APA SIH YANG DIMAKSUD IBADAH ITU?
🎙️ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ .
"Ibadah itu adalah suatu nama yang mencakup semua hal yang Allah cintai dan ridai, baik berupa perkataan maupun amalan batin dan zahir.
فَالصَّلَاةُ, وَالزَّكَاةُ, وَالصِّيَامُ, وَالْحَجُّ، وَصِدْقُ الْحَدِيثِ, وَأَدَاءُ الْأَمَانَةِ, وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ, وَصِلَةُ الْأَرْحَامِ، والْوَفَاءُ بِالْعُهُودِ, وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ, وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ, وَالْجِهَادُ لِلْكُفَّارِ وَالْمُنَافِقِينَ, وَالْإِحْسَانُ لِلْجَارِ, وَالْيَتِيمِ, وَالْمِسْكِينِ, وَابْنِ السَّبِيلِ, وَالْمَمْلُوكِ; مِنَ الْآدَمِيِّينَ, وَالْبَهَائِمِ, وَالدُّعَاءُ, وَالذِّكْرُ, وَالْقِرَاءَةُ, وَأَمْثَالُ ذَلِكَ مِنَ الْعِبَادَةِ .
Maka salat, zakat, puasa, haji, berkata yang jujur, melaksanakan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahim, menepati janji, memerintahkan melakukan kebaikan, melarang melakukan kemungkaran, jihad melawan orang-orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga pun kepada yatim, miskin, ibnu sabil, budak, dan hewan, doa, zikir, membaca Al-Qur`an, dan selainnya dari ibadah.
وَكَذَلِكَ حُبُّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ, وَخَشْيَةُ اللَّهِ وَالْإِنَابَةُ إِلَيْهِ, وَإِخْلَاصُ الدِّينِ لَهُ, وَالصَّبْرُ لِحُكْمِهِ, وَالشُّكْرُ لِنِعَمِهِ, وَالرِّضَا بِقَضَائِهِ, وَالتَّوَكُّلُ عَلَيْهِ, وَالرَّجَاءُ لِرَحْمَتِهِ, وَالْخَوْفُ مِنْ عَذَابِهِ, وَأَمْثَالُ ذَلِكَ هِيَ مِنَ الْعِبَادَةِ لِلَّهِ .
Demikian juga mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, bertaubat kepada-Nya, mengikhlaskan ibadah, sabar atas hukum-Nya, bersyukur atas nikmat dari-Nya, rida terhadap takdir-Nya, bertawakal kepada-Nya, berharap akan rahmat-Nya, takut dari azab-Nya, dan selain itu, semuanya adalah ibadah hanya untuk Allah."
Source:
📕 Al-'Ubudiyah hal. 44, penerbit Maktabah Al-Islamiyah.
✍ Abu 'Aashim Asy-Syibindunji
Join on telegram @sunnaheduofficial
🎙️ Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ .
"Ibadah itu adalah suatu nama yang mencakup semua hal yang Allah cintai dan ridai, baik berupa perkataan maupun amalan batin dan zahir.
فَالصَّلَاةُ, وَالزَّكَاةُ, وَالصِّيَامُ, وَالْحَجُّ، وَصِدْقُ الْحَدِيثِ, وَأَدَاءُ الْأَمَانَةِ, وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ, وَصِلَةُ الْأَرْحَامِ، والْوَفَاءُ بِالْعُهُودِ, وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ, وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ, وَالْجِهَادُ لِلْكُفَّارِ وَالْمُنَافِقِينَ, وَالْإِحْسَانُ لِلْجَارِ, وَالْيَتِيمِ, وَالْمِسْكِينِ, وَابْنِ السَّبِيلِ, وَالْمَمْلُوكِ; مِنَ الْآدَمِيِّينَ, وَالْبَهَائِمِ, وَالدُّعَاءُ, وَالذِّكْرُ, وَالْقِرَاءَةُ, وَأَمْثَالُ ذَلِكَ مِنَ الْعِبَادَةِ .
Maka salat, zakat, puasa, haji, berkata yang jujur, melaksanakan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahim, menepati janji, memerintahkan melakukan kebaikan, melarang melakukan kemungkaran, jihad melawan orang-orang kafir dan munafik, berbuat baik kepada tetangga pun kepada yatim, miskin, ibnu sabil, budak, dan hewan, doa, zikir, membaca Al-Qur`an, dan selainnya dari ibadah.
وَكَذَلِكَ حُبُّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ, وَخَشْيَةُ اللَّهِ وَالْإِنَابَةُ إِلَيْهِ, وَإِخْلَاصُ الدِّينِ لَهُ, وَالصَّبْرُ لِحُكْمِهِ, وَالشُّكْرُ لِنِعَمِهِ, وَالرِّضَا بِقَضَائِهِ, وَالتَّوَكُّلُ عَلَيْهِ, وَالرَّجَاءُ لِرَحْمَتِهِ, وَالْخَوْفُ مِنْ عَذَابِهِ, وَأَمْثَالُ ذَلِكَ هِيَ مِنَ الْعِبَادَةِ لِلَّهِ .
Demikian juga mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, bertaubat kepada-Nya, mengikhlaskan ibadah, sabar atas hukum-Nya, bersyukur atas nikmat dari-Nya, rida terhadap takdir-Nya, bertawakal kepada-Nya, berharap akan rahmat-Nya, takut dari azab-Nya, dan selain itu, semuanya adalah ibadah hanya untuk Allah."
Source:
📕 Al-'Ubudiyah hal. 44, penerbit Maktabah Al-Islamiyah.
✍ Abu 'Aashim Asy-Syibindunji
Join on telegram @sunnaheduofficial
KEUTAMAAN ILMU DAN AHLINYA
Al-Imam Badruddin Ibnu Jama’ah Asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya yang sarat faedah yakni Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim fii Adabil ‘Aalim wal Muta’allim hal. 37 terbitan Darul Basyr Al-Islamiyah tentang sebagian ayat-ayat yang berbicara tentang keutamaan ilmu dan ahlinya, beliau mengatakan:
Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Para ulama itu berada di atas orang-orang mukmin dengan 700 derajat, di antara dua derajat 100 tahun.” (Disebutkan oleh Imam Al-Ghazali di Al-Ihyaa` (1/5), namun sanadnya belum ditemukan, -muhaqqiq)
Read More https://sunnahedu.com/2020/03/11/keutamaan-ilmu-dan-ahlinya/
Al-Imam Badruddin Ibnu Jama’ah Asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya yang sarat faedah yakni Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim fii Adabil ‘Aalim wal Muta’allim hal. 37 terbitan Darul Basyr Al-Islamiyah tentang sebagian ayat-ayat yang berbicara tentang keutamaan ilmu dan ahlinya, beliau mengatakan:
Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11)
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Para ulama itu berada di atas orang-orang mukmin dengan 700 derajat, di antara dua derajat 100 tahun.” (Disebutkan oleh Imam Al-Ghazali di Al-Ihyaa` (1/5), namun sanadnya belum ditemukan, -muhaqqiq)
Read More https://sunnahedu.com/2020/03/11/keutamaan-ilmu-dan-ahlinya/
sunnahedu.com
Keutamaan Ilmu dan Ahlinya - sunnahedu.com
Sahabat Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, "Para ulama itu berada di atas orang-orang mukmin dengan 700 derajat, di antara dua derajat 100 tahun." (Disebutkan oleh Imam Al-Ghazali di Al-Ihyaa` (1/5), namun sanadnya belum ditemukan, -muhaqqiq)
👆👆 Panduan untuk Covid-19 dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Kerajaan Arab Saudi
Al-Faqih Asy-Syekh Muhammad bin Ahmad Bajabir -semoga Allah menjaga beliau- sebelum memulai pelajaran kitab 'Umdah Ath-Thaalib li Naiylil Ma
Setelah itu semua, barulah dia menginjak ke ilmu Al-Maqaashid, seperti tauhid, fikih, hadits, dan tafsir. Lagi-lagi ini pun dimulai dari yang ringkas dulu pembahasannya.
ii. Bertahap dalam memilih kitab; maksudnya dimulai terlebih dahulu dengan kitab-kitab yang ringkas, lalu yang pertengahan, kemudian yang panjang pembahasannya.
iii. Bertahap dalam memilih syarah kitab; maksudnya seseorang itu menghadiri syarah kitab sesuai dengan marhalah (level)nya. Jika dia berada di marhalah pemula jangan hadir di pembahasan kitab untuk marhalah pertengahan terlebih yang tingkat lanjut. Pun demikian dengan seorang guru, ketika dia mengajar Al-Jurumiyah misalnya yang notabene ini untuk marhalah pemula jangan secara panjang lebar pembahasannya.
3). Mudzakarah; yakni muraja'ah (mempelajari kembali ilmu yang didapat) dan hadir pada pembahasan kitab yang sama beberapa kali. Sebab jika tidak demikian, dia tidak akan mendapatkan apapun. Ketika seseorang hadir dalam satu majelis, lalu dia hadir lagi pada majelis yang sama, akan banyak memberinya faedah tambahan. Berbeda jika hanya mencukupkan dengan satu kali majelis saja, sedikit yang dia dapatkan. [ ]
Alih bahasa secara bebas dan diringkas oleh Abahnya 'Aashim.
Sumber: Audio #1 Syarh 'Umdath Thaalib
aarib karya Syekh Manshur bin Yunus al-Buhuti rahimahullah, seorang imam mazhab Hanbali di era muta'akhirin; memulai terlebih dahulu dengan menyampaikan nasehat yang bagus terkait thariiqah (metode) menuntut ilmu yang benar.
Menurut beliau, ada tiga hal yang kudu diperhatikan dalam masalah ini:
1). Menuntut ilmu dengan bimbingan guru.
Yakni dengan bimbingan guru yang mutakhashishin (sesuai dengan fann-nya), baik itu ketika akan mempelajari ilmu fikih, hadis, tafsir, tauhid, atau lughah ataupun lainnya, maka pilihlah guru yang sesuai dengan keahliannya. Hatta ketika mempelajari kedokteran, arsitek, dan geologi misalnya, maka harus sesuai dengan fann-nya.
2). Belajar dengan bertahap
Kenapa harus bertahap? Ya karena hal ini merupakan sebab yang dapat mengantarkan seseorang dalam memahami yang dia pelajari. Ada tiga poin dalam perkara ini,
i. Bertahap dalam mempelajari ilmu; maksudnya memulai terlebih dahulu dengan ilmu Al-Wasaa
il yakni ilmu alat sebelum dia berpindah mempelajari ilmu Al-Maqaashid. Ilmu alat dimulai dengan nahwu, lalu sharaf, dilanjut balaghah. Mempelajari ini semua dimulai dari yang ringkas, jangan langsung yang pembahasannya panjang. Kemudian berpindah ke ilmu alat lainnya seperti, ushul tafsir, ulumul quran, musthalah hadits, dan ushul fikih. Sama ini juga dimulai dari yang ringkas dulu.Setelah itu semua, barulah dia menginjak ke ilmu Al-Maqaashid, seperti tauhid, fikih, hadits, dan tafsir. Lagi-lagi ini pun dimulai dari yang ringkas dulu pembahasannya.
ii. Bertahap dalam memilih kitab; maksudnya dimulai terlebih dahulu dengan kitab-kitab yang ringkas, lalu yang pertengahan, kemudian yang panjang pembahasannya.
iii. Bertahap dalam memilih syarah kitab; maksudnya seseorang itu menghadiri syarah kitab sesuai dengan marhalah (level)nya. Jika dia berada di marhalah pemula jangan hadir di pembahasan kitab untuk marhalah pertengahan terlebih yang tingkat lanjut. Pun demikian dengan seorang guru, ketika dia mengajar Al-Jurumiyah misalnya yang notabene ini untuk marhalah pemula jangan secara panjang lebar pembahasannya.
3). Mudzakarah; yakni muraja'ah (mempelajari kembali ilmu yang didapat) dan hadir pada pembahasan kitab yang sama beberapa kali. Sebab jika tidak demikian, dia tidak akan mendapatkan apapun. Ketika seseorang hadir dalam satu majelis, lalu dia hadir lagi pada majelis yang sama, akan banyak memberinya faedah tambahan. Berbeda jika hanya mencukupkan dengan satu kali majelis saja, sedikit yang dia dapatkan. [ ]
Alih bahasa secara bebas dan diringkas oleh Abahnya 'Aashim.
Sumber: Audio #1 Syarh 'Umdath Thaalib
👆👆 Nasehat dan Fatwa bagi Tim Medis dari Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
Pedoman Syar'i Pelindung Diri Dari Virus Corona.pdf
971 KB
Pedoman Syar'i Pelindung Diri Dari Virus Corona.pdf
👆👆 Pedoman Syar'i Pelindung Diri dari Virus Corona. Karya Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili.
KEISTIMEWAAN KITAB 'UMDAH ATH-THALIB
‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib merupakan kitab fikih untuk pemula dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh Al-‘Allamah Syekh Al-Mazhab Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali rahmatullah ‘alaihi memiliki keistimewaan.
Disebutkan keistimewaannya oleh Syekh Dr. Muthlaq bin Jasir al-Jasir hafizhahullah dalam mukadimah tahqiqnya atas kitab ini:
1. Kitab ini termasuk matan fikih yang ringkas dalam mazhab Hanbali. Berkata Syekh Abdul Qadir bin Badran rahmatullah ‘alaihi, “Kitab yang ringkas karya Syekh Manshur al-Buhuti yang diperuntukkan para pemula.”
2. Kedudukan penulis yang tinggi dalam mazhab, yakni syekh al-mazhab di zamannya dan muhaqiq mazhab.
3. Kitab ini merupakan kitab terakhir yang ditulis olehnya. Jarak antara penulisan kitab ini dengan wafatnya syekh hanya tujuh bulan saja. Syekh telah merampungkan kitab ini bulan Syawal tahun 1050 H dan beliau meninggal bulan Rabiul Tsani tahun 1051 H.
4. Syekh menulis kitab ini setelah menyelesaikan syarah kitab-kitab mazhab Hanbali yang mu’tamad seperti syarah atas Al-Iqna’ dan hasyiyahnya, syarah Al-Muntaha dan hasyiyahnya, syarah Nazhmul Mufradat, dan syarah Zad Al-Mustaqni’; kemudian beliau menulis kitab ini. Maka kitab ini menjadi ringkasan atas pemahaman, penelitian, dan eksperimennya yang panjang dalam mazhab Hanbali. Jadilah kitab ini kitab yang bagus bak mutiara dan permata yang murni dalam mazhab Hanbali.
5. Yang menjadikan kitab ini istimewa juga ialah adanya perhatian para ulama terhadap matan ini. Mereka membaca, menjelaskan, mempelajari, dan menelitinya. Diantaranya ialah Syekh ‘Utsman bin Muhammad ar-Ruhaibani yang telah membacakannya disertai syarah atas kitab ini oleh Al-Imam As-Safarini rahimahumullah. Dan Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah telah memasukkan kitab ini sebagai salah satu kitab yang mu’tamad dalam mazhab Hanbali.
6. Kitab ini ditulis menggunakan istilah yang mudah dan jelas. Oleh karena itu Syekh Abdul Qadir bin Badran rahimahullah berkata, “Seyogyanya bagi para guru yang mengajarkan fikih untuk pemula membacakan matan kitab Akhsharul Mukhtasharat atau Al-‘Umdah karya Syekh Manshur jika dia seorang Hanbali.” [ ]
✍️ Alih bahasa secara bebas oleh Abu ‘Aashim asy-Syibindunji
📗 Sumber: ‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib karya Syekh Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali. Tahqiq Dr. Muthlaq al-Jasir. Penerbit: Maktabah Imam Adz-Dzahabi , Kuwait.
Source: https://sunnahedu.com/2020/03/27/keistimewaan-kitab-umdah-ath-thalib/
‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib merupakan kitab fikih untuk pemula dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh Al-‘Allamah Syekh Al-Mazhab Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali rahmatullah ‘alaihi memiliki keistimewaan.
Disebutkan keistimewaannya oleh Syekh Dr. Muthlaq bin Jasir al-Jasir hafizhahullah dalam mukadimah tahqiqnya atas kitab ini:
1. Kitab ini termasuk matan fikih yang ringkas dalam mazhab Hanbali. Berkata Syekh Abdul Qadir bin Badran rahmatullah ‘alaihi, “Kitab yang ringkas karya Syekh Manshur al-Buhuti yang diperuntukkan para pemula.”
2. Kedudukan penulis yang tinggi dalam mazhab, yakni syekh al-mazhab di zamannya dan muhaqiq mazhab.
3. Kitab ini merupakan kitab terakhir yang ditulis olehnya. Jarak antara penulisan kitab ini dengan wafatnya syekh hanya tujuh bulan saja. Syekh telah merampungkan kitab ini bulan Syawal tahun 1050 H dan beliau meninggal bulan Rabiul Tsani tahun 1051 H.
4. Syekh menulis kitab ini setelah menyelesaikan syarah kitab-kitab mazhab Hanbali yang mu’tamad seperti syarah atas Al-Iqna’ dan hasyiyahnya, syarah Al-Muntaha dan hasyiyahnya, syarah Nazhmul Mufradat, dan syarah Zad Al-Mustaqni’; kemudian beliau menulis kitab ini. Maka kitab ini menjadi ringkasan atas pemahaman, penelitian, dan eksperimennya yang panjang dalam mazhab Hanbali. Jadilah kitab ini kitab yang bagus bak mutiara dan permata yang murni dalam mazhab Hanbali.
5. Yang menjadikan kitab ini istimewa juga ialah adanya perhatian para ulama terhadap matan ini. Mereka membaca, menjelaskan, mempelajari, dan menelitinya. Diantaranya ialah Syekh ‘Utsman bin Muhammad ar-Ruhaibani yang telah membacakannya disertai syarah atas kitab ini oleh Al-Imam As-Safarini rahimahumullah. Dan Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah telah memasukkan kitab ini sebagai salah satu kitab yang mu’tamad dalam mazhab Hanbali.
6. Kitab ini ditulis menggunakan istilah yang mudah dan jelas. Oleh karena itu Syekh Abdul Qadir bin Badran rahimahullah berkata, “Seyogyanya bagi para guru yang mengajarkan fikih untuk pemula membacakan matan kitab Akhsharul Mukhtasharat atau Al-‘Umdah karya Syekh Manshur jika dia seorang Hanbali.” [ ]
✍️ Alih bahasa secara bebas oleh Abu ‘Aashim asy-Syibindunji
📗 Sumber: ‘Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib karya Syekh Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali. Tahqiq Dr. Muthlaq al-Jasir. Penerbit: Maktabah Imam Adz-Dzahabi , Kuwait.
Source: https://sunnahedu.com/2020/03/27/keistimewaan-kitab-umdah-ath-thalib/
sunnahedu.com
Keistimewaan Kitab 'Umdah Ath-Thalib - sunnahedu.com
'Umdah Ath-Thalib li Naiylil Ma-aarib merupakan kitab fikih untuk pemula dalam mazhab Hanbali yang ditulis oleh Al-'Allamah Syekh Al-Mazhab Manshur bin Yunus bin Idris al-Buhuti al-Hanbali rahmatullah 'alaihi memiliki keistimewaan.
PARA ULAMA ADALAH MANUSIA TERBAIK
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28)
Mengapa mereka memiliki keadaan seperti itu? Jawabannya adalah karena mereka mengetahui sifat-sifat-Nya, syariat-syariat-Nya dan bukti-bukti kemahakuasaan-Nya.
Tidakkah kita menginginkan seperti mereka? Mungkin sebagian dari kita menginginkan seperti mereka tapi malu lantaran pendidikannya bukan basicnya ilmu syariah.
Ketahuilah, tidak sedikit ulama yang basic pendidikan awalnya bukan ilmu syariah. Tapi karena jerih payah mereka menuntut ilmu agama -tentu setelah taufik dari Allah- mereka menjadi ulama yang karya-karya dan fatwa-fatwanya dijadikan rujukan umat dewasa ini. Siapakah mereka? Di antaranya ialah,
1. Syekh Musthafa al-Adawi al-Mishri hafizhahullah. Menyelesaikan kuliah S1 Teknik Mesin. Beliau menghafal Al-Quran dan mengambil faedah dari Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah.
2. Syekh Abu Ishaq al-Huwaini al-Atsari al-Mishri hafizhahullah. Dulunya memiliki basic kuliah S1 Bahasa Spanyol. Karena kecintaannya kepada ilmu agama maka beliau duduk di majelisnya para ulama diantaranya ialah Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah penulis kitab Fiqih Sunnah dan mengambil faedah pula kepada Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
3. Syekh Muhammad Sa’id Ruslan hafizhahullah. Awalnya mengambil kuliah Ilmu Bedah. Selain itu kuliah Bahasa Arab. Lalu jenjang masternya mengambil Ilmu Hadits.
4. Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullah. Kuliah S1 Manajemen Industri. Selain kuliah, beliau pun duduk di majelisnya para ulama diantaranya Syekh Abdullah bin Baz, Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin, dan Syekh Abdullah al-Jibrin rahimahumullah.
Itulah beberapa masyayikh yang basicnya ilmu umum lalu menjadi ulama, karena Allah Ta’ala mengangkat kedudukan mereka dengan ilmu agama yang mereka pelajari. Selain itu, yang saya (penulis) ketahui dan pernah duduk di majelisnya ketika daurah yakni Syekh Muhammad bin Mubarak bin Hamd asy-Syarafi hafizhahullah. Beliau pernah mengenyam pendidikan Bahasa Inggris di Riyadh lalu di Britania Raya. Kemudian beliau belajar kepada Syekh Mas’ud bin Abdirrahman al-Haqbani, kemudian mulazamah di majelisnya Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Read More https://sunnahedu.com/2020/04/01/para-ulama-adalah-manusia-terbaik/
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28)
Mengapa mereka memiliki keadaan seperti itu? Jawabannya adalah karena mereka mengetahui sifat-sifat-Nya, syariat-syariat-Nya dan bukti-bukti kemahakuasaan-Nya.
Tidakkah kita menginginkan seperti mereka? Mungkin sebagian dari kita menginginkan seperti mereka tapi malu lantaran pendidikannya bukan basicnya ilmu syariah.
Ketahuilah, tidak sedikit ulama yang basic pendidikan awalnya bukan ilmu syariah. Tapi karena jerih payah mereka menuntut ilmu agama -tentu setelah taufik dari Allah- mereka menjadi ulama yang karya-karya dan fatwa-fatwanya dijadikan rujukan umat dewasa ini. Siapakah mereka? Di antaranya ialah,
1. Syekh Musthafa al-Adawi al-Mishri hafizhahullah. Menyelesaikan kuliah S1 Teknik Mesin. Beliau menghafal Al-Quran dan mengambil faedah dari Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullah.
2. Syekh Abu Ishaq al-Huwaini al-Atsari al-Mishri hafizhahullah. Dulunya memiliki basic kuliah S1 Bahasa Spanyol. Karena kecintaannya kepada ilmu agama maka beliau duduk di majelisnya para ulama diantaranya ialah Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah penulis kitab Fiqih Sunnah dan mengambil faedah pula kepada Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
3. Syekh Muhammad Sa’id Ruslan hafizhahullah. Awalnya mengambil kuliah Ilmu Bedah. Selain itu kuliah Bahasa Arab. Lalu jenjang masternya mengambil Ilmu Hadits.
4. Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid hafizhahullah. Kuliah S1 Manajemen Industri. Selain kuliah, beliau pun duduk di majelisnya para ulama diantaranya Syekh Abdullah bin Baz, Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin, dan Syekh Abdullah al-Jibrin rahimahumullah.
Itulah beberapa masyayikh yang basicnya ilmu umum lalu menjadi ulama, karena Allah Ta’ala mengangkat kedudukan mereka dengan ilmu agama yang mereka pelajari. Selain itu, yang saya (penulis) ketahui dan pernah duduk di majelisnya ketika daurah yakni Syekh Muhammad bin Mubarak bin Hamd asy-Syarafi hafizhahullah. Beliau pernah mengenyam pendidikan Bahasa Inggris di Riyadh lalu di Britania Raya. Kemudian beliau belajar kepada Syekh Mas’ud bin Abdirrahman al-Haqbani, kemudian mulazamah di majelisnya Syekh Muhammad Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Read More https://sunnahedu.com/2020/04/01/para-ulama-adalah-manusia-terbaik/
sunnahedu.com
Para Ulama adalah Manusia Terbaik - sunnahedu.com
Selain itu, yang saya (penulis) ketahui dan pernah duduk di majelisnya ketika daurah yakni Syekh Muhammad bin Mubarak bin Hamd asy-Syarafi hafizhahullah. Beliau pernah mengenyam pendidikan Bahasa Inggris di Riyadh lalu di Britania Raya. Kemudian beliau belajar…
Belajar agama adalah kewajiban bagi setiap insan. Terlebih lagi menyangkut keimanan dan ibadahnya sehari-hari. Di antara buku fikih yang menyangkut ibadah keseharian yang diperuntukkan bagi pemula ialah _BIDAAYATUL 'AABID WA KIFAYAATUZ ZAAHID_ (permulaan bagi seorang hamba dan ketercukupan bagi seorang yang zuhud).
Dari judulnya, kita bisa menebak dengan mudah bahwa memang kitab tersebut untuk para pemula yang dengan mempelajarinya cukup baginya untuk mengetahui dan mempraktikkan amalan ibadah kesehariannya; dan cukup baginya sebagai bekal untuk menjadi seorang yang zuhud terhadap dunia.
Kitab ini di tulis oleh Al-'Allamah Al-Faqih Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili al-Hanbali, wafat tahun 1192 H, penulis kitab _Kasyful Mukhadaroot fii Syarhi Akhshor Al-Mukhtashoroot_. Kitab _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ merupakan kitab fikih untuk para pemula yang ingin belajar fikih mazhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, pun dengan _Bidaayatul 'Aabid_ ini.
Hanya saja _Bidaayatul 'Aabid_ ini lebih ringan ketimbang _Akhshor Al-Mukhtashoroot_, baik dari segi penyampaian bahasa maupun konten materinya; sebab kitab _Bidaayatul 'Aabid_ hanya membahas tentang thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, dan yang selalu ada dalam pembahasan fikih mazhab Hanbali yakni jihad. Sedangkan _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ lengkap, tak hanya tentang ibadah tapi membahas juga jual beli, masalah rumah tangga, dan hukuman hudud, jinayat, hingga peradilan.
Jadi, kitab _Bidaayatul 'Aabid_ ini benar-benar sesuai dengan judulnya dan pas bagi para pemula yang ingin mempelajari tentang ibadah sehari-harinya.
✍️ _Akhukum fillah_,
Abu 'Aashim asy-Syibindunji al-Hanbali
Dari judulnya, kita bisa menebak dengan mudah bahwa memang kitab tersebut untuk para pemula yang dengan mempelajarinya cukup baginya untuk mengetahui dan mempraktikkan amalan ibadah kesehariannya; dan cukup baginya sebagai bekal untuk menjadi seorang yang zuhud terhadap dunia.
Kitab ini di tulis oleh Al-'Allamah Al-Faqih Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili al-Hanbali, wafat tahun 1192 H, penulis kitab _Kasyful Mukhadaroot fii Syarhi Akhshor Al-Mukhtashoroot_. Kitab _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ merupakan kitab fikih untuk para pemula yang ingin belajar fikih mazhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, pun dengan _Bidaayatul 'Aabid_ ini.
Hanya saja _Bidaayatul 'Aabid_ ini lebih ringan ketimbang _Akhshor Al-Mukhtashoroot_, baik dari segi penyampaian bahasa maupun konten materinya; sebab kitab _Bidaayatul 'Aabid_ hanya membahas tentang thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, dan yang selalu ada dalam pembahasan fikih mazhab Hanbali yakni jihad. Sedangkan _Akhshor Al-Mukhtashoroot_ lengkap, tak hanya tentang ibadah tapi membahas juga jual beli, masalah rumah tangga, dan hukuman hudud, jinayat, hingga peradilan.
Jadi, kitab _Bidaayatul 'Aabid_ ini benar-benar sesuai dengan judulnya dan pas bagi para pemula yang ingin mempelajari tentang ibadah sehari-harinya.
✍️ _Akhukum fillah_,
Abu 'Aashim asy-Syibindunji al-Hanbali
SunnahEduOfficial
Photo
Bacaan buat marhalah awwal dalam mempelajari fikih Hanbali sesuai urutan:
1. Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma`aarib, karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
3. Dalil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Mar'i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H)
4. Kaafi Al-Mubtadi, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtisharil Muqni', karya Syaikh Musa bin Ahmad al-Hajjaawi (w. 968 H)
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
Yang harus diperhatikan ketika mempelajarinya:
1. Mengetahui makna kalimat dalam setiap permasalahan
2. Mengetahui gambaran masalah yang disebutkan
3. Mengetahui hukum-hukumnya
4. Mengetahui dalil-dalil dalam masalah yang ada, disertai cara pendalilannya
Yang kudu dilakukan:
1. Menghafal salah satu matan no. 1 - 5 yang disebutkan di atas
2. Membaca dan mempelajarinya dibimbing guru bermazhab Hanbali yang mutakhashish yang ngerti metodenya Hanabilah Muta'akhirin
3. Pelajari matan no. 1 - 5 sampai selesai disertai menelaah dan mendiskusikan masalah-masalah yang ada kepada guru ataupun teman
4. Kalo udah selesai semuanya baru mempelajari Ar-Raudh Al-Murbi' karya Imam Al-Buhuti dan ta'liqnya. Selesai marhalah awwal. [ ]
====
Qultu:
Perjalanan masih sangat amat panjang sekali, Lur. Ganbatte kudasai!
Pengen info lengkap? Baca buku yang ada di pic.
1. Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma`aarib, karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
3. Dalil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Mar'i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H)
4. Kaafi Al-Mubtadi, karya Syaikh Muhammad bin Badruddin bin Balban (w. 1083 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtisharil Muqni', karya Syaikh Musa bin Ahmad al-Hajjaawi (w. 968 H)
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051 H)
Yang harus diperhatikan ketika mempelajarinya:
1. Mengetahui makna kalimat dalam setiap permasalahan
2. Mengetahui gambaran masalah yang disebutkan
3. Mengetahui hukum-hukumnya
4. Mengetahui dalil-dalil dalam masalah yang ada, disertai cara pendalilannya
Yang kudu dilakukan:
1. Menghafal salah satu matan no. 1 - 5 yang disebutkan di atas
2. Membaca dan mempelajarinya dibimbing guru bermazhab Hanbali yang mutakhashish yang ngerti metodenya Hanabilah Muta'akhirin
3. Pelajari matan no. 1 - 5 sampai selesai disertai menelaah dan mendiskusikan masalah-masalah yang ada kepada guru ataupun teman
4. Kalo udah selesai semuanya baru mempelajari Ar-Raudh Al-Murbi' karya Imam Al-Buhuti dan ta'liqnya. Selesai marhalah awwal. [ ]
====
Qultu:
Perjalanan masih sangat amat panjang sekali, Lur. Ganbatte kudasai!
Pengen info lengkap? Baca buku yang ada di pic.
Tadi malam kita sudah mengetahui bacaan buat marhalah awwal dalam mempelajari fikih Hanbali. Sekarang kitab-kitab syarahnya.
1. Akhsar Al-Mukhtasharaat, syarahnya a.l.
- Kasyful Mukhaddaraat war Riyaadh Al- Muzhiraat li Syarhi Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili (w. 1192 H).
- Al-Fawaa
- Haasyiyah 'ala Akhsharil Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdul Qadir bin Badraan (w. 1346 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma'aarib, syahrahnya a.l.
- Hidaayah Ar-Raagib li Syarhi 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh 'Utsman bin Ahmad bin Qaid an-Najdi (w. 1097 H)
- Syarh 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
3. Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, syarahnya a.l.
- Nailul Ma
- Maslakur Raaghib li Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Ibrahim bin Abi Bakar al-'Aufi (w. 1094)
- Syarh Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Abdullah bin Ahmad bin Yahya al-Maqdisi (w. 1091)
- Al-Jam'u baina Daliil Ath-Thaalib wa ghairuhu, karya Syaikh Hamid bin Khidir bin Jaad Aalu Bakr
4. Kaafii Al-Mubtadii, syarahnya a.l.
- Ar-Raudh An-Nadii Syarh Kaafii Al-Mubtadii, karya Syaikh Ahmad bin Abdillah bin Ahmad al-Ba'ili (w. 1189 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtishaar Al-Muqni', syarahnya a.l.
- Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051)
- Asy-Syarhul Mumti' 'ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (w. 1421 H)
- Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
- Syarh Kitaab Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Hamd bin Abdillah al-Hamd
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', haasyiyahnya a.l.
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdul Wahhab bin Syaikh Muhammad bin Fairuz al-Wuhaibi al-Ahsaa`i (w. 1205 H)
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Anqari (w. 1373 H)
- Taqriraat oleh As-Samaahatus Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh (w. 1389 H)
Sumber: Idem dengan status tadi malam.
1. Akhsar Al-Mukhtasharaat, syarahnya a.l.
- Kasyful Mukhaddaraat war Riyaadh Al- Muzhiraat li Syarhi Akhshar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdurrahman bin Abdillah al-Ba'ili (w. 1192 H).
- Al-Fawaa
id Al-Muntakhabaat fii Syarhi Akhsar Al-Mukhtasharaat, karya Syaikh 'Utsman bin Abdillah bin Jaami' al-Ahsaa
i (w. 1240 H)- Haasyiyah 'ala Akhsharil Mukhtasharaat, karya Syaikh Abdul Qadir bin Badraan (w. 1346 H)
2. 'Umdah Ath-Thaalib li Nailil Ma'aarib, syahrahnya a.l.
- Hidaayah Ar-Raagib li Syarhi 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh 'Utsman bin Ahmad bin Qaid an-Najdi (w. 1097 H)
- Syarh 'Umdah Ath-Thaalib, karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
3. Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, syarahnya a.l.
- Nailul Ma
aarib bi Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Abdul Qadir bin 'Umar (w. 1135 H)
- Manaarus Sabiil Syarh Ad-Daliil, karya Syaikh Ibrahim bin Muhammad an-Najdi masyhur disebut dengan Ibnu Dhauyaan (w. 1353)
- Nailul Mathaalib li Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Al-Muammar Muhammad bin Sulaiman Aalu Jaraah al-Hanbali (w. 1417)
- Fathu Wahaab Al-Ma
aarib 'ala Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Ahmad bin Muhammad bin 'Audh al-Mardaawi (w. 1140 H)- Maslakur Raaghib li Syarhi Daliil Ath-Thaalib, karya Syaikh Ibrahim bin Abi Bakar al-'Aufi (w. 1094)
- Syarh Daliil Ath-Thaalib li Nailil Mathaalib, karya Syaikh Abdullah bin Ahmad bin Yahya al-Maqdisi (w. 1091)
- Al-Jam'u baina Daliil Ath-Thaalib wa ghairuhu, karya Syaikh Hamid bin Khidir bin Jaad Aalu Bakr
4. Kaafii Al-Mubtadii, syarahnya a.l.
- Ar-Raudh An-Nadii Syarh Kaafii Al-Mubtadii, karya Syaikh Ahmad bin Abdillah bin Ahmad al-Ba'ili (w. 1189 H)
5. Zaad Al-Mustaqni' fii Ikhtishaar Al-Muqni', syarahnya a.l.
- Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Manshur bin Yunus al-Buhuti (w. 1051)
- Asy-Syarhul Mumti' 'ala Zaadil Mustaqni', karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (w. 1421 H)
- Syarh Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Khalid bin 'Ali al-Musyaiqih
- Syarh Kitaab Zaad Al-Mustaqni', karya Syaikh Hamd bin Abdillah al-Hamd
6. Ar-Raudh Al-Murbi' Syarh Zaad Al-Mustaqni', haasyiyahnya a.l.
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdul Wahhab bin Syaikh Muhammad bin Fairuz al-Wuhaibi al-Ahsaa`i (w. 1205 H)
- Haasyiyah oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Anqari (w. 1373 H)
- Taqriraat oleh As-Samaahatus Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh (w. 1389 H)
Sumber: Idem dengan status tadi malam.
👍1
Setelah kita mengetahui kitab-kitab fikih dalam mazhab Hanbali, sekarang sebagai penunjang perlu kita ketahui kitab-kitab hadits ahkam yang disusun oleh para ulama Hanabilah.
1. 'Umdah Al-Ahkaam, karya Al-Hafizh Abdul Ghani bin Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 600 H). Beliau menyusun hadits-hadits ahkam yang disepekati oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Jumlah hadits dalam kitab ini 430 hadits.
2. Al-'Umdatul Kubraa fii Ahaaditsil Ahkaam, ini kakaknya 'Umdah Al-Ahkaam masih karya beliau juga. Jumlah hadits dalam kitab ini 949 hadits.
3. Al-Muharrar fiil Hadiits, karya Al-Imam Al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Jamaa'iili ash-Shaalihi, dikenal dengan sebutan Ibnu Abdil Hadi (w. 744 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Keistimewaan kitab ini, beliau menyebutkan hukum terkait status hadits baik menurut penilaian beliau sendiri maupun menukil dari yang lain.
Sistematika penulisan mengikuti urutan bab fikih yang disusun oleh fuqaha Hanabilah. Memulainya dengan bab Thaharah dan mengakhirinya dengan bab Al-Jaami' fiil Aadaab dan Ath-Thibb. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.324 hadits.
4. Kifaayatul Mustaqni' li Addilatil Muqni', karya Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Abdillah al-Mardawi al-Maqdisi (w. 769 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Penyusunan bab-babnya seperti susunan bab dalan kitab Al-Muqni' (karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah). Jumlah hadits dalam kitab ini 1.777 hadits.
5. Ihkaamudz Dzarii'ah ilaa Ahkaamisy Syarii'ah, karya Al-Imam Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Mas'ud as-Surramarri al-Hanbali (w. 776 H). Keistimewaan kitab ini, beliau memulai setiap babnya dengan menyebutkan ayat-ayat dalam Al-Qur`an yang berkaitan dengan hukum-hukum.
Pembahasannya dimulai dengan kitab Al-Iimaan was Sunnah. Yakni berisi hadits-hadits yang disepakati oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Asy-Syaikhaini. Kemudian kitab Thaharah, lalu diakhiri dengan kitab Al-Aadaab, dan menyebutkan di dalamnya tiga belas pasal tentang birrul walidain, mangakhirknya dengan pembahasan tentang takwa dan akhlak mulia.
Keistimewaan kitab ini memulai setiap babnya dengan ayat-ayat ahkam. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.867 hadits.
6. Al-Muntaqa fiil Ahkaamisy Syarii'ah min Kalaami Sayyidil Bariyyah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam wa 'ala Aalihi Al-Muthahhariina wa Shahbihi Ar-Raasyidiina wa Sallama Tasliimaan, karya Majduddin 'Abdus Salam bin Abdillah al-Qasim al-Harrani (w. 652 H), beliau ini kakeknya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau menyusun hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Metodenya dalam takhrij hadits seperti kitab Ihkaam Adz-Dzarii'ah. Sistematika susunannya mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah dalam fikih. Beliau pun menyebutkan istidlal dalam sebagian permasalahan. Beliau membagi kitab ini jadi lima puluh empat kitab, per kitabnya terdiri beberapa puluh bab, jumlah hadits dalam kitab ini 4.000 hadits.
Qultu: Kitab ini disyarah oleh Imam Asy-Syaukani dengan judul Nailul Authar.
7. As-Sunnan wal Ahkaam 'anil Musthafa 'alaihi Afdhaalu Ash-Shalaatu was Sallaam, karya Al-Imam Al-Hafizh Dhiyaa`uddin Abi Abdillah Muhammad bin 'Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 643 H). Kitab ini termasuk kitab yang besar dan banyak mengumpulkan hadits-hadits ahkam, tapi sayangnya gak selesai, hanya sampai kitab Ar-Riddah.
Susunan kitab ini mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah. Tidaklah beliau menyebutkan hadits-haditsnya kecuali disertai menjelaskan 'lllahnya. Jumlah hadits dalam kitab ini 6.397 hadits.
Sumber: Idem lagi.
1. 'Umdah Al-Ahkaam, karya Al-Hafizh Abdul Ghani bin Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 600 H). Beliau menyusun hadits-hadits ahkam yang disepekati oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Jumlah hadits dalam kitab ini 430 hadits.
2. Al-'Umdatul Kubraa fii Ahaaditsil Ahkaam, ini kakaknya 'Umdah Al-Ahkaam masih karya beliau juga. Jumlah hadits dalam kitab ini 949 hadits.
3. Al-Muharrar fiil Hadiits, karya Al-Imam Al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Jamaa'iili ash-Shaalihi, dikenal dengan sebutan Ibnu Abdil Hadi (w. 744 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Keistimewaan kitab ini, beliau menyebutkan hukum terkait status hadits baik menurut penilaian beliau sendiri maupun menukil dari yang lain.
Sistematika penulisan mengikuti urutan bab fikih yang disusun oleh fuqaha Hanabilah. Memulainya dengan bab Thaharah dan mengakhirinya dengan bab Al-Jaami' fiil Aadaab dan Ath-Thibb. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.324 hadits.
4. Kifaayatul Mustaqni' li Addilatil Muqni', karya Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Abdillah al-Mardawi al-Maqdisi (w. 769 H). Beliau mengumpulkan hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Penyusunan bab-babnya seperti susunan bab dalan kitab Al-Muqni' (karya Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah). Jumlah hadits dalam kitab ini 1.777 hadits.
5. Ihkaamudz Dzarii'ah ilaa Ahkaamisy Syarii'ah, karya Al-Imam Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Muhammad bin Mas'ud as-Surramarri al-Hanbali (w. 776 H). Keistimewaan kitab ini, beliau memulai setiap babnya dengan menyebutkan ayat-ayat dalam Al-Qur`an yang berkaitan dengan hukum-hukum.
Pembahasannya dimulai dengan kitab Al-Iimaan was Sunnah. Yakni berisi hadits-hadits yang disepakati oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Asy-Syaikhaini. Kemudian kitab Thaharah, lalu diakhiri dengan kitab Al-Aadaab, dan menyebutkan di dalamnya tiga belas pasal tentang birrul walidain, mangakhirknya dengan pembahasan tentang takwa dan akhlak mulia.
Keistimewaan kitab ini memulai setiap babnya dengan ayat-ayat ahkam. Jumlah hadits dalam kitab ini 1.867 hadits.
6. Al-Muntaqa fiil Ahkaamisy Syarii'ah min Kalaami Sayyidil Bariyyah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam wa 'ala Aalihi Al-Muthahhariina wa Shahbihi Ar-Raasyidiina wa Sallama Tasliimaan, karya Majduddin 'Abdus Salam bin Abdillah al-Qasim al-Harrani (w. 652 H), beliau ini kakeknya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Beliau menyusun hadits-hadits ahkam dari kutubus sab'ah dan lainnya. Metodenya dalam takhrij hadits seperti kitab Ihkaam Adz-Dzarii'ah. Sistematika susunannya mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah dalam fikih. Beliau pun menyebutkan istidlal dalam sebagian permasalahan. Beliau membagi kitab ini jadi lima puluh empat kitab, per kitabnya terdiri beberapa puluh bab, jumlah hadits dalam kitab ini 4.000 hadits.
Qultu: Kitab ini disyarah oleh Imam Asy-Syaukani dengan judul Nailul Authar.
7. As-Sunnan wal Ahkaam 'anil Musthafa 'alaihi Afdhaalu Ash-Shalaatu was Sallaam, karya Al-Imam Al-Hafizh Dhiyaa`uddin Abi Abdillah Muhammad bin 'Abdil Wahid al-Maqdisi (w. 643 H). Kitab ini termasuk kitab yang besar dan banyak mengumpulkan hadits-hadits ahkam, tapi sayangnya gak selesai, hanya sampai kitab Ar-Riddah.
Susunan kitab ini mengikuti penyusunan fuqaha Hanabilah. Tidaklah beliau menyebutkan hadits-haditsnya kecuali disertai menjelaskan 'lllahnya. Jumlah hadits dalam kitab ini 6.397 hadits.
Sumber: Idem lagi.