Tauhid Corner
562 subscribers
90 photos
38 videos
6 files
770 links
Catatan Teologi Islam Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah

https://linktr.ee/tauhidcorner
Download Telegram
Bagian 1
*Kedua Orang Tua Rasulullah Penduduk Surga*
*MEMBELA KEDUA ORANG TUA RASULULLAH YANG MULIA DARI TUDUHAN KEJI KAUM WAHABI YANG MENGKAFIRKAN KEDUANYA*
________
*-:( Ketetapan Kedua Orang Tua Rasulullah Masuk Surga ):-*
Kedua orang tua Rasulullah selamat, masuk surga, dan tidak bertempat di neraka. Ketetapan ini telah dinyatakan oleh kelompok besar dari ulama kita. Inilah pula ketetapan yang yang telah dicatatkan oleh imam Ahlussunnah Wal Jama’ah; imam Abul Hasan al-Asy’ari, yang kemudian diyakini oleh mayoritas umat Islam antar generasi, dari masa ke masa *(1)*. As-Sayyid Ja’far ibn Hasan al-Barzanji dalam Nazham Mawlid al-Barzanji menuliskan;

وَإنّ الإمَامَ الأشْعَرِيَّ لَمُثْبِتٌ * نجَاتَهُمَا نَصًّا بِمُحْكَمِ تِبْيَانِ
وَحَاشَا إلهُ العَرْشِ يَرْضَى جَنَابُه * لِوَالِدَيِ الْمُخْتَارِ رُؤْيَةَ نِيْرَانِ
وقَدْ شَاهَدَا مِنْ مُعْجِزَاتِ محمّدٍ * خَوَارِقَ ءَايَاتٍ تَلُوْحُ لِأعْيَانِ

*“Dan sesungguhnya Imam Abul Hasan al-Asy’ari telah menetapkan catatan yang penjelasan pasti bahwa kedua orang tua Rasulullah selamat”*
*“Tidak mungkin mungkin Allah, Tuhan pemilik arsy Yang Maha Agung ridla bila kedua orang tua Rasulullah melihat (masuk) ke dalam neraka”.*
*“dan sungguh kedua orang tua Rasulullah telah melihat beberapa mukjizat nabi Muhammad, dari tanda-tanda yang ajaib (agung diluar nalar; khawariq) yang telah nyata pada pandangan mata”*

Dalam menjelaskan ketetapan bahwa kedua orang tua Rasulullah selamat terdapat beberapa metode. Kita jelaskan dibawah ini metode-metode tersebut dengan dalil-dalinya.

Selengkapnya >>> https://www.facebook.com/groups/tauhidcorner/permalink/968021357051115/
______
📡📡
Media Sosial:
youtube.com/ustadzkholilaboufateh
fb.me/tauhidcorner
instagram.com/tauhidcorner
anchor.fm/ustadzkholilaboufateh
t.me/Kholilaboufateh
https://nurulhikmah.ponpes.id

NURUL HIKMAH PRESS
Penerbit dan Distributor Utama Buku - Buku Islam Karya Dr. H. Kholilurrohman, MA

WhatsApp:
wa.me/c/6287878023938

Toko Online:
https://shopee.co.id/nurulhikmahpress
https://tokopedia.com/nurulhikmahpress
https://bukalapak.com/nurulhikmahpress
Bagian 2
Kedua Orang Tua Rasulullah Penduduk Surga
*MEMBELA KEDUA ORANG TUA RASULULLAH YANG MULIA DARI TUDUHAN KEJI KAUM WAHABI YANG MENGKAFIRKAN KEDUANYA*
________
*METODE KETETAPAN KEDUA:*

*“Kedua Orang Tua RasulullahTermasuk Ahlul Fatrah” [1]*

Al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi berkata:

*“Metode ini, --dalam menjelaskan kedua orang tua Rasulullah selamat karena termasuk Ahlul Fatrah--, adalah ketetepan yang pertama kali kami dengar dari guru kami; Syaikhul Islam Syarafuddin al-Munawi. Suatu ketika beliau ditanya tentang kedua orang tua Rasulullah; apakah bertempat di neraka? Maka beliau mendamprat si-penanya. Orang tersebut malah balik bertanya: “Lalu apakah benar (ada dalilnya) bahwa keduanya orang Islam?”. Syekh al-Munawi menjawab: “Kedua orang tua nabi wafat dalam masa fatrah (tidak mendapati masa telah diutusnya seorang nabi), dan orang yang wafat dalam masa ini tidak akan terkena siksa”[2].*

Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang adanya ujian diakhirat nanti yang akan diberikan terhadap orang-orang ahlul fatrah, termasuk beberapa ayat lainnya; yang memberikan pemahaman bahwa mereka (ahlul fatrah) tidak akan dikenai siksaan. Pendapat ini telah diambil oleh hafizhterkemuka, Syaikhul Islam Abul Fadl Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam beberapa kitab karyanya, beliau berkata:

*“Kita berpendapat bahwa semua keluarga Rasulullah (mereka yang hidup di masa fatrah; sebelum diutusnya seorang nabi), ketika diuji di akhirat nanti mereka semua akan taat (lulus) karena untuk memuliakan Rasulullah dan agar Rasulullah merasa senang dan gembira dengannya”[3].*

Al-Hafizh as-Suyuthi berkata:

*“Dalam kitab al-Ishabah Fi Tamyiz as-Shahabah, Syaikhul Islam Ibnu Hajar berkata: “Terdapat beberapa hadits dari beberapa jalur tentang orang tua pikun, orang yang meninggal di zaman fatrah, orang yang dilahirkan dalam keadaan bisu, buta dan tuli, orang yang dilahirkan dalam keadaan gila, atau orang yang menjadi gila sebelum ia baligh, dan orang-orang yang semacam ini; bahwa mereka semua dimintai alasan (mengapa mereka tidak beribadah kepada Allah?), maka setiap orang dari mereka berkata: “Seandainya aku berakal, -atau- seandainya Engkau mengingatkanku maka tentulah kami akan menjadi orang-orang yang beriman”. Lalu kemudian dibukakan pintu neraka di hadapan mereka, dan dikatakan kepada mereka: “Masuklah kalian ke dalam neraka”. Maka siapa yang taat dan dia masuk ke dalamnya ia akan mendapati api neraka tersebut dingin dan menjadi keselamatan baginya. Sementara siapa yang membangkang maka ia akan dimasukan ke dalam neraka secara paksa”. Lalu al-HafizhIbnu Hajar berkata: “Dan aku telah menghimpunkan berbagai jalur tentang hadits ini (hadits al-imtihan) dalam karya tersendiri”. Dan beliau berkata: “Dan kita berharap bahwa Abdul Mut-thalib dan segenap keluarga Rasulullah (yang hidup di zaman fatrah) termasuk orang-orang yang taat ketika diperintah untuk masuk ke dalam neraka dengan, demikian mereka semua termasuk orang-orang yang selamat, kecuali Abu Thalib, karena dia telah mendapati masa kenabian tapi dia tidak mau beriman, yang karenanya ada hadits sahih yang menyebutkan bahwa dia (Abu Thalib) bertempat dalam nereka di dekat dasar-nya”[4].*


*Selengkapnya >>>* https://m.facebook.com/groups/961472531039331?view=permalink&id=968061560380428&sfnsn=wiwspmo
____
📡📡
Media Sosial:
youtube.com/ustadzkholilaboufateh
fb.me/tauhidcorner
instagram.com/tauhidcorner
anchor.fm/ustadzkholilaboufateh
t.me/Kholilaboufateh
https://nurulhikmah.ponpes.id

*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit dan Distributor Utama Buku - Buku Islam Karya Dr. H. Kholilurrohman, MA

WhatsApp:
wa.me/c/6287878023938

Toko Online:
https://shopee.co.id/nurulhikmahpress
https://tokopedia.com/nurulhikmahpress
https://bukalapak.com/nurulhikmahpress
Bagian 3
Kedua Orang Tua Rasulullah Penduduk Surga
*MEMBELA KEDUA ORANG TUA RASULULLAH YANG MULIA DARI TUDUHAN KEJI KAUM WAHABI YANG MENGKAFIRKAN KEDUANYA*
________

*Dalil Dari Hadits Tentang Ujian Bagi Ahlul fatrah*

Ada banyak hadits menyebutkan bahwa Ahlul fatrah di hari kiamat kelak akan menghadapi ujian, siapa di antara mereka yang patuh dalam menghadapi ujian tersebut maka ia termasuk golongan yang selamat, dan siapa yang mangkir maka ia akan dimasukan ke dalam neraka. Hadits-hadits tersebut sebagai berikut:

(1). Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ishaq ibn Rahawaih dalam kitab Musnad masing-masing, serta oleh al-Baihaqi dalam kitab al-I’tiqad dan disahihkannya, dari al-Aswad ibn Sari’ bahwa Rasulullah bersabda:

أربعة يمتحنون يوم القيامة رجل أصم لا يسمع شيئا ورجل أحمق ورجل هرم ورجل مات في فترة فأما الأصم فيقول رب لقد جاء الإسلام لا اسمع شيئا وأما الأحمق فيقول رب لقد جاء الإسلام والصبيان يحذفوني بالبعر وأما الهرم فيقول رب لقد جاء الإسلام وما أعقل شيئا وأما الذي مات في الفترة فيقول رب ما أتاني لك رسول فيأخذ مواثيقهم ليطيعنه فيرسل إليهم أن أدخلوا النار فمن دخلها كانت عليه بردا وسلاما ومن لم يدخلها يسحب إليها (رواه أحمد وابن راهويه والبيهقي)

“Ada empat golongan yang akan diuji di hari kiamat; orang tuli yang tidak dapat mendengar suatu apapun, orang dungu (bodoh karena tidak normal), orang pikun, dan orang yang meninggal di zaman fatrah. Orang tuli berkata: Ya Allah, benar Islam telah datang, tetapi masalahnya aku tidak dapat mendengar suatu apapun. Orang dungu berkata: Ya Allah, benar Islam telah datang, tetapi demikian aku dilempari oleh anak-anak kecil dengan kotoran-kotoran keledai. Orang pikun berkata: Ya Allah, benar Islam telah datang, tetapi aku tidak bisa berfikir tentang suatu apapun. Sementara orang yang hidup di zaman fatrah ia berkata: Ya Allah, tidak ada yang datang dari-Mu kepadaku seorang utusan-pun. Maka Allah mengambil janji-janji mereka bahwa mereka akan taat keapada-Nya [bila mereka dalam keadaan normal]. Kemudian Allah mengutus utusan-Nya ke hadapan mereka, utusan tersebut berkata: “Masuklah kalian ke neraka!”, maka siapa yang taat dan masuk ke dalamnya ia akan mendapati neraka dingin dan keselamatan baginya, dan siapa yang mankir maka ia akan diseret dan dimasukan ke dalam neraka tersebut” (HR. Ahmad, Ibnu Rahawaih, dan al-Baihaqi) *[1]*

*[1] Kitab al-I'tiqad dari al-Aswad ibn Sari', al-Baihaqi, hal. 185. Lihat pula Majma' al-Zawa-hid. al-Haitsami, 7/218*



*Selengkapnya >>>* https://www.facebook.com/groups/tauhidcorner/permalink/968089630377621/

____

📡📡
*Media Sosial:*
youtube.com/ustadzkholilaboufateh
fb.me/tauhidcorner
instagram.com/tauhidcorner
anchor.fm/ustadzkholilaboufateh
t.me/Kholilaboufateh
https://nurulhikmah.ponpes.id

*NURUL HIKMAH PRESS*
*Penerbit dan Distributor Utama Buku - Buku Islam Karya Dr. H. Kholilurrohman, MA
WhatsApp:
wa.me/c/6287878023938

Toko Online:
https://shopee.co.id/nurulhikmahpress
https://tokopedia.com/nurulhikmahpress
https://bukalapak.com/nurulhikmahpress
*BAGIAN 4*

*KEDUA ORANG TUA RASULULLAH PENDUDUK SURGA MEMBELA KEDUA ORANG TUA RASULULLAH YANG MULIA DARI TUDUHAN KEJI KAUM WAHABI YANG MENGKAFIRKAN KEDUANYA*
________
*Metode Ketetapan Ke Tiga: “Kedua Orang Tua Rasulullah Di Atas Ajaran Nabi Ibrahim”*

Dalam menjelaskan metode ketetapan ke tiga ini terdapat beberapa dasar yang dapat menjadi pondasi utama bagi kebenarannya, sebagai berikut:

*DASAR KE SATU:*

Sesungguhnya tentang kedua orang tua Rasulullah tidak ada satu-pun dalil dan bukti yang menetapkan bahwa keduanya termasuk orang-orang kafir musyrik. Sebaliknya; keduanya berada di atas ajaran Hanifiyyah, ajaran dari agama [Islam] yang dibawa oleh kakek-moyangnya dahulu, yaitu ajaran-ajaran nabi Ibrahim (Alaihis-salam), sebagaimana di saat itu ada beberapa orang Arab yang tetap memegang teguh ajaran-ajaran tersebut, mereka menolak untuk menyembah berhala. Ibnul Jawzi dalam kitab at-Talqih menyebutkan sekelompok orang di masa Jahiliyyah tersebut yang menolak menyembah berhala, seperti; Zaid ibn Amr ibn Nufail, Qas ibn Sa’idah, Waraqah ibn Naufal, Abu Bakr ash-Shiddiq, dan lainnya [1].

Ketetapan bahwa kedua orang tua Rasulullah di atas ajaran Hanifiyyah telah dinyatakan oleh beberapa ulama terkemuka, di antaranya oleh Imam Fakhruddin ar-Razi yang dalam kitab tafsir Asrar at-Tanzil, beliau menuliskan sebagai berikut:

*“Menurut satu pendapat, Azar bukan ayah nabi Ibrahim, tapi dia adalah paman beliau. Para ulama mengambil dalil untuk itu dengan melihat kepada beberapa segi, di antaranya; (satu) bahwa seluruh ayah dari para nabi Allah bukanlah orang-orang kafir, dalil menunjukan ini sangat banyak, di antaranya firman Allah:*

*الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ، وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ (سورة الشعراء: 218-219)*

*“Dia (Allah) yang melihat-mu (menjaga-mu wahai Muhammad) ketika engkau bangun, dan perpindahanmu (wahai Muhammad) adalah di antara orang-orang ahli sujud” (QS. Asy-Syu’ara’: 219).*

*Dalam makna ayat ini satu pendapat mengatakan bahwa nur Rasulullah berpindah dari ahli sujud (ahli ibadah) kepada ahli sujud yang lain. Dengan pemahaman ini maka berarti seluruh ayahanda Rasulullah ke atas dari moyang-moyang-nya mereka semua adalah orang-orang muslim, dan termasuk di dalamnya adalah ayahanda nabi Ibrahim; beliau bukan termasuk orang-orang kafir, dan Azar adalah paman beliau. Dan dapat pula firman Allah QS. asy-Syu’ara’: 219 di atas dipahami dari beberapa segi lainnya. Jika ada dalam banyak riwayat menyebutkan bahwa seluruh orang tua para nabi adalah orang-orang muslim; yang itu tidak dapat dinafikan [tanpa kecuali], maka berarti ayat ini-pun harus diberlakukan secara umum, dan jika demikian maka berarti disimpulkan bahwa benar adanya bahwa ayahanda nabi Ibrahim bukan termasuk di antara orang-orang penyembah berhala” [2].*


[1] al-Hawi Li al-Fatawi, as-Suyuthi, 2/206, mengutip dari at-Talqih, karya Ibnul Jawzi.
[2] Asrar at-Tanzil, Fakhruddin ar-Razi, 37/13


*Selengkapnya >>>* https://www.facebook.com/groups/tauhidcorner/permalink/970991500087434/
____

📡📡
Media Sosial:
youtube.com/ustadzkholilaboufateh
fb.me/tauhidcorner
instagram.com/tauhidcorner
anchor.fm/ustadzkholilaboufateh
t.me/Kholilaboufateh
https://nurulhikmah.ponpes.id

*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit dan Distributor Utama Buku - Buku Islam Karya Dr. H. Kholilurrohman, MA
WhatsApp:
wa.me/c/6287878023938

*Toko Online:*
https://shopee.co.id/nurulhikmahpress
https://tokopedia.com/nurulhikmahpress
https://bukalapak.com/nurulhikmahpress
*Firman Allah QS. Al Ma’idah: 54*

Dalam al-Qur’an Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآَئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (المائدة: 54)

Maknanya:
*“Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci”.* (QS. Al-Ma’idah: 54).

*Selengkapnya >>>* https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10157751036975897&id=351534640896
"...Wahai Rasulullah, seandainya aku masuk surga, lantas untuk apa jika tidak berjumpa dengan mu..." (Tsauban)

"...Telah panjang rindu ku ini kepada mereka (Rasulullah dan para sahabat lainnya) Ya Allah, percepatlah kematian ku..." (Khalid Ibn Ma'dan)

*MENGUKUR CINTA KITA KEPADA RASULULLAH ﷺ*
______
*Subscribe dan klik icon lonceng !* Untuk mendapatkan notifikasi video terbaru https://youtu.be/AOQUnlbkWvE
*Dalil Sifat Kalam Allah bukan Huruf-huruf, Bukan Suara Dan Bukan Bahasa*
_______
Berikut ini kita kutip beberapa dalil menunjukkan bahwa Sifat Kalam Allah bukan huruf-huruf, bukan suara dan bukan bahasa, dan bahwa terminologi “Kalam Allah” memiliki dua makna; al-Kalam adz-Dzati dan al-Lafzh al-Munazzal.

*QS. An-Nisa: 164*
Dalam QS. An-Nisa’: 164, Allah berfirman:

وكلّم الله موسى تكليمًا (سورة النساء: 164)

_*“Dan berbicara oleh Allah akan Nabi Musa akan suatu pembicaraan” (QS. An-Nisa’: 164)*_ Yang dimaksud dengan ayat ini adalah bahwa Nabi Musa mendengar kalam Allah yang Azali, yang bukan sebagai huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa. Artinya, Allah membuka hijab dari Nabi Musa hingga nabi Musa mendengar dan memahami Kalam Dzat Allah yang Azali tersebut. Karena itulah maka Nabi Musa memiliki gelar istimewa, sebagai Kalimullah.

Dengan demikian ayat ini memberikan penjelasan pembagian makna “Kalam Allah” kepada dua bagian; al-Lafzh al-Munazzal dan al-Kalam adz-Dzati [Sifat Kalam Allah]. Dua makna ini harus dibedakan. Sebab apabila tidak dibedakan maka setiap orang yang mendengar bacaan Al-Qur’an akan mendapatkan gelar “Kalimullah” sebagaimana Nabi Musa yang telah mendapat gelar “Kalimullah”. Tentu hal ini menjadi rancu dan tidak dapat diterima. Padahal, Nabi Musa mendapat gelar “Kalimullah” adalah karena beliau pernah mendengar al-Kalam adz-Dzati yang bukan berupa huruf, bukan suara dan bukan bahasa. Dan seandainya setiap orang yang mendengar bacaan Al-Qur’an mendapat gelar “Kalimullah” seperti gelar Nabi Musa, maka berarti tidak ada keistimewaan sama sekali bagi Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah” tersebut.

*QS. At-Taubah: 6*
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:

وإن أحدٌ من المشركين استجارك فأجره حتّى يسمع كلام اللّه (سورة التوبة: 6)

_*“Dan apabila seseorang dari orang-orang musyrik meminta perlidungan darimu (wahai Muhammad) maka lindungilah ia hingga ia mendengar Kalam Allah”. (QS. at-Taubah: 6).*_ Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk memberikan perlidungan kepada seorang musyrik kafir yang diburu oleh kaumnya, jika memang orang musyrik ini meminta perlindungan darinya. Artinya, Orang musyrik ini diberi keamanan untuk hidup di kalangan orang-orang Islam hingga ia mendengar Kalam Allah. Setelah orang musyrik ini diberi keamanan dan mendengar Kalam Allah, namun ternyata ia tidak masuk Islam, maka ia dikembalikan ke wilayah tempat tinggalnya.
Kemudian, yang dimaksud bahwa orang musyrik tersebut “mendengar Kalam Allah” adalah mendengar bacaan kitab Al-Qur’an yang berupa lafazh-lafazh dalam bentuk bahasa Arab (al-Lafzh al-Munazzal), bukan dalam pengertian mendengar al-Kalam adz-Dzati. Sebab jika yang dimaksud mendengar al-Kalam adz-Dzati maka berarti sama saja antara orang musyrik tersebut dengan Nabi Musa yang telah mendapatkan gelar “Kalimullah”. Dan bila demikian maka berarti orang musyrik tersebut juga mendapatkan gelar “Kalimullah”, persis seperti Nabi Musa. Tentunya hal ini tidak bisa dibenarkan.

https://wa.me/p/4383946308345674/6287878023938

*QS. Al-An’am: 62*
Diantara dalil lainnya yang menguatkan bahwa al-Kalam adz-Dzati bukan berupa huruf-huruf, bukan suara, dan bukan bahasa adalah firman Allah:

ثمّ ردّوا إلى الله مولاهم الحقّ ألاله الحكم وهو أسرع الحاسبين (سورة الأنعام: 62)

_*“Kemudian mereka dikembalikan kepada Tuhan mereka yang Hak (untuk dihisab), tidakkah sesungguhnya hanya bagi Dia (kebenaran) pengadilan, dan Dia Allah yang menghisab paling cepat”. (QS. al-An’am: 62).*_

Pada hari kiamat kelak, Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dari bangsa manusia dan jin. Allah akan memperdengarkan kalam-Nya kepada setiap orang dari mereka. Dan mereka akan memahami dari kalam Allah tersebut pertanyaan-pertanyaan tentang segala apa yang telah mereka kerjakan, segala apa yang mereka katakan, dan apa yang mereka yakini ketika mereka hidup di dunia. Rasulullah bersabda:

ما منكم من أحدٍ إلاّ سيكلّمه ربّه يوم القيامة ليس بينه وبينه ترجمان (رواه البخاريّ)

_*“Setiap orang akan Allah perdengarkan Kalam-Nya kepadanya (menghisabnya) pada hari kiamat, tidak ada penterjemah anta
ra dia dengan Allah”.*_ (HR. al-Bukhari)

Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya dalam waktu yang sangat singkat. Seandainya Allah menghisab mereka dengan suara, susunan huruf, dan dengan bahasa, maka Allah akan membutuhkan waktu beratus-ratus ribu tahun untuk menyelesaikan hisab tersebut, karena makhluk Allah sangat banyak. Kaum Ya’juj dan Ma’juj saja jumlah mereka 100 kali lipat dari jumlah seluruh manusia, bahkan dalam satu riwayat disebutkan jumlah mereka 1000 kali lipat dari jumlah manusia. Belum lagi bangsa jin yang sebagian mereka hidup hingga ribuan tahun. Manusia sendiri, sebelum umat Nabi Muhammad ada yang mencapai umurnya hingga 2000 tahun, ada yang berumur hingga 1000 tahun, dan ada pula yang hanya 100 tahun. Kelak mereka semua akan dihisab, bukan hanya dalam urusan perkataan atau ucapan saja, tapi juga menyangkut segala perbuatan dan keyakinan-keyakinan mereka. Seandainya Kalam Allah berupa suara, huruf, dan bahasa maka dalam menghisab semua makhluk tersebut Allah akan membutuhkan kepada waktu yang sangat panjang. Karena dalam penggunaan huruf-huruf dan bahasa jelas membutuhkan kepada waktu. Huruf berganti huruf, kemudian kata menyusul kata, dan demikian seterusnya. Dan bila demikian maka maka berarti Allah bukan sebagai Asra’ al-Hasibin (Penghisab yang paling cepat), tapi sebaliknya; Abtha’ al-Hasibin (Penghisab yang paling lambat). Tentunya hal ini mustahil bagi Allah.

*QS. Al-Fath: 15*
Di antara dalil yang sangat jelas menetapkan bahwa sifat Kalam Allah bukan huruf, bukan suara dan bukan bahasa, dan menunjukkan bahwa kitab suci Al-Qur’an [al-Lafzh al-Munazzal] yang kita baca adalah sebagai ungkapan yang menunjukkan kepada al-Kalam adz-Dzati; adalah firman Allah:

يريدون أن يبدّلوا كلام الله (سورة الفتح: 15)

_*“Mereka [orang-orang munafiq] berkehendak untuk merubah Kalam Allah” (QS. Al-Fath: 15).*_ Kalam Allah yang dimaksud dalam ayat ini adalah dalam makna lafazh-lafazh yang diturunkan (al-Lafzh al-Munazzal). Bukan maksud “Kalam Allah” dalam ayat tersebut adalah; merubah Kalam Dzat Allah yang merupakan sifat Kalam bagi-Nya (al-Kalam adz-Dzati), karena sifat Kalam Allah tidak berubah-rubah, tidak berkurang dan tidak bertambah.

Dengan demikian ayat di atas memberikan penjelasan bagi kita bahwa terminologi “Kalam Allah” memiliki dua pengertian; (1) Kalam Allah dalam pengertian al-Kalam adz-Dzati; merupakan Sifat Kalam Bagi-Nya, bukan sebagai huruf, suara, dan bukan bahasa, dan (2) Kalam Allah dalam pengertian al-Lafzh al-Munazzal; lafazh-lafazh yang diturunkan yang merupakan ungkapan menunjukkan bagi al-Kalam adz-Dzati.

*Kholil Abou Fateh*
_al-Asy'ari asy-Syafi'i ar-Rifa'i al-Qadiri_
_
📡📡
Media Sosial:
youtube.com/ustadzkholilaboufateh
fb.me/tauhidcorner
instagram.com/tauhidcorner
anchor.fm/ustadzkholilaboufateh
t.me/Kholilaboufateh
https://nurulhikmah.ponpes.id

*NURUL HIKMAH PRESS*
Penerbit dan Distributor Utama Buku - Buku Islam Karya Dr. H. Kholilurrohman, MA
WhatsApp:
wa.me/c/6287878023938

*Toko Online:*
https://shopee.co.id/nurulhikmahpress
https://tokopedia.com/nurulhikmahpress
https://bukalapak.com/nurulhikmahpress
VID-20201119-WA0046.mp4
17.7 MB
*Nazham Matan Aqidatul Awam* | Selengkapnya >>> https://youtu.be/_LklnBX0xxc
Bagian 1 | Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadîts al-Jâriyah as-Sawdâ’) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat
___
Penjelasan Hadits al-Jariyah Dari Kitab ash-Shirath al-Mustaqim karya al-Hafizh Abdullah al-Harari[1]

[Hadits al-JariyahRiwayat Imam Muslim Adalah Hadits Mudltharib, Tidak Sahih Karena Dua Alasan]
Hadits al-Jariyah redaksi diriwayatkan oleh Muslim adalah sebagai berikut:

أنّ رَجُلاً جَاءَ إلى رسُولِ الله صلى الله عليه وسلم فسَألَه عنْ جَاريةٍ لهُ، قالَ: قلتُ: يا رَسولَ الله أفَلا أُعْتِقهَا، قال: ائْتِني بهَا، فأتاهُ بها، فقالَ لها: أينَ الله؟ قالتْ: فِي السّمَاءِ، قال: مَنْ أنَا؟ قالتْ: أنتَ رَسولُ الله، قال: أعْتِقْهَا فإنها مُؤْمِنَةٌ.

[Maknanya]: Bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah kemudian bertanya kepada beliau tentang budak perempuannya. Ia (perawi) berkata: “Aku berkata: Wahai Rasulullah, tidakkah aku merdekakan saja ia? Rasulullah menjawab: “Datangkanlah ia kepadaku!”. Maka laki-laki itu-pun mendatangkannya kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah bertaya kepada...
budak tersebut: “Aina Allah?”. Si budak menjawab: “Fis-sama’”. Rasulullah berkata: “Man ana?” (Siapakah aku?). Si budak menjawab: “Engkau Rasulullah”. Rasulullah berkata: “Merdekakanlah ia, maka sungguh ia seorang yang beriman”[2].

Al-Imam al-Hafizh Syekh Abdullah al-Harari menilai bahwa hadits ini tidak sahih. Karena dua alasan:

(Pertama): Terdapat idlthirab (diriwayatkan dengan beberapa versi yang saling bertentangan satu dengan lainnya dan tidak bisa dipadukan). Karena hadits al-Jariyah diriwayatkan dengan redaksi seperti di atas. Juga dengan redaksi “man Rabbuki?”, lalu si budak menjawab: “Allah”. Dan ada pula dengan redakasi “Aina Allah?”, lalu si budak tersebut menunjuk ke arah langit”. Serta ada pula dengan redaksi: “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?, si budak menjawab: “Iya”, lalu Rasulullah berkata: “Apakah engkau bersaksi bahwa aku Rasulullah?”, si budak menjawab: “Iya”[3].

(Ke Dua): Bahwa riwayat dengan redaksi “Aina Allah?” bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syara’ (Ushul asy-Syari’ah). Karena di antara prinsip-prinsip dasar syara’ adalah bahwa seseorang tidak dihukumi muslim dengan mengatakan “Allah fis-sama’” (Allah di langit). Karena perkataan tersebut sama-sama dikatakan oleh orang-orang Yahudi, Nasrani dan lainnya. Prinsip dasar yang populer dalam syara’ adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits mutawatir;

أُمِرْتُ أنْ أُقَاتِلَ النّاسَ حَتّى يَشْهَدُوا أنْ لا إلهَ إلاّ اللهُ وَأنّي رَسُوْلُ الله

[Maknanya]: “Aku (Muhammad) diperintah untuk memerangi manusia (yang kafir) hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah”.

Dari beberapa riwayat hadits al-Jariyah riwayat Imam Malik dengan redaksi “Atasyhadina...”adalah hadits yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at[4].

Bersambung...

KHOLIL ABU FATEH
AL-ASY'ARI ASY-SYAFI'I AR-RIFA'I AL-QADIRI

---Catatan Kaki---

[1] Berikut ini adalah terjemahan dari kitab karya al-Imam al-Hafizh al-Habasyi berjudul ash-Shirath al-Mustaqim dengan beberapa penyesuaian. Tanda [..] adalah tambahan dari penerjemah, bukan sebagai terjemahan dari teks aslinya. Untuk lebih detail dan menyeluruh silahkan merujuk kepada penjelasan (Syarh) kitab tersebut; --yang juga karya al-Imam al-Habasyi-- berjudul asy-Syarh al-Qawim Fi Hall Alfazh ash-Shirath al-Mustaqim, pada tema penjelasan kesucian Allah dari tempat dan pembenaran keberadaan-Nya dengan tanpa tempat secara akal, h. 139-167
[2] Hadits ini tidak boleh dipahami dalam makna zahirnya. Karena memahaminya dalam makna zahir akan menjadikan teks-teks al-Qur’an dan hadits saling bertentangan satu dengan lainnya. Misalkan; firman Allah QS. Thaha: 5, dan hadits al-Jariyah ini makna zahirnya seakan Allah berada di arah atas, sementara firman Allah QS. al-Baqarah: 115 “Fa Aynama Tuwallu Fa Tsamma Wajhullah” makna zahirnya seakan Allah berada menyebar di bumi. Tetapi dalam memahamainya membutuhkan kepada takwil.
Hadits al-Jariyah ini --dengan sanaddan matan di atas-- adalah hadits yang diriwayatkan menyendiri oleh Imam Muslim, tanpa lainnya (mimma infarada bihi Muslim). Dan hadits al-Jariyah adalah hadits mudltharib --sebagaimana akan dibahas dalam buku ini-- yang tidak dapat dijadikan dalil (hujjah) dalam masalah akidah.
[3] Lihat bab penjelasan para ulama hadits bahwa hadits al-Jariyah ini adalah hadits mudltharib dari buku ini.
[4] Dalam redaksi riwayat Imam Malik disebutkan bahwa Rasulullah bertanya kepada budak perempuan tersebut: “Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?”, Ia (budak) menjawab: “Iya”, Rasulullah bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”, ia menjawab: “Iya”. Lihat al-Muwath-tha’,h. 666. Redaksi demikian ini juga telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad, dan al-Bayhaqi dalam Sunan. Lihat Musnad Ahmad, j. 3, h. 451, dan Sunan al-Kubra, j. 7, h. 388
Bagian 2 | Hadits Budak Perempuan Hitam (Hadîts al-Jâriyah as-Sawdâ’) Dan Penjelasan Allah Ada Tanpa Tempat
_______
[Kritik Ulama Terhadap Beberapa Hadits Riwayat Muslim]

(Soal): Jika dipertanyakan: “Bagaimana mungkin riwayat Muslim dengan redaksi “Aina Allah?”, lalu si budak menjawab: “fis-sama’” sampai akhir hadits sebagai hadits tertolak, padahal hadits itu diriwayatkan oleh Muslim dalam kitabnya, dan semua hadits yang diriwayatkan olehnya dihukumi sahih?”.

(Jawab): Ada beberapa hadits riwayat Muslim yang ditolak oleh oleh para ulama hadits, dan mereka telah sebutkan hadits-hadits tersebut dalam kitab-kitab mereka. Seperti [1] hadits bahwa Rasulullah berkata kepada seorang laki-laki: “Inna Abi Wa Abaka Fin-nar” [makna zahirnya; “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka]. Juga [2] hadits bahwa setiap Muslim pada hari kiamat kelak akan diberi tebusan untuknya dari kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Demikian pula dengan [3] hadits Anas, yang mengatakan: “Aku melakukan shalat di belakang...