Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Al-Imam asy-Syafi’i (w 204 H) berkata:
ﺍﻟْﻤُﺤْﺪَﺛَﺎﺕُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ ﺿَﺮْﺑَﺎﻥِ : ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ِﻣﻤَّﺎ ﻳُﺨَﺎﻟـِﻒُ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﺃَﻭْ ﺳُﻨَّﺔً ﺃَﻭْ ﺃَﺛﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﺇِﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ، ﻓﻬَﺬِﻩِ ﺍْﻟﺒِﺪْﻋَﺔُ ﺍﻟﻀَّﻼَﻟـَﺔُ، ﻭَﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻻَ ﺧِﻼَﻑَ ﻓِﻴْﻪِ ﻟِﻮَﺍﺣِﺪٍ ﻣِﻦْ ﻫﺬﺍ ، ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٌ ﻏَﻴْﺮُ ﻣَﺬْﻣُﻮْﻣَﺔٍ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲّ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ " ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲّ )
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
____________________________
catatan lengkap buka link berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112546762095575&_rdc=1&_rdr
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Al-Imam asy-Syafi’i (w 204 H) berkata:
ﺍﻟْﻤُﺤْﺪَﺛَﺎﺕُ ﻣِﻦَ ﺍْﻷُﻣُﻮْﺭِ ﺿَﺮْﺑَﺎﻥِ : ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ِﻣﻤَّﺎ ﻳُﺨَﺎﻟـِﻒُ ﻛِﺘَﺎﺑًﺎ ﺃَﻭْ ﺳُﻨَّﺔً ﺃَﻭْ ﺃَﺛﺮًﺍ ﺃَﻭْ ﺇِﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ، ﻓﻬَﺬِﻩِ ﺍْﻟﺒِﺪْﻋَﺔُ ﺍﻟﻀَّﻼَﻟـَﺔُ، ﻭَﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ : ﻣَﺎ ﺃُﺣْﺪِﺙَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻻَ ﺧِﻼَﻑَ ﻓِﻴْﻪِ ﻟِﻮَﺍﺣِﺪٍ ﻣِﻦْ ﻫﺬﺍ ، ﻭَﻫَﺬِﻩِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺔٌ ﻏَﻴْﺮُ ﻣَﺬْﻣُﻮْﻣَﺔٍ ( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲّ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ " ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲّ )
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
____________________________
catatan lengkap buka link berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112546762095575&_rdc=1&_rdr
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Mengenal Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah*
al-‘Arif Billah al-Imam as-Sayyid Abdullah ibn ‘Alawi al-Haddad (w 1132 H), Shahib ar-Ratib, dalam karyanya berjudul Risalah al-Mu’awanah, h. 14, menuliskan:
“Hendaklah engkau memperbaiki akidahmu dengan keyakinan yang benar dan meluruskannya di atas jalan kelompok yang selamat (al-Firqah an-Najiyah). Kelompok yang selamat ini di antara kelompok-kelompok dalam Islam adalah dikenal dengan sebutan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah kelompok yang memegang teguh ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Dan engkau apa bila berfikir dengan pemahaman yang lurus dan dengan hati yang bersih dalam melihat teks-teks al-Qur’an dan Sunnah-Sunnah yang menjelaskan dasar-dasar keimanan, serta melihat kepada keyakinan dan perjalanan hidup para ulama Salaf saleh dari para sahabat Rasulullah dan para Tabi’in, maka engkau akan mengetahui dan meyakini bahwa kebenaran akidah adalah bersama kelompok yang dinamakan dengan al-Asy’ariyyah. Sebuah golongan yang namanya dinisbatkan kepada asy-Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari -Semoga rahmat Allah selalu tercurah baginya-.
____________________________
Lanjutan catatan buka link berikut: https://m.facebook.com/note.php?note_id=112486792101572
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Mengenal Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah*
al-‘Arif Billah al-Imam as-Sayyid Abdullah ibn ‘Alawi al-Haddad (w 1132 H), Shahib ar-Ratib, dalam karyanya berjudul Risalah al-Mu’awanah, h. 14, menuliskan:
“Hendaklah engkau memperbaiki akidahmu dengan keyakinan yang benar dan meluruskannya di atas jalan kelompok yang selamat (al-Firqah an-Najiyah). Kelompok yang selamat ini di antara kelompok-kelompok dalam Islam adalah dikenal dengan sebutan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka adalah kelompok yang memegang teguh ajaran Rasulullah dan para sahabatnya. Dan engkau apa bila berfikir dengan pemahaman yang lurus dan dengan hati yang bersih dalam melihat teks-teks al-Qur’an dan Sunnah-Sunnah yang menjelaskan dasar-dasar keimanan, serta melihat kepada keyakinan dan perjalanan hidup para ulama Salaf saleh dari para sahabat Rasulullah dan para Tabi’in, maka engkau akan mengetahui dan meyakini bahwa kebenaran akidah adalah bersama kelompok yang dinamakan dengan al-Asy’ariyyah. Sebuah golongan yang namanya dinisbatkan kepada asy-Syaikh Abu al-Hasan al-Asy’ari -Semoga rahmat Allah selalu tercurah baginya-.
____________________________
Lanjutan catatan buka link berikut: https://m.facebook.com/note.php?note_id=112486792101572
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah*
Al-Imâm al-Hâfizh Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi Bakr as-Suyuthi asy-Syafi’i al-Asy’ari (w 911 H) dalam penjelasan beliau terhadap hadits Nabi:
أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد
yang makna zahirnya seakan bahwa Allah dekat dengan seorang yang sedang dalam posisi sujud, menuliskan sebagai berikut:
ﻗﺎل اﻟﻘﺮﻃﺒﻲ : ﻫﺬﺍ ﺃﻗﺮﺏ ﺑﺎﻟﺮﺗﺒﺔ ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻣﺔ ﻻ ﺑﺎﻟﻤﺴﺎﻓﺔ، ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺰﻩ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﺣﺔﻭﺍﻟﺰﻣﺎﻥ . ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﺭ ﺑﻦ ﺍﻟﺼﺎﺣﺐ ﻓﻲ ﺗﺬﻛﺮﺗﻪ : ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﻟﻰ ﻧﻔﻲ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻋﻦ الله تعالى
“Al-Qurthubi berkata: Yang dimaksud dengan “Aqrab”
dalam hadits di atas adalah dalam pengertian kedudukan dan kemuliaan, bukan dalam pengertian jarak, karena Allah maha suci dari tempat, jarak, dan waktu. Kemudian pula berkata al-Badr ibn ash-Shahib dalam kitab Tadzkirah -nya bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil kuat bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah”. [Syarh Sunan an-Nasâ-i , j.1, h. 576].
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah*
Al-Imâm al-Hâfizh Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi Bakr as-Suyuthi asy-Syafi’i al-Asy’ari (w 911 H) dalam penjelasan beliau terhadap hadits Nabi:
أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد
yang makna zahirnya seakan bahwa Allah dekat dengan seorang yang sedang dalam posisi sujud, menuliskan sebagai berikut:
ﻗﺎل اﻟﻘﺮﻃﺒﻲ : ﻫﺬﺍ ﺃﻗﺮﺏ ﺑﺎﻟﺮﺗﺒﺔ ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻣﺔ ﻻ ﺑﺎﻟﻤﺴﺎﻓﺔ، ﻷﻧﻪ ﻣﻨﺰﻩ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻜﺎﻥ ﻭﺍﻟﻤﺴﺎﺣﺔﻭﺍﻟﺰﻣﺎﻥ . ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﺭ ﺑﻦ ﺍﻟﺼﺎﺣﺐ ﻓﻲ ﺗﺬﻛﺮﺗﻪ : ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﻟﻰ ﻧﻔﻲ ﺍﻟﺠﻬﺔ ﻋﻦ الله تعالى
“Al-Qurthubi berkata: Yang dimaksud dengan “Aqrab”
dalam hadits di atas adalah dalam pengertian kedudukan dan kemuliaan, bukan dalam pengertian jarak, karena Allah maha suci dari tempat, jarak, dan waktu. Kemudian pula berkata al-Badr ibn ash-Shahib dalam kitab Tadzkirah -nya bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil kuat bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah”. [Syarh Sunan an-Nasâ-i , j.1, h. 576].
Tawhid Corner
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa berdoa:
" ﺭَﺏِّ ﺃَﺩْﻧِﻨِﻲْ ﻣِﻦَ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺍﻟْﻤُﻘَﺪَّﺳَﺔِ ﺭَﻣْﻴَﺔً ﺑِﺤَﺠَﺮٍ ".
Maknanya: "Ya Allah dekatkanlah aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu".
Kemudian Rasulullah bersabda:
" ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﻮْ ﺃَﻧِّﻲْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻟَﺄَﺭَﻳْﺘُﻜُﻢْ ﻗَﺒْﺮَﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺟَﻨْﺐِ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳْﻖِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻜَﺜِﻴْﺐِ ﺍﻷَﺣْﻤَﺮِ " ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱّ ﻭﻣﺴﻠﻢ
Maknanya: "Demi Allah, jika aku berada di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar" (H.R. al Bukhari dan Muslim).
*Faedah Hadits:*
Tentang hadits ini al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata dalam kitabnya “Tharh at-Tatsrib”:
"Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya".
Dan telah menjadi tradisi di kalangan para ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka menghadapi kesulitan atau ada keperluan mereka mendatangi kuburan orang-orang saleh untuk berdoa di sana dan mengambil berhaknya dan setelahnya permohonan mereka dikabulkan oleh Allah.
Al Imam asy-Syafi’i ketika ada hajat yang ingin dikabulkan seringkali mendatangi kuburan Abu Hanifah dan berdoa di sana dan setelahnya dikabulkan doanya oleh Allah.
Abu ‘Ali al Khallal mendatangi kuburan Musa ibn Ja’far. Ibrahim al Harbi al Mahamili mendatangi kuburan Ma’ruf al Karkhi sebagaimana diriwayatkan oleh al Hafizh al Khathib al Baghdadi dalam kitabnya “Tarikh Baghdad”. Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin Ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin:
" ﻭَﻣِﻦْ ﻣَﻮَﺍﺿِﻊِ ﺇِﺟَﺎﺑَﺔِ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀِ ﻗُﺒُﻮْﺭُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِـﺤِﻴْﻦَ ".
"Di antara tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh ".
Al Hafizh Ibn al Jazari sendiri sering mendatangi kuburan Imam Muslim ibn al Hajjaj, penulis Sahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali al Qari dalam Syarh al Misykat.
____________________________
Catatan lengkap buka link berikut https://m.facebook.com/note.php?note_id=112868285396756
Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah, Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa berdoa:
" ﺭَﺏِّ ﺃَﺩْﻧِﻨِﻲْ ﻣِﻦَ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺍﻟْﻤُﻘَﺪَّﺳَﺔِ ﺭَﻣْﻴَﺔً ﺑِﺤَﺠَﺮٍ ".
Maknanya: "Ya Allah dekatkanlah aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu".
Kemudian Rasulullah bersabda:
" ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﻮْ ﺃَﻧِّﻲْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻟَﺄَﺭَﻳْﺘُﻜُﻢْ ﻗَﺒْﺮَﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺟَﻨْﺐِ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳْﻖِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻜَﺜِﻴْﺐِ ﺍﻷَﺣْﻤَﺮِ " ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱّ ﻭﻣﺴﻠﻢ
Maknanya: "Demi Allah, jika aku berada di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar" (H.R. al Bukhari dan Muslim).
*Faedah Hadits:*
Tentang hadits ini al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata dalam kitabnya “Tharh at-Tatsrib”:
"Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya".
Dan telah menjadi tradisi di kalangan para ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka menghadapi kesulitan atau ada keperluan mereka mendatangi kuburan orang-orang saleh untuk berdoa di sana dan mengambil berhaknya dan setelahnya permohonan mereka dikabulkan oleh Allah.
Al Imam asy-Syafi’i ketika ada hajat yang ingin dikabulkan seringkali mendatangi kuburan Abu Hanifah dan berdoa di sana dan setelahnya dikabulkan doanya oleh Allah.
Abu ‘Ali al Khallal mendatangi kuburan Musa ibn Ja’far. Ibrahim al Harbi al Mahamili mendatangi kuburan Ma’ruf al Karkhi sebagaimana diriwayatkan oleh al Hafizh al Khathib al Baghdadi dalam kitabnya “Tarikh Baghdad”. Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin Ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin:
" ﻭَﻣِﻦْ ﻣَﻮَﺍﺿِﻊِ ﺇِﺟَﺎﺑَﺔِ ﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀِ ﻗُﺒُﻮْﺭُ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِـﺤِﻴْﻦَ ".
"Di antara tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh ".
Al Hafizh Ibn al Jazari sendiri sering mendatangi kuburan Imam Muslim ibn al Hajjaj, penulis Sahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali al Qari dalam Syarh al Misykat.
____________________________
Catatan lengkap buka link berikut https://m.facebook.com/note.php?note_id=112868285396756
Join us on telegram channel. *Tawhid Corner, Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah Asy'ariyyah Maturidiyyah* Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Berikut adalah catatan penting menyangkut pernyataan Imam Abu Hanifah yang sering "dipelintir" dan "diselewengkan" (disalahpahami) oleh kaum Wahhabi*
Al-Imam Abu Hanifah berkata:
“Barangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi? maka ia telah kafir".
Ungkapan Abu Hanifah ini sering dipelintir oleh kaum Wahhabi. Mereka berkata bahwa Abu Hanifah mengkafirkan orang yang mengingkari Allah bertempat di langit. Na'udzu billah.
Padahal maksud Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berkata "Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi?" adalah karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya. Inilah pemahaman dari maksud ungkapan Abu Hanifah tersebut sebagaimana telah dijelaskan oleh al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam kitab Hall ar-Rumuz.
Al-Imam Abu Hanifah sendiri berkeyakinan Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.
____________________________
Lebih luas silahkan buka catatan berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112552128761705&_rdc=1&_rdr
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
*Berikut adalah catatan penting menyangkut pernyataan Imam Abu Hanifah yang sering "dipelintir" dan "diselewengkan" (disalahpahami) oleh kaum Wahhabi*
Al-Imam Abu Hanifah berkata:
“Barangsiapa berkata: Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi? maka ia telah kafir".
Ungkapan Abu Hanifah ini sering dipelintir oleh kaum Wahhabi. Mereka berkata bahwa Abu Hanifah mengkafirkan orang yang mengingkari Allah bertempat di langit. Na'udzu billah.
Padahal maksud Abu Hanifah mengkafirkan orang yang berkata "Saya tidak tahu apakah Allah di langit atau di bumi?" adalah karena perkataan semacam itu memberikan pemahaman bahwa Allah bertempat. Dan barangsiapa berkeyakinan bahwa Allah bertempat maka ia adalah seorang musyabbih; menyerupakan Allah dengan makhuk-Nya. Inilah pemahaman dari maksud ungkapan Abu Hanifah tersebut sebagaimana telah dijelaskan oleh al-Imam al-Izz ibn Abd as-Salam dalam kitab Hall ar-Rumuz.
Al-Imam Abu Hanifah sendiri berkeyakinan Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah.
____________________________
Lebih luas silahkan buka catatan berikut https://mobile.facebook.com/note.php?note_id=112552128761705&_rdc=1&_rdr
Join us on telegram channel. *Tawhid Corner, Catatan Teologi Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah, Asy'ariyyah Maturidiyyah* Dr. H. Kholil Abou Fateh, MA
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Seluruh ulama ahli hadits, ahli fiqh, ahli tafsir, ahli bahasa, ahli nahwu, ahli ushul, dan segenap ulama empat madzhab dari madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi, madzhab Maliki dan madzhab Hanbali (kecuali mereka yang disesatkan oleh Allah dalam keyakinan
tajsîm), dan para ulama ahli tasawuf sejati; mereka semua berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Ini berbeda dengan keyakinan sesat kaum Musyabbihah yang mengatakan bahwa Dzat Allah bertempat di arsy. Na’ûdzu billâh.
Al-Imâm asy-Syaikh Abdul Qahir bin Thahir at Tamimiy al-Baghdadi (w 429 H) menuliskan:
" ﻭﺃﺟﻤﻌﻮﺍ ﴿اي ﺃهل ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ﴾ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﴿ﺃﻱ ﺍﻟﻠﻪ﴾ ﻻ ﻳﺤﻮﻳﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﺎﻥ "
“Dan mereka semua (Ahlussunnah Wal Jama’ah) telah sepakat bahwa Dia (Allah) tidak diliputi oleh tempat Dan tidak berlaku atas-Nya” (Al Farq Bain al Firaq, h. 333)
https://t.me/Kholilaboufateh
____________________________
Seluruh ulama ahli hadits, ahli fiqh, ahli tafsir, ahli bahasa, ahli nahwu, ahli ushul, dan segenap ulama empat madzhab dari madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi, madzhab Maliki dan madzhab Hanbali (kecuali mereka yang disesatkan oleh Allah dalam keyakinan
tajsîm), dan para ulama ahli tasawuf sejati; mereka semua berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Ini berbeda dengan keyakinan sesat kaum Musyabbihah yang mengatakan bahwa Dzat Allah bertempat di arsy. Na’ûdzu billâh.
Al-Imâm asy-Syaikh Abdul Qahir bin Thahir at Tamimiy al-Baghdadi (w 429 H) menuliskan:
" ﻭﺃﺟﻤﻌﻮﺍ ﴿اي ﺃهل ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ﴾ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﴿ﺃﻱ ﺍﻟﻠﻪ﴾ ﻻ ﻳﺤﻮﻳﻪ ﻣﻜﺎﻥ ﻭﻻ ﻳﺠﺮﻱ ﻋﻠﻴﻪ ﺯﻣﺎﻥ "
“Dan mereka semua (Ahlussunnah Wal Jama’ah) telah sepakat bahwa Dia (Allah) tidak diliputi oleh tempat Dan tidak berlaku atas-Nya” (Al Farq Bain al Firaq, h. 333)