kita kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan para ulama saleh yang telah mendahului kita. Serta semoga kita dijadikan orang-orang yang selalu memegang teguh ajaran-ajaran mereka. Amin Bi Haqq an-Nabi Muhammad Thaha al-Amin.
Wa Shallalah ‘Ala Sayyidina Muhammad Wa Sallam.
Wa al-Hamd Lillah Rabbil ‘Alamin
”Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kafir”. Seseorang bertanya kepadanya: “Wahai Amir al-Mu’minin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran? Sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib menjawab: “Mereka menjadi kafir karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta meraka (Allah) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan”. (Diriwayatkan oleh Ibn al-Mu’allim al-Qurasyi dalam kitab Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu’tadi, h. 588)
Di antara tanda-tanda kaum Khawarij yang dilaknat oleh Rasulullah, -sebagaimana telah beliau sabdakan dalam haditsnya-, ialah bahwa mereka “Anak-anak muda yang memiliki mimpi yang sangat bodoh”, mereka seringkali mengutip ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, tapi itu semua dipergunakan untuk menyesatkan, atau bahkan untuk mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompok mereka. Padahal kualitas iman mereka sedikitpun tidak melampaui kerongkongan mereka. Iman mereka benar-benar “dangkal”. Rasulullah mengatakan jika kalian bertemu dengan orang-orang semacam ini maka perangilah mereka. (HR. al-Bukhari).
Semoga Allah senantiasa memelihara iman kita hingga akhir hayat kita. Semoga Allah selalu mencurahkan rasa cinta bagi kita kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan para ulama saleh yang telah mendahului kita. Serta semoga kita dijadikan orang-orang yang selalu memegang teguh ajaran-ajaran mereka. Amin Bi Haqq an-Nabi Muhammad Thaha al-Amin.
Wa Shallalah ‘Ala Sayyidina Muhammad Wa Sallam.
Wa al-Hamd Lillah Rabbil ‘Alamin
_Di kisahkan suatu hari Rasulullah mendapati Putrinya Sayyidah Fathimah dan kedua cucunya Imam Hasan dan Imam Husain belum makan selama tiga hari, tanpa banyak kata Rasulullah segera keluar rumah sambil memikirkan keadaan putri dan kedua cucunya itu. Hingga setelah beberapa jauh Rasulullah mendapati seorang badui yang sedang menimba air di sebuah sumur, lalu Rasulullah menawarkan jasanya untuk menimbakan air dari sumur tersebut dengan imbalan beberapa buah qurma. Setelah beberapakali timbaan air, tali timba tersebut putus. Mengetahui hal tersebut si badui itu lalu memukul wajah Rasulullah..._
Simak kisah selengkapnya yang disampaikan oleh Guru kita Dr. H. Kholilurrohman, MA
Semoga dapat menambah kecintaan kita kepada Rasulullah yang dapat menyelamatkan kita kelak di akhirat nanti. Berkaca diri dari akhkak-akhlak Rasulullah yang mulia...
https://youtu.be/8AZXSLohf3I
Simak kisah selengkapnya yang disampaikan oleh Guru kita Dr. H. Kholilurrohman, MA
Semoga dapat menambah kecintaan kita kepada Rasulullah yang dapat menyelamatkan kita kelak di akhirat nanti. Berkaca diri dari akhkak-akhlak Rasulullah yang mulia...
https://youtu.be/8AZXSLohf3I
YouTube
Mengenal Tasawuf Rasulullah | Majelis Ta'lim Daarul Hadi - Cijantung | 7 Okt 2018
Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Fiqh Syafi'iyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA Tempat : Musholla Nurul Hik...
_Orang tua, anak, saudara, teman, suami atau istri, bahkan amal ibadah yang kita lakukan tidak dapat menjadi jaminan keselamatan kita di akhirat kelak. Akan tetapi rahmat Allah dan kecintaan kita kepada Rasulullah yang dapat menjadi jaminan keselamatan kita kelak di akhirat..._
Mengukur rasa cinta kita kepada Rasulullah...
Simak kajian berikut
https://youtu.be/hi_qw83_bU8
Mengukur rasa cinta kita kepada Rasulullah...
Simak kajian berikut
https://youtu.be/hi_qw83_bU8
YouTube
Cinta Sejati Penyelamat Di Akhirat | Majelis Ta'lim Nurul Hikmah - 19 Okt 2018
Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Fiqh Syafi'iyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA Tempat : Musholla Nurul Hik...
Dasar mengapa kita memperingati Maulid Nabi (Barahain 'Naqliyyah dan 'Aqliyyah).
Simak, subscribe, like, dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/f89fAmjSiJw
Simak, subscribe, like, dan share. Semoga bermanfaat https://youtu.be/f89fAmjSiJw
YouTube
Dasar Mengapa Kita Memperingati Maulid Nabi?? || Nurul Hikmah - 23 Nov 2018
Kajian Tauhid Dan Fiqh Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah Fiqh Syafi'iyyah Bersama Dr. H. Kholilurrohman, MA Tempat : Musholla Nurul Hik...
Pdf free 100%
Wewangian Semerbak Dalam Menjelaskan Peringatan Maulid Nabi
Segera Download, dan share, semoga bermanfaat
https://play.google.com/store/books/details?id=8hNZDwAAQBAJ
Wewangian Semerbak Dalam Menjelaskan Peringatan Maulid Nabi
Segera Download, dan share, semoga bermanfaat
https://play.google.com/store/books/details?id=8hNZDwAAQBAJ
HARAM MENGUCAPKAN "SELAMAT" BAGI PERAYAAN ORANG-ORANG YANG TELAH MENGHINAKAN ALLAH DAN RASUL-NYA | Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA
Seorang muslim yang "Berilmu, Pintar dan Cerdas" dalam cara beragamanya tidak akan pernah mengucapkan "Selamat" bagi perayaan mereka yang telah mengolok-olok Rasulullah, mencaci-makinya, menghinakannya; bahkan hingga mereka membuat karikatur dan film untuk tujuan tersebut. Demikian pula tidak akan memberi "Selamat" bagi mereka yang telah mencaci-maki Allah dan mendustakan-Nya. Imam al-Bukhari dalam Kitab Sahih, Imam Ahmad, Imam Ibnu Hibban, Imam Nasa'i dan Imam Suyuthi; meriwayatkan: (berikut ini teks al-Bukhari) bahwa Rasulullah bersabda: Allah berfirman:
كَذَّبَنِي ابن آدم ولم يكن له ذلك وشتمني ولم يكن له ذلك أما تكذيبه إياي أن يقول إني لن أعيده كما بدأته وأما شَتْمُهُ إيَّايَ أن يقول اتخذ الله ولدا وأنا الصمد الذي لم ألد ولم أولد ولم يكن لي كفؤا أحد
"Sebagian manusia telah mendustakan-Ku padahal ia tidak berhak sedikitpun untuk melakukan itu, dan sebagian mereka telah mencaci-Ku padahal ia tidak berhak sedikitpun untuk melakukan itu. Pendustaannya tehadap-Ku adalah ia mengatakan bahwa Aku tidak akan pernah menghidupkannya kembali --setelah kematiannya;-- sebagaimana Aku telah menghidupkannya, adapun caciannya terhadap-Ku adalah ia mengatakan bahwa Allah memiliki anak, padahal Aku adalah "ash-Shamad" (tidak membutuhkan kepada suatu apapun) Yang tidak beranak dan tidak diperanakan dan tidak ada siapapun sebagai sekutu bagi-Ku".
Seorang muslim yang "Berilmu, Pintar dan Cerdas" dalam cara beragamanya tidak akan pernah mengucapkan "Selamat" bagi perayaan mereka yang telah mengolok-olok Rasulullah, mencaci-makinya, menghinakannya; bahkan hingga mereka membuat karikatur dan film untuk tujuan tersebut. Demikian pula tidak akan memberi "Selamat" bagi mereka yang telah mencaci-maki Allah dan mendustakan-Nya. Imam al-Bukhari dalam Kitab Sahih, Imam Ahmad, Imam Ibnu Hibban, Imam Nasa'i dan Imam Suyuthi; meriwayatkan: (berikut ini teks al-Bukhari) bahwa Rasulullah bersabda: Allah berfirman:
كَذَّبَنِي ابن آدم ولم يكن له ذلك وشتمني ولم يكن له ذلك أما تكذيبه إياي أن يقول إني لن أعيده كما بدأته وأما شَتْمُهُ إيَّايَ أن يقول اتخذ الله ولدا وأنا الصمد الذي لم ألد ولم أولد ولم يكن لي كفؤا أحد
"Sebagian manusia telah mendustakan-Ku padahal ia tidak berhak sedikitpun untuk melakukan itu, dan sebagian mereka telah mencaci-Ku padahal ia tidak berhak sedikitpun untuk melakukan itu. Pendustaannya tehadap-Ku adalah ia mengatakan bahwa Aku tidak akan pernah menghidupkannya kembali --setelah kematiannya;-- sebagaimana Aku telah menghidupkannya, adapun caciannya terhadap-Ku adalah ia mengatakan bahwa Allah memiliki anak, padahal Aku adalah "ash-Shamad" (tidak membutuhkan kepada suatu apapun) Yang tidak beranak dan tidak diperanakan dan tidak ada siapapun sebagai sekutu bagi-Ku".
*Aqidah Imam Syafi'i (w 204 H); Allah Ada Tanpa Tempat Dan Tanpa Arah. Anda Jangan Terkecoh Oleh Ajaran Wahhabi ||| Oleh Dr. H. Kholilurrohman, MA*
Imam asy-Syafi’i Muhammad ibn Idris (w 204 H), seorang ulama Salaf terkemuka perintis madzhab Syafi’i, berkata:
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان ولا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته (إتحاف السادة المتقين بشرح إحياء علوم الدين, ج 2، ص 24)
_“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptakan tempat, dan Dia tetap dengan sifat-sifat-Nya yang Azali sebelum Dia menciptakan tempat tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada sifat-sifat-Nya”_ (LIhat az-Zabidi, Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn…, j. 2, h. 24).
Dalam salah satu kitab karnya; al-Fiqh al-Akbar[selain Imam Abu Hanifah; Imam asy-Syafi'i juga menuliskan Risalah Aqidah Ahlussunnah dengan judul al-Fiqh al-Akbar], Imam asy-Syafi’i berkata:
واعلموا أن الله تعالى لا مكان له، والدليل عليه هو أن الله تعالى كان ولا مكان له فخلق المكان وهو على صفته الأزلية كما كان قبل خلقه المكان، إذ لا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته، ولأن من له مكان فله تحت، ومن له تحت يكون متناهي الذات محدودا والحدود مخلوق، تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا، ولهذا المعنى استحال عليه الزوجة والولد لأن ذلك لا يتم إلا بالمباشرة والاتصال والانفصال (الفقه الأكبر، ص13)
_“Ketahuilah bahwa Allah tidak bertempat. Dalil atas ini adalah bahwa Dia ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Setelah menciptakan tempat Dia tetap pada sifat-Nya yang Azali sebelum menciptakan tempat, ada tanpa tempat. Tidak boleh pada hak Allah adanya perubahan, baik pada Dzat-Nya maupun pada sifat-sifat-Nya. Karena sesuatu yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki arah bawah, dan bila demikian maka mesti ia memiliki bentuk tubuh dan batasan, dan sesuatu yang memiliki batasan mestilah ia merupakan makhluk, Allah Maha Suci dari pada itu semua. Karena itu pula mustahil atas-Nya memiliki istri dan anak, sebab perkara seperti itu tidak terjadi kecuali dengan adanya sentuhan, menempel, dan terpisah, dan Allah mustahil bagi-Nya terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Karenanya tidak boleh dibayangkan dari Allah adanya sifat menempel dan berpisah. Oleh sebab itu adanya suami, istri, dan anak pada hak Allah adalah sesuatu yang mustahil”_ (al-Fiqh al-Akbar, h. 13).
Pada bagian lain dalam kitab yang sama tentang firman Allah QS. Thaha: 5 (ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa), Imam asy-Syafi’i berkata:
إن هذه الآية من المتشابهات، والذي نختار من الجواب عنها وعن أمثالها لمن لا يريد التبحر في العلم أن يمر بها كما جاءت ولا يبحث عنها ولا يتكلم فيها لأنه لا يأمن من الوقوع في ورطة التشبيه إذا لم يكن راسخا في العلم، ويجب أن يعتقد في صفات الباري تعالى ما ذكرناه، وأنه لا يحويه مكان ولا يجري عليه زمان، منزه عن الحدود والنهايات مستغن عن المكان والجهات، ويتخلص من المهالك والشبهات (الفقه الأكبر، ص 13)
_“Ini termasuk ayat mutasyâbihât. Jawaban yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya bagi orang yang tidak memiliki kompetensi di dalamnya adalah agar mengimaninya dan tidak --secara mendetail-- membahasnya dan membicarakannya. Sebab bagi orang yang tidak kompeten dalam ilmu ini ia tidak akan aman untuk jatuh dalam kesesatan tasybîh. Kewajiban atas orang ini --dan semua orang Islam-- adalah meyakini bahwa Allah seperti yang telah kami sebutkan di atas, Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku bagi-Nya waktu, Dia Maha Suci dari batasan-batasan (bentuk) dan segala penghabisan, dan Dia tidak membutuhkan kepada segala tempat dan arah, Dia Maha suci dari kepunahan dan segala keserupaan”_ (al-Fiqh al-Akbar, h. 13).
Secara panjang lebar dalam kitab yang sama, Imam asy-Syafi’i membahas bahwa adanya batasan (bentuk) dan penghabisan adalah sesuatu yang mustahil bagi Allah. Karena pengertian batasan (al-hadd; bentuk) adalah ujung dari sesuatu dan penghabisannya. Dalil bagi kemustahilan hal ini bagi Allah adalah bahwa Allah ada tanpa permulaan dan tanpa bentuk, maka demikian pula Dia tetap ada tanpa penghabisan dan tanpa bentuk. Karena setiap sesuatu yang memiliki bentuk dan penghabisan secar
Imam asy-Syafi’i Muhammad ibn Idris (w 204 H), seorang ulama Salaf terkemuka perintis madzhab Syafi’i, berkata:
إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكان ولا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته (إتحاف السادة المتقين بشرح إحياء علوم الدين, ج 2، ص 24)
_“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Kemudian Dia menciptakan tempat, dan Dia tetap dengan sifat-sifat-Nya yang Azali sebelum Dia menciptakan tempat tanpa tempat. Tidak boleh bagi-Nya berubah, baik pada Dzat maupun pada sifat-sifat-Nya”_ (LIhat az-Zabidi, Ithâf as-Sâdah al-Muttaqîn…, j. 2, h. 24).
Dalam salah satu kitab karnya; al-Fiqh al-Akbar[selain Imam Abu Hanifah; Imam asy-Syafi'i juga menuliskan Risalah Aqidah Ahlussunnah dengan judul al-Fiqh al-Akbar], Imam asy-Syafi’i berkata:
واعلموا أن الله تعالى لا مكان له، والدليل عليه هو أن الله تعالى كان ولا مكان له فخلق المكان وهو على صفته الأزلية كما كان قبل خلقه المكان، إذ لا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته، ولأن من له مكان فله تحت، ومن له تحت يكون متناهي الذات محدودا والحدود مخلوق، تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا، ولهذا المعنى استحال عليه الزوجة والولد لأن ذلك لا يتم إلا بالمباشرة والاتصال والانفصال (الفقه الأكبر، ص13)
_“Ketahuilah bahwa Allah tidak bertempat. Dalil atas ini adalah bahwa Dia ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Setelah menciptakan tempat Dia tetap pada sifat-Nya yang Azali sebelum menciptakan tempat, ada tanpa tempat. Tidak boleh pada hak Allah adanya perubahan, baik pada Dzat-Nya maupun pada sifat-sifat-Nya. Karena sesuatu yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki arah bawah, dan bila demikian maka mesti ia memiliki bentuk tubuh dan batasan, dan sesuatu yang memiliki batasan mestilah ia merupakan makhluk, Allah Maha Suci dari pada itu semua. Karena itu pula mustahil atas-Nya memiliki istri dan anak, sebab perkara seperti itu tidak terjadi kecuali dengan adanya sentuhan, menempel, dan terpisah, dan Allah mustahil bagi-Nya terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Karenanya tidak boleh dibayangkan dari Allah adanya sifat menempel dan berpisah. Oleh sebab itu adanya suami, istri, dan anak pada hak Allah adalah sesuatu yang mustahil”_ (al-Fiqh al-Akbar, h. 13).
Pada bagian lain dalam kitab yang sama tentang firman Allah QS. Thaha: 5 (ar-Rahman ‘Ala al-‘Arsy Istawa), Imam asy-Syafi’i berkata:
إن هذه الآية من المتشابهات، والذي نختار من الجواب عنها وعن أمثالها لمن لا يريد التبحر في العلم أن يمر بها كما جاءت ولا يبحث عنها ولا يتكلم فيها لأنه لا يأمن من الوقوع في ورطة التشبيه إذا لم يكن راسخا في العلم، ويجب أن يعتقد في صفات الباري تعالى ما ذكرناه، وأنه لا يحويه مكان ولا يجري عليه زمان، منزه عن الحدود والنهايات مستغن عن المكان والجهات، ويتخلص من المهالك والشبهات (الفقه الأكبر، ص 13)
_“Ini termasuk ayat mutasyâbihât. Jawaban yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya bagi orang yang tidak memiliki kompetensi di dalamnya adalah agar mengimaninya dan tidak --secara mendetail-- membahasnya dan membicarakannya. Sebab bagi orang yang tidak kompeten dalam ilmu ini ia tidak akan aman untuk jatuh dalam kesesatan tasybîh. Kewajiban atas orang ini --dan semua orang Islam-- adalah meyakini bahwa Allah seperti yang telah kami sebutkan di atas, Dia tidak diliputi oleh tempat, tidak berlaku bagi-Nya waktu, Dia Maha Suci dari batasan-batasan (bentuk) dan segala penghabisan, dan Dia tidak membutuhkan kepada segala tempat dan arah, Dia Maha suci dari kepunahan dan segala keserupaan”_ (al-Fiqh al-Akbar, h. 13).
Secara panjang lebar dalam kitab yang sama, Imam asy-Syafi’i membahas bahwa adanya batasan (bentuk) dan penghabisan adalah sesuatu yang mustahil bagi Allah. Karena pengertian batasan (al-hadd; bentuk) adalah ujung dari sesuatu dan penghabisannya. Dalil bagi kemustahilan hal ini bagi Allah adalah bahwa Allah ada tanpa permulaan dan tanpa bentuk, maka demikian pula Dia tetap ada tanpa penghabisan dan tanpa bentuk. Karena setiap sesuatu yang memiliki bentuk dan penghabisan secar
a logika dapat dibenarkan bila sesuatu tersebut menerima tambahan dan pengurangan, juga dapat dibenarkan adanya sesuatu yang lain yang serupa dengannya. Kemudian dari pada itu “sesuatu” yang demikian ini, secara logika juga harus membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam bentuk dan batasan tersebut, dan ini jelas merupakan tanda-tanda makhluk yang nyata mustahil bagi Allah.
SAYA TEGASKAN: Imam asy-Syafi’i, seorang Imam mujtahid yang madzhabnya tersebar di seluruh pelosok dunia, telah menetapkan dengan jelas bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, maka bagi siapapun yang bukan seorang mujtahid tidak selayaknya menyalahi dan menentang pendapat Imam mujtahid. Sebaliknya, seorang yang tidak mencapai derajat mujtahid ia wajib mengikuti pendapat Imam mujtahid.
Jangan pernah sedikitpun anda meyakini keyakinan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), seperti keyakinan kaum Musyabbihah, (sekarang Wahhabiyyah) yang menetapkan bahwa Allah bertempat di atas arsy. Bahkan mereka juga mengatakan Allah bertempat di langit. Ada di dua tempat?! Heh!!! Padahal mereka yakin bahwa arsy dan langit adalah makhluk Allah. Na’udzu Billahi Minhum.....
SAYA TEGASKAN: Imam asy-Syafi’i, seorang Imam mujtahid yang madzhabnya tersebar di seluruh pelosok dunia, telah menetapkan dengan jelas bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, maka bagi siapapun yang bukan seorang mujtahid tidak selayaknya menyalahi dan menentang pendapat Imam mujtahid. Sebaliknya, seorang yang tidak mencapai derajat mujtahid ia wajib mengikuti pendapat Imam mujtahid.
Jangan pernah sedikitpun anda meyakini keyakinan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), seperti keyakinan kaum Musyabbihah, (sekarang Wahhabiyyah) yang menetapkan bahwa Allah bertempat di atas arsy. Bahkan mereka juga mengatakan Allah bertempat di langit. Ada di dua tempat?! Heh!!! Padahal mereka yakin bahwa arsy dan langit adalah makhluk Allah. Na’udzu Billahi Minhum.....