1. Kitab Kasysyaaf al-Qinaa' 'Ala al-Iqnaa' (168/6), bahkan beliau menambahkan kalimat alasan pengkafirannya yaitu “(tawasul dengan mayit) adalah amalan kufur disebabkan amalan ini serupa dengan apa yg dilakukan para penyembah berhala yg beralasan ketika menyembah berhala : {Kita tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah}”
2. Kitab Hawasyi Muntaha al-Iroodaat, akan tetapi di matan kitab al-Muntaha tidak disebutkan masalah ini. Tp beliau menambahkan masalah ini di dalam hawasyinya, lihat di halaman 1348.
وذكر هذا النص الشيخ مرعي الكرمي(ت ١٠٣٣) في غاية المنتهى،وشرحه الشيخ الرحيباني (١٢٤٣) في مطالب أولي النهى، فقالا في المتن مع الشرح (٦/٢٧٩):
(أو جعل بينه وبين الله وسائط يتوكل عليهم ويدعوهم ويسألهم) كفر (إجماعا قاله الشيخ) تقي الدين، وقال: أو كان مبغضا لرسوله أو لما جاء به كفر اتفاقا؛ لأن ذلك كفعل عابدي الأصنام قائلين ما نعبدهم إلا ليقربونا إلى الله زلفى).
Begitupula disebutkan oleh Syaikh Mar'iy al-Karmiy al-Hanbaliy (1033 H) di dalam kitabnya al-Muntaha dan juga di kitab syarah al-Muntaha yaitu Mathoolib Uli an-Nuhaa oleh Syaikh ar-Rohiibaaniy al-Hanbaliy mereka berdua berkata di matan dan syarahnya :
“atau menjadikan sesuatu sebagai wasilah antara dirinya dan Allah, bertawakal kepadanya, berdoa kepadanya, dan meminta-minta kepadanya maka dia kafir dan ini ijmak sebagaimana yg dikatakan Syaikh Taqiyuddin” dan juga : “atau disebabkan membenci Rasulullah, atau ketika datang Rasulullah dengan membawa perintah tersebut maka dia kafir ittifaaqon(kesepakatan para ulama); karena perbuatan tersebut serupa dengan perbuatan para penyembah berhala yg beralasan : {Kita tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah}
Wallahu a'lam
================
Sumber asli teks kanal telegram Syaikh Ahmad Ghorib waffaqohullah
Sumber: FB Abu Musa Al Mizzi
2. Kitab Hawasyi Muntaha al-Iroodaat, akan tetapi di matan kitab al-Muntaha tidak disebutkan masalah ini. Tp beliau menambahkan masalah ini di dalam hawasyinya, lihat di halaman 1348.
وذكر هذا النص الشيخ مرعي الكرمي(ت ١٠٣٣) في غاية المنتهى،وشرحه الشيخ الرحيباني (١٢٤٣) في مطالب أولي النهى، فقالا في المتن مع الشرح (٦/٢٧٩):
(أو جعل بينه وبين الله وسائط يتوكل عليهم ويدعوهم ويسألهم) كفر (إجماعا قاله الشيخ) تقي الدين، وقال: أو كان مبغضا لرسوله أو لما جاء به كفر اتفاقا؛ لأن ذلك كفعل عابدي الأصنام قائلين ما نعبدهم إلا ليقربونا إلى الله زلفى).
Begitupula disebutkan oleh Syaikh Mar'iy al-Karmiy al-Hanbaliy (1033 H) di dalam kitabnya al-Muntaha dan juga di kitab syarah al-Muntaha yaitu Mathoolib Uli an-Nuhaa oleh Syaikh ar-Rohiibaaniy al-Hanbaliy mereka berdua berkata di matan dan syarahnya :
“atau menjadikan sesuatu sebagai wasilah antara dirinya dan Allah, bertawakal kepadanya, berdoa kepadanya, dan meminta-minta kepadanya maka dia kafir dan ini ijmak sebagaimana yg dikatakan Syaikh Taqiyuddin” dan juga : “atau disebabkan membenci Rasulullah, atau ketika datang Rasulullah dengan membawa perintah tersebut maka dia kafir ittifaaqon(kesepakatan para ulama); karena perbuatan tersebut serupa dengan perbuatan para penyembah berhala yg beralasan : {Kita tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah}
Wallahu a'lam
================
Sumber asli teks kanal telegram Syaikh Ahmad Ghorib waffaqohullah
Sumber: FB Abu Musa Al Mizzi
👍1
Fiqh Hanbali Akhsor al-Mukhtashorot
Ibnu Balban al-Hanbaliy
Kitab Thoharoh
(Bab Air)
Air terbagi menjadi tiga :
1. Air thohur : Yaitu air yg tetap di atas sifat penciptaannya, dari air thohur ini ada yg bersifat makruh semisal air thohur yg berubah sifatnya disebabkan kemasukan benda-benda yg tidak dapat bersatu dengan air dan juga ada yg bersifat haram, jika digunakan tidak dapat mengangkat hadats dan tidak dapat membersihkan najasah; contohnya semisal air ghosob dan air dari sumur-sumur kaum tsamud kecuali sumur yg dahulu diminum airnya oleh Onta Nabi Soleh.
2. Air Thohir : adalah air yang tidak dapat mengangkat hadats dan juga tidak dapat menghilangkan najasah.
Hakekat air ini adalah air yg berubah sifatnya disebabkan tercampur sekaligus bersatu dengan benda suci dan termasuk air thohir adalah air dengan takaran sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats.
3. Air najis : adalah air yang hukumnya haram digunakan secara mutlak.
Hakekat air najis adalah air yg telah berubah sifatnya disebabkan tercampur dengan najasah, kecuali ketika masih dalam keadaan membersihkan najasah dengan air maka air tersebut belum menjadi najis atau air dengan takaran sedikit yang bertemu najasah dengan syarat bukan air yang masih dalam keadaan digunakan untuk mengangkat hadats atau najasah.
Air yang mengalir jika sedikit maka hukumnya sama dengan air yg tidak mengalir.
Adapun jumlah air yang banyak, maka menurut mazhab adalah dua qullah yaitu Seratus tujuh lebih sepertujuh (107+1/7 ) Rithl Dimasyqi. Sedangkan jumlah air sedikit maka yang jumlahnya di bawah dua Qullah.
•••Penjelasan tambahan dan gambaran masalah :
1. Perbedaan antara air makruh dan air thohir adalah di sifat bercampur. Jika air kemasukan benda suci dan dia dapat bersatu dengannya serta merubah sifatnya maka ia dianggap air thohir. Sedangkan jika air kemasukan benda suci, akan tetapi tidak bersatu (Ghoiru Mumazij) semisal minyak atau kapur maka ia thohur akan tetapi makruh digunakan.
2. Hakekat air najis adalah air yg telah berubah disebabkan tercampur dengan najasah kecuali ketika masih dalam keadaan membersihkan najasah dengan air, maka air tersebut belum menjadi najis, atau air dengan takaran sedikit yang bertemu najasah dengan syarat bukan air yang masih dalam keadaan digunakan untuk mengangkat hadats atau najasah.
Gambaran untuk masalah ini :
“Jika anda menggunakan air untuk mengangkat hadats maka otomatis air tersebut telah bertemu dengan hadats atau ketika anda membersihkan najasah dengannya maka air tersebut otomatis telah bertemu dengan najasah. Menurut mazhab, air tersebut tidak berubah menjadi najis meskipun di air tersebut terdapat dzat najisnya sampai air tersebut terpisah dari objek yg ada najisnya atau sampai air tersebut terpisah dari anggota wudhu.”
3. Menurut penjelasan Syaikh Ahmad al-Qu'aimiy di kitab al-Hawasyi 107 lebih 1/7 rithl Dimasyqi itu setara 191,25 liter air.
Menurut Muntaha al-Irodat : 2 qullah setara bak air dengan panjang lebar dan kedalaman satu hasta/lengan lebih seperempatnya, ini jika bentuknya persegi.
========================
Sumber : Kitab Akshor al-Mukhtashorot, al-Hawasyi as-Sabighot, Muntaha al-Irodat
FB Abo Musa Al Mizzi
Ibnu Balban al-Hanbaliy
Kitab Thoharoh
(Bab Air)
Air terbagi menjadi tiga :
1. Air thohur : Yaitu air yg tetap di atas sifat penciptaannya, dari air thohur ini ada yg bersifat makruh semisal air thohur yg berubah sifatnya disebabkan kemasukan benda-benda yg tidak dapat bersatu dengan air dan juga ada yg bersifat haram, jika digunakan tidak dapat mengangkat hadats dan tidak dapat membersihkan najasah; contohnya semisal air ghosob dan air dari sumur-sumur kaum tsamud kecuali sumur yg dahulu diminum airnya oleh Onta Nabi Soleh.
2. Air Thohir : adalah air yang tidak dapat mengangkat hadats dan juga tidak dapat menghilangkan najasah.
Hakekat air ini adalah air yg berubah sifatnya disebabkan tercampur sekaligus bersatu dengan benda suci dan termasuk air thohir adalah air dengan takaran sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats.
3. Air najis : adalah air yang hukumnya haram digunakan secara mutlak.
Hakekat air najis adalah air yg telah berubah sifatnya disebabkan tercampur dengan najasah, kecuali ketika masih dalam keadaan membersihkan najasah dengan air maka air tersebut belum menjadi najis atau air dengan takaran sedikit yang bertemu najasah dengan syarat bukan air yang masih dalam keadaan digunakan untuk mengangkat hadats atau najasah.
Air yang mengalir jika sedikit maka hukumnya sama dengan air yg tidak mengalir.
Adapun jumlah air yang banyak, maka menurut mazhab adalah dua qullah yaitu Seratus tujuh lebih sepertujuh (107+1/7 ) Rithl Dimasyqi. Sedangkan jumlah air sedikit maka yang jumlahnya di bawah dua Qullah.
•••Penjelasan tambahan dan gambaran masalah :
1. Perbedaan antara air makruh dan air thohir adalah di sifat bercampur. Jika air kemasukan benda suci dan dia dapat bersatu dengannya serta merubah sifatnya maka ia dianggap air thohir. Sedangkan jika air kemasukan benda suci, akan tetapi tidak bersatu (Ghoiru Mumazij) semisal minyak atau kapur maka ia thohur akan tetapi makruh digunakan.
2. Hakekat air najis adalah air yg telah berubah disebabkan tercampur dengan najasah kecuali ketika masih dalam keadaan membersihkan najasah dengan air, maka air tersebut belum menjadi najis, atau air dengan takaran sedikit yang bertemu najasah dengan syarat bukan air yang masih dalam keadaan digunakan untuk mengangkat hadats atau najasah.
Gambaran untuk masalah ini :
“Jika anda menggunakan air untuk mengangkat hadats maka otomatis air tersebut telah bertemu dengan hadats atau ketika anda membersihkan najasah dengannya maka air tersebut otomatis telah bertemu dengan najasah. Menurut mazhab, air tersebut tidak berubah menjadi najis meskipun di air tersebut terdapat dzat najisnya sampai air tersebut terpisah dari objek yg ada najisnya atau sampai air tersebut terpisah dari anggota wudhu.”
3. Menurut penjelasan Syaikh Ahmad al-Qu'aimiy di kitab al-Hawasyi 107 lebih 1/7 rithl Dimasyqi itu setara 191,25 liter air.
Menurut Muntaha al-Irodat : 2 qullah setara bak air dengan panjang lebar dan kedalaman satu hasta/lengan lebih seperempatnya, ini jika bentuknya persegi.
========================
Sumber : Kitab Akshor al-Mukhtashorot, al-Hawasyi as-Sabighot, Muntaha al-Irodat
FB Abo Musa Al Mizzi
👍1
"Nikmat diniah dari Allah taala yang terbesar dan bermanfaat atas seorang mukmin adalah dia mengenal-Nya subhanahu wa taala.
Adapun nikmat duniawi yang terbesar adalah Allah taala memberikannya kehidupan yang bebas dari keburukan."
📚 _Qala-idul 'Iqyan fi Ikhtishar 'Aqidah Ibn Hamdan_ karya Imam Ibnu Balban rahimahullah hal. 94. Darul Minhaj.
✍️ Abahnya 'Aashim
---
📲 t.me/sunnaheduofficial
Adapun nikmat duniawi yang terbesar adalah Allah taala memberikannya kehidupan yang bebas dari keburukan."
📚 _Qala-idul 'Iqyan fi Ikhtishar 'Aqidah Ibn Hamdan_ karya Imam Ibnu Balban rahimahullah hal. 94. Darul Minhaj.
✍️ Abahnya 'Aashim
---
📲 t.me/sunnaheduofficial
👍1
Fiqh Hanbali
Kitab Akhsor al-Mukhtashorot
Ibnu Balban al-Hanbaliy
Kitab Thoharoh
(Bab Bejana)
Setiap bejana yang suci hukumnya boleh digunakan, boleh diproduksi dan dibeli kecuali jika ia terbuat dari emas atau perak maka tidak boleh digunakan, atau ditambal dengan emas dan perak juga tidak boleh digunakan.
Akan tetapi jika ada kebutuhan maka dibolehkan menggunakan bejana dengan tambalan sedikit dari perak.
Begitu pula dibolehkan menggunakan bejana-bejana orang kafir dan pakaian mereka selama tidak diketahui adanya najasah.
Kulit dari bangkai hewan tidak dapat disucikan dengan cara (dibagh/disamak).
Seluruh bagian tubuh dari bangkai hewan dinilai najis, kecuali beberapa bagian semisal rambut dan selainnya
Setiap sisi tubuh makhluk yang masih hidup lantas terpotong/terpisah, maka hukum potongan tersebut sebagaimana status tubuh tersebut di saat menjadi bangkai.
~Penjelasan dan Gambaran Permasalahan~
1. Dalam mazhab hanbali kulit bangkai hewan memang tidak dapat disucikan dengan dibagh, akan tetapi khusus utk kulit bangkai dari hewan yang suci (di masa hidupnya) maka boleh digunakan tetapi dengan syarat khusus untuk dzat-dzat yg sifatnya kering dan sudah didibagh dahulu.
Adapun jika digunakan utk menampung dzat cair seperti air, maka tidak boleh.
2. “Seluruh bagian tubuh dari bangkai hewan dinilai najis, kecuali beberapa bagian semisal rambut dan selainnya”
Maksud selain rambut di sini adalah seperti risyh (bulu burung) dan shuff (bulu domba), dan ini khusus utk bangkai hewan yang semasa hidupnya suci.
3. “Setiap sisi tubuh makhluk yang masih hidup lantas terpotong(Munfasil), maka hukum potongan tersebut sebagaimana status tubuh tersebut di saat menjadi bangkai”
Contoh :
•Bagian tubuh sapi yang dalam keadaan hidup terpotong, maka hukum potongan tersebut adalah najis karena jika sapi itu menjadi bangkai dia akan dinilai najis.
Kecuali:
•Bagian tubuh ikan yang dalam keadaan hidup terpotong, maka potongan tersebut hukumnya suci karena ketika ikan tersebut menjadi bangkai dia dinilai suci.
Sehingga jika seekor hewan dinilai najis bangkainya, maka potongan tubuhnya di saat ia hidup dinilai najis juga dan jika seekor hewan itu dinilai suci bangkainya maka potongan tubuhnya di saat ia masih hidup dinilai suci juga.
================
Sumber materi :
Kitab Akhsor al-Mukhtasorot Ibnu Balban, kitab Tahqiq al-Murod fi Syarhi Matni az-Zadd Abdullah bin Aqil, al-Fiqh al-Hanbaliy al-Muyassar az-Zuhailiy.
FB Abo Musa Al Mizzi
Kitab Akhsor al-Mukhtashorot
Ibnu Balban al-Hanbaliy
Kitab Thoharoh
(Bab Bejana)
Setiap bejana yang suci hukumnya boleh digunakan, boleh diproduksi dan dibeli kecuali jika ia terbuat dari emas atau perak maka tidak boleh digunakan, atau ditambal dengan emas dan perak juga tidak boleh digunakan.
Akan tetapi jika ada kebutuhan maka dibolehkan menggunakan bejana dengan tambalan sedikit dari perak.
Begitu pula dibolehkan menggunakan bejana-bejana orang kafir dan pakaian mereka selama tidak diketahui adanya najasah.
Kulit dari bangkai hewan tidak dapat disucikan dengan cara (dibagh/disamak).
Seluruh bagian tubuh dari bangkai hewan dinilai najis, kecuali beberapa bagian semisal rambut dan selainnya
Setiap sisi tubuh makhluk yang masih hidup lantas terpotong/terpisah, maka hukum potongan tersebut sebagaimana status tubuh tersebut di saat menjadi bangkai.
~Penjelasan dan Gambaran Permasalahan~
1. Dalam mazhab hanbali kulit bangkai hewan memang tidak dapat disucikan dengan dibagh, akan tetapi khusus utk kulit bangkai dari hewan yang suci (di masa hidupnya) maka boleh digunakan tetapi dengan syarat khusus untuk dzat-dzat yg sifatnya kering dan sudah didibagh dahulu.
Adapun jika digunakan utk menampung dzat cair seperti air, maka tidak boleh.
2. “Seluruh bagian tubuh dari bangkai hewan dinilai najis, kecuali beberapa bagian semisal rambut dan selainnya”
Maksud selain rambut di sini adalah seperti risyh (bulu burung) dan shuff (bulu domba), dan ini khusus utk bangkai hewan yang semasa hidupnya suci.
3. “Setiap sisi tubuh makhluk yang masih hidup lantas terpotong(Munfasil), maka hukum potongan tersebut sebagaimana status tubuh tersebut di saat menjadi bangkai”
Contoh :
•Bagian tubuh sapi yang dalam keadaan hidup terpotong, maka hukum potongan tersebut adalah najis karena jika sapi itu menjadi bangkai dia akan dinilai najis.
Kecuali:
•Bagian tubuh ikan yang dalam keadaan hidup terpotong, maka potongan tersebut hukumnya suci karena ketika ikan tersebut menjadi bangkai dia dinilai suci.
Sehingga jika seekor hewan dinilai najis bangkainya, maka potongan tubuhnya di saat ia hidup dinilai najis juga dan jika seekor hewan itu dinilai suci bangkainya maka potongan tubuhnya di saat ia masih hidup dinilai suci juga.
================
Sumber materi :
Kitab Akhsor al-Mukhtasorot Ibnu Balban, kitab Tahqiq al-Murod fi Syarhi Matni az-Zadd Abdullah bin Aqil, al-Fiqh al-Hanbaliy al-Muyassar az-Zuhailiy.
FB Abo Musa Al Mizzi
👍1
Delapan Kaedah/Rumus di Dalam Bab Haid Menurut Fiqih Hanbali
[1] Tidak ada haid bersama dengan kehamilan (Jika datang darah haid, maka dia adalah darah rusak)
[2] Tidak ada haid setelah umur 50 tahun (jika datang darah haid, maka dia adalah darah rusak)
[3] Tidak ada haid di bawah umur 9 tahun (jika datang darah haid di bawah umur 9 tahun maka dianggap sebagai darah rusak)
[4] Minimal masa haid adalah satu hari satu malam maksud nya 24 jam, terbentang selama 15 hari.
[5] Masa haid terbanyak adalah 15 hari (jika lebih dari ini maka dianggap darah rusak)
[6] Mayoritas wanita masa haidnya adalah selama 6 atau 7 hari
[7] Minimal masa suci diantara dua haid adalah 13 hari.
[8] Tidak ada batasan terbanyak untuk masa suci di antara dua haid
===============
Sumber faidah Kitab Syarh Akhsor al-Mukhtasorot Syaikh Muhammad Bajabir -Hafidzohullah-
FB Abo Musa Al Mizzi
[1] Tidak ada haid bersama dengan kehamilan (Jika datang darah haid, maka dia adalah darah rusak)
[2] Tidak ada haid setelah umur 50 tahun (jika datang darah haid, maka dia adalah darah rusak)
[3] Tidak ada haid di bawah umur 9 tahun (jika datang darah haid di bawah umur 9 tahun maka dianggap sebagai darah rusak)
[4] Minimal masa haid adalah satu hari satu malam maksud nya 24 jam, terbentang selama 15 hari.
[5] Masa haid terbanyak adalah 15 hari (jika lebih dari ini maka dianggap darah rusak)
[6] Mayoritas wanita masa haidnya adalah selama 6 atau 7 hari
[7] Minimal masa suci diantara dua haid adalah 13 hari.
[8] Tidak ada batasan terbanyak untuk masa suci di antara dua haid
===============
Sumber faidah Kitab Syarh Akhsor al-Mukhtasorot Syaikh Muhammad Bajabir -Hafidzohullah-
FB Abo Musa Al Mizzi
*Ngaji Selasa Malam*
📚 *Materi*:
*UMDATUL AHKAM*
⏰ *Waktu*:
Setiap hari Selasa ba'da shalat Maghrib s.d. selesai.
🎙️ *Pemateri*:
Abu 'Aashim
🕌 *Tempat*:
Masjid Al-Ikhlas Perumahan Taman Manunggal Asri Dk. Tugu Ds. Bener Kec. Tengaran Kab. Semarang Jateng
🧮 *Penyelenggara*
Takmir Masjid Al-Ikhlas Perum TMA
🏷️ Demikian pemberitahuan dari kami, semoga berkenan.
🍃 Barakallahu fikum.
👉 Bagi yang hendak menyimak secara online. Bisa join di telegram berikut ini:
https://t.me/sunnaheduofficial?livestream
📲 Semoga Allah mudahkan.
------
🌹Di antara keutamaan menghadiri majelis pengajian ialah turunnya ketenangan dan rahmat.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“ _Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya_". (HR. Muslim)
📚 *Materi*:
*UMDATUL AHKAM*
⏰ *Waktu*:
Setiap hari Selasa ba'da shalat Maghrib s.d. selesai.
🎙️ *Pemateri*:
Abu 'Aashim
🕌 *Tempat*:
Masjid Al-Ikhlas Perumahan Taman Manunggal Asri Dk. Tugu Ds. Bener Kec. Tengaran Kab. Semarang Jateng
🧮 *Penyelenggara*
Takmir Masjid Al-Ikhlas Perum TMA
🏷️ Demikian pemberitahuan dari kami, semoga berkenan.
🍃 Barakallahu fikum.
👉 Bagi yang hendak menyimak secara online. Bisa join di telegram berikut ini:
https://t.me/sunnaheduofficial?livestream
📲 Semoga Allah mudahkan.
------
🌹Di antara keutamaan menghadiri majelis pengajian ialah turunnya ketenangan dan rahmat.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“ _Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya_". (HR. Muslim)
05.-Perayaan-Natal-Bersama (1).pdf
366.9 KB
05.-Perayaan-Natal-Bersama (1).pdf
Fatwa-MENGGUNAKAN-ATRIBUT-AGAMA-LAIN.pdf
808.8 KB
Fatwa-MENGGUNAKAN-ATRIBUT-AGAMA-LAIN.pdf
Pengaruh Wahabi di Indonesia - KH. Nadjih.pdf
33.7 MB
Pengaruh Wahabi di Indonesia - KH. Nadjih.pdf
SunnahEduOfficial
Pengaruh Wahabi di Indonesia - KH. Nadjih.pdf
Tulisan KH Nadjih Ahjad rahimahullah pengasuhan Pondok Pesantren Maskumambamg Gresik Jatim tentang Pengaruh Wahabi di Indonesia.
Tulisan tahun 1981.
Tulisan tahun 1981.
🔰 Al Imam Ibnu Abi Umar Al Hanbali rahimahullah berkata,
"Barangsiapa yang menyekutukan Allah, menyangsikan rububiyah-Nya, atau sifat-sifat-Nya; menganggap bagi Allah memiliki istri atau anak; menyangsikan salah satu nabi-Nya atau satu kitab dari kitab-kitab Allah Taala atau beberapa darinya; mencela Allah taala atau rasul-Nya, maka dia telah kafir (murtad)."
📚 _Asy Syarhul Kabir 'alal Muqni'_, 27/108. Tahkik Al Turki.
----
📲 t.me/sunnaheduofficial
"Barangsiapa yang menyekutukan Allah, menyangsikan rububiyah-Nya, atau sifat-sifat-Nya; menganggap bagi Allah memiliki istri atau anak; menyangsikan salah satu nabi-Nya atau satu kitab dari kitab-kitab Allah Taala atau beberapa darinya; mencela Allah taala atau rasul-Nya, maka dia telah kafir (murtad)."
📚 _Asy Syarhul Kabir 'alal Muqni'_, 27/108. Tahkik Al Turki.
----
📲 t.me/sunnaheduofficial
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memimpin Madinah, masyarakat ketika itu heterogen baik dalam perkara agama maupun suku. Muslim ada. Yahudi ada. Penganut paganisme juga ada. Secara suku, ada suku Aus, Khazraj, Qainuqa, Nadhir, dan lainnya. Bahkan ada orang-orang Najran yang notabene mereka penganut Nasrani.
Tidak ada tuh dalam sirah maupun riwayat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia, beliau maupun para sahabatnya mengucapkan selamat Natal kepada orang-orang Najran.
Jika mengucapkan selamat Natal menjadi tolak ukur toleransi dan menghormati mereka, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya ridwanullah 'alaihim 'ajmain telah melakukannya. Lalu akan diriwayatkan dari generasi ke generasi. Gak mungkin disembunyikan. Tapi nyatanya? Gak ada. Lalu siapa yang engkau jadikan panutan?
✍️
Tidak ada tuh dalam sirah maupun riwayat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia, beliau maupun para sahabatnya mengucapkan selamat Natal kepada orang-orang Najran.
Jika mengucapkan selamat Natal menjadi tolak ukur toleransi dan menghormati mereka, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya ridwanullah 'alaihim 'ajmain telah melakukannya. Lalu akan diriwayatkan dari generasi ke generasi. Gak mungkin disembunyikan. Tapi nyatanya? Gak ada. Lalu siapa yang engkau jadikan panutan?
✍️