Join us on telegram channel. *Tawhid Corner, Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah* Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Berikut adalah catatan penting menyangkut pernyataan Imam Abu Hanifah yang sering "dipelintir" dan "diselewengkan" (disalahpahami) oleh kaum Wahhabi*
Al-Imam Abu Hanifah berkata:
“Barangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi? maka ia telah kafir".
Ungkapan Abu Hanifah ini sering dipelintir oleh kaum Wahhabi. Mereka berkata bahwa Abu Hanifah mengkafirkan orang yang mengingkari Allah bertempat di langit. Na'udzu billah.
Padahal maksud Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berkata "Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi?" adalah karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya. Inilah pemahaman dari maksud ungkapan Abu Hanifah tersebut sebagaimana telah dijelaskan oleh al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam kitab Hall ar-Rumuz.
Al-Imam Abu Hanifah sendiri berkeyakinan Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.
____________________________
Lebih luas silahkan buka catatan berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112552128761705&_rdc=1&_rdr
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Berikut adalah catatan penting menyangkut pernyataan Imam Abu Hanifah yang sering "dipelintir" dan "diselewengkan" (disalahpahami) oleh kaum Wahhabi*
Al-Imam Abu Hanifah berkata:
“Barangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi? maka ia telah kafir".
Ungkapan Abu Hanifah ini sering dipelintir oleh kaum Wahhabi. Mereka berkata bahwa Abu Hanifah mengkafirkan orang yang mengingkari Allah bertempat di langit. Na'udzu billah.
Padahal maksud Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berkata "Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi?" adalah karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya. Inilah pemahaman dari maksud ungkapan Abu Hanifah tersebut sebagaimana telah dijelaskan oleh al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam kitab Hall ar-Rumuz.
Al-Imam Abu Hanifah sendiri berkeyakinan Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.
____________________________
Lebih luas silahkan buka catatan berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112552128761705&_rdc=1&_rdr
Join us on telegram channel. *Tawhid Corner, Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah, Asy'ariyyah Maturidiyyah* Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Seluruh ulama ahli hadits, ahli fiqh, ahli tafsir, ahli bahasa, ahli nahwu, ahli ushul, dan segenap ulama empat madzhab dari madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi, madzhab Maliki dan madzhab Hanbali (kecuali mereka yang disesatkan oleh Allah dalam keyakinan
tajsîm), dan para ulama ahli tasawuf sejati; mereka semua berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Ini berbeda dengan keyakinan sesat kaum Musyabbihah yang mengatakan bahwa Dzat Allah bertempat di arsy. Na’ûdzu billâh.
Al-Imâm asy-Syaikh Abdul Qahir bin Thahir at Tamimiy al-Baghdadi (w 429 H) menuliskan:
" ﻭﺃﺟﻤﻌﻮﺍ ﴿اي ﺃهل ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ﴾ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﴿ﺃﻱ ﺍﻟﻠﻪ﴾ ﻻ ﻳﺤﻮﻳﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﺎﻥ "
“Dan mereka semua (Ahlussunnah Wal Jama’ah) telah sepakat bahwa Dia (Allah) tidak diliputi oleh tempat Dan tidak berlaku atas-Nya” (Al Farq Bain al Firaq, h. 333)
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Seluruh ulama ahli hadits, ahli fiqh, ahli tafsir, ahli bahasa, ahli nahwu, ahli ushul, dan segenap ulama empat madzhab dari madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi, madzhab Maliki dan madzhab Hanbali (kecuali mereka yang disesatkan oleh Allah dalam keyakinan
tajsîm), dan para ulama ahli tasawuf sejati; mereka semua berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Ini berbeda dengan keyakinan sesat kaum Musyabbihah yang mengatakan bahwa Dzat Allah bertempat di arsy. Na’ûdzu billâh.
Al-Imâm asy-Syaikh Abdul Qahir bin Thahir at Tamimiy al-Baghdadi (w 429 H) menuliskan:
" ﻭﺃﺟﻤﻌﻮﺍ ﴿اي ﺃهل ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ﴾ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﴿ﺃﻱ ﺍﻟﻠﻪ﴾ ﻻ ﻳﺤﻮﻳﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﺎﻥ "
“Dan mereka semua (Ahlussunnah Wal Jama’ah) telah sepakat bahwa Dia (Allah) tidak diliputi oleh tempat Dan tidak berlaku atas-Nya” (Al Farq Bain al Firaq, h. 333)
Join us on telegram channel. *Tawhid Corner, Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah, Asy'ariyyah Maturidiyyah* Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Definisi Yang Salah Tentang Syari’at Dan Hakekat*
____________________________
Ada definisi menyesatkan yang berkembang di sebagaian masyarakat tentang pengertian syari’at dan hakekat. Definisi menyesatkan ini berangkat dari pemahaman membeda-bedakan dalam tataran praktis antara hakikat dan syari’at, atau dalam istilah mereka antara zhahir dan batin. Kesimpulan sesat ini seringkali didasarkan, di antaranya, kepada kisah nabi Musa dan nabi Khadlir. Mereka mengatakan bahwa ahl azh-zhâhir yaitu para ulama syari’at hanya bergelut di medan ilmu-ilmu praktis saja, sementara ahl al-bâthin atau ahl al-
haqîqah telah sampai kepada tujuannya. Dan karenanya, ahl al-bâthin ini, -menurut mereka-, tidak lagi membutuhkan kepada ajaran-ajaran syari’at, karena semua amalan syari’at pada dasarnya hanya merupakan sarana atau media belaka dalam usaha mencapai hakikat, sementara mereka telah sampai kepada hakikat tersebut.
____________________________
catatan lengkap buka link berikut, https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/definisi-yang-salah-tentang-syariat-dan-hakekat/626351574048422
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Definisi Yang Salah Tentang Syari’at Dan Hakekat*
____________________________
Ada definisi menyesatkan yang berkembang di sebagaian masyarakat tentang pengertian syari’at dan hakekat. Definisi menyesatkan ini berangkat dari pemahaman membeda-bedakan dalam tataran praktis antara hakikat dan syari’at, atau dalam istilah mereka antara zhahir dan batin. Kesimpulan sesat ini seringkali didasarkan, di antaranya, kepada kisah nabi Musa dan nabi Khadlir. Mereka mengatakan bahwa ahl azh-zhâhir yaitu para ulama syari’at hanya bergelut di medan ilmu-ilmu praktis saja, sementara ahl al-bâthin atau ahl al-
haqîqah telah sampai kepada tujuannya. Dan karenanya, ahl al-bâthin ini, -menurut mereka-, tidak lagi membutuhkan kepada ajaran-ajaran syari’at, karena semua amalan syari’at pada dasarnya hanya merupakan sarana atau media belaka dalam usaha mencapai hakikat, sementara mereka telah sampai kepada hakikat tersebut.
____________________________
catatan lengkap buka link berikut, https://m.facebook.com/notes/aqidah-ahlussunnah-allah-ada-tanpa-tempat/definisi-yang-salah-tentang-syariat-dan-hakekat/626351574048422
UNTAIAN MUTIARA AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH
https://play.google.com/store/books/details?id=F5JUDwAAQBAJ
https://play.google.com/store/books/details?id=F5JUDwAAQBAJ