Pedoman Syar'i Pelindung Diri Dari Virus Corona.pdf
971 KB
Pedoman Syar'i Pelindung Diri Dari Virus Corona.pdf
👆👆 Pedoman Syar'i Pelindung Diri dari Virus Corona. Karya Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili.
KEISTIMEWAAN KITAB 'UMDAH ATH-THALIB
‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib merupakan kitab fikih untuk pemula dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh Al-‘Allamah Syekh Al-Mazhab Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali rahmatullah ‘alaihi memiliki keistimewaan.
Disebutkan keistimewaannya oleh Syekh Dr. Muthlaq bin Jasir al-Jasir hafizhahullah dalam mukadimah tahqiqnya atas kitab ini:
1. Kitab ini termasuk matan fikih yang ringkas dalam mazhab Hanbali. Berkata Syekh Abdul Qadir bin Badran rahmatullah ‘alaihi, “Kitab yang ringkas karya Syekh Manshur al-Buhuti yang diperuntukkan para pemula.”
2. Kedudukan penulis yang tinggi dalam mazhab, yakni syekh al-mazhab di zamannya dan muhaqiq mazhab.
3. Kitab ini merupakan kitab terakhir yang ditulis olehnya. Jarak antara penulisan kitab ini dengan wafatnya syekh hanya tujuh bulan saja. Syekh telah merampungkan kitab ini bulan Syawal tahun 1050 H dan beliau meninggal bulan Rabiul Tsani tahun 1051 H.
4. Syekh menulis kitab ini setelah menyelesaikan syarah kitab-kitab mazhab Hanbali yang mu’tamad seperti syarah atas Al-Iqna’ dan hasyiyahnya, syarah Al-Muntaha dan hasyiyahnya, syarah Nazhmul Mufradat, dan syarah Zad Al-Mustaqni’; kemudian beliau menulis kitab ini. Maka kitab ini menjadi ringkasan atas pemahaman, penelitian, dan eksperimennya yang panjang dalam mazhab Hanbali. Jadilah kitab ini kitab yang bagus bak mutiara dan permata yang murni dalam mazhab Hanbali.
5. Yang menjadikan kitab ini istimewa juga ialah adanya perhatian para ulama terhadap matan ini. Mereka membaca, menjelaskan, mempelajari, dan menelitinya. Diantaranya ialah Syekh ‘Utsman bin Muhammad ar-Ruhaibani yang telah membacakannya disertai syarah atas kitab ini oleh Al-Imam As-Safarini rahimahumullah. Dan Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah telah memasukkan kitab ini sebagai salah satu kitab yang mu’tamad dalam mazhab Hanbali.
6. Kitab ini ditulis menggunakan istilah yang mudah dan jelas. Oleh karena itu Syekh Abdul Qadir bin Badran rahimahullah berkata, “Seyogyanya bagi para guru yang mengajarkan fikih untuk pemula membacakan matan kitab Akhsharul Mukhtasharat atau Al-‘Umdah karya Syekh Manshur jika dia seorang Hanbali.” [ ]
✍️ Alih bahasa secara bebas oleh Abu ‘Aashim asy-Syibindunji
📗 Sumber: ‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib karya Syekh Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali. Tahqiq Dr. Muthlaq al-Jasir. Penerbit: Maktabah Imam Adz-Dzahabi , Kuwait.
Source: https://sunnahedu.com/2020/03/27/keistimewaan-kitab-umdah-ath-thalib/
‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib merupakan kitab fikih untuk pemula dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh Al-‘Allamah Syekh Al-Mazhab Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali rahmatullah ‘alaihi memiliki keistimewaan.
Disebutkan keistimewaannya oleh Syekh Dr. Muthlaq bin Jasir al-Jasir hafizhahullah dalam mukadimah tahqiqnya atas kitab ini:
1. Kitab ini termasuk matan fikih yang ringkas dalam mazhab Hanbali. Berkata Syekh Abdul Qadir bin Badran rahmatullah ‘alaihi, “Kitab yang ringkas karya Syekh Manshur al-Buhuti yang diperuntukkan para pemula.”
2. Kedudukan penulis yang tinggi dalam mazhab, yakni syekh al-mazhab di zamannya dan muhaqiq mazhab.
3. Kitab ini merupakan kitab terakhir yang ditulis olehnya. Jarak antara penulisan kitab ini dengan wafatnya syekh hanya tujuh bulan saja. Syekh telah merampungkan kitab ini bulan Syawal tahun 1050 H dan beliau meninggal bulan Rabiul Tsani tahun 1051 H.
4. Syekh menulis kitab ini setelah menyelesaikan syarah kitab-kitab mazhab Hanbali yang mu’tamad seperti syarah atas Al-Iqna’ dan hasyiyahnya, syarah Al-Muntaha dan hasyiyahnya, syarah Nazhmul Mufradat, dan syarah Zad Al-Mustaqni’; kemudian beliau menulis kitab ini. Maka kitab ini menjadi ringkasan atas pemahaman, penelitian, dan eksperimennya yang panjang dalam mazhab Hanbali. Jadilah kitab ini kitab yang bagus bak mutiara dan permata yang murni dalam mazhab Hanbali.
5. Yang menjadikan kitab ini istimewa juga ialah adanya perhatian para ulama terhadap matan ini. Mereka membaca, menjelaskan, mempelajari, dan menelitinya. Diantaranya ialah Syekh ‘Utsman bin Muhammad ar-Ruhaibani yang telah membacakannya disertai syarah atas kitab ini oleh Al-Imam As-Safarini rahimahumullah. Dan Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah telah memasukkan kitab ini sebagai salah satu kitab yang mu’tamad dalam mazhab Hanbali.
6. Kitab ini ditulis menggunakan istilah yang mudah dan jelas. Oleh karena itu Syekh Abdul Qadir bin Badran rahimahullah berkata, “Seyogyanya bagi para guru yang mengajarkan fikih untuk pemula membacakan matan kitab Akhsharul Mukhtasharat atau Al-‘Umdah karya Syekh Manshur jika dia seorang Hanbali.” [ ]
✍️ Alih bahasa secara bebas oleh Abu ‘Aashim asy-Syibindunji
📗 Sumber: ‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib karya Syekh Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali. Tahqiq Dr. Muthlaq al-Jasir. Penerbit: Maktabah Imam Adz-Dzahabi , Kuwait.
Source: https://sunnahedu.com/2020/03/27/keistimewaan-kitab-umdah-ath-thalib/
sunnahedu.com
Keistimewaan Kitab 'Umdah Ath-Thalib - sunnahedu.com
'Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib merupakan kitab fikih untuk pemula dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh Al-'Allamah Syekh Al-Mazhab Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali rahmatullah 'alaihi memiliki keistimewaan.
PARA ULAMA ADALAH MANUSIA TERBAIK
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28)
Mengapa mereka memiliki keadaan seperti itu? Jawabannya adalah karena mereka mengetahui sifat-sifat-Nya, syariat-syariat-Nya dan bukti-bukti kemahakuasaan-Nya.
Tidakkah kita menginginkan seperti mereka? Mungkin sebagian dari kita menginginkan seperti mereka tapi malu lantaran pendidikannya bukan basicnya ilmu syariah.
Ketahuilah, tidak sedikit ulama yang basic pendidikan awalnya bukan ilmu syariah. Tapi karena jerih payah mereka menuntut ilmu agama -tentu setelah taufik dari Allah- mereka menjadi ulama yang karya-karya dan fatwa-fatwanya dijadikan rujukan umat dewasa ini. Siapakah mereka? Di antaranya ialah,
1. Syekh Musthafa al-Adawi al-Mishri hafizhahullah. Menyelesaikan kuliah S1 Teknik Mesin. Beliau menghafal Al-Quran dan mengambil faedah dari Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah.
2. Syekh Abu Ishaq al-Huwaini al-Atsari al-Mishri hafizhahullah. Dulunya memiliki basic kuliah S1 Bahasa Spanyol. Karena kecintaannya kepada ilmu agama maka beliau duduk di majelisnya para ulama diantaranya ialah Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah penulis kitab Fiqih Sunnah dan mengambil faedah pula kepada Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
3. Syekh Muhammad Sa’id Ruslan hafizhahullah. Awalnya mengambil kuliah Ilmu Bedah. Selain itu kuliah Bahasa Arab. Lalu jenjang masternya mengambil Ilmu Hadits.
4. Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullah. Kuliah S1 Manajemen Industri. Selain kuliah, beliau pun duduk di majelisnya para ulama diantaranya Syekh Abdullah bin Baz, Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin, dan Syekh Abdullah al-Jibrin rahimahumullah.
Itulah beberapa masyayikh yang basicnya ilmu umum lalu menjadi ulama, karena Allah Ta’ala mengangkat kedudukan mereka dengan ilmu agama yang mereka pelajari. Selain itu, yang saya (penulis) ketahui dan pernah duduk di majelisnya ketika daurah yakni Syekh Muhammad bin Mubarak bin Hamd asy-Syarafi hafizhahullah. Beliau pernah mengenyam pendidikan Bahasa Inggris di Riyadh lalu di Britania Raya. Kemudian beliau belajar kepada Syekh Mas’ud bin Abdirrahman al-Haqbani, kemudian mulazamah di majelisnya Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Read More https://sunnahedu.com/2020/04/01/para-ulama-adalah-manusia-terbaik/
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28)
Mengapa mereka memiliki keadaan seperti itu? Jawabannya adalah karena mereka mengetahui sifat-sifat-Nya, syariat-syariat-Nya dan bukti-bukti kemahakuasaan-Nya.
Tidakkah kita menginginkan seperti mereka? Mungkin sebagian dari kita menginginkan seperti mereka tapi malu lantaran pendidikannya bukan basicnya ilmu syariah.
Ketahuilah, tidak sedikit ulama yang basic pendidikan awalnya bukan ilmu syariah. Tapi karena jerih payah mereka menuntut ilmu agama -tentu setelah taufik dari Allah- mereka menjadi ulama yang karya-karya dan fatwa-fatwanya dijadikan rujukan umat dewasa ini. Siapakah mereka? Di antaranya ialah,
1. Syekh Musthafa al-Adawi al-Mishri hafizhahullah. Menyelesaikan kuliah S1 Teknik Mesin. Beliau menghafal Al-Quran dan mengambil faedah dari Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah.
2. Syekh Abu Ishaq al-Huwaini al-Atsari al-Mishri hafizhahullah. Dulunya memiliki basic kuliah S1 Bahasa Spanyol. Karena kecintaannya kepada ilmu agama maka beliau duduk di majelisnya para ulama diantaranya ialah Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah penulis kitab Fiqih Sunnah dan mengambil faedah pula kepada Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
3. Syekh Muhammad Sa’id Ruslan hafizhahullah. Awalnya mengambil kuliah Ilmu Bedah. Selain itu kuliah Bahasa Arab. Lalu jenjang masternya mengambil Ilmu Hadits.
4. Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullah. Kuliah S1 Manajemen Industri. Selain kuliah, beliau pun duduk di majelisnya para ulama diantaranya Syekh Abdullah bin Baz, Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin, dan Syekh Abdullah al-Jibrin rahimahumullah.
Itulah beberapa masyayikh yang basicnya ilmu umum lalu menjadi ulama, karena Allah Ta’ala mengangkat kedudukan mereka dengan ilmu agama yang mereka pelajari. Selain itu, yang saya (penulis) ketahui dan pernah duduk di majelisnya ketika daurah yakni Syekh Muhammad bin Mubarak bin Hamd asy-Syarafi hafizhahullah. Beliau pernah mengenyam pendidikan Bahasa Inggris di Riyadh lalu di Britania Raya. Kemudian beliau belajar kepada Syekh Mas’ud bin Abdirrahman al-Haqbani, kemudian mulazamah di majelisnya Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Read More https://sunnahedu.com/2020/04/01/para-ulama-adalah-manusia-terbaik/
sunnahedu.com
Para Ulama adalah Manusia Terbaik - sunnahedu.com
Selain itu, yang saya (penulis) ketahui dan pernah duduk di majelisnya ketika daurah yakni Syekh Muhammad bin Mubarak bin Hamd asy-Syarafi hafizhahullah. Beliau pernah mengenyam pendidikan Bahasa Inggris di Riyadh lalu di Britania Raya. Kemudian beliau belajar…
Belajar agama adalah kewajiban bagi setiap insan. Terlebih lagi menyangkut keimanan dan ibadahnya sehari-hari. Di antara buku fikih yang menyangkut ibadah keseharian yang diperuntukkan bagi pemula ialah _BIDAAYATUL 'AABID WA KIFAYAATUZ ZAAHID_ (permulaan bagi seorang hamba dan ketercukupan bagi seorang yang zuhud).
Dari judulnya, kita bisa menebak dengan mudah bahwa memang kitab tersebut untuk para pemula yang dengan mempelajarinya cukup baginya untuk mengetahui dan mempraktikkan amalan ibadah kesehariannya; dan cukup baginya sebagai bekal untuk menjadi seorang yang zuhud terhadap dunia.
Kitab ini di tulis oleh Al-'Allamah Al-Faqih Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili al-Hanbali, wafat tahun 1192 H, penulis kitab _Kasyful Mukhadaroot fii Syarhi Akhshor Al-Mukhtashoroot_. Kitab _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ merupakan kitab fikih untuk para pemula yang ingin belajar fikih mazhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, pun dengan _Bidaayatul 'Aabid_ ini.
Hanya saja _Bidaayatul 'Aabid_ ini lebih ringan ketimbang _Akhshor Al-Mukhtashoroot_, baik dari segi penyampaian bahasa maupun konten materinya; sebab kitab _Bidaayatul 'Aabid_ hanya membahas tentang thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, dan yang selalu ada dalam pembahasan fikih mazhab Hanbali yakni jihad. Sedangkan _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ lengkap, tak hanya tentang ibadah tapi membahas juga jual beli, masalah rumah tangga, dan hukuman hudud, jinayat, hingga peradilan.
Jadi, kitab _Bidaayatul 'Aabid_ ini benar-benar sesuai dengan judulnya dan pas bagi para pemula yang ingin mempelajari tentang ibadah sehari-harinya.
✍️ _Akhukum fillah_,
Abu 'Aashim asy-Syibindunji al-Hanbali
Dari judulnya, kita bisa menebak dengan mudah bahwa memang kitab tersebut untuk para pemula yang dengan mempelajarinya cukup baginya untuk mengetahui dan mempraktikkan amalan ibadah kesehariannya; dan cukup baginya sebagai bekal untuk menjadi seorang yang zuhud terhadap dunia.
Kitab ini di tulis oleh Al-'Allamah Al-Faqih Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili al-Hanbali, wafat tahun 1192 H, penulis kitab _Kasyful Mukhadaroot fii Syarhi Akhshor Al-Mukhtashoroot_. Kitab _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ merupakan kitab fikih untuk para pemula yang ingin belajar fikih mazhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, pun dengan _Bidaayatul 'Aabid_ ini.
Hanya saja _Bidaayatul 'Aabid_ ini lebih ringan ketimbang _Akhshor Al-Mukhtashoroot_, baik dari segi penyampaian bahasa maupun konten materinya; sebab kitab _Bidaayatul 'Aabid_ hanya membahas tentang thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, dan yang selalu ada dalam pembahasan fikih mazhab Hanbali yakni jihad. Sedangkan _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ lengkap, tak hanya tentang ibadah tapi membahas juga jual beli, masalah rumah tangga, dan hukuman hudud, jinayat, hingga peradilan.
Jadi, kitab _Bidaayatul 'Aabid_ ini benar-benar sesuai dengan judulnya dan pas bagi para pemula yang ingin mempelajari tentang ibadah sehari-harinya.
✍️ _Akhukum fillah_,
Abu 'Aashim asy-Syibindunji al-Hanbali
SunnahEduOfficial
Photo
Bacaan buat marhalah awwal dalam mempelajari fikih Hanbali sesuai urutan:
1. Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma`aarib, karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
3. Dalil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Mar'i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H)
4. Kaafi Al-Mubtadi, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtisharil Muqni', karya Syaikh Musa bin Ahmad al-Hajjaawi (w. 968 H)
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
Yang harus diperhatikan ketika mempelajarinya:
1. Mengetahui makna kalimat dalam setiap permasalahan
2. Mengetahui gambaran masalah yang disebutkan
3. Mengetahui hukum-hukumnya
4. Mengetahui dalil-dalil dalam masalah yang ada, disertai cara pendalilannya
Yang kudu dilakukan:
1. Menghafal salah satu matan no. 1 - 5 yang disebutkan di atas
2. Membaca dan mempelajarinya dibimbing guru bermazhab Hanbali yang mutakhashish yang ngerti metodenya Hanabilah Muta'akhirin
3. Pelajari matan no. 1 - 5 sampai selesai disertai menelaah dan mendiskusikan masalah-masalah yang ada kepada guru ataupun teman
4. Kalo udah selesai semuanya baru mempelajari Ar-Raudh Al-Murbi' karya Imam Al-Buhuti dan ta'liqnya. Selesai marhalah awwal. [ ]
====
Qultu:
Perjalanan masih sangat amat panjang sekali, Lur. Ganbatte kudasai!
Pengen info lengkap? Baca buku yang ada di pic.
1. Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma`aarib, karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
3. Dalil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Mar'i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H)
4. Kaafi Al-Mubtadi, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtisharil Muqni', karya Syaikh Musa bin Ahmad al-Hajjaawi (w. 968 H)
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
Yang harus diperhatikan ketika mempelajarinya:
1. Mengetahui makna kalimat dalam setiap permasalahan
2. Mengetahui gambaran masalah yang disebutkan
3. Mengetahui hukum-hukumnya
4. Mengetahui dalil-dalil dalam masalah yang ada, disertai cara pendalilannya
Yang kudu dilakukan:
1. Menghafal salah satu matan no. 1 - 5 yang disebutkan di atas
2. Membaca dan mempelajarinya dibimbing guru bermazhab Hanbali yang mutakhashish yang ngerti metodenya Hanabilah Muta'akhirin
3. Pelajari matan no. 1 - 5 sampai selesai disertai menelaah dan mendiskusikan masalah-masalah yang ada kepada guru ataupun teman
4. Kalo udah selesai semuanya baru mempelajari Ar-Raudh Al-Murbi' karya Imam Al-Buhuti dan ta'liqnya. Selesai marhalah awwal. [ ]
====
Qultu:
Perjalanan masih sangat amat panjang sekali, Lur. Ganbatte kudasai!
Pengen info lengkap? Baca buku yang ada di pic.
Tadi malam kita sudah mengetahui bacaan buat marhalah awwal dalam mempelajari fikih Hanbali. Sekarang kitab-kitab syarahnya.
1. Akhsar Al-Mukhtasharaat, syarahnya a.l.
- Kasyful Mukhaddaraat war Riyaadh Al- Muzhiraat li Syarhi Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili (w. 1192 H).
- Al-Fawaa
- Haasyiyah 'ala Akhsharil Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdul Qadir bin Badraan (w. 1346 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma'aarib, syahrahnya a.l.
- Hidaayah Ar-Raagib li Syarhi 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh 'Utsman bin Ahmad bin Qaid an-Najdi (w. 1097 H)
- Syarh 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
3. Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, syarahnya a.l.
- Nailul Ma
- Maslakur Raaghib li Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Ibrahim bin Abi Bakar al-'Aufi (w. 1094)
- Syarh Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Abdullah bin Ahmad bin Yahya al-Maqdisi (w. 1091)
- Al-Jam'u baina Daliil Ath-Thaalib wa ghairuhu, karya Syaikh Hamid bin Khidir bin Jaad Aalu Bakr
4. Kaafii Al-Mubtadii, syarahnya a.l.
- Ar-Raudh An-Nadii Syarh Kaafii Al-Mubtadii, karya Syaikh Ahmad bin Abdillah bin Ahmad al-Ba'ili (w. 1189 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtishaar Al-Muqni', syarahnya a.l.
- Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051)
- Asy-Syarhul Mumti' 'ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (w. 1421 H)
- Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
- Syarh Kitaab Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Hamd bin Abdillah al-Hamd
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', haasyiyahnya a.l.
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdul Wahhab bin Syaikh Muhammad bin Fairuz al-Wuhaibi al-Ahsaa`i (w. 1205 H)
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Anqari (w. 1373 H)
- Taqriraat oleh As-Samaahatus Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh (w. 1389 H)
Sumber: Idem dengan status tadi malam.
1. Akhsar Al-Mukhtasharaat, syarahnya a.l.
- Kasyful Mukhaddaraat war Riyaadh Al- Muzhiraat li Syarhi Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili (w. 1192 H).
- Al-Fawaa
id Al-Muntakhabaat fii Syarhi Akhsar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh 'Utsman bin Abdillah bin Jaami' al-Ahsaa
i (w. 1240 H)- Haasyiyah 'ala Akhsharil Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdul Qadir bin Badraan (w. 1346 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma'aarib, syahrahnya a.l.
- Hidaayah Ar-Raagib li Syarhi 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh 'Utsman bin Ahmad bin Qaid an-Najdi (w. 1097 H)
- Syarh 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
3. Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, syarahnya a.l.
- Nailul Ma
aarib bi Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Abdul Qadir bin 'Umar (w. 1135 H)
- Manaarus Sabiil Syarh Ad-Daliil, karya Syaikh Ibrahim bin Muhammad an-Najdi masyhur disebut dengan Ibnu Dhauyaan (w. 1353)
- Nailul Mathaalib li Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Al-Muammar Muhammad bin Sulaiman Aalu Jaraah al-Hanbali (w. 1417)
- Fathu Wahaab Al-Ma
aarib 'ala Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Ahmad bin Muhammad bin 'Audh al-Mardaawi (w. 1140 H)- Maslakur Raaghib li Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Ibrahim bin Abi Bakar al-'Aufi (w. 1094)
- Syarh Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Abdullah bin Ahmad bin Yahya al-Maqdisi (w. 1091)
- Al-Jam'u baina Daliil Ath-Thaalib wa ghairuhu, karya Syaikh Hamid bin Khidir bin Jaad Aalu Bakr
4. Kaafii Al-Mubtadii, syarahnya a.l.
- Ar-Raudh An-Nadii Syarh Kaafii Al-Mubtadii, karya Syaikh Ahmad bin Abdillah bin Ahmad al-Ba'ili (w. 1189 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtishaar Al-Muqni', syarahnya a.l.
- Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051)
- Asy-Syarhul Mumti' 'ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (w. 1421 H)
- Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
- Syarh Kitaab Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Hamd bin Abdillah al-Hamd
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', haasyiyahnya a.l.
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdul Wahhab bin Syaikh Muhammad bin Fairuz al-Wuhaibi al-Ahsaa`i (w. 1205 H)
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Anqari (w. 1373 H)
- Taqriraat oleh As-Samaahatus Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh (w. 1389 H)
Sumber: Idem dengan status tadi malam.
👍1
Setelah kita mengetahui kitab-kitab fikih dalam mazhab Hanbali, sekarang sebagai penunjang perlu kita ketahui kitab-kitab hadits ahkam yang disusun oleh para ulama Hanabilah.
1. 'Umdah Al-Ahkaam, karya Al-Hafizh Abdul Ghani bin Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 600 H). Beliau menyusun hadits-hadits ahkam yang disepekati oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Jumlah hadits dalam kitab ini 430 hadits.
2. Al-'Umdatul Kubraa fii Ahaaditsil Ahkaam, ini kakaknya 'Umdah Al-Ahkaam masih karya beliau juga. Jumlah hadits dalam kitab ini 949 hadits.
3. Al-Muharrar fiil Hadiits, karya Al-Imam Al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Jamaa'iili ash-Shaalihi, dikenal dengan sebutan Ibnu Abdil Hadi (w. 744 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Keistimewaan kitab ini, beliau menyebutkan hukum terkait status hadits baik menurut penilaian beliau sendiri maupun menukil dari yang lain.
Sistematika penulisan mengikuti urutan bab fikih yang disusun oleh fuqaha Hanabilah. Memulainya dengan bab Thaharah dan mengakhirinya dengan bab Al-Jaami' fiil Aadaab dan Ath-Thibb. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.324 hadits.
4. Kifaayatul Mustaqni' li Addilatil Muqni', karya Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Abdillah al-Mardawi al-Maqdisi (w. 769 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Penyusunan bab-babnya seperti susunan bab dalan kitab Al-Muqni' (karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah). Jumlah hadits dalam kitab ini 1.777 hadits.
5. Ihkaamudz Dzarii'ah ilaa Ahkaamisy Syarii'ah, karya Al-Imam Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Mas'ud as-Surramarri al-Hanbali (w. 776 H). Keistimewaan kitab ini, beliau memulai setiap babnya dengan menyebutkan ayat-ayat dalam Al-Qur`an yang berkaitan dengan hukum-hukum.
Pembahasannya dimulai dengan kitab Al-Iimaan was Sunnah. Yakni berisi hadits-hadits yang disepakati oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Asy-Syaikhaini. Kemudian kitab Thaharah, lalu diakhiri dengan kitab Al-Aadaab, dan menyebutkan di dalamnya tiga belas pasal tentang birrul walidain, mangakhirknya dengan pembahasan tentang takwa dan akhlak mulia.
Keistimewaan kitab ini memulai setiap babnya dengan ayat-ayat ahkam. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.867 hadits.
6. Al-Muntaqa fiil Ahkaamisy Syarii'ah min Kalaami Sayyidil Bariyyah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam wa 'ala Aalihi Al-Muthahhariina wa Shahbihi Ar-Raasyidiina wa Sallama Tasliimaan, karya Majduddin 'Abdus Salam bin Abdillah al-Qasim al-Harrani (w. 652 H), beliau ini kakeknya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau menyusun hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Metodenya dalam takhrij hadits seperti kitab Ihkaam Adz-Dzarii'ah. Sistematika susunannya mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah dalam fikih. Beliau pun menyebutkan istidlal dalam sebagian permasalahan. Beliau membagi kitab ini jadi lima puluh empat kitab, per kitabnya terdiri beberapa puluh bab, jumlah hadits dalam kitab ini 4.000 hadits.
Qultu: Kitab ini disyarah oleh Imam Asy-Syaukani dengan judul Nailul Authar.
7. As-Sunnan wal Ahkaam 'anil Musthafa 'alaihi Afdhaalu Ash-Shalaatu was Sallaam, karya Al-Imam Al-Hafizh Dhiyaa`uddin Abi Abdillah Muhammad bin 'Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 643 H). Kitab ini termasuk kitab yang besar dan banyak mengumpulkan hadits-hadits ahkam, tapi sayangnya gak selesai, hanya sampai kitab Ar-Riddah.
Susunan kitab ini mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah. Tidaklah beliau menyebutkan hadits-haditsnya kecuali disertai menjelaskan 'lllahnya. Jumlah hadits dalam kitab ini 6.397 hadits.
Sumber: Idem lagi.
1. 'Umdah Al-Ahkaam, karya Al-Hafizh Abdul Ghani bin Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 600 H). Beliau menyusun hadits-hadits ahkam yang disepekati oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Jumlah hadits dalam kitab ini 430 hadits.
2. Al-'Umdatul Kubraa fii Ahaaditsil Ahkaam, ini kakaknya 'Umdah Al-Ahkaam masih karya beliau juga. Jumlah hadits dalam kitab ini 949 hadits.
3. Al-Muharrar fiil Hadiits, karya Al-Imam Al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Jamaa'iili ash-Shaalihi, dikenal dengan sebutan Ibnu Abdil Hadi (w. 744 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Keistimewaan kitab ini, beliau menyebutkan hukum terkait status hadits baik menurut penilaian beliau sendiri maupun menukil dari yang lain.
Sistematika penulisan mengikuti urutan bab fikih yang disusun oleh fuqaha Hanabilah. Memulainya dengan bab Thaharah dan mengakhirinya dengan bab Al-Jaami' fiil Aadaab dan Ath-Thibb. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.324 hadits.
4. Kifaayatul Mustaqni' li Addilatil Muqni', karya Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Abdillah al-Mardawi al-Maqdisi (w. 769 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Penyusunan bab-babnya seperti susunan bab dalan kitab Al-Muqni' (karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah). Jumlah hadits dalam kitab ini 1.777 hadits.
5. Ihkaamudz Dzarii'ah ilaa Ahkaamisy Syarii'ah, karya Al-Imam Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Mas'ud as-Surramarri al-Hanbali (w. 776 H). Keistimewaan kitab ini, beliau memulai setiap babnya dengan menyebutkan ayat-ayat dalam Al-Qur`an yang berkaitan dengan hukum-hukum.
Pembahasannya dimulai dengan kitab Al-Iimaan was Sunnah. Yakni berisi hadits-hadits yang disepakati oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Asy-Syaikhaini. Kemudian kitab Thaharah, lalu diakhiri dengan kitab Al-Aadaab, dan menyebutkan di dalamnya tiga belas pasal tentang birrul walidain, mangakhirknya dengan pembahasan tentang takwa dan akhlak mulia.
Keistimewaan kitab ini memulai setiap babnya dengan ayat-ayat ahkam. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.867 hadits.
6. Al-Muntaqa fiil Ahkaamisy Syarii'ah min Kalaami Sayyidil Bariyyah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam wa 'ala Aalihi Al-Muthahhariina wa Shahbihi Ar-Raasyidiina wa Sallama Tasliimaan, karya Majduddin 'Abdus Salam bin Abdillah al-Qasim al-Harrani (w. 652 H), beliau ini kakeknya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau menyusun hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Metodenya dalam takhrij hadits seperti kitab Ihkaam Adz-Dzarii'ah. Sistematika susunannya mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah dalam fikih. Beliau pun menyebutkan istidlal dalam sebagian permasalahan. Beliau membagi kitab ini jadi lima puluh empat kitab, per kitabnya terdiri beberapa puluh bab, jumlah hadits dalam kitab ini 4.000 hadits.
Qultu: Kitab ini disyarah oleh Imam Asy-Syaukani dengan judul Nailul Authar.
7. As-Sunnan wal Ahkaam 'anil Musthafa 'alaihi Afdhaalu Ash-Shalaatu was Sallaam, karya Al-Imam Al-Hafizh Dhiyaa`uddin Abi Abdillah Muhammad bin 'Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 643 H). Kitab ini termasuk kitab yang besar dan banyak mengumpulkan hadits-hadits ahkam, tapi sayangnya gak selesai, hanya sampai kitab Ar-Riddah.
Susunan kitab ini mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah. Tidaklah beliau menyebutkan hadits-haditsnya kecuali disertai menjelaskan 'lllahnya. Jumlah hadits dalam kitab ini 6.397 hadits.
Sumber: Idem lagi.
Kitab-Kitab Ushul Fikih Karya Ulama Hanabilah
Berikut kitab-kitab ushul fikih dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh para ulamanya. Urutan bukan berdasarkan level, tetapi berdasasarkan tahun hijriah wafatnya para penulis rahimahumullah, di antaranya ialah:
1. Risaalah fii Ushul Al-Fiqh, karya Al-Akbariy (w. 428)
2. Al-'Uddah, karya Al-Qadhi Abu Ya'la (w. 458)
3. At-Tamhhiid, karya Abul Khathaab (w. 510)
4. Al-Waadhih, karya Ibnu 'Aqiil (w. 513)
5. Raudhatun Naadzir, karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620)
6. Al-Musawwadah, karya keluarga Taimiyyah: Majduddin (w. 652), Syihhaabuddin (w. 682), dan Taqiyuddin (w. 728)
7. Al-Iidhaah li Qawaaniin Al-Ishthilaah, karya Ibnul Jauziy (w. 656)
8. Mukhtashar Raudhah An-Naadzir, karya Al-Ba'iliy (w. 709)
9. Al-Bulbul Mukhtashar Ar-Raudhah wa Syarhahhu, karya Ath-Thuufiy (w. 716)
10. Qawaa`idul Ushuul wa Ma'aaqidul Fushuul, karya Al-Baghdadi (w. 739)
11. Ushuul Fiqhi, karya Ibnu Muflih (w. 763)
12. Al-Mukhtashar fii Ushuulil Fiqh, karya Ibnu Al-Lahaam (w. 803)
13. At-Tahriir wa Syarhahhu At-Tahbiir, karya Al-Mardaawiy (w. 858)
14. Ghaayatus Suul ilaa 'Ilmil 'Ushuul wa Syarhahhu, karya Ibnu 'Abdil Hhaadiy (w. 909)
15. Al-Kawkibul Muniir Mukhtashar At-Tahriir wa Syarhahhu, karya Al-Futuuhiy (w. 972)
16. Mukhtashar fii 'Ilmi 'Ushuul Fiqh, karya Al-Abaabuthain (w. 1282)
17. Al-Madkhal ilaa Madzhhab Al-Imaam Ahmad, karya Ibnu Badraan (w. 1346)
18. Nuzhhatul 'Aathir Syarh Ar-Raudhah An-Naadzir, karya Ibnu Badraan (w. 1346)
Terus yang kudu dipelajari yang mana?
Level pertama, Al-Ushuul min 'Ilmil Ushuul karya Syaikh Ibnu 'Utsaimin. Syarahnya setahu saya untuk Al-Ushuul bisa pakai karya beliau sendiri atau syarah dari Dr. Sa'ad asy-Syatsiriy. Jangan lupa barengi dengan Al-Waraqaat karya Al-Juwainiy, syarahnya pakai karya Dr. Abdullah al-Fauzan. Pengen mantep lagi sekalian sama syarah Nazham Al-Waraqaat karya Syaikh Ibnu 'Utsaimin.
Level kedua, Al-Bulbul Mukhtashar Ar-Raudhah wa Syarhahhu, karya Al-Imam Ath-Thuufiy.
Level ketiga, Syarh Mukhtashar At-Tahriir yang masyhur disebut Syarh Al-Kawkibul Muniir, karya Al-Imam Ibnu Najjaar.
Level keempat, Ar-Raudhatun Naadzir karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah.
====
Qultu: Ini yang saya ketahui. Jika ada yang mau menambahkan atau mengoreksi silakan, saya senang sekali. Oh ya tulisan di atas saya ramu dari feqhweb dan islamweb.
Berikut kitab-kitab ushul fikih dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh para ulamanya. Urutan bukan berdasarkan level, tetapi berdasasarkan tahun hijriah wafatnya para penulis rahimahumullah, di antaranya ialah:
1. Risaalah fii Ushul Al-Fiqh, karya Al-Akbariy (w. 428)
2. Al-'Uddah, karya Al-Qadhi Abu Ya'la (w. 458)
3. At-Tamhhiid, karya Abul Khathaab (w. 510)
4. Al-Waadhih, karya Ibnu 'Aqiil (w. 513)
5. Raudhatun Naadzir, karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620)
6. Al-Musawwadah, karya keluarga Taimiyyah: Majduddin (w. 652), Syihhaabuddin (w. 682), dan Taqiyuddin (w. 728)
7. Al-Iidhaah li Qawaaniin Al-Ishthilaah, karya Ibnul Jauziy (w. 656)
8. Mukhtashar Raudhah An-Naadzir, karya Al-Ba'iliy (w. 709)
9. Al-Bulbul Mukhtashar Ar-Raudhah wa Syarhahhu, karya Ath-Thuufiy (w. 716)
10. Qawaa`idul Ushuul wa Ma'aaqidul Fushuul, karya Al-Baghdadi (w. 739)
11. Ushuul Fiqhi, karya Ibnu Muflih (w. 763)
12. Al-Mukhtashar fii Ushuulil Fiqh, karya Ibnu Al-Lahaam (w. 803)
13. At-Tahriir wa Syarhahhu At-Tahbiir, karya Al-Mardaawiy (w. 858)
14. Ghaayatus Suul ilaa 'Ilmil 'Ushuul wa Syarhahhu, karya Ibnu 'Abdil Hhaadiy (w. 909)
15. Al-Kawkibul Muniir Mukhtashar At-Tahriir wa Syarhahhu, karya Al-Futuuhiy (w. 972)
16. Mukhtashar fii 'Ilmi 'Ushuul Fiqh, karya Al-Abaabuthain (w. 1282)
17. Al-Madkhal ilaa Madzhhab Al-Imaam Ahmad, karya Ibnu Badraan (w. 1346)
18. Nuzhhatul 'Aathir Syarh Ar-Raudhah An-Naadzir, karya Ibnu Badraan (w. 1346)
Terus yang kudu dipelajari yang mana?
Level pertama, Al-Ushuul min 'Ilmil Ushuul karya Syaikh Ibnu 'Utsaimin. Syarahnya setahu saya untuk Al-Ushuul bisa pakai karya beliau sendiri atau syarah dari Dr. Sa'ad asy-Syatsiriy. Jangan lupa barengi dengan Al-Waraqaat karya Al-Juwainiy, syarahnya pakai karya Dr. Abdullah al-Fauzan. Pengen mantep lagi sekalian sama syarah Nazham Al-Waraqaat karya Syaikh Ibnu 'Utsaimin.
Level kedua, Al-Bulbul Mukhtashar Ar-Raudhah wa Syarhahhu, karya Al-Imam Ath-Thuufiy.
Level ketiga, Syarh Mukhtashar At-Tahriir yang masyhur disebut Syarh Al-Kawkibul Muniir, karya Al-Imam Ibnu Najjaar.
Level keempat, Ar-Raudhatun Naadzir karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah.
====
Qultu: Ini yang saya ketahui. Jika ada yang mau menambahkan atau mengoreksi silakan, saya senang sekali. Oh ya tulisan di atas saya ramu dari feqhweb dan islamweb.
❤1
Bagaimana Mengetahui Pendapat Mu'tamad dalam Mazhab Hanbali?
Yang masyhur dari mazhab menurut ulama Muta'akhirin yakni, setiap apa saja yang disepakati di dua kitab; "Al-Iqnaa'" dan "Al-Muntahhaa" karena dikeduanya banyak penelitian. Jika di keduanya ada perbedaan, maka merujuklah ke "Al-Ghaayah."
Imam As-Safarini (w. 1888) menyampaikan wasiatnya kepada para muridnya orang-orang Nejd, "Berpeganglah kalian kepada dua kitab: Al-Iqnaa dan Al-Muntahhaa, jika di keduanya ada perselisihan lihatlah apa yang dirajihkan oleh penulis Al-Ghaayah."
Syaikh Muhammad Aalu Ismail berkata, "Jika ada yang diperselisihkan di dua kitab tersebut maka rujuklah ke kitab Ghaayatul Muntahhaa fiil Jam'i bainal Iqnaa wal Muntahhaa dan syarahnya yakni Mathaalib Ulin Nuhhaa."
Join on Telegram @sunnaheduofficial
Yang masyhur dari mazhab menurut ulama Muta'akhirin yakni, setiap apa saja yang disepakati di dua kitab; "Al-Iqnaa'" dan "Al-Muntahhaa" karena dikeduanya banyak penelitian. Jika di keduanya ada perbedaan, maka merujuklah ke "Al-Ghaayah."
Imam As-Safarini (w. 1888) menyampaikan wasiatnya kepada para muridnya orang-orang Nejd, "Berpeganglah kalian kepada dua kitab: Al-Iqnaa dan Al-Muntahhaa, jika di keduanya ada perselisihan lihatlah apa yang dirajihkan oleh penulis Al-Ghaayah."
Syaikh Muhammad Aalu Ismail berkata, "Jika ada yang diperselisihkan di dua kitab tersebut maka rujuklah ke kitab Ghaayatul Muntahhaa fiil Jam'i bainal Iqnaa wal Muntahhaa dan syarahnya yakni Mathaalib Ulin Nuhhaa."
Join on Telegram @sunnaheduofficial
Bacaan Lanjutan Fikih Hanbali
1. Muntahhaa Al-Iraadaat fii Jam'i Al-Muqni' maa' At-Tanqiih wa Ziyaadaat, cukup panjang judulnya, tapi biasa dikenal dengan judul Muntahhaa Al-Iraadaat saja.
Kitab ini ditulis oleh Al-Faqih Al-Imam Ibnu Najjaar al-Futuhiy (w. 972). Disebutkan bahwa kitab ini kitab yang mu'tamad dan ringkas. Klo dengan tahqiq dari Syaikh Abdullah at-Turkiy jumlah halamannya 901 halaman. Hm ...
Dalam menyusun kitab ini, Imam Ibnu Najjaar mengumpulkan permasalahan yang ada dari dua kitab (ketahuan dari judulnya kan), yakni kitab Al-Muqni' karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620) dan At-Tanqiih karya 'Alaauddin Al-Mardaawiy (w. 885) plus tambahan pembahasan dari Ibnu Najjaar sendiri.
Metode penulisannya menjelaskan qaul yang shahih dan rajih dalam mazhab. Dan kitab ini dijadikan rujukan para ulama Hanabilah dalam masalah peradilan, fatwa, dan KBM.
Syarah dan haasyiyah untuk kitab ini a.l.:
- Ma'uunah Uuliin Nuhhaa Syarh Al-Muntaha, karya beliau sendiri.
- Daqaaiq Uuliin Nuhhaa lisyarhil Muntahhaa biasa dikenal dengan Syarh Muntahhaa Al-Iraadaat, karya Al-Buhutiy (w. 1051). Al-Buhuti pun punya haasyiyah atas kitab ini.
- Haasyiyah Ibnu Qaaid 'ala Muntahhaa Al-Iraadaat, karya Ibnu Qaaid an-Najdiy (w. 1097)
2. Al-Iqnaa' fii Fiqhi Al-Imaam Ahmad ibn Hanbal, karya Syarifuddin Abun Najaa Musa al-Hajjaawiy (w. 968) shahib Zaad Al-Mustaqni'.
Disebutkan bahwa kitab ini hasil perkawinan antara kitab Al-Furuu' karya Ibnu Muflih (w. 763) salah satu murid cerdasnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (w. 728) dengan Al-Inshaaf, Tashiihul Furuu', dan At-Tanqiih karya 'Alaauddin Al-Mardaawiy (w. 885) . Di dalamnya terdapat aqwal para ulama Hanabilah era Mutaqaddimiin dan Muta'akhiriin. Ketika terjadi khilaf, Al-Hajjawwiy memilih pentashihan masalah dari gurunya Al-Mardaawiy yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (w. 728). Dan dalam beberapa permasalahan Al-Hajjawwiy memiliki pendapat berbeda dengan pendapat yang masyhur dalam mazhab.
Syaikh Abdul Lathif Muhammad Musa telah mentahqiq kitab ini, jumlahnya empat jilid.
Ibnul 'Imaad (w. 970) memberikan testimoni terhadap kitab ini, "Tidak ada kitab seperti ini yang ditulis yang penuh dengan nukilan dan menyajikan banyak permasalahan."
Syarah dan haasyiyah untuk kitab ini:
- Kasyaaful Qinaa' fii Syarhil Iqnaa', karya Al-Buhutiy (w. 1051). Beliau pun punya haasyiyah atas Al-Iqnaa' ini.
3. Al-Inshaaf fii Ma'rifatir Raajih minal Khilaaf, karya 'Alauddin 'Ali bin Sulaiman al-Mardaawiy (w. 885).
Kitab ini merupakan kitab muqaaran (perbandingan) intern mazhab. Di dalamnya dikumpulkan riwayat-riwayat yang warid di setiap masalah fikih dari Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241) dan menyebutkan yang mu'tamad dalam madzhab darinya berdasarkan qiyas, ushul, dan nushushnya. Serta banyak memberikan catatan faedah terkait khilaf yang terjadi.
Terkait sebab penulisan kitab ini, beliau menyampaikan dalam mukadimahnya, "Sesungguhnya kitab Al-Muqni' karya Syaikhul Islam Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620) merupakan kitab yang sangat besar manfaatnya. Sayangnya, beliau memutlakkan sebagian masalah yang diperselisihkan tanpa adanya tarjih. Oleh karena itu, aku memandang perlu adanya pentashihan dalam perkara ini." Selesai dengan diringkas kas banget. Capek ngetiknya.
4. Al-Furuu' fiil Fiqhi Al-Hanbaliy, karya Al-Qaadhiy Syamsuddin Muhammad bin Muflih ad-Dimasyqiy (w. 763).
Disebutkan bahwa kitab ini merupakan kitab yang utama yang mengumpulkan aqwal para ulama dalam banyak masalah dengan gaya bahasa yang mudah. Beliau pun menyajikan dalil dan ta'lil (argumen) yang argumennya ini disajikan dengan mudah agar dihafal dan dipahami.
Katanya di mukadimahnya, "Ini adalah kitab fikih berdasarkan mazhab Al-Imam Abi Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibaniy radhiyallahu 'anhu. Aku telah bersungguh-sungguh merangkum dan menyuntingnya agar bermanfaat untuk para santri."
Ibnu Abdil Hhaadiy (w. 909) memberikan testimoni, "Kitab ini merupakan sapu jagadnya mazhab."
Kitab ini tercetak bersama tashih dan haasyiyahnya yang ditahqiq oleh Syaikh Abdullah at-Turkiy sebanyak dua belas jilid. [ ]
====
Qultu:
1. Muntahhaa Al-Iraadaat fii Jam'i Al-Muqni' maa' At-Tanqiih wa Ziyaadaat, cukup panjang judulnya, tapi biasa dikenal dengan judul Muntahhaa Al-Iraadaat saja.
Kitab ini ditulis oleh Al-Faqih Al-Imam Ibnu Najjaar al-Futuhiy (w. 972). Disebutkan bahwa kitab ini kitab yang mu'tamad dan ringkas. Klo dengan tahqiq dari Syaikh Abdullah at-Turkiy jumlah halamannya 901 halaman. Hm ...
Dalam menyusun kitab ini, Imam Ibnu Najjaar mengumpulkan permasalahan yang ada dari dua kitab (ketahuan dari judulnya kan), yakni kitab Al-Muqni' karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620) dan At-Tanqiih karya 'Alaauddin Al-Mardaawiy (w. 885) plus tambahan pembahasan dari Ibnu Najjaar sendiri.
Metode penulisannya menjelaskan qaul yang shahih dan rajih dalam mazhab. Dan kitab ini dijadikan rujukan para ulama Hanabilah dalam masalah peradilan, fatwa, dan KBM.
Syarah dan haasyiyah untuk kitab ini a.l.:
- Ma'uunah Uuliin Nuhhaa Syarh Al-Muntaha, karya beliau sendiri.
- Daqaaiq Uuliin Nuhhaa lisyarhil Muntahhaa biasa dikenal dengan Syarh Muntahhaa Al-Iraadaat, karya Al-Buhutiy (w. 1051). Al-Buhuti pun punya haasyiyah atas kitab ini.
- Haasyiyah Ibnu Qaaid 'ala Muntahhaa Al-Iraadaat, karya Ibnu Qaaid an-Najdiy (w. 1097)
2. Al-Iqnaa' fii Fiqhi Al-Imaam Ahmad ibn Hanbal, karya Syarifuddin Abun Najaa Musa al-Hajjaawiy (w. 968) shahib Zaad Al-Mustaqni'.
Disebutkan bahwa kitab ini hasil perkawinan antara kitab Al-Furuu' karya Ibnu Muflih (w. 763) salah satu murid cerdasnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (w. 728) dengan Al-Inshaaf, Tashiihul Furuu', dan At-Tanqiih karya 'Alaauddin Al-Mardaawiy (w. 885) . Di dalamnya terdapat aqwal para ulama Hanabilah era Mutaqaddimiin dan Muta'akhiriin. Ketika terjadi khilaf, Al-Hajjawwiy memilih pentashihan masalah dari gurunya Al-Mardaawiy yakni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (w. 728). Dan dalam beberapa permasalahan Al-Hajjawwiy memiliki pendapat berbeda dengan pendapat yang masyhur dalam mazhab.
Syaikh Abdul Lathif Muhammad Musa telah mentahqiq kitab ini, jumlahnya empat jilid.
Ibnul 'Imaad (w. 970) memberikan testimoni terhadap kitab ini, "Tidak ada kitab seperti ini yang ditulis yang penuh dengan nukilan dan menyajikan banyak permasalahan."
Syarah dan haasyiyah untuk kitab ini:
- Kasyaaful Qinaa' fii Syarhil Iqnaa', karya Al-Buhutiy (w. 1051). Beliau pun punya haasyiyah atas Al-Iqnaa' ini.
3. Al-Inshaaf fii Ma'rifatir Raajih minal Khilaaf, karya 'Alauddin 'Ali bin Sulaiman al-Mardaawiy (w. 885).
Kitab ini merupakan kitab muqaaran (perbandingan) intern mazhab. Di dalamnya dikumpulkan riwayat-riwayat yang warid di setiap masalah fikih dari Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241) dan menyebutkan yang mu'tamad dalam madzhab darinya berdasarkan qiyas, ushul, dan nushushnya. Serta banyak memberikan catatan faedah terkait khilaf yang terjadi.
Terkait sebab penulisan kitab ini, beliau menyampaikan dalam mukadimahnya, "Sesungguhnya kitab Al-Muqni' karya Syaikhul Islam Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620) merupakan kitab yang sangat besar manfaatnya. Sayangnya, beliau memutlakkan sebagian masalah yang diperselisihkan tanpa adanya tarjih. Oleh karena itu, aku memandang perlu adanya pentashihan dalam perkara ini." Selesai dengan diringkas kas banget. Capek ngetiknya.
4. Al-Furuu' fiil Fiqhi Al-Hanbaliy, karya Al-Qaadhiy Syamsuddin Muhammad bin Muflih ad-Dimasyqiy (w. 763).
Disebutkan bahwa kitab ini merupakan kitab yang utama yang mengumpulkan aqwal para ulama dalam banyak masalah dengan gaya bahasa yang mudah. Beliau pun menyajikan dalil dan ta'lil (argumen) yang argumennya ini disajikan dengan mudah agar dihafal dan dipahami.
Katanya di mukadimahnya, "Ini adalah kitab fikih berdasarkan mazhab Al-Imam Abi Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibaniy radhiyallahu 'anhu. Aku telah bersungguh-sungguh merangkum dan menyuntingnya agar bermanfaat untuk para santri."
Ibnu Abdil Hhaadiy (w. 909) memberikan testimoni, "Kitab ini merupakan sapu jagadnya mazhab."
Kitab ini tercetak bersama tashih dan haasyiyahnya yang ditahqiq oleh Syaikh Abdullah at-Turkiy sebanyak dua belas jilid. [ ]
====
Qultu:
Bacaan Tingkat Tinggi Fikih Hanbali
Kita lanjutkan postingan kemarin, masih tentang kitab-kitab fikih Hanbali yang sepatutnya diketahui oleh Hanabilah Nusantara sebelum menyelami satu per satu kitab-kitab yang telah disebutkan. Kini tentang bacaan tingkat tingginya, yakni:
1. Asy-Syarhul Kabiir 'alaal Muqni', karya Syamsuddin Abul Faraj Abdurrahman bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy (w. 682), keponakannya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620).
Disebutkan bahwa Syamsuddin Abul Faraj meminta izin kepada pamannya untuk menulis penjelasan atas kitab Al-Muqni' yang ditulis oleh pamannya sendiri. Kitab Al-Muqni' ini merupakan kitab yang disusun oleh Al-Muwaffaq yang di dalamnya menyebutkan dua riwayat dalam mazhab dalam suatu permasalahan.
Syamsuddin Abul Faraj menyusun syarahnya yang diambil dari kitab Al-Mughniy karya pamannya, Al-Muwaffaq. Di dalamnya disebutkan perkara-perkara furu', wujuh (suatu hukum yang diterima pada suatu permasalahan dari ash-haab Al-Imam), dan riwayat (suatu hukum yang diriwayatkan dari Al-Imam dalam suatu permasalahan). Beliau tidak meninggalkan penjelasan dari Al-Mughniy kecuali sedikit saja.
Metode penyusunannya menyebutkan dulu masalah yang ada di kitab Al-Muqni' lalu menjelaskannya kemudian menyebutkan pendapat pamannya serta yang menyelisihinya. Selain itu, menyebutkan pula dalil lalu argumen yang dipilihnya kemudian menyebutkan dalil yang menyelisihinya. Alhasil, metodenya ini berjalan di atas ikatan dalam mazhab Al-Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu 'anhu.
Bakr Abu Zaid (w. 1429) mengatakan di kitabnya Al-Madkhal Al-Mufashal li Madzhab Al-Imaam Ahmad, "Ada tiga perbedaan antara Asy-Syarhul Kabiir dengan Al-Mughniy:
- Ada sebagian pembahasan dari Al-Mughniy yang dilewatkannya.
- Menambahkan beberapa riwayat dan wujuh.
- Mengaitkan hadits-hadits dalam suatu permasalahan yang dilewatkan oleh pamannya di Al-Mughniy.
2. Al-Mughniy, salah satu kitab besar dalam fikih Islam untuk disiplin ilmu perbandingan mazhab ini merupakan masterpiecenya Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy (w. 620), salah seorang ulama era Mutawashithiin.
Kitab ini adalah syarah atas mukhtashar fikih Hanbali yang ditulis oleh Abul Qaasim 'Umar bin Al-Husain bin Abdillah al-Khiraqiy (w. 334), seorang ulama era Mutaqaddimiin.
Al-Mughniy disusun oleh Al-Muwaffaq dengan menyajikan permasalahan dan dalilnya, lalu menyebutkan pendapat tak hanya intern mazhab yang memiliki beberapa riwayat tapi juga menyebutkan pendapat dari mazhab-mazhab lain beserta dalilnya. Kemudian menyebutkan pendapatnya dengan perkataan "wa lana".
Berikut beberapa testimoni terkait kitab ini:
" Salah satu kitab dalam fikih Islam yang agung, di mana penulisnya telah mencurahkan kemampuannya sehingga menjadi karya yang diharapkan umat. Beliau melakukannya sunguh-sungguh dan dengan baik, sehingga mazhab ini harum dengannya dan umat mempelajarinya," kata Ibnu Badraan (w. 1346).
'Izzuddin bin 'Abdissalaam (w. 660) berkata, "Tidaklah aku melihat kitab-kitab fikih Islam yang seperti Al-Muhallaa karya Ibnu Hazm dan kitab Al-Mughniy karya Syaikh Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah terkait kualitasnya. Mereka telah melakukan pencapaian yang luar biasa." Dikesempatan lain beliau berkata, "Tidaklah aku memberikan fatwa kecuali setelah merujuk kepada Al-Mughniy."
Adz-Dzahhabiy (w. 748) mengomentari testimoni di atas, "Benarlah apa yang dikatakan oleh 'Izzuddin bin 'Abdissalaam, dan kitab yang ketiga ialah As-Sunanul Kubraa karya Al-Baihaqiy, yang keempat At-Tamhhiid karya Ibnu 'Abdil Barr."
Bakr Abu Zaid (w. 1429) berkata, "Di dalam kitab Al-Mughniy mengandung dalil-dalil, khilaf yang tinggi antarmazhab, dan khilaf intern mazhab. Juga terdapat argumen untuk menunjang hukum yang ada, menyimpulkan khilaf, dan faedahnya. Tujuannya adalah untuk membuka gerbang pemahaman ijtihad dalam permasalahan-permasalahan fikih."
#end ...
====
Qultu:
Buat kita yang masih newbie, jangan coba-coba bergaya Fulan gak ada dalilnya, Alan dalilnya lemah. Gak ada dalil atau Anda yang belum tahu dalil? Dalilnya lemah ataukah Anda yang lemah pem
Kita lanjutkan postingan kemarin, masih tentang kitab-kitab fikih Hanbali yang sepatutnya diketahui oleh Hanabilah Nusantara sebelum menyelami satu per satu kitab-kitab yang telah disebutkan. Kini tentang bacaan tingkat tingginya, yakni:
1. Asy-Syarhul Kabiir 'alaal Muqni', karya Syamsuddin Abul Faraj Abdurrahman bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy (w. 682), keponakannya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah (w. 620).
Disebutkan bahwa Syamsuddin Abul Faraj meminta izin kepada pamannya untuk menulis penjelasan atas kitab Al-Muqni' yang ditulis oleh pamannya sendiri. Kitab Al-Muqni' ini merupakan kitab yang disusun oleh Al-Muwaffaq yang di dalamnya menyebutkan dua riwayat dalam mazhab dalam suatu permasalahan.
Syamsuddin Abul Faraj menyusun syarahnya yang diambil dari kitab Al-Mughniy karya pamannya, Al-Muwaffaq. Di dalamnya disebutkan perkara-perkara furu', wujuh (suatu hukum yang diterima pada suatu permasalahan dari ash-haab Al-Imam), dan riwayat (suatu hukum yang diriwayatkan dari Al-Imam dalam suatu permasalahan). Beliau tidak meninggalkan penjelasan dari Al-Mughniy kecuali sedikit saja.
Metode penyusunannya menyebutkan dulu masalah yang ada di kitab Al-Muqni' lalu menjelaskannya kemudian menyebutkan pendapat pamannya serta yang menyelisihinya. Selain itu, menyebutkan pula dalil lalu argumen yang dipilihnya kemudian menyebutkan dalil yang menyelisihinya. Alhasil, metodenya ini berjalan di atas ikatan dalam mazhab Al-Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallahu 'anhu.
Bakr Abu Zaid (w. 1429) mengatakan di kitabnya Al-Madkhal Al-Mufashal li Madzhab Al-Imaam Ahmad, "Ada tiga perbedaan antara Asy-Syarhul Kabiir dengan Al-Mughniy:
- Ada sebagian pembahasan dari Al-Mughniy yang dilewatkannya.
- Menambahkan beberapa riwayat dan wujuh.
- Mengaitkan hadits-hadits dalam suatu permasalahan yang dilewatkan oleh pamannya di Al-Mughniy.
2. Al-Mughniy, salah satu kitab besar dalam fikih Islam untuk disiplin ilmu perbandingan mazhab ini merupakan masterpiecenya Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah al-Maqdisiy (w. 620), salah seorang ulama era Mutawashithiin.
Kitab ini adalah syarah atas mukhtashar fikih Hanbali yang ditulis oleh Abul Qaasim 'Umar bin Al-Husain bin Abdillah al-Khiraqiy (w. 334), seorang ulama era Mutaqaddimiin.
Al-Mughniy disusun oleh Al-Muwaffaq dengan menyajikan permasalahan dan dalilnya, lalu menyebutkan pendapat tak hanya intern mazhab yang memiliki beberapa riwayat tapi juga menyebutkan pendapat dari mazhab-mazhab lain beserta dalilnya. Kemudian menyebutkan pendapatnya dengan perkataan "wa lana".
Berikut beberapa testimoni terkait kitab ini:
" Salah satu kitab dalam fikih Islam yang agung, di mana penulisnya telah mencurahkan kemampuannya sehingga menjadi karya yang diharapkan umat. Beliau melakukannya sunguh-sungguh dan dengan baik, sehingga mazhab ini harum dengannya dan umat mempelajarinya," kata Ibnu Badraan (w. 1346).
'Izzuddin bin 'Abdissalaam (w. 660) berkata, "Tidaklah aku melihat kitab-kitab fikih Islam yang seperti Al-Muhallaa karya Ibnu Hazm dan kitab Al-Mughniy karya Syaikh Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah terkait kualitasnya. Mereka telah melakukan pencapaian yang luar biasa." Dikesempatan lain beliau berkata, "Tidaklah aku memberikan fatwa kecuali setelah merujuk kepada Al-Mughniy."
Adz-Dzahhabiy (w. 748) mengomentari testimoni di atas, "Benarlah apa yang dikatakan oleh 'Izzuddin bin 'Abdissalaam, dan kitab yang ketiga ialah As-Sunanul Kubraa karya Al-Baihaqiy, yang keempat At-Tamhhiid karya Ibnu 'Abdil Barr."
Bakr Abu Zaid (w. 1429) berkata, "Di dalam kitab Al-Mughniy mengandung dalil-dalil, khilaf yang tinggi antarmazhab, dan khilaf intern mazhab. Juga terdapat argumen untuk menunjang hukum yang ada, menyimpulkan khilaf, dan faedahnya. Tujuannya adalah untuk membuka gerbang pemahaman ijtihad dalam permasalahan-permasalahan fikih."
#end ...
====
Qultu:
Buat kita yang masih newbie, jangan coba-coba bergaya Fulan gak ada dalilnya, Alan dalilnya lemah. Gak ada dalil atau Anda yang belum tahu dalil? Dalilnya lemah ataukah Anda yang lemah pem
👍1
ahamannya?
So, jangan menjustifikasi dulu sebelum Anda menelaah argumentasi para fuqaha di kitab-kitab mereka bila Anda memiliki kemampuan untuk itu. Jika tidak, lebih baik diam, karena kita sama-sama orang awam. [ ]
Salam,
Dari pembelajar pemula fikih Hanbali
Abu 'Aashim
So, jangan menjustifikasi dulu sebelum Anda menelaah argumentasi para fuqaha di kitab-kitab mereka bila Anda memiliki kemampuan untuk itu. Jika tidak, lebih baik diam, karena kita sama-sama orang awam. [ ]
Salam,
Dari pembelajar pemula fikih Hanbali
Abu 'Aashim
Berkata Abu Dawud, aku bertanya kepada Imam Amad: "Bagaimana tata cara takbir?"
Beliau menjawab: "Seperti takbir Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu:
الله أكبر الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر، ولله الحمد
Kami meriwayatkan pula dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu, takbirnya tiga kali selebihnya seperti takbir Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu. (Masaa-il Abii Daawud, 429)
===
Qultu:
Takbir tiga kali riwayat dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu maksudnya diawalnya tiga kali:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر، ولله الحمد
Beliau menjawab: "Seperti takbir Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu:
الله أكبر الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر، ولله الحمد
Kami meriwayatkan pula dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu, takbirnya tiga kali selebihnya seperti takbir Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu. (Masaa-il Abii Daawud, 429)
===
Qultu:
Takbir tiga kali riwayat dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu maksudnya diawalnya tiga kali:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر، لا إله إلا الله، والله أكبر الله أكبر، ولله الحمد